Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dwi Octaverina Putri

NIM : 04011181520068

Kelas : Alpha 2015

Leptospirosis

1. Algoritma Penegakan Diagnosis


Pertumbuhan leptospira lambat di media kultur, sehingga dibutuhkan beberapa
minggu sebelum dinyatakan hasil kultur negatif. Hasil positif pada kultur sangat
rendah, terutama pada fasilitas laboratorium mikrobiologi yang biasa, sehingga untuk
penunjang diagnostik menunggu hasil rultur sering menjadi kendala dalam
penanganan pasien.
Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus Leptospirosis,
yaitu: l) Kasus Suspect, 2) Kasus Probable, dan 3) Kasus Conform.
a. Kasus Suspect
Demaam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah (malaise),
conjungtival hiperemis, ciliary suffusion, dan ada riwayat terpapar dengan lingkungan
yang terkontaminasi atau aktivitas yang merupakan faktor risiko leptospirosis dalam
kurun waktu 2 minggu. Faktor risiko tersebut antara lain:
1) kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urin tikus saat
terjadi banjir;
2) kontak dengan sungai atau danau dalam aktivitas mandi, mencuci atau bekerja
di tempat tersebut;
3) kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan pekerjaan)
yang tidak menggunakan alas kaki;
4) kontak erat dengan binatang, seperti babi, sapi, kambing, anjing yang
dinyatakan terinfeksi Leptospira;
5) terpapar atau bersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius hewan
seperti cairan kemih, plasenta, cairan amnion, dan lain-lain; memegang atau
menangani spesimen hewan/ manusia yang diduga terinfeksi leptospirosis
dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya;
6) Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontak dengan sumber
infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat atau SAR,
tentara, pemburu, dan para pekerja di rumah potong hewan, toko hewan
peliharaan, perkebunan, pertanian, tambang, serta pendaki gunung, dan lain-
lain.
b. Kasus Probable
Dinyatakan probable bila pada kasus suspect ditemukan dua dari gejala dan tanda
klinis berikut:
1) nyeri betis;
2) ikterus atau jaundice merupakan kondisi medis yang ditandai dengan
menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata);
3) manifestasi pendarahan;
4) sesak napas;
5) oliguria atau anuria, yakni ketidakmampuan untuk buang air kecil;
6) aritmia jantung;
7) batuk dengan atau tanpa hemoptisis;
8) ruam kulit.
Selain itu, memiliki gambaran laboratorium:
1) Trombositopenia < 100.000 sel/mm;
2) Leukositosis dengan neutropilia > 80%;
3) Kenaikan kadar bilirubin total > 2 gr% atau peningkatan SGPT, amilase,
lipase, dan kreatin fosfokinase (CPK);
4) penggunaan rapid diagnostic test (ROT) untuk mendeteksi IgM anti leptospira.

c. Kasus Conform
Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertau salah satu dari
hasil berikut:
1) Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik
2) Hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) positif
3) Sero konversi Microscopic Agglutination Test (MAT) dari negatif menjadi
positif

Kriteria Faine (2012)


Berdasarkan kriteria Faine yang dimodifikasi, diagnosis presumtif leptospirosis dapat
ditegakkan jika: Skor bagian A atau bagian A + bagian B = 26 atau lebih; atau Skor
bagian A + bagian B + bagian C = 25 atau lebih. Skor antara 20 dan 25 menunjukkan
kemungkinan diagnosis leptospirosis tetapi belum terkonfirmasi.

2. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh mikroorganisme Leptospia spp yang terdiri dari lebih 300 serovar. Pada manusia
umumnya disebabkan oleh Leptospira interoogans yang ditemukan dalam air seni dan
sel-sel hewan yang terkena.
Leptospirosis berat disebut juga Weil’s Disease. Nama lain dari leptospirosis adalah
mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever,
canicola fever, dan lain-lain.
3. SKDI
Leptospirosis tanpa komplikasi: 4A

SEPSIS
1. Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang
mungkin terjadi meliputi:
a. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan
hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS
timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat
dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru
bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada
mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin
memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
b. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami
komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada
sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
c. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul
inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan
beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria
akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut.
Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering
menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu,
tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
d. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik
yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
e. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia,
dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau
ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi
penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
f. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis. Primer, dimana gangguan fungsi organ
disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut.
Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
Lalu sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada
keadaan urosepsis.

2. Pencegahan
a. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri
Gram-negatif
b. Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara profilaktik pada anak penderita
leukemia
c. Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon secara
profilaktik pada pasien Iuka bakar.
d. Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah
pneumonia gram-negatif nosokomial
e. Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan
vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis gram-negatif pada
pasien neutropenia.
f. Lingkungan yang protektif bagi pasien berisiko kurang berhasil karena
sebagian besar infeksi berasal dari dalam (endogen).
g. Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan (swab)
vagina/rektum pada kehamilan 35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk
Streptococcus agalactiae (penyebab utama sepsis pad neonatus). Jika positif
untuk strep Grup B, berikan penisilin intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan
menurunkan infeksi Grup B sebesar 78%.

Analisis masalah
2. Sejak 5 hari yang lalu, Tn. Badu menderita demam tinggi terus menerus. Demam
disertai sakit kepala, nyeri otot-otot terutama otot betis, disertai mual, mata merah
tanpa kotoran, dan penglihatan silau. BAB dan BAK biasa.
a. Bagaimana mekanisme mata merah?
Jawab:
 Leptospira menginvasi pembuluh darah yang menuju mata  terjadi
peradangan pada dinding pembuluh darah (vaskulitis)  conjungtival
injection
 Leptospira beradar dalam darah dan LCS masuk ke mata dalam bilik
anterior dan timbul respon imun perdadangan pada bilik anterior
sehingga menjadi uveitis

b. Bagaimana mekanisme mual?


Jawab:
 Leptospira  masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, mukosa 
multipikasi kuman dan menyebar ke pembuluh darah kerusakan
endotel, ekstravasasi sel  nekrosis hepar dan kolestasis 
hepatomegali  mual, muntah
 Kerusakan pada saluran gastrointestinal  impuls iritatif merangsang
pusat muntah di batang otak  memerintahkan otot abdomen serta
diafragma untuk berkontraksi  mual, muntah.
5. Keadaan spesifik
Mata : konjunctiva palperbra pucat, ikterik, tampak conjunctival suffusion, fotofobia
Abdomen : Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae.
Ekstremitas : Nyeri tekan musculus gastrocnemius dextra et sinistra.
a. Bagaimana gambaran dari conjuctival suffusion?
Jawab:

6. Hasil laboratorium
b. Bagaimana mekanisme abnormal hasil laboratorium?
Jawab:
- Leptospira  masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, mukosa 
multipikasi kuman dan menyebar ke pembuluh darah  reaksi inflamasi
 leukosit meingkat
- Leptospira  masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, mukosa 
multipikasi kuman dan menyebar ke pembuluh darah  mengeluarkan
endotoxin  vaskulitis (nekrosis sel endotel dan infiltasi limfosit) dan
leakage  petekie, perdarahan intraparenkim, perdarahan mukosa dan
serosa.  anemia
- Leptospira  masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, mukosa 
multipikasi kuman dan menyebar ke pembuluh darah  masuk ke seluruh
jaringan dan organ termasuk ginjal dan hati kreatinin dan ureum
meningkat dan terdpat protein dalam urine.
- Leptospira  masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, mukosa 
multipikasi kuman dan menyebar ke pembuluh darah  masuk ke seluruh
jaringan dan organ termasuk ginjal dan hati bilirubin direk meningkat

Daftar Pustaka

Caterino JM, Kahan S. 2012. Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher

Kumar, S Shiva. 2013. Indian Guidelines for the Diagnosis and Management of Human
Leptospirosis. India: API Medicine Update

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai