Anda di halaman 1dari 16

Bed Side Teaching

KATARAK SENILIS MATUR OD + KATARAK


SENILIS IMATUR OS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Andhika Diaz Maulana, S.Ked.
04084821921135

Pembimbing:

dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, Sp.M(K) MARS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


2019
HALAMAN PENGESAHAN

Bed Side Teaching

Katarak Senilis Matur OD + Katarak Senilis Imatur OS

Oleh:

Andhika Diaz Maulana, S.Ked.


04084821921135

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 24 Juni - 28 Juli
2019.

Palembang, Juni 2019

dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, Sp.M(K) MARS

1
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan


Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
yaitu sebuah kondisi ketika pandangan tampak seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau
akibat kedua-duanya. Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk
mengalami kebutaaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangakan untuk
negara maju sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak.

Menurut survei Depkes RI tahun 1982 pada 8 Propinsi, prevalensi


kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi
kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk. Saat ini, katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah dari 45
juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan
Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia
Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di
dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara.

Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di


Indonesia. Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, tetapi umumnya berkaitan dengan penuaan. Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga merupakan
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-
macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi,
uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan
proses penyakit intraokular lainnya.

Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah
kebutaan akibat katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena
semakin tingginya usia harapan hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi

2
kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari 30 juta operasi katarak hingga tahun
2020. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012
katarak merupakan penyakit kompetensi 2, sehingga lulusan dokter diharapkan
mampu untuk mendiagnosis dan merujuk dengan tepat.

Tingginya prevalensi katarak ini membuat pemahaman mengenai penyakit


katarak dan tatalaksananya penting untuk diketahui oleh dokter umum. Pada
bedside teaching kali ini penulis akan melaporkan sebuah kasus mengenai katarak
senilis matur OD dan katarak senilis imatur OS.

3
BAB II

STATUS PASIEN

1. Status Pasien
Nama : Tn. ND
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Alamat : Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 3 Juli 2019

2. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 3 Juli 2019 pukul 16.00 WIB )


a. Keluhan Utama
Penglihatan kabur seperti berasap sejak 4 tahun yang lalu pada kedua
mata.
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 4 tahun yang lalu SMRS, pasien mengeluh penglihatan
kabur yang semakin lama semakin bertambah. Sejak 1 tahun yang lalu,
pasien merasa mata kanan semakin kabur. Keluhan juga mulai dirasakan
pada mata kiri, namun tidak sekabur mata kanan. Penglihatan kabur
seperti melihat asap dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat melihat
dekat maupun jauh. Pasien juga mengeluh adanya penurunan penglihatan
terhadap warna dan sering merasa silau ketika melihat, terutama melihat
lampu. Sehingga, lebih nyaman jika melihat pada sore hari atau di tempat
yang gelap.
Tidak ditemukan keluhan merah, nyeri, berair, gatal, keluar
kotoran, sulit membuka atau menutup, serta benjolan pada mata. Pasien
juga tidak mengeluh adanya penglihatan seperti di dalam terowongan,
pandangan ganda, pandangan seperti melihat kilatan cahaya, pandangan
4
seperti melihat pelangi disekitar sumber cahaya, pandangan seperti
melihat benda berterbangan dan pandangan seperti tertutup tirai. Keluhan
sistemik seperti kepala pusing, mual dan muntah disangkal.
± 1 tahun yang lalu SMRS pasien merasa pandangan kedua mata
semakin kabur, pasien berobat ke dokter spesialis mata di Prabumulih
dan disarankan untuk operasi katarak. Tetapi pasien ingin dibius total.
Saat ini pasien semakin sulit untuk melihat dan keluhan yang dirasakan
telah mengganggu aktivitas sehari-hari, sehingga pasien berobat ke
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
• Riwayat Hipertensi disangkal
• Riwayat memakai kacamata disangkal
• Riwayat trauma pada mata disangkal
• Riwayat operasi kelopak mata sebelah kiri (±) 4 tahun yang lalu,
eksisi nevus
• Riwayat pemakaian obat steroid dalam jangka waktu yang lama
disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum Tampak baik
Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 130/80 mmHg

Nadi 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas 20 kali/menit

5
Suhu 36,5o C
Status gizi Gizi baik

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/300 6/60 ph (-)
Tekanan
TIOD = 13,2 mmHg TIOS = 16,1 mmHg
intraocular

KBM Ortoforia

GBM

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil Bulat, Central, Refleks Cahaya Bulat, Central,


Refleks cahaya (+),
(+), diameter 3 mm
diameter 3 mm
Lensa Keruh, ST (-) Keruh, ST (+)

Segmen Posterior

Refleks RFOD (-) RFOS (+)


Fundus

Papil Tidak tembus Bulat, batas tegas,

6
warna merah
normal, c/d 0,3, a/v
2/3
Makula Tidak tembus RF (+)

Retina Tidak tembus Kontur pembuluh


darah baik

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan slit lamp
 Pro Pemeriksaan B-scan ultrasonography
 Pro Pemeriksaan Biometri
 Pro Pemeriksaan Retinometri
 Pro Pemeriksaan laboratorium pre-op
 Pro Rontgen Thoraks pre-op
 Pro Konsul PDL pre-op
 Pro Konsul Anestesi pre-op

5. Diagnosis Kerja
Katarak Senilis Matur OD + Katarak Senilis Imatur OS

6. Tatalaksana
KIE
 Menjelaskan pada pasien bahwa keluhan mata kabur pada pasien
disebabkan oleh katarak yang timbul dipengaruhi oleh faktor usia.
 Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan yaitu akan dilakukan
terapi pembedahan berupa ektraksi lensa dan akan dipasang lensa baru.
 Pro ekstraksi lensa (ECCE) OD + IOL
 Pro Resep Kacamata pasca-ekstraksi lensa

7
7. Follow-Up
5 Juli 2019
S : Mata merah (+), nyeri (+) minimal
O :
a. Status Generalis
Keadaan umum Tampak baik
Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas 20 kali/menit

Suhu 36,5o C
Status gizi Gizi baik

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/60 6/60 ph (-)
Tekanan
Tidak dinilai P = N+0
Intraokular

KBM Ortoforia

GBM

8
Palpebra Tenang Tenang

A Konjungtiva Injeksi siliar, SCB (+) Tenang

Kornea Terdapat 5 jahitan di Jernih


limbus superior, baik,
simpul di di dalam, darah (-
), edema (+)
BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks cahaya


(+), diameter 3 mm
Cahaya (+), diameter 3 mm

Lensa IOL (+), Sentral Keruh, ST (+)

Segmen Posterior

Refleks RFOD (+) RFOS (+)


Fundus

Papil Detail sulit dinilai Bulat, batas tegas, warna merah


normal, c/d 0,3, a/v 2/3
Makula Detail sulit dinilai RF (+)

Retina Detail sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

A : Post ECCE OD atas indikasi Katarak Matur OD + Pseudofakia OD +


Katarak Senilis Imatur OS
P :
 Levofloxacin ED gtt I/6 jam OD
 Prednisolone asetat ED gtt I/6 jam OD
 Ciprofloxacin 500 mg/12 jam PO
 Asam mefenamat 500 mg/8 jam PO
 Edukasi mengenai kebiasaan post-operasi katarak:
 Dilarang mengangkat beban-beban berat, membungkuk,
mengguncangkan kepala secara berlebih, menyentuh mata dengan
tangan

9
 Mandi hanya diperbolehkan dari leher ke bawah. Wajah dapat
dibersihkan dengan lembut menggunakan handuk basah.
 Hindari tempat yang berdebu. Gunakan patch pelindung mata saat
berpergian atau saat sedang tidur.
 Konsumsi obat secara teratur. Apabila memerlukan obat tambahan
seperti saat pasien sedang batuk atau konstipasi, dapat diberikan.
 Segera datang kontrol apabila terdapat keluhan pandangan tiba-tiba
menjadi kabur, nyeri bola mata, mata mendadakan semakin merah,
kelopak mata membengkak, dan kotoran mata yang berlebih.

8. Prognosis
• Okuli Dextra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : dubia ad bonam
o Quo ad sanationam : bonam
• Okuli Sinistra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : bonam

9. Lampiran

Gambar 1. ODS pasien dalam keadaan terbuka

10
Gambar 2. ODS pasien dalam keadaan tertutup

A A B B

Gambar 3. Foto klinis pasien pre op (A)AOD ST (-); (B) OS ST (+).

11
BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang pasien datang dengan keluhan pandangan mata yang semakin


buram sejak 4 tahun yang lalu dan semakin dirasa memburuk sejak 1 tahun yang
lalu. Dari keluhan ini kita langsung mendapatkan diagnosis banding yang
mungkin yaitu diagnosis banding penyebab mata tenang visus turun perlahan.
Beberapa diagnosis banding mata tenang visus perlahan dari yang tersering adalah
katarak, kelainan refraksi, glaukoma kronis sudut terbuka, retinopati diabetik,
retinopati hipertensi, toxoplasmosis okular, dan ambliopia. Dari identitas,
didapatkan umur pasien 63 tahun, yang merupakan faktor risiko untuk beberapa
penyebab diagnosis banding di atas seperti katarak.

Dari anamnesis didapatkan keluhan tambahan berupa pandangan berasap


(salah satu ciri khas penyakit katarak), silau (glare, keluhan yang sering
didapatkan pada katarak, terutama jenis katarak subkapsular posterior dan
kortikal), dan penurunan penglihatan warna. Pasien sebelumnya tidak
menggunakan kacamata, dan melaporkan tidak ada perubahan daya penglihatan
jauh dan dekat (tidak adanya fenomena myopic shift/ second sight). Dari
anamnesis ditanyakan beberapa pertanyaan yang mengarahkan ke diagnosis
banding seperti ada atau tidaknya pandangan yang menyempit seperti melihat
dalam terowongan (seperti pada glaukoma kronik), kebiasaan makan makanan
mentah dan memelihara hewan peliharaan (seperti pada toksoplasmosis serebri).
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal pada pasien.

Riwayat penyakit diabetes disangkal, namun riwayat darah tinggi


dikonfirmasi pasien dengan durasi kurang lebih 5 tahun belakangan dan rutin
mengkonsumsi obat. Tekanan darah saat diperiksa menunjukkan hasil yang
normal, namun retinopati diabetik dan hipertensi akan perlu dikonfirmasi lagi
pada pemeriksaan status oftalmologikus. Pemeriksaan mata menunjukkan visus
yang menurun pada kedua mata dan tidak mengalami kemajuan dengan tes pin

12
hole, yang dapat diinterpretasikan sebagai tiadanya kelainan refraksi. Tekanan
bola mata memberikan hasil yang normal.

Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan lensa mata kanan dan kiri,
dengan hasil shadow test negatif pada mata kanan dan positif pada mata kiri
dengan interpretasi sebagai suatu katarak matur di mata kanan dan katarak imatur
di mata kiri. Hasil pemeriksaan fundus okuli tidak dapat dilakukan di mata kanan
karena kekeruhan media refraksi, namun pada mata kiri dapat dilakukan dan
hasilnya normal.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan didapatkan diagnosis katarak matur


OD dan katarak imatur OS. Katarak yang terjadi pada pasien ini diduga akibat
proses penuaan, yaitu katarak senilis. Katarak dapat disebabkan oleh beberapa
sebab lain seperti trauma (yang disangkal pada pasien ini), kongenital (yang juga
disangkal dari ketiadaan riwayat penyakit terdahulu), atau diinduksi oleh obat-
obatan seperti steroid. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian katarak
senilis selain usia adalah penyakit sistemik, riwayat operasi mata sebelumnya, dan
seringnya mata terpapar udara panas atau sinar matahari.

Katarak senilis terjadi akibat edema lensa, perubahan protein, peningkatan


proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum,
edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Seiring
bertambahnya usia, secara alami akan terjadi proliferasi serat-serat lensa dari arah
korteks ke arah nuklear yang pada akhirnya akan menimbulkan kekeruhan lensa,
belum lagi jika ditambah edema lensa akibat proses osmotik yang biasanya terjadi
pada penyakit diabetes mellitus. Karena mengganggu kualitas hidup, katarak yang
telah mencapai stadium matur harus dilakukan operasi pengangkatan dan
pergantian lensa.

Operasi ekstraksi lensa pada katarak memiliki beberapa tujuan yaitu


perbaikan visus, terapi (apabila ada komplikasi katarak, seperti glaukoma),
diagnostik, atau kosmetik. Persiapan operasi katarak meliputi persiapan kesiapan
kondisi fisiologis pasien untuk dilakukan pembedahan, dengan melakukan

13
konsultasi pada sejawat penyakit dalam dan anestesi (disertai dengan pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah dan ronsen thoraks), untuk menilai
kelayakan pasien. Selain itu dilakukan pemeriksaan biometri untuk menentukan
kekuatan IOL (intraocular lens) yang akan digunakan. B-scan ultrasonography
juga dilakukan sebelum operasi untuk menilai kelainan segmen posterior bola
mata, terutama pada kasus-kasus dengan kekeruhan media refraksi seperti katarak.

Terdapat beberapa metode operasi katarak yang telah dikenal, di antaranya


adalah ICCE (Intracapsular Cataract Extraction), ECCE konvensional
(Extracapsular Cataract Extraction), SICS (Small Incision Cataract Surgery) dan
phacoemulsification. Di kasus ini telah dilakukan ECCE dengan IOL. ECCE
dilakukan dengan cara mengekstraksi hampir keseluruhan dari lensa yang
mengalami kekeruhan sembari meninggalkan kapsul lensa posterior elastik
sebagai tempat peletakkan IOL nantinya. ECCE dilakukan dengan insisi yang
lebih besar dari SICS ataupun phaco, sebesar 10-12 mm pada kornea atau sklera
untuk mengekspos lensa dan mengambilnya.

IOL yang digunakan disesuaikan kekuatannya dengan data yang telah


didapat sebelumnya. Setelah dilakukan operasi katarak, pasien dirawat terlebih
dahulu untuk memantau komplikasi yang dapat terjadi. Pasien post-operasi biasa
akan mengalami reaksi peradangan akut yang menimbulkan hiperemis dan
kemosis konjungtiva serta edema kornea. Namun, terdapat komplikasi yang paling
ditakutkan dan berbahaya pada pasien post-operasi katarak, yaitu endoftalmitis.

Endoftalmitis adalah sebuah diagnosis klinis yang dibuat ketika terdapat


inflamasi intraokular yang melibatkan baik ruang posterior dan anterior mata yang
berhubungan dengan infeksi bakteri dan jamur. Endoftalmitis terbagi atas endogen
dan eksogen, pada endoftalmitis endogen dapat terjadi akibat penyebaran bakteri
maupun jamur yang berasal dari fokus infeksi di dalam tubuh terjadi sekitar 2-8%,
sedangkan endoftalmitis eksogen sering terjadi oleh karena trauma pada bola mata
(20%) atau pasca operasi intraokular (62%). Endofaltmitis dapat diklasifikasikan
menjadi endoftalmitis akut (terjadi pada hari 1 sampai hari 42/6 minggu pasca

14
operasi); dan endoftalmitis kronis (lebih dari 6 minggu pasca operasi hingga
sekitar 2 tahun).

Adanya kemungkinan endoftalmitis kronis inilah yang membuat pasien


post-op katarak harus tetap kontrol hingga 6 minggu pasca-operasi dan pada
waktu yang ditentukan setelahnya. Diagnosis endoftalmitis berdasarkan kondisi
klinis ini biasanya ditandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan
hipopion. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Terapi yang diberikan
setelah operasi adalah levofloxacin ED, prednison ED, ciprofloxacin oral dan
asam mefenamat oral. Terapi antibiotika topikal dan oral dipilih dari golongan
florokuinolon yang memiliki cakupan spektrum gram positif dan negatif yang baik
dan penetrasi yang baik di bola mata.

Pencegahan perioperatif terhadap endoftalmitis sangat menentukan


prognosis akhir dari pasien post-operasi katarak. Prednison ED diberikan untuk
mengurangi peradangan dan asam mefenamat diberikan sebagai agen anti nyeri.
Edukasi mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang harus dihindari pada
pasien post-operasi katarak menjadi penting untuk mendukung pemulihan pasca
operasi. Pasien dilarang untuk menunduk atau mengangkat beban berat, serta
menghindari batuk dan mengedan, karena peningkatan tekanan bola mata yang
ditimbulkan kemungkinan dapat mempengaruhi luka operasi yang sedang
menyembuh. Kontrol rutin sesuai dengan jadwal menjadi penting dan harus terus
ditekankan pada pasien setelah pemulangan dari rawat inap.

15

Anda mungkin juga menyukai