Anda di halaman 1dari 7

Nama : Suci Kartika Putri

NIM : 04011181520036

Kelas : Alpha 2015

Kelompok : A1

LEPTOSPIROSIS

1. Epidemiologi
Leptospirosis merupakan zoonosis dengan distribusi luas di seluruh dunia, terutama pada
wilayah dengan iklim tropis dan subtropis. Angka kejadian leptospirosis di seluruh dunia
belum diketahui secara pasti. Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun
pada daerah yang memiliki faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka kejadian
leptospirosis dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun. Di daerah tropis
dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis berkisar antara 10-100 per 100.000
sedangkan di daerah subtropis angka kejadian berkisar antara 0,1-1 per 100.000 per
tahun. Case fatality rate (CFR) leptospirosis di beberapa bagian dunia dilaporkan berkisar
antara <5%-30%. Angka ini memang tidak terlalu reliabel mengingat masih banyak daerah
di dunia yang angka kejadian leptospirosisnya tidak terdokumentasi dengan baik.
Selain itu masih banyak kasus leptospirosis ringan belum didiagnosis secara tepat.
Hewan terpenting dalam penularan leptospirosis adalah jenis binatang pengerat, terutama
tikus. Bakteri leptospira khususnya spesies L. ichterro haemorrhagiae banyak menyerang tikus
besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus) dan tikus rumah (Rattus diardii). Sedangkan
hewan peliharaan seperti kucing, anjing, kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan babi dapat
menjadi hospes perantara dalam penularan leptospirosis. Transmisi bakteri leptospira
ke manusia dapat terjadi karena ada kontak dengan air atau tanah yang tercemar urin
hewan yang mengandung leptospira. Selain itu penularan bisa juga terjadi karena
manusia mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan bakteri
leptospira.
Faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam proses penularan leptospirosis.
Faktor lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, biologik, dan sosial. Salah satu
pengaruh lingkungan sosial adalah mengenai jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan yang
berisiko terjangkit leptospirosis antara lain: petani, dokter hewan, pekerja pemotong
hewan, pekerja pengontrol tikus, tukang sampah, pekerja selokan, buruh tambang, tentara,
pembersih septic tank dan pekerjaan yang selalu kontak dengan binatang.
2. Patogenesis
Ketika seorang kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi leptospira patogen maka
leptospira akan masuk ke aliran darah melalui lesi kulit atau secara aktif menembus mukosa
dan menuju ke organ-organ seperti ginjal dan hati. Sistem kekebalan tubuh akan
menyebabkan bakteri lisis dan melepaskan banyak antigen seperti GLP (glycolipoprotein)
dan LPS (lipopolysacharida) serta endotoksin. Terjadinya sindroma Weil tidak hanya
bergantung pada virulensi dan toksin yang dilepaskan oleh bakteri tpi juga intensitas dan
kecepatan respon imun inang. Produksi antibodi spesifik akan melindungi dari infeksi
leptospira, karena makrofag hanya efisien memfagositosis leptospira setelah berbentuk
antibodi spesifik. Dijumpainya leptospira dan antigennya di sel-sel endotel paru
membuktikan bahwa lesi dipicu oleh bakteri dan produk-produk toksiknya. Pada kasus yang
fatal dapat memicu terjadinya perdarahan paru.
Pada ginjal, penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya kalium dan hipokalemia
yang merupakan tanda gagal ginjal akut (AKI). GLP yang terdeteksi di sel fagosit di ginjal
menunjukkan fungsi Na/K-ATPase inhibitor yang spesifik. Hati adalah organ lain yang
terkena dampak infeksi leptospirosis. Inhibisi Na/K-ATPase di hati menimbulkan gangguan
fungsional hati, penurunan albumin, dan peningkatan asam lemak nonesterified (NEFA) dan
bilirubin dalam plasma.

3. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi dari leptospirosis, diantaranya adalah gagal ginjal akut (95%
dari kasus), gagal hepar akut (72% dari kasus), gangguan respirasi akut (38% dari
kasus), gangguan kardiovaskuler akut (33% dari kasus), dan pankreatitis akut (25% dari
kasus).
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita leptospirosis adalah:
1. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau poliuria dapat timbul 4-10
hari setelah gejala leptospirosis terlihat.
Terjadinya gagal ginjal akut pada penderita leptospirosis melalui 3 mekanisme:
a. Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira
Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek
langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen menuju kapiler
peritubuler kemudian menuju jaringan interstitium, tubulus, dan lumen tubulus.
Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek migrasi atau efek endotoksin
leptospira.
b. Reaksi imunologi
Reaksi imunologi berlangsung cepat, adanya kompleks imun dalam sirkulasi
dan endapan komplemen dan adanya electron dence bodies dalam glomerulus,
membuktikan adanya proses immune-complex glomerulonephritis dan terjadi
tubulo interstitial nefritis.
c. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain → iskemia ginjal
Hipovolemia dan hipotensi sebagai akibat adanya:
- Intake cairan yang kurang
- Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
- Pelepasan kinin, histamin, serotonin, prostaglandin, semua ini akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran
albumin dan cairan intravaskuler.
- Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel menyebabkan permeabilitas sel dan
vaskuler meningkat.
- Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan
vasokonstriksi.
- Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan
viskositas darah meningkat. Iskemia ginjal, glomerulonefritis, tubulo interstitial
nefritis, dan invasi kuman menyebabkan terjadinya nekrosis → gagal ginjal akut.
2. Gagal hepar akut
Di hepar terjadi nekrosis sentrilobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer disertai
kolestasis. Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain karena kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal yang akan
menurunkan ekskresi bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah,
terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan
meningkatkan kadar bilirubin, proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intra
hepatik.
3. Gangguan respirasi dan perdarahan paru
Adanya keterlibatan paru biasanya ditandai dengan gejala yang bervariasi, diantaranya:
batuk, dispnea, dan hemoptisis sampai dengan Adult Respiratory Distress Syndrome (
ARDS ) dan Severe Pulmonary Haemorrhage Syndrome ( SPHS ). Paru dapat
mengalami perdarahan dimana patogenesisnya belum diketahui secara pasti.
Perdarahan paru terjadi diduga karena masuknya endotoksin secara langsung
sehingga menyebabkan kerusakan kapiler dan terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi
pada pleura, alveoli, trakeobronkial, kelainan berupa kongesti septum paru, perdarahn
alveoli multifokal, dan infiltrasi sel mononuklear. Pada pemeriksaan histologi
ditemukan adanya kongesti pada septum paru, oedem dan perdarahan alveoli
multifokal, esudat fibrin. Perdarahan paru dapat menimbulkan kematian pada penderita
leptospirosis.
4. Gangguan kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem
konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi dari
gangguan kardiovaskuler ini sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk
yang berat berupa gagal jantung kongestif yang fatal. Selama fase septikemia,
terjadi migrasi bakteri, endotoksin, produk enzim atau antigen karena lisisnya
bakteri, akan meningkatkan permeabilitas endotel dan memberikan manifestasi awal
penyakit vaskuler.
5. Pankreatitis akut
Sebenarnya pankreatitis akut adalah komplikasi yang jarang ditemui pada pasien
leptospirosis berat. Pankreatitis terjadi karena adanya nekrosis dari sel-sel pankreas
akibat infeksi bakteri leptospira (acute necrotizing pancreatitis). Selain itu, terjadinya
pankreatitis akut pada leptospirosis bisa disebabkan karena komplikasi dari gagalnya
organ-organ tubuh yang lain (multiple organ failure), syok septik, dan anemia berat
(severe anemia).

SEPSIS
1. Definisi
Sepsis adalah sindrom klinik oleh karena reaksi yang berlebihan dari respon imun tubuh yang
distimulasi mikroba/bakteri baik dari dalam dan luar tubuh. Dipandang dar immunologi
sepsis adalah reaksi hipersensitivitas. Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang
diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan
darah tidak harus positif. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan
dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia.

2. Patofisiologi
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%), jamur
dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting pada
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar
bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis. LPS mengaktifkan respon
inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response Syndrome/SIRS) yang dapat
mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF). Apoptosis berperan dalam
terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme kematian sel pada sepsis. Pada pasien sepsis
akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di lien.
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak faktor
lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh
terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat
proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis
factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah
interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi,
koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat
sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-)
maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau
endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler
dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan mengeluarkan
substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-
5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis
IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang
berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi menjadi sel efektor.
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai.
Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan rangkaian kerusakan
hingga kegagalan organ yang merugikan.
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit.
Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti lien dan timus. Apoptosis
limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis. Apoptosis limfosit
dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis.

ANALISIS MASALAH
1. e. Bagaimana mekanisme demam?
Jawab :
Penderita kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi leptospira pathogen 
leptospira masuk ke aliran darah melalui lesi kulit atau mukosa  leptospira menuju
organ-organ  kekebalan tubuh aktif  Leptospira lisis  endotoksin dilepaskan 
merangsang makrofag untuk datang  lepasnya sitokoin IL1, IL-6 – TNF alpha  Sitokin
berikatan dengan reseptornya di hipotalamus  mengaktivasi fosfolipase A2 melepaskan
asam arakidonat  leh enzim COX2 diubah menjadi PGE2  cAMP menaikkan set point
 respon tubuh dibuat untuk meningkatkan panas  suhu tubuh meningkat

g. Bagaimana tatalaksanan awal di IGD pada pasien ini?


Jawab :
Tatalaksana awal yang dilakukan adalah tatalaksana ABC yaitu Airways, Breathing, and
Circulation.

3. b. Bagaimana mekanisme BAK berkurang dan warnanya teh tua?


Jawab :
leptospira virulen masuk ke tubuh melalui kulit yang terluka atau mukosa (dibantu oleh
hyaluronidase dan burrowing motility) bakteri bermultifikasi (yang nonvirulen gagal
bermultifikasi) dinding endotel pembuluh darah rusak dan timbul vaskulitis, sel darah
merah lisis akibat enzim fosfolipase, bakteri bermigrasi ke lumen dan interstisium tubulus
ginjal vaskulitis menghambat sirkulasi mikro dan peningkatan permeabilitas kapiler 
kebocoran cairan ginjal hipovolemia  gagal ginjal edema dan pendarahan
subkapsular, serta nekrosis tubulus ginjal.

4. a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Fisik Hasil Nilai Normal Interpretasi


Pemeriksaan

Keadaan Umum Tampak Sakit Sehat Abnormal


Berat

Kesadaran Delirium Kompos Mentis Abnormal

Tekanan Darah 110/70 mmHg 120/80 mmHg Normal

Nadi 110 x/menit 60-100x/menit Takikardi

Pernapasan 22 x/menit 16-24x/menit Normal

Suhu Tubuh 39oC 36,5-37,5 oC Demam febris

Sumber :
Andani, Luluk. 2014. Evaluasi Penggunaan Kriteria Diagnosis Leptospirosis (WHO Searo 2009)
pada Pasien Leptospirosis di RSUP Dr Kariadi Semarang. Dalam :
http://eprints.undip.ac.id/44817/3/BAB_II.pdf. Diakses pada 14 Agustus 2018.
Ardianti, Sitti. 2013. Pola Kuman pada Pasien Sepsis yang Dirawat di ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Dalam : http://eprints.undip.ac.id/44175/3/SITTI_A_G2A009091_Bab2KTI.pdf. Diakses
pada 14 Agustus 2018.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid I.

Anda mungkin juga menyukai