Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS

PADA NY.A P1A0 UMUR 15 TAHUN 3 HARI POSTPARTUM

DENGAN BENDUNGAN ASI DI RSUD Dr.H.M ANSARI SALEH

BANJARMASIN

LAPORAN KASUS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal

Di Susun Oleh:

1. Karmila 4. Ridha Anisya P

2. Reisa Novialita 5. Rizka Rahmandita

3. Revi Mariska 6. Theresya Nathalindri

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA

DIV KEBIDANAN REGULER IV

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih atas materi, pendapat maupun
pikiran yang diberikan oleh pihak-pihak yang telah turut membantu dalam pembuatan
laporan kasus ini.

Kami harap laporan kasus yang berjudul Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada
Ny.P P1A0 Umur 15 Tahun 3 Hari Postpartum Dengan Bendungan Asi Di RSUD
Dr.H.M Ansari Saleh Banjarmasin ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
pembaca agar kedepannya pembaca dan penulis dapat membuat laporan kasus yang
lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, kami sadar masih


banyak kekurangan dari laporan kasus ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini kedepannya.

Banjarmasin, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan................................................................................................................
1.4 Manfaat..............................................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar.....................................................................................................
2.2 Perubahan Fisiologis..........................................................................................
2.3 Perubahan Psikologis.........................................................................................
2.4 Kebutuhan Dasar................................................................................................
2.5 Penatalaksanaan / Penanganan...........................................................................
2.6 Deteksi Dini Komplikasi...................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Data..................................................................................................
3.2 Interpretasi Data..................................................................................................
3.3 Diagnosa Masalah Potensial...............................................................................
3.4 Tindakan Segera..................................................................................................
3.5 Intervensi.............................................................................................................
3.6 Implementasi.......................................................................................................
3.7 Evaluasi...............................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kesenjangan Antar Teori dan Praktik..................................................................
4.2 Faktor Pendukung dan Penghambat......................................................................
4.3 Pemecahan Masalah..............................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................
5.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Beberapa infeksi yang terjadi setelah melahirkan disebabkan oleh

mastitis dan abses payudara yang diawali dengan adanya bendungan saluran

ASI. Infeksi masa nifas yang diawali oleh adanya bendungan ASI timbul karena

produksi ASI yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama

lahir masih sedikit (Prawirohardjo, 2010). Pada permulaan masa nifas apabila

bayi belum mampu menyusu dengan baik, atau apabila kelenjar- kelenjar tidak

dikosongkan dengan sempurna, akan terjadi bendungan ASI (Rukiyah &

Yulianti, 2014).

Menurut Rukiyah & Yuliyanti (2014) pada masa nifas, bendungan ASI

paling banyak dialami oleh ibu-ibu pekerja yaitu sebesar 16% dari seluruh ibu

yang menyusui di Indonesia. Adanya kesibukan keluarga dan pekerjaan

menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan

payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan

angka kejadian bendungan ASI.

Bendungan ASI dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika

payudara telah memproduksi ASI. Bendungan ASI yang tidak ditangani dengan

baik dapat menyebabkan terjadinya infeksi lain seperti mastitis dan infeksi yang

dapat mengakibatkan kematian jika terjadi abses payudara (Suherni &

Widyasih, 2008).

Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi komplikasi akibat

bendungan ASI maka dibutuhkan peran bidan yang antara lain mempersiapkan
ibu pada masa antenatal dengan melakukan pemeriksaan payudara dan

perawatan payudara, memberikan informasi tentang laktasi dan memberikan

motivasi ibu untuk menyusui pada masa nifas dan bidan harus bisa mengatasi

masalah yang sering terjadi yaitu kelainan pada bentuk putting susu, putting

susu lecet (Perinasia, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penerapan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas pada Ny. A P1 A0

Umur 15 Tahun 3 hari postpartum Dengan Bendungan ASI di RSUD Dr.H.M.

Ansari Saleh Banjarmasin menggunakan Manajemen Kebidanan 7 langkah Varney?

1.3 Tujuan

1) Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny.A P 1A0 dengan

bendungan saluran ASI dengan menggunakan managemen 7 langkah varney.

2) Tujuan Khusus

a. Penulis mampu

1) Melakukan pengkajian secara lengkap pada ibu nifas Ny. A P1A0 dengan

bendungan saluran ASI di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.

2) Menginterprestasikan data dengan merumuskan diagnosa kebidanan,

masalah dan kebutuhan pada ibu nifas Ny. A P 1A0 dengan bendungan

saluran ASI di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin

3) Mengidentifikasi data serta merumuskan diagnosa atau masalah potensial

pada ibu nifas Ny. A P1A0 dengan bendungan saluran ASI di RSUD Ansari

Saleh Banjarmasin.
4) Menetapkan tindakan segera atau antisipasi pada ibu nifas Ny.A P1A0
dengan bendungan saluran ASI di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.

5) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny.A P1A0 dengan

bendungan saluran ASI di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.

6) Melaksanakan perencanaan secara efisien dan aman pada ibu nifas Ny. A

P1A0 dengan bendungan saluran ASI di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.

7) Melakukan evaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas

Ny. A P1A0 dengan bendungan saluran ASI di RSUD Ansari Saleh

Banjarmasin

b. Penulis mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan kasus nyata

dalam asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. A P1A0 dengan bendungan saluran

ASI.

c. Penulis mampu memberikan alternative pemecahan masalah pada ibu nifas

Ny. A P1A0 dengan bendungan saluran ASI.

1.4 Manfaat

1) Bagi Penulis

Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya dalam

bidang pelayanan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan saluran air

susu ibu.

2) Bagi Profesi

Dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan lainnya dalam

melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan saluran

air susu ibu.

3) Bagi Rumah Sakit

Untuk memberikan masukan bagi BPS dalam penyusunan kebijakan


program pelayanan kebidanan serta sebagai acuan dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan khususnya pada ibu nifas

dengan bendungan saluran air susu ibu.

4) Bagi Pendidikan

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan dan sebagai referensi

mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan saluran air

susu ibu.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Masa Nifas


2.1.1 Pengertian
1) Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira enam, minggu (Saleha, 2009).

2) Masa nifas (Puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai


alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Setyo & Sri, 2011).

2.1.2 Tahapan Masa Nifas


Menurut Setyo & Sri (2011), tahapan masa nifas dibagi dalam tiga periode
yaitu:
1) Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan,
dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu
3) Remote puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu- minggu, berbulan-bulan, atau tahunan.

2.1.3 Perubahan-perubahan Pada Masa Nifas


Menurut Saleha (2009), perubahan-perubahan pada masa nifas antara lain:
1) Involusio
Perubahan keseluruhan alat genetalia kembali seperti keadaan sebelum
hamil.
2) Bekas implantasi plasenta segera setelah lahir seluas 12 x 5 cm pada
minggu ke-2 sebesar 6 sampai 8 cm, pada akhir nifas sebesar 2 cm.
3) Luka-luka
Seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan servik
yang tidak luas akan sembuh primer. Infeksi dapat timbul dan dapat
menyebabkan selulitis dan bila berlanjut dapat menimbulkan sepsis (Janah,
2011).
4)Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Macam-macam
lochea :
• Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa ketuban, sel-sel selaput desidua (desidua,
yakni selaput lendir rahim dalam rahim dalam keadaan hamil), vernik
kaseosa ( yakni palit bayi,zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam
noda dan sel-sel epitel, yang menyelimuti kulit janin), lanugo (yakni,
bulu halus pada anak yang baru lahir) dan mekoneum (yakni, isi usus
janin cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban,
berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan.
• Lochea sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari
ke -3 samapi ke -7 pasca persalinan.
• Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7- 14 pasca
persalinan.
• Lochea alba
Cairan putih, setelah 2 minggu (7 sampai 14 hari).
5) Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan, setelah 6
minggu post natal, servik menutup (Farrer, 2001).
6) Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu
saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya
berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara.
Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai
tonjolan jaringan yang kecil (Saleha, 2009).
7) Ligamen-ligamen
Ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur- angsur mengecil
kembali seperti sedia kala

(Wiknjosasrto,
2006).

Gambar 1 Anatomi Payudara (Depkes, 2004)

2.1.4 Laktasi

Sesudah bayi lahir, disusul terjadi peristiwa penurunan kadar hormon


estrogen. Penurunan kadar estrogen mendorong naiknya kadar prolaktin
yang mendorong produksi ASI. Dengan naiknya kadar prolaktin tersebut,
mulailah aktivitas produksi ASI berlangsung, ketika bayi menyusu, mammae
menstimulasi terjadi produksi prolaktin yang terus menerus secara
berkesinambungan. Sekresi ASI, berada di bawah pengaruh oleh neuro
endogrin. Rangsangan sentuhan pada payudara ketika bayi menghisap puting
susu menyebabkan timbulnya rangsangan yang menyebabkan terjadinya
produksi oksitosin, oksitosin merangsang terjadinya kontraksi sel-sel
mioepitel (Suherni, dkk, 2008).

2.1.5 Masalah yang Sering Muncul Dalam Masa Menyusui


Menurut Setyo & Sri (2011), masalah yang sering muncul dalam masa
menyusui antara lain:
1) Puting susu lecet
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi
lecet.
2) Payudara bengkak
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusu adekuat,
sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan
terjadinya pembengkakan.
3) Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara.
4) Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini
disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.

2.1.6 Pemeriksaan Pasca Persalinan


Menurut Prawirohardjo (2002), Pemeriksaan pasca persalinan dengan
persalinan normal hal ini baik dan dilakukan pemeriksaan kembali 6 minggu
setelah persalinan.
Pemeriksaan postnatal antara lain meliputi:
1) Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya.
2) Keadaan umum : suhu badan, selera makan dan lain-lain.
3) Payudara : ASI, puting
4) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektum.
5) Secret yang keluar, misalnya lochea, flour albus.
6) Keadaan alat-alat kandungan.
Nasehat untuk ibu postnatal:
1) Penjelasan dan motivasi tentang cara menjaga bayi.
2) Memberi susu dan makanan bayi.
3) Keluarga berencana.
4) Hidup dan makanan sehat.
5) Dipesan agar memeriksakan diri lagi.
(Prawirohardjo, 2002).

2.1.7 Perawatan Pasca Persalinan


1). Mobilisasi
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila partus
berlangsung agak lama, maka ibu harus cukup istirahat 8 jam post partum.
Sesudah 8 jam ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah
adanya thrombosis (Wiknjosastro, 2006).
2). Diet
Ibu nifas dianjurkan untuk makan diit berimbang, cukup karbohidrat,
protein, lemak dan mineral (Suherni, dkk, 2008).
3). Eliminasi: buang air kecil dan besar
Dalam enam jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang
air kecil. Semakin lama urine yang tertahan dalam kandung kemih maka
dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan. Dalam 24 jam
pertama, pasien juga sudah harus dapat buang air besar karena semakin
lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit untuk buang air
besar secara lancar (Sulistyawati, 2009).
4). Perawatan payudara
Kedua mammae harus dirawat selama kehamilan, areola mammae dan
puting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream,
agar tetap lemas, jangan sampai kelak mudah lecet atau mudah pecah-
pecah (Wiknjosastro, 2006).

2.1.8 Kunjungan Masa Nifas


Menurut Sulistyawati (2009), Pada masa nifas diperlukan paling sedikit
empat kali kunjungan pada masa nifas .
1) Kunjungan I: 6-8 jam setelah persalinan
 Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
 Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut.
 Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
 Pemberian ASI awal.
 Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi yang baru lahir.
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
 Jika petugas kesehatan menolong persalinan, petugas harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran
atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil.
2) Kunjungan II: 6 hari setelah persalinan
 Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan Sama seperti kunjungan II
4) Kunjungan IV: 6 minggu setelah persalinan
 Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayi
alami.
 Memberikan konseling KB secara dini.
Menurut Jannah (2011), pengeluaran ASI manual dengan cara :
1) Cuci tangan sampai bersih.
2) Pegang cangkir bersih untuk menampung ASI.
3) Condongkan badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
4) Letakkan ibu jari pada batas areola mammae dan letakkan jari telunjuk
pada batas areola mammae bagian bawah sehingga berhadapan.
5) Tekan kedua ibu jari ke dalam ke arah dinding dada tanpa menggeser
letak ke dua jari tadi.
6) Pijat daerah diantara kedua jari tadi ke arah depan sehingga akan
memeras dan mengeluarkan ASI yang berada di dalam sinus lactiferous.
7) Ulangi gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali.
8) Setelah pancaran ASI berkurang, pindahkan posisi ibu jari dan telunjuk
tadi dengan cara diputar pada sisi lain atas areola dengan kedua jari
selalu berhadapan.
9) Jangan memijat atau menarik puting susu, karena ini tidak akan
mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
Menurut Setyo & Sri (2011), Langkah-langkah menyusui yang benar
1) Cara menyusui dengan sikap duduk:
 Duduk dengan posisi santai dan tegak menggunakan kursi yang rendah
agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi.
 Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
 Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi ditidurkan di
atas pangkuan ibu dengan cara:
 Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan pada
lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan, kepala
bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.
 Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di
depan.
 Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
 Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
 Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
 Tangan kanan menyangga payudara kiri dengan keempat jari dan ibu
jari menekan payudara bagian atas areola.
 Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan
cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut
bayi.
 Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di
bawah areola.
2) Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, Sebaiknya
diganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi: jari
kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu
bayi ditekan ke bawah.
3). Menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang belum terkosongkan
(yang dihisap terakhir).
4) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
5) Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung
supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusu. Cara
menyendawakan bayi:
 Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian
punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
 Dengan cara menelungkupkan bayi di atas pangkuan ibu, lalu usap usap
punggung bayi sampai bayi bersendawa.
Menurut Saleha (2009), posisi menyusui yang benar
1) Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu.
2) Dagu bayi menempel pada payudara.
3) Dagu bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara
(bagian bawah).
4) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
5) Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
6) Sebagian besar areola tidak tampak.
7) Bayi menghisap dalam dan perlahan.
8) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu.
9) Terkadang terdengar suara bayi menelan.
10) Puting susu tidak terasa sakit atau lecet.

2.1.9 Ciri-ciri Bayi Menyusu Dengan Benar


1) Bayi tampak tenang.
2) Badan bayi menempel pada perut ibu.
3) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
4) Mulut bayi terbuka dengan cukup lebar.
5) Bibir bawah bayi juga terbuka lebar.
6) Areola yang kelihatan lebih luas di bagian atas daripada bagian bawah
mulut bayi.
7) Bayi ketika menghisap ASI cukup dalam menghisapnya, lembut dan tidak
ada bunyi.
8) Puting susu tidak merasa nyeri.
9) Kepala dan badan bayi berada pada garis lurus.
10) Kepala bayi tidak pada posisi tengadah.

2.2 Proses Laktasi danMenyusui


2.2.1 Anatomi Payudara

Payudara yang matang adalah salah satu tanda pertumbuhan sekunder dari
seorang perempuan dan salah satu organ yang indah dan menarik.Lebih dari itu,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya, maka organ ini
menjadi sumber utama kehidupan, karena Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan
bayi yang paling penting.

Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada.
Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia yang
mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratny kurang lebih 200 gram,
saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800 gram.

Gambar Anatomi Payudara


a) Letak : Setiap payudara terletak pada sternum dan

meluas setinggi kosta kedua dan keenam.

Payudara ini terletak pada fascia superficialis

dinding rongga dada yang disangga oleh

ligamentum sospensorium

b) Bentuk :Bentuk masing-masing payudara berbentuk

tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor

(cauda) dari jaringan yang meluas keketiak atau

aksila

c) Ukuran : Ukuran payudara berbeda pada setiap

individu, juga tergantung pada stadium

perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu

payudara ukurannya agak lebih besar daripada

yang lain.

1. Struktur Makroskopis

Struktur makroskopis payudara adalah sebagai berikut

a. Cauda Aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas ke arah aksila.

b. Areola

Adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang

longgar dan mengalami pigmentasi. Areola pada masing-

masing payudara memiliki garis tengah kira-kira 2.5 cm.

Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna

kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan

penimbunan pigmen pada kulitnya.

c. Papila Mamae
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya

variasi bentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan

bervariasi. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil

yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-

ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah

bening, serat- serat otot polos yang tersusun secara

sirkuler sehingga bila ada kontraksi duktus laktiferus

akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi ,

sedangkan otot-otot yang Longitudinal akan menarik

kembali puting susu tersebut. Bentuk puting ada empat

macam yaitu bentuk yang normal, pendek atau datar,

panjang dan terbenam.

(Dewi, 2011; h. 7-9)

Gambar. 2.2 Bentuk-bentuk puting susu

1. Struktur Mikroskopis

Payudara tersusun atas jaringan kelenjar , tetapi juga

mengandung sejumlah jaringan lemak dan ditutupi oleh

kulit.

Jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 15-25 lobus


yang dipisahkan secara sempurna satu sama lain oleh

lembaran- lembaran jaringan fibrosa. Struktur dalamnya

dikatakan menyerupai segmen buah anggur atau jeruk yang

dibelah. Setiap lobus merupakan satu unit fungsional yang

berisi dan tersusun atas bangunan-bangunan sebagai berikut.

d. Alveoli :Alveolus merupakan unit terkecil yang

memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel

Aciner , jaringan lemak , sel plasma , sel otot polos,

dan pembluh darah. Payudara terdiri atas 15-25

lobus. Masing-masing lobus terdiri atas 20-40

lobulus. Selanjutnya masing-masing lobules terdiri

atas 10-100 alveoli.

Anda mungkin juga menyukai