Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

INTUSUSEPSI (INVAGINASI)

Disusun oleh:

NAMA : FATMAWATI
NIM : 2017-84-003

KONSULEN:
dr. Jacky Tuamelly, Sp. B (K)Trauma

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU BEDAH RSUD Dr. M. HAULUSSY AMBON.

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Intususepsi dikenal juga dengan“Invaginasi”. Intususepsi merupakan


penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas
dari usus invaginasi ke bagian bawah dari usus tersebut. Jika progress dari
intususepsi ini tidak di tatalaksana segera, dapat berakibat fatal. Kematian yang
disebabkan oleh intususepsi jarang ditemukan di negara maju, ini disebabkan
waktu diagnosis yang cepat dan terapi operatif.1
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi
usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian mengalami komplikasi yang
berujung pada sepsis dan kematian.1,2 Intususepsi merupakan salah satu
kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus dikenali dengan
cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena misdiagnosis atau
keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas. Di negara
berkembang, pasien mungkin ditemukan telah dalam kondisi serius, dan angka
kematian yang tinggi karena terbatasnya akses kesehatan. ± 65% kasus
intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan insiden puncak
antara bulan kelima dan kesembilan kehidupan. Walaupun keadaan ini bisa
timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus halus dalam 86% demikian,
atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi seperti polip atau
divertikulum meckel sebagai titik pembawanya.3 Biasanya intususepsi yang
terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di bawah usia 4
tahun, 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis.3,4

2
Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileoileocolica 15%,
lain-lain 10%, paling jarang tipe appendicalcolica. Invaginasi sering dijumpai
pada umur 3 bulan - 2 tahun, paling banyak 5-9 bulan. Prevalensi penyakit
diperkirakan 1-2 penderita di antara 1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih
banyak daripada perempuan, 3 : 1. Pada umur 5-9 bulan sebagian besar belum
diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat, menyusui, gizi baik dan
dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan terjadinya invaginasi
karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan
diare.5
Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada
pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-
sama invaginasi. Invaginasi pada umur 2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama
divertikel Meckel, polip, hemangioma dan limfosarkoma. Infeksi parasit sering
juga menyertai invaginasi anak besar. Sebanyak 75% kasus invaginasi anak
ditemukan pada usia dibawah 3 tahun dimana 40% nya didapatkan pada usia
antara 1 dan 12 bulan. Insiden terjadinya invaginasi diperkirakan mencapai 1
dari 2000 anak, penelitian di Inggris dan Skotlandia menunjukkan insiden yang
lebih tinggi yaitu 4 dari 1000 kelahiran hidup. Jenis kelamin laki-laki lebih
dominan terjadi dibanding dengan perempuan dengan rasio berkisar 3:2 sampai
dengan 2:1.
Hasil laporan WHO yang dikeluarkan pada tahun 2002 di 3 kota besar
Indonesia menunjukkan angka terjadinya invaginasi pada anak yang terjadi di
kota Medan sebanyak 29 kasus, dijumpai pada usia 2 bulan sampai 2 tahun dan
paling banyak ditemukan pada anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 95% dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.1,2
Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut
yang sifatnya muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya
selama beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah.
Kerusakan usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari
ke 2-5 dengan puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut

3
akan memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2
Di negara maju, outcome dari pasien dengan intususepsi memiliki
prognosis yang lebih baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan
prosedur terapi yang kurang invasif seperti reduksi barium enema. Sebaliknya,
di negara berkembang, banyak anak dengan intususepsi dilaporkan mengalami
keterlambatan untuk mendapatkan terapi definitif. Tertundanya diagnosis yang
berlanjut menjadi nekrosis usus, diikuti dengan terapi reduksi operasi, memiliki
angka fatalitas yang tinggi, misalnya 18% di Nigeria, 20% di Indonesia dan
hingga 54% di Ethiopia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh van Heek
et al (1996) angka kematian anak-anak dengan intususepsi di pedesaan Indonesia
jauh lebih tinggi daripada di perkotaan di Indonesia atau di Belanda, mungkin
karena pengobatan yang terlambat, yang menghasilkan lebih banyak pasien yang
menjalani operasi dalam kondisi fisik yang buruk. Mortalitas intususepsi
meningkat secara signifikan (lebih dari 10 kali) pada pasien intususepsi yang
baru datang berobat setelah 48 jam sejak onset gejala dibandingkan dengan
pasien intususepsi yang datang berobat sejak 24 jam onset gejala.1,5

Berdasarkan uraian di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter
umum yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan
mengenali gejala awal dari intususepsi sehingga dapat melakukan tindakan
sesegera mungkin untuk memperbaiki keadaan umum pasien kemudian merujuk
ke spesialis bedah yang tepat sehingga berdampak pada menurunnya angka
morbiditas dan mortalitas dari intususepsi.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definsi

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal


masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi
usus dan dapat berakhir dengan strangulasi. Umumnya bagian yang proksimal
(intususeptum) masuk ke bagian distal (intussussipien).1,6,7

Gambar 1: invaginasi usus halus3,7

5
Gambar 2 : ilustrasi intususepsis ileo-ileocolic, ileocolic dan ileoileal dengan tumor
pedunculate.3

2.2 Epidemiologi

Stimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian


besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak
ada penelitian yang melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam
hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per
1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4
per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran
hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala
Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian intususepsi
di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun. Irish (2011) menyebutkan insiden
intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup.2,3,4

6
Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan
frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden
puncak intususepsi muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara
usia 4-8 bulan. Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki.
Di Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah
8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan
antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1.3,8,9

Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan


hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia. Intususepsi
dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi,
musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan
puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas. Di
Afrika, insidens intususepsi meningkat pada 2 musim yaitu akhir musim panas
dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari infeksi
saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens intususepsi
dilaporkan meningkat pada musim panas. Di Thailand insidens intususepsi
meningkat antara bulan September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan
ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang merupakan puncak dari
insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di Malaysia tidak
ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan intususepsi.2,3,8

2.3 Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal. 3,7,8

1. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun
tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile
idiophatic intussusceptions”.Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi

7
idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%. Definisi dari istilah
intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi.
Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk menggambarkan
kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat
menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat
diidentifikasi saat pembedaha. Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti
dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang
disebabkan oleh infeksi adenovirus atau rotavirus.

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk
menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu
terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering
dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang
membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi,
masih tidak jelas.3

2. Kausal

Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun


berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi: 3

a. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus
pada usus.
Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan
dan juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi
pada anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak
biasanya disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque
Peyeri yaitu suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal,
yang dapat merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk

8
mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
b. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltik yang
meniggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan
dengan perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak
akan meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi.
c. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel
Meckel, limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan
mesenteric hematom merupakan pencetus pada anak di atas usia 2
tahun atau orang dewasa.
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya
peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh
masuk dalam usus bagian distal.

2.4 Patogenesis invaginasi

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari


ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.
Ketidak seimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak
sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya,
ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah
kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan
mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter
penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi
intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa
penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia
limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.3,7,10

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi


ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari

9
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke
dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem
dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.4

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
currant jelly stool.4,5

10
Gambar 3: Pathogenesis invaginasi2,3

Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu mekanik obstruksi dan


neurogenik obstruksi paralitik. Menurut etiologinya ada 3 keadaan:1,8,11,12
1. Sebab didalam lumen usus
2. Sebab pada dinding usus
3. Sebab diluar dinding usus
Menurut tinggi rendahnya dibagi: obstruksi usus halus letak tinggi,
obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi:
1. Akut intestinal obstruksi
2. Kronik intestinal obstruksi

11
3. Akut super exposed on cronik

Gambar 4: patofisiologi invaginasi8

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu
terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian
makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-
kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat
peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi,
ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana
pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak

12
37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens
adenovirus dalam feses penderita intususepsi.11

2.5 Kasifikasi Invaginasi

Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang
terlibat (Pickering, 2000):1,8,10

1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum.


2. Ileo-colica, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian kolon.
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari
invaginasi.
4. Appedicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi.
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.

Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal dan ileo
colica, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dinding yang terdiri
dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis
intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica.
Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada
pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%,
ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.3

13
Gambar 5: intraoperatif intususepsi ileocolica3

Gambar 6: intraoperatif intususepsi ileoileal3

2.6 Gambaran klinis

Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai


berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas,
penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut
seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi
kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi.

14
Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit
dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung.3

Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga,


maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai
datang serangan kembali.12,13 Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi
gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan
lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang
pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi
jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat
melakukan colok dubur.2,3

Gambar 7: Red currant jelly stool3

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu
massa tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu
terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong

15
yang disebut “dance’s sign”. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut
proses intususepsi. Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang
tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem
yang semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi,
seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah
warna hijau dan dehidrasi. 3

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya
aliran pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis
usus, gangren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.

Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa


seperti portio
 Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi


tidak khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada
penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah.
Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan
pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak
cepat timbul.

Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut
dengan intususepsi atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis
yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi
karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada
penderita.14,15

16
2.7 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri
dari :2,3

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul.
Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan
baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly
stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya
tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada
gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur
di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-
anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien
datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga
anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur
darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.13

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah


diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi

17
Kriteria Mayor.3

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau
tidak ada sama sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup
hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi
perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada
pemeriksaan “Rectal Toucher“.

Kriteria Minor.3

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun


2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu:3

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

1. Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat


pembedahan
2. Kriteria Radiologi–Air enema atau liquid contrast
enema menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik
yang bisa dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.
3. Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

18
Level 2 - Probable (salah satu kriteria di bawah)

4. Dua kriteria mayor


5. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

6. Empat atau lebih kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium3,9

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis


intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).2,3

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi
perforasi.

19
Gambar 8: gambaran radiologi usus terdesak kekiri atas3

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik
45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak
diindikasikan jika ada fasilitas USG.2,3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008


dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen
dengan posisi left side down decubitusmeningkatkan kemampuan untuk
diagnosis atau menyingkirkan intususepsi.2,3

20
Gambar 9 : foto polos abdomen anak usia 3 tahun dengan intususepsi pada caecum (a)
posisi supinasi memperlihatkan gambaran gas usus nonobstruktif. Colon ascendens dan
caecum sulit diidentifikasi dengan pasti. (b) posisi decubitus memperlihatkan colon
ascendens lebih jelas (tanda panah). Setelah dikonfirmasi dengan barium enema, maka anak
ini diketahui megalami intususepsi caecal.3

b. Barium enema

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila
gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearance.3

21
Gambar 10 : gambran radiologi coiled spring appearance pada intususepsi3

c. Ultrasonografi Abdomen
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali
digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang
mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya
paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi
kanan abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah
yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat
tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih
dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada
tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai
tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik.2,3,12

22
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan
untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al
(2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih
sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region
periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil
(1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs
0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding
terbalik dengan intususepsi ileocolic.3,12

Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini,


dengan diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada
intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang
rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif. 3

Gambar 11 : gambaran radiologi targe sign3

23
Gambar 12 : pseudokidney sign USG3

d. CT Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik
seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus
dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini
secara klinis tidak signifikan.3

Gambar 13: gambaran radiologi target sign pada CT-scan3

24
2.7 Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika


dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.3

2.8 Penatalaksanaan

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,


penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang
sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa
dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat
dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter
untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
darah dapat dilakukan.3,12,

“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk


diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat
kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan
dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan
kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin

25
lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan
dari terapi reduksi tersebut.15

1. Tindakan Non Operatif 3,5,15

 Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak


dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi
telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline
(isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya
pada perforasi intestinal.

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya:

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan


difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.
2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para
radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.
3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak
boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing
tidak boleh lebih dari 3 menit.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir
bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil
pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

26
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat
tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan


dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu: penurunan angka morbiditas,
biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit.3

1. Pneumatic Reduction

Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun


1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun
1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan
ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80
mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model
reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan
menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang
akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi
hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:

o Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam


rectum dan direkatkan dengan kuat.
o Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan
dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai
tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti
dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian
intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.

27
o Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara
akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain
selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan
duluan sebelum kateter dilepas.
o Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine
dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
o Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih.
Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi
dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin
dikerjakan.

2. Tindakan Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami


kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada
bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera
dilakukan.3

Prosedur operatif:

 Insisi
o Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30
menit sebelum insisi kulit.
o Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut
melintang dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus
(Gambar 14). Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas
umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.

28
Gambar 14 : sayatan di inferior umbilikus3

 Diseksi
o Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus,
dan fascia transversalis.
o Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari
luka operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus
distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus
proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 15). Traksi yang
kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus
dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera
lebih lanjut pada usus besar.3,5

29
Gambar 15 : teknik reduksi manual “milking”3

o Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami


intususepsi harus dinilai dengan hati-hati (Gambar 16).

Gambar 16 : evaluasi ileum terminal dengan seksama untuk menilai viabilitas


usus.3

30
o Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi
tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah
reduksi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul
kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang
hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan
perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi
bedah yang tidak perlu.
o Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan
adalah normal (Gambar 17).

Gambar 17 : appendektomi incidental pada irisan infra umbilikal 3

31
 Menutup
o Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan)
dan hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di
lapisan menggunakan benang absorbable 3-0.
o Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang
diserap.

2.9 Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain


yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia
dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang
signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan
dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif
maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang
terlibat.3

1. Perawatan pasca Operasi

Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi


pada saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah
oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar.
Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan
dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga
didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan.
Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada
kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.3,4

2.10 Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-
anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan

32
intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara
berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih
dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah,
reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi.3,12

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat
dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya
gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama.
Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-
masing rata-rata 5% dan 1-4%.3

33
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Invaginasi yang merupakan suatu kedaruratan medis biasa terjadi pada
anak kecil berusia kurang dari satu tahun, yang biasanya belum diketahui
penyebabnya, namun pada orang dewasa biasanya merupakan akibat dari suatu
penyakit tertentu.
Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat dari anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa dapat diketahui adanya riwayat
nyeri abdomen yang hilang timbul dan berulang setiap 10 sampai 20 menit. Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suatu massa pada daerah
hipogastrium kanan, yang berjalan sepanjang kolon transversum, selain itu dapat
juga teraba ‘dance’s sign’ pada daerah invaginasi. Feses penderita cenderung
bercampur dengan darah dan lendir yang jika sudah terjadi obstruksi total akan
kehilangan massa feses.
Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level jika terjadi
perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat terlihat adanya
cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG dapat dilihat
adanya target sign.
Terapi dapat dilakukan dengan melakukan reduksi hidrostatik yag
menggunakan tekanan hidrostatik untuk melepaskan ikatan yang terbentuk, atau
dengan reduksi secara manual yaitu dengan operasi baik dengan reseksi ataupun
tidak.
Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang harus dikenali
dengan cepat dan tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau
keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Oleh sebab itu, para calon dokter umum diharapkan bisa mempersiapkan diri
minimal mengetahui teori terkait intususepsi mulai dari definisi sampai pada

34
penatalaksanaan awal sebagai bekal jika suatu waktu menghadapi kasus ini di
lapangan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Molle GD, Sitompul HB. Referat intususepsi. Kepanitraan Klinik Bgian


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universits Kristen Indonesia –RSU UKI
Periode 10 Januari 2011- 5 Maret 2011. Jakarta 2012
2. Zakaria I. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2007;2 (7): 99-107
3. Kasma, Dadik A. Referat Intususepsi Pada Anak. SMF/LAB Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSU AWS Samarinda.
2012
4. Kitagawa S, Miqdady M. Intussusception in children. Up to date on line
16.1 This topic last updated: Fevereiro 4, Modificado: Jefferson P
Piva.2008
5. Djaya AMES. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi. RSUD dr.
Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. 2019; 3 (46): 189-192
6. John M, Siji CR. A clinical study of children with intussusception.
International Journal of Contemporary Pediatrics John M et al. Int J
Contemp Pediatrs. 2016;3(3):1083-1088
7. Vunda A. Intussusception. HUG hopitaux Universitaires de geneve. 2015;
page 1-28
8. Fanardy A, Lukas J. Referat Invaginasi. Ketua SMF Bedah Kepanitraan
Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi 2 Februari 2015-11 April 2015. Bogor
2015
9. Applegate KE. Intussusception in children: diagnostic imaging and
treatment. 2016
10. Warman FI, Gustriani N. Case Report Invaginasi Et Causa Non-Hodgkin
Lymphoma Pada Anak. Depertemen Ilmu Bedah RSUD Dr. Moewardi.
Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret.Surakarta.2017
36
11. Maessy CA, Nurzaman YA. Referat Bedah Intususepsi (Invaginasi).
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Soreang Juli-Oktober 2015. Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. 2015
12. Sander MA. Invaginasi Ileo-Kolo-Kolika Bagaimana Mengenali Gejala
Klinis Sejak Awal Dan Penatalaksanaannya. Journal kesehatan. 2014;1
(5):16-22
13. Sreeharan V, taggart R, Lakhoo MK. Intussusception and Its treatment.
Information for parents. The children hospital. Oxford Radcliffe hospitals.
2014; page.2-7
14. Ghritlahare RK. Intussusception in Children. Department of Pediatric
Surgery, Gandhi Medical College and Associated, Kamla Nehru and
Hamidia. 2015;page 1-15
15. Marsicovetere P, Ivatury J, Holubar SD. Intestinal Intusussusception:
Etiology, Diagnosis and Treatment. In Colon and Rectal Surgery. 2017;
Page 31-38
16. Charles T, Penninga J, Reurings JC, Berry MJC. Intussusception in
Children: A Clinical Review. Department of Orthopedic Surgery,
University Hospital Erasme, Brussels Belgium; Department of General
Surgery, Sint Elisabeth Hospital, Willemstad, Curaçao. 2015;page 1-5

37

Anda mungkin juga menyukai