Anda di halaman 1dari 4

I.

JUDUL KEGIATAN : UJI GOLONGAN DARAH DAN WAKTU


KOAGULASI
II. TUJUAN
A. Menentukan golongan darah dengan sistem “ABO”
B. Menentukan waktu koagulasi darah.
III. CARA KERJA
a. Menyiapkan kaca objek untuk uji golongan darah dan koagulasi darah.
b. Mensterilkan kulit ujung jari dengan menggunakan kapas alkohol dan
membiarkan hingga kering.
c. Menusukkan blood lancet steril ke ujung jari sehingga darah keluar.
d. Meneteskan darah pada kaca objek yang telah disiapkan.
e. Menambahkan serum anti-A pada tetes darah pertama, serum anti-B pada
tetes darah kedua dan mengaduk dengan pengaduk (tusuk gigi).
f. Mengamati apakah terjadi aglutinasi atau tidak pada tetes darah tersebut.
g. Selain itu, meneteskan darah pada kaca objek lain untuk menguji waktu
koagulasi darah.
h. Melakukan pengecekan setiap 30 detik dan mengamati adanya benang-
benang fibrin yang terbentuk.
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Blood lancet steril
- 2 buah Kaca objek
- Tisu, kapas
- Tusuk gigi
B. Bahan
- Alkohol 70%
- Serum anti-A dan serum anti-B
- Darah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No Nama Umur Serum Serum Gol Waktu
Anti A Anti B koagulasi
(30”)
1 Emi Wulandari 19 + + AB Ke-7
2 Miftahul Khasanah 20 - + B Ke-5
3 Yuni Riyanto 19 - + B Ke-7
4 Sri Yunani 19 - + B Ke-6
5 Naluri Anjarwati 20 - - O Ke-3
6 Vyna Himayatul F. 19 - - O Ke-6

B. Pembahasan
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma
darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat
badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan
45% sisanya terdiri dari sel darah. Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah
sebagai media transportasi,pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan
cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam
tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif tanpa
meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam
darah, hanya melintas saja. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh
melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian
kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava
inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan
dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang
sebagai air seni (Evelyn C. Pearce, 2006: 134 ).
Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan yang kini dikenal
sebagai transfuse tidak dilakukan dengan landasan ilmiah, tidak mempunyai
indikasi yang jelas dan dilakukan secara sembarang saja. Oleh karena itu tidak
heran bila pada masa itu banyak korban karena tindakan yang dilakukan
secara sembarang ini, baik pada donor maupun pada penerima darah. Bahkan
pernah ada suatu masa, tepatnya abad ke-17 dan 18, transfuse dilarang
dilakukan di Eropa. Akan tetapi, Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 yang
bekerja di laboratorium di Wina menemukan bahwa sel-sel darah merah
(eritrosit) dari beberapa individu akan menggumpal (beraglutinasi) dalam
kelompok-kelompok yang dapat dilihat dengan mata telanjang, apabila
dicampur dengan serum dari beberapa orang, tetapi tidak dengan semua
orang.Kemudian diketahui bahwa dasar dari menggumpalnya eritrosit tadi
ialah adanya reaksi antigen-antibodi. Apabila suatu substansi asing (disebut
antigen) disuntikkan ke dalam aliran darah dari seekor hewan akan
mengakibatkan terbentuknya antibodi tertentu yang akan bereaksi dengan
antigen(Suryo, 1997: 345). Praktikum ini bertujuan untuk menentukan
golongan darah menurut sistem ABO. Sistem ABO sendiri memiliki dasar
penggolongan darah adalah adanya aglutinogen (antigen) di dalam sel darah
merah dan aglutinin (antibodi) di dalam plasma (serum). Aglutinogen adalah
zat yang digumpalkan, sedangkan aglutinin adalah zat yang menggumpalkan.
Dalam sistem ABO, ada tidaknya antigen tipe A dan B di dalam sel darah
merah menentukan golongan darah seseorang. Sistem tersebut
mengelompokkan darah manusia menjadi empat golongan yaitu A, B, AB, dan
O (Priadi, 2009: 138-140). Berdasarkan ada tidaknya aglutinogen golongan
darah dibagi menjadi berikut:
1. Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan
aglutinin-b dalam plasma darah.
2. Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan
aglutinin-a dalam plasma darah.
3. Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung glutinogen-A dan B,
dan plasma darah tidak memiliki aglutinin.
4. Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki aglutinogen-A dan B,
dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.
(Harris, 1994: 402).
Kegiatan pertama yaitu uji golongan darah dan didapatkan hasil
sebagai berikut:
Darah Emi saat diberi serum anti-A terjadi penggumpalan, dan saat
ditambahkan serum anti-B juga terjadi penggumpalan. Hal ini berarti Emi
memiliki golongan darah AB. Hal ini terjadi karena golongan darah AB
tidak memiliki zat anti A maupun zat anti B namun memiliki
antigen(aglutinogen) yaitu antigen A dan B. Sehingga ketika ditetesi
dengan serum A dan serum B tejadi penggumpalan.
Probandus kedua, Yuna saat darah diberi serum anti-A tidak terjadi
penggumpalan, sedangkan saat ditambahkan serum anti-B darah
menggumpal. Maka yuna memiliki golongan darah B. Golongan darah B
setelah ditetesi dengan serum A tidak terjadi penggumpalan karena pada
golongan darah B hanya memiliki zat anti A namun setelah ditetesi serum B
terjadi pengumpalan karena pada serum B terdapat zat anti B.
Penggumpalan tersebut terjadi karena zat anti A dari darah bertemu dengan
zat anti B dari serum B yang telah diteteskan.
Probandus ketiga, Darah Vyna saat ditambahkan serum anti-A tidak
terjadi penggumpalan dan saat ditambahkan serum anti-B tidak terjadi
penggumpalan pula. Maka Vyna memiliki golongan darah O. Probandus
keempat, Darah Miftah saat ditambahkan serum anti-A tidak terjadi
penggumpalan, sedangkan saat ditambahkan serum anti-B darah
menggumpal. Maka Miftah memiliki golongan darah B. Probandus
selanjutnya, darah Riyan saat ditambahkan serum anti-A tidak terjadi
penggumpalan, sedangkan saat darah ditambahkan serum anti-B darah
menggumpal. Maka Riyan memiliki golongan darah B.
Probandus terakhir, darah Naluri setelah diberi serum anti-A tidak
terjadi penggumpalan, begitu pula saat darah ditambah serum anti-B darah
tidak menggumpal. Maka Naluri memiliki golongan darah O. Dengan
begitu, probandus yang memiliki golongan darah O hal ini terjadi karena
golongan darah O memiliki zat anti A dan zat anti B sehingga jika jika
diberi serum A (zat anti A) dan serum B (zat anti B) tidak adan terjadi
penggumpalan karena golongan darah O memiliki zat anti keduanya maka
akan menolak (tidak menggumpal) jika bertemu dengan zat anti A maupun
B dari serum yang diteteskan.
Kegiatan kedua yaitu menentukan waktu koagulasi. Teori koagulasi
darah menurut Morowitz (1904) yaitu :
Jaringan robek, pendarahan  trombosit pecah  trombolastin keluar dan
ion Ca mengaktifkan protrombin  trombin  fibrinogen  fibrin  luka
menutup. Pengukuran waktu koagulaasi darah dilihat perubahan setiap 30
detik. Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai
berikut:
Darah Emi membutuhkan 7 x 30 detik atau 3 menit lebih 30 detik. Darah
Yuna membutuhkan 6 x 30 detik atau 3 menit. Darah Vyna membutuhkan 6
x 30 detik atau 3 menit. Darah Miftah membutuhkan 5 x 30 detik atau 2
menit lebih 30 detik. Darah Riyan membutuhkan 7 x 30 detik atau 3 menit
lebih 30 detik. Darah Naluri membutuhkan 3 x 30 detik atau 1 menit lebih
30 detik.
Menurut teori, kisaran waktu terjadinya koagulasi darah adalah 15
detik sampai 2 menit dan umumnya berakhir dalam waktu 5 menit( Guyton,
1989: 268). Dengan begitu, pendarahan dan koagulasi darah probandus
dalam keadaan normal dan tidak mengidap penyakit hemofilia (Keadaan
dimana darah sukar membeku).

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1. Probandus yang memiliki golongan darah AB adalah Emi, probandus yang
bergolongan darah B yaitu Yuna, Miftah dan Riyan, serta probandus yang
bergolongan darah O adalah Naluri dan Vyna.
2. Waktu koagulasi darah probandus termasuk normal yaitu berkisar 1 – 4 menit.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Guyton, A. C. 1989. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Harris, H. 1994. Dasar-dasar Genetika Biokemis Manusia.Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Priadi, Arif. 2009. Biologi.Jakarta: Tirta.

VIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai