Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

INTUSUSEPSI (INVAGINASI)

Disusun oleh:

NAMA : FATMAWATI
NIM : 2017-84-003

KONSULEN:
dr. Jacky Tuamelly, Sp. B (K)Trauma

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU BEDAH RSUD Dr. M. HAULUSSY AMBON.

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal


masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi
usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian mengalami komplikasi yang
berujung pada sepsis dan kematian.
Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada
anak. Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan
penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan angka morbiditas. Di negara berkembang, pasien mungkin
ditemukan telah dalam kondisi serius, dan angka kematian yang tinggi karena
terbatasnya akses kesehatan. ± 65% kasus intususepsi timbul pada bayi berusia
kurang dari 1 tahun dengan insiden puncak antara bulan kelima dan kesembilan
kehidupan. Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya
melibatkan usus halus dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak yang
lebih besar dengan lesi seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik
pembawanya.3 Biasanya intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab
pastinya. Pada anak di bawah usia 4 tahun, 95% invaginasi dimulai pada atau
dekat katup ileosekalis.3,4
Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileoileocolica 15%,
lain-lain 10%, paling jarang tipe appendicalcolica. Invaginasi sering dijumpai
pada umur 3 bulan - 2 tahun, paling banyak 5-9 bulan. Prevalensi penyakit
diperkirakan 1-2 penderita di antara 1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih
banyak daripada perempuan, 3 : 1. Pada umur 5-9 bulan sebagian besar belum
diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat, menyusui, gizi baik dan
dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan terjadinya invaginasi
karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan
diare.5

2
Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada
pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-
sama invaginasi. Invaginasi pada umur 2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama
divertikel Meckel, polip, hemangioma dan limfosarkoma. Infeksi parasit sering
juga menyertai invaginasi anak besar. Sebanyak 75% kasus invaginasi anak
ditemukan pada usia dibawah 3 tahun dimana 40% nya didapatkan pada usia
antara 1 dan 12 bulan. Insiden terjadinya invaginasi diperkirakan mencapai 1
dari 2000 anak, penelitian di Inggris dan Skotlandia menunjukkan insiden yang
lebih tinggi yaitu 4 dari 1000 kelahiran hidup. Jenis kelamin laki-laki lebih
dominan terjadi dibanding dengan perempuan dengan rasio berkisar 3:2 sampai
dengan 2:1.
Hasil laporan WHO yang dikeluarkan pada tahun 2002 di 3 kota besar
Indonesia menunjukkan angka terjadinya invaginasi pada anak yang terjadi di
kota Medan sebanyak 29 kasus, dijumpai pada usia 2 bulan sampai 2 tahun dan
paling banyak ditemukan pada anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 95% dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.1,2
Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut
yang sifatnya muncul secara tiba‐tiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya
selama beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah.
Kerusakan usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari
ke 2-5 dengan puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut
akan memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2

Berdasarkan uraian di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter
umum yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan
mengenali gejala awal dari intususepsi sehingga dapat melakukan tindakan
sesegera mungkin untuk memperbaiki keadaan umum pasien kemudian merujuk
ke spesialis bedah yang tepat sehingga berdampak pada menurunnya angka
morbiditas dan mortalitas dari intususepsi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definsi

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal


masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi
usus dan dapat berakhir dengan strangulasi. Umumnya bagian yang proksimal
(intususeptum) masuk ke bagian distal (intussussipien).1,6,7

Gambar 1: invaginasi usus halus3,7

2.2 Epidemiologi

Stimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian


besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak
ada penelitian yang melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam
hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per
1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4
per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran
hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala
Lumpur karena intususepsi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian intususepsi
di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun. Irish (2011) menyebutkan insiden
intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup.2,3,4

4
2.3 Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.

1. Idiopatik

Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan


hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi
adenovirus atau rotavirus. Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak
jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi
idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar;
hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh
infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar
getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah
Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai
penyebab intususepsi, masih tidak jelas.

2. Kausal

Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun


berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi: 3

a. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus
pada usus.
Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan
juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada
anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak biasanya
disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque Peyeri yaitu
suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal, yang dapat
merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa
tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.

5
b. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltik yang meniggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan
perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan
meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi.
c. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel
Meckel, limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric
hematom merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang
dewasa.
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya
peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh
masuk dalam usus bagian distal.

2.4 Patogenesis invaginasi

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari


ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.
Ketidak seimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak
sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya,
ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah
kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan
mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter
penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi
intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa
penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia
limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.3,7,10

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi


ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,

6
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke
dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem
dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan
strangulasi dan perforasi usus.4

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel
serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
currant jelly stool.4,5

Gambar 3: Pathogenesis invaginasi2,3

7
Gambar 4: patofisiologi invaginasi8

2.5 Kasifikasi Invaginasi

Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang
terlibat (Pickering, 2000):1,8,10

1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum.


2. Ileo-colica, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian kolon.
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari
invaginasi.
4. Appedicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi.
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.

8
Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal dan ileo
colica, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dinding yang terdiri
dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis
intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica.
Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada
pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%,
ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.3

Gambar 5: intraoperatif intususepsi ileocolica3

Gambar 6: intraoperatif intususepsi ileoileal3

9
2.6 Gambaran klinis

Secara klasik terdiri atas nyeri perut, gelisa sewaktu serangan kolik, biasanya
keluar ledir bercampur darah (“red current jelly” selai kismis merah) per anum
yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah
mengalami strangulasi, anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada
pemeriksaan perut dapat teraba massa yang biasanya memnjang dengan batas
jelas seperi sosis

BAB darah dan lendir (red currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8
jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB
darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang
dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.2,3

Gambar 7: Red currant jelly stool3

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu
massa tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu
terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong
yang disebut “dance’s sign”. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut

10
proses intususepsi. Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang
tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem
yang semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi,
seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah
warna hijau dan dehidrasi. 3

Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa


seperti portio
 Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

2.7 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri
dari :2,3

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul.
Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan
baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly
stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya
tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada

11
gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur
di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-
anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien
datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga
anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur
darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.13

Kriteria Mayor.3

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau
tidak ada sama sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup
hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi
perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada
pemeriksaan “Rectal Toucher“.

Kriteria Minor.3

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun


2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu:3

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

12
1. Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
2. Kriteria Radiologi-Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat
direduksi oleh enema tersebut.
3. Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 - Probable (salah satu kriteria di bawah)

4. Dua kriteria mayor


5. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

6. Empat atau lebih kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis


intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).2,3

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi
perforasi.

13
Gambar 8: gambaran radiologi usus terdesak kekiri atas

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik
45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak
diindikasikan jika ada fasilitas USG.2,3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008


dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen
dengan posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk
diagnosis atau menyingkirkan intususepsi.2,3

Gambar 9 : foto polos abdomen anak usia 3 tahun dengan intususepsi pada caecum (a)
posisi supinasi memperlihatkan gambaran gas usus nonobstruktif. Colon ascendens dan

14
caecum sulit diidentifikasi dengan pasti. (b) posisi decubitus memperlihatkan colon
ascendens lebih jelas (tanda panah). Setelah dikonfirmasi dengan barium enema, maka anak
ini diketahui megalami intususepsi caecal.3

b. Barium enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan
bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearance.3

Gambar 10 : gambran radiologi coiled spring appearance pada intususepsi3

c. Ultrasonografi Abdomen
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali
digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang
mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya
paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi
kanan abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah
yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat
tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih
dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada
tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai
tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik.2,3,12

15
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan
untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al
(2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih
sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region
periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil
(1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs
0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding
terbalik dengan intususepsi ileocolic.3,12

Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan


diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal
dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar
2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif. 3

Gambar 11 : gambaran radiologi targe sign3

Gambar 12 : pseudokidney sign USG3

16
d. CT Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik
seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus
dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini
secara klinis tidak signifikan.3

Gambar 13: gambaran radiologi target sign pada CT-scan

2.7 Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika


dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.3

17
2.8 Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

 Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu


didiagnosis rothgen tersebut ditegakkan, asalkan keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda ransangan peritoneum, anak
tidak toksikdan tidak terdapat obstruksi tinggi. Tekanan hidrostatik
tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan
pengurutan atau penekanan manual diperut sewaktu dilakukan reposisi
hidrostatik. Pengolaaan dikatakan berhasil jika barium kelihatan
masuk kedalam ileum.

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya:

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan


difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.
2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para
radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.
3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak
boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing
tidak boleh lebih dari 3 menit.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir
bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil
pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

18
 Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan
karena lebih aman dan hasilnya lebih baik dari pada reposisi dengan
enema barium. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara
dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman
adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut
dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih
aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi.

Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:

o Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam


rectum dan direkatkan dengan kuat.
o Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan
dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai
tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti
dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian
intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.
o Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara
akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain
selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan
duluan sebelum kateter dilepas.
o Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine
dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
o Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih.
Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi
dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin
dikerjakan.

19
2. Tindakan Operatif
Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil terpaksa diadakan reposisi
operatif maupun pneumatik maka dilakukan sewaktu operasi dengan di
coba reposisi manual dengan mendorong invanginatum dari oral kea rah
sudut ileosekal: dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari
bagian proksimal

o Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus,


dan fascia transversalis.
o Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari
luka operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus
distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus
proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 15). Traksi yang
kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus
dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera
lebih lanjut pada usus besar.3,5

Gambar 15 : teknik reduksi manual “milking”3

o Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami


intususepsi harus dinilai dengan hati-hati (Gambar 16).

20
Gambar 16 : evaluasi ileum terminal dengan seksama untuk menilai viabilitas
usus.3

o Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi


tidak dapat dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah
reduksi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul
kehitaman dan menebal pada palpasi. Penempatan spons yang
hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan
perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi
bedah yang tidak perlu.
o Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan
adalah normal (Gambar 17).

Gambar 17 : appendektomi incidental pada irisan infra umbilikal 3

21
 Menutup
o Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan)
dan hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di
lapisan menggunakan benang absorbable 3-0.
o Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang
diserap.

2.9 Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain


yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia
dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang
signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan
dengan “short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif
maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang
terlibat.3

1. Perawatan pasca Operasi

Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi


pada saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah
oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar.
Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan
dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga
didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan.
Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada
kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.3,4

2.10 Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-
anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan

22
intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara
berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih
dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah,
reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi.3,12

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat
dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya
gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama.
Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-
masing rata-rata 5% dan 1-4%.3

23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Invaginasi yang merupakan suatu kedaruratan medis biasa terjadi pada
anak kecil berusia kurang dari satu tahun,
Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat dari anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa dapat diketahui adanya riwayat
nyeri abdomen yang hilang timbul dan berulang setiap 10 sampai 20 menit. Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suatu massa pada daerah
hipogastrium kanan, yang berjalan sepanjang kolon transversum, selain itu dapat
juga teraba ‘dance’s sign’ pada daerah invaginasi. Feses penderita cenderung
bercampur dengan darah dan lendir yang jika sudah terjadi obstruksi total akan
kehilangan massa feses.
Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level jika terjadi
perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat terlihat adanya
cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG dapat dilihat
adanya target sign.
Terapi dapat dilakukan dengan melakukan reduksi hidrostatik yag
menggunakan tekanan hidrostatik untuk melepaskan ikatan yang terbentuk, atau
dengan reduksi secara manual yaitu dengan operasi baik dengan reseksi ataupun
tidak.

24
DAFTAR PUSTAKA blm diatur

1. Kasma, Dadik A. Referat Intususepsi Pada Anak. SMF/LAB Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSU AWS Samarinda. 2012
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR et al. Schwartz’s Princiles Of
Surgery. McGraw-Hill Education eBooks;Ed 2010. Hal 1178-79
3. Townsmend CM, Beucham RD et al. sabiston textbook of surgery. the
biological basis of modern surgical practice;Ed 2012. Hal 1249-52
4. Syamsuhidayat R, karnadihardja dkk. De jong buku ajar ilmu bedah. Ed 3.
2007. Hal 742-44
5. Penninga L, Reurlings J. Intussusception in Children: A Clinical Review.
Department of Orthopedic Surgery, University Hospital Erasme, Brussels
Belgium; Department of General Surgery, Sint Elisabeth Hospital,
Willemstad, Curaçao. Pege1-6
6. Ilias JE, Kassab P, Castro OAP. Intestinal intussusception. Image In
Medicine. Page 404-05

25

Anda mungkin juga menyukai