Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS MASALAH

4B) Bagaimana mekanisme terjadinya temuan abnormal pada hasil pemeriksaan


kepala pada kasus ini?
Jawab:
Pada kasus ini, Tn. K mengalami kecelakaan lalu lintas (KLL) dan menyebabkan
trauma multipel, salah satunya ialah trauma maksilofasial pada jaringan lunak wajah
berupa ekskoriasi. Ekskoriasi atau luka lecet timbul akibat cedera pada permukaan
epidermis akibat membentur benda dengan permukaan kasar atau runcing.

6A) Apa interpretasi hasil pemeriksaan ekstremitas paha kanan?


Jawab:
Hasil Interpretasi
Inspeksi pada paha kanan:
- Deformitas (Angulasi, shortening, discrepancy) AN
- Memar AN
- Hematom AN
Palpasi pada paha kanan:
Nyeri tekan (+) AN
ROM pasif: limitasi gerakan AN
ROM aktif: limitasi gerakan AN

2C) Bagaimana mekanisme nyeri pada paha kanan?


Jawab:
Pada kasus ini, terjadi fraktur femur tertutup sehingga fragmen-fragmen fraktur dapat
mengenai serabut saraf dan menimbulkan rasa nyeri. Selain itu, fragmen dapat merobek
pembuluh darah sekitar sehingga menyebabkan hematoma atau terkumpulnya darah di
luar pembuluh darah. Hal ini memicu respon peradangan di sekitar jaringan yang
terakumulasi darah tersebut dan menyebabkan rasa nyeri.

1B) Bagaimana tatalaksana awal sesaat setelah kecelakaan pada pasien ini?
Jawab:
Pada kasus kecelakaan lalu lintas, hal yang harus dilakukan ialah persiapan fase pra-
rumah sakit dan fase rumah sakit agar terbentuk koordinasi yang baik antara dokter dan
petugas lapangan agar berbagai perlengkapan telah siap untuk digunakan saat pasien
tiba di rumah sakit. Selanjutnya, lakukan survei primer dengan mengevaluasi airway
(mempertahankan patensi jalan napas dengan stabilisasi leher), breathing (menjamin
oksigenasi dan ventilasi), circulation (resusitasi cairan, mengidentifikasi dan
mengendalikan perdarahan), disability (mengidentifikasi apapun defisit neurologis
kasar), dan exposure (pemeriksaan lengkap, lalu mencegah hipotermia).
Berdasarkan temuan klinis, terdapat fraktur tertutup pada os femur dekstra sehingga
diperlukan pemasangan bidai atau bila tidak tersedia bisa membebat anggota gerak
yang sakit ke anggota gerak yang sehat. Pasien dipindahkan dengan metode log roll
dan diantarkan ke puskesmas atau layanan kesehatan terdekat.
TRAUMA EKSTREMITAS

SYOK HIPOVOLEMIK
Definisi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organorgan tubuh
atau fraktur yang yang disertai dengan uka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri
utama.

Patofisiologi dan Gambaran Klinis


Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum syok
hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok
hipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah,
pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan
turgor kulit. Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat
dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan
persentase kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan skor tenis lapangan,
yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat
dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut.
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga
maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensai
dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refiling kapiler.
Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan darah
dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada
stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi
nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-
gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus
meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas hingga
diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun,
refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada
saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah sampai tidak
teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan
volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan
nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.

Penatalaksanan
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda vital
dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut
dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok
hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau
darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas dokter atau petugas medis, maka
penatalaksanaan syok harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi
penatalaksanaan sebelum dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan
prinsipprinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas dan
respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan
trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut.
Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan
resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan kesehatan,
dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan selama
perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu mencegah
kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak
memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kea
rah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuh
fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi karena
justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan
pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik
NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika
terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya.
Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang
dalam waktu satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka
pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera.

TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Trauma yang tidak diperkirakan, atau bunuh diri maupun akibat pembunuhan
merupakan penyebab kematian yang terbanyak antara umur 1 sampai 44 tahun dan
merupakan urutan ketiga dari angka kematian di Amerika bahkan urutan nomor satu di
Asia. Menurut penelitian pada tahun 1995 diperkirakan 150.000 kematian sebagai
akibat dari trauma dengan 2,6 juta penderita harus dirawat di rumah sakit dari 37 juta
orang yang datang berobat ke Bagian Gawat Darurat akibat trauma dan didominasi oleh
kecelakaan naik sepeda motor sebagai penyebab kematian serta merupakan urutan
kedua kecelakaan nonfatal. Faktor utama adalah kecepatan kendaraan, pengendara
peminum alkohol atau karena intoksikasi obat. Kecelakaan jatuh dari ketinggian akibat
memperbaiki atap rumah merupakan faktor utama kecelakaan nonfatal yang
memerlukan perawatan di Rumah Sakit di Amerika, tapi di Asia merupakan penyebab
kematian pada trauma karena jatuh dari pohon. Pada umur kurang dari 5 tahun yang
datang ke bagian gawat darurat akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian; 95% tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit, lain halnya pada anak diatas 5 tahun umumnya
akibat kecelakaan bermain, umur dewasa akibat jatuh dari pekerjaan, tapi umur tua (di
atas 65 tahun) kecelakaan jatuh merupakan penyebab utama kematian. Kecelakan
nonfatal pada orang ini umumya terjadi fraktur pada sendi panggul dan radius distal.
Fraktur sendi panggul akan menurunkan kualitas hidup penderita tersebut. Anda harus
memikirkan faktor penderita seperti kelemahan otot, penglihatan kabur (gangguan
visus), status mental dan lingkungan seperti penerangan kurang, lantai yang licin akan
meningkatkan angka kejadian fraktur tersebut.

TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Cedera dari trauma muskuloskeletal biasanya memberikan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan
muskuloskeletal yang paling sering terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain,
sprain, dislokasi dan subluksasi.

FRAKTUR
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total
maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap
atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta
jaringan lunak di sekitar tulang. Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat
diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan
komplikasi.
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed
union, nounion dan infeksi tulang. Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi
menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi.
Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat
tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif. Tipe II: laserasi kulit melebihi
1 cm tetapi tidak terdapat 4 kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat
kerusakan yang sedang dan jaringan. Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada
jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang
hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe lagi tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang
yang patah, tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak
dapat di tutup jaringan lunak dan tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan
repair segera.
Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang dan
berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah tulangnya: greenstick, yaitu
fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok, transversal, yaitu fraktur
yang memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi
tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk
sudut melintasi tulang. Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis
fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser,
inkomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur kompresi,
yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain avulsi, yaitu
fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited (segmental), fraktur dimana tulang
terpecah menjadi beberapa bagian. simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh,
fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat
yang patah, fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya
yang normal, fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang
terlihat.
Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal
(shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang tediri dari
diafisis (corpul/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis, terletak
di ujung tulang panjang. Bagian dari diafisis yang terletak paling dekat dengan epifisis
disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus yang melebar. Fraktur dapat terjadi pada
bagian-bagian tersebut.
DIAGNOSIS FRAKTUR
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau
fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia
konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Pada
pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look: deformitas
(angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak.
Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya
perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi,
dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna
kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi.
Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan
sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain
meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin,
faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan
radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran,
anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur,
memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

PENYEMBUHAN FRAKTUR
Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara cepat maka
perlu tindakan operasi dengan imobilisasi. Imobilisasi yang sering digunakan yaitu
plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan.
Proses penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam 5 fase.
Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk
hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak
mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah fraktur
terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum dan didalam saluran
medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan
tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru
yang halus berkembang dalam daerah fraktur.
Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak
memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan tindakan
yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan osteoklas. Massa tulang
akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang disebut
dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom. Terjadi
selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan.
Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu – 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman
tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka
anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak
memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini
cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh
osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan
normal.
Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan
oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembentukan
tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh
bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai
beberapa tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia pasien,
banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada
fraktur, dan kondisi medis yang menyertainya.

Referensi:
Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:
Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas 2(3). Anastesiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Anda mungkin juga menyukai