Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH WAWASAN WILAYAH KEPULAUAN

WATERFRONT CITY

DOSEN PENGAMPU:

Ir.Bambang JWU,.MT

Ir.Suryo Triharjanto,MT

DISUSUN OLEH:

KOMANG YUDHA T. ATMAJA (1622016)

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR S-1

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


KONSEP WATERFRONT CITY

Waterfront City of Dubai

Berbicara tentang Waterfront City berarti kita akan terbayang akan sebuah kota atau pembangunan
yang bersifat vertikal yang didirikan dibibir pantai. Waterfront city sesungguhnya merupakan
konsep pembangunan kota yang berhadapan atau berbatasan dengan air baik itu laut, sungai, danau
atau waduk. Dalam pengertian yang lebih familiar, Waterfront City adalah kota pesisir. Konsep ini
lahir didasari pemikiran bahwa kota-kota di pesisir mengalami tekanan yang berat sehingga rentan
terjadinya pencemaran, kekumuhan dan kesemrawutan. Waterfront City bukan saja konsep
pembangunan kota pesisir atau kota yang berbatasan dengan air, tapi lebih dari itu adalah konsep
pembangunan kota yang tidak saja menghadap ke darat tapi juga menghadap ke laut.

Pada awalnya Waterfront City tumbuh di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang
potensial, antara lain: terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di sekitar
muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan kawasan pedalaman,
memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang dan serangan musuh.
Perkembangan selanjutnya mengarah ke wilayah daratan yang kemudian berkembang lebih cepat
dibandingkan perkembangan Waterfront City.

Prinsip perancangan Waterfront City adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang
memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu
perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang
terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya.
Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air
dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu
kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. Berikut alur pikir perumusan prinsip perancangan
kawasan tepi air (Waterfront City).
Bagan Perumusan Penerapan Kawasan Tepian Air

Landasan Hukum yang terkait kawasan tepian air juga diatur dalam hukum yaitu :
1)UU Nomor 4 Tahun 1960, Tentang Perairan.
2) UU Nomor 23 Tahun 1997, Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan.
3) UU Nomor 26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang.
4) Undang-Undang No. 27 tahun 2007, Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
5) Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan.

Berdasarkan tipe proyeknya, Waterfront City dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan
menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
2. Pembangunan Kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-
fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan
masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
3. Pengembangan (development) adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi
kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.
Berdasarkan fungsinya, Waterfront City dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Mixed-used Waterfront, adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan,
perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
2. Recreational Waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-
sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat
pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
3. Residential Waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di
pinggir perairan.
4. Working Waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal
pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Dalam menentukan suatu lokasi tersebut waterfront atau tidak maka ada beberapa kriteria yang
digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam waterfront atau tidak. Berikut
kriteria yang ditetapkan :
1) Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, dan sungai,).
2) Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.
3) Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan.
4) Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
5) Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal.

Pengembangan fungsi kawasan dengan konsep waterfront development

1. Sebagai Kawasan Bisnis.


Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh
di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di
tepian air banyak gedung-gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi
pusat bisnis.

London, Inggris

2. Sebagai Kawasan Hunian.


Di dalam “Waterfront Development” dapat diterapkan pengembangan kawasan hunian di tepi air.
Pengembangan hunian di tepi air tentunya harus melihat kondisi airnya tersebut pastinya airnya
tidak berbau dan kotor karena jika terbangun hunian di lokasi tersebut dengan kondisi air yang
buruk maka produk huniannya akan sulit terjual ataupun terhuni. Dalam pengembangan hunian di
tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan huian di tepi
air dapat dilihat di daerah Port Grimoud - Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun
hunian bertingkat

Port Grimoud, Perancis

3. Sebagai kawasan Komersil, Hiburan dan Wisata.


Di dalam “Waterfront Development” dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial,
hiburan dan wisata. Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin
akan banyak di singgahi pengunjung. Selain itu pula dapat juga dibanguna area terbuka (plaza) di
kawasan tersebut. Waterfront dengan konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya
akan sangat digemarai oleh masyarakat perkotaan. Sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan
di daerah tersebut.

Venice, Italia
Dewasa ini sebagian dari kita masih menganggap bahwa laut/sungai itu merupakan bagian
belakang bukan wajah sehingga segala segala sesuatu yang jelek harus ditaruh di belakang.
Makanya di bibir pantai atau sungai berderet terpajang bangunan dapur dan WC. Kemudian karena
laut/sungai masih dianggap sebagai buritan maka laut/sungai dijadikan tempat pembuangan akhir
sampah. Makanya ketika kita memasuki kota pesisir melalui laut/sungai maka kita akan
menyaksikan pemandangan yang kotor, kumuh dan semrawut. Kini mindset kita harus kita ubah,
laut/sungai tidak boleh lagi kita anggap sebagai buritan tetapi harus juga sebagai wajah. Tentu saja
mengubah mindset ini tidaklah mudah. Pemerintah (daerah) harus menginisiasi perubahan mindset
ini dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus. Pemerintah juga bisa
mengatur melalui regulasi misalnya mewajibkan pembangunan gedung di tepi laut harus
menghadap dua arah (darat-laut). Jika tidak maka tidak diberi ijin. Tentu saja pemerintah harus
terlebih dulu membangun fasilitasnya seperti jalan di atas air.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/upload -document?archive_doc

Anda mungkin juga menyukai