Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Inkontinensia tinja atau alvi adalah kondisi ketika tubuh tidak
mampu mengendalikan BAB. Kondisi ini menyebabkan tinja keluar tiba-
tiba tanpa disadari penderitanya.
Inkontinensia urine merupakan kehilangan kontrol berkemih yang
bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfinger
uretra eksterna, merembesnya urine dapat berlangsung terus-menerus atau
sedikit-sedikit(Potter&Perry,2005).
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder
training digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang
sering atau mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan
pengeluaran urin).
Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas yang
memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan
secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat.
Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat yang menyelenggarakan
sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas
manusia secara empirik telah dapat meratakan pelayanan bidang
kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan
gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Aritonang, 2000).

B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas materi intenkonensia alvi dan urine,
bladder training, dan posyandu lansia
2. Untuk mengetahui dan memahami materi intenkonensia alvi dan
urine, bladder training, dan posyandu lansia

1
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan keperawatan intenkonensia urine dan alvi ?
2. Apa itu Bladder training ?
3. Apa itu Posyandu Lansia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

INKONTINENSIA TINJA ATAU ALVI


A. Pengertian
Inkontinensia tinja atau alvi adalah kondisi ketika tubuh tidak mampu
mengendalikan BAB. Kondisi ini menyebabkan tinja keluar tiba-tiba tanpa
disadari penderitanya.
B. Penyebab Alvi
Penyebab alvi, dintaranya:
1. Kerusakan sfingter anus
2. Tindakan pembedahan
3. Konstipasi kronis
4. Diare
5. Penggunaan obat pencahar
C. Gejala alvi
Gejala alvi diantaraya:
1. Nyeri kram perut
2. Perut kembung
3. Konstipasi
4. Diare
5. Anus terasa gatal atau mengalami iritasi
6. Inkontinensia urine
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kepala,
Inspeksi : wajah terlihat pucat, konjungtiva anemis
Palpasi : kulit wajah kering , rambut rontok
b. Thorax :
Inspeksi : tidak ada otot bantu pernapasan
Palpasi : tidak ada benjolan, turgor memburuk,kulit kering

3
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : bunyi ronkhi
c. Abdomen :
Inspeksi : tidak ada benjolan
Palpasi :tidak ditemukan benjolan, luka , ada nyeri tekan
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : bising usus normal
d. Extremitas :
Gangguan sistem gerak
Otot melemah
Turgor kulit jelek
Kulit kering
Akral dingin
E. Diagnose keperawatan
1. Diare berhubungan dengan kerusakan sfingter anus definisi pasase yang
lunak dan tidak berbentuk. Batasan karakteristik :
a. Ada dorongan defekai
b. Bising usus hiperaktif
c. Defekasi feses cair >3 dalai 24 jam
d. Kram

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif


Batasan karakteristik
a. Gangguan sikap berjalan
b. Gerak lambat
c. Gerak spastic
d. Gerakan tidak terkoordinasi
e. Instabilitas postur
f. Keterbatasan rentang gerak
g. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan
halus
Faktor yang berhubungan

4
a. Agen farmasutikal
b. Ansietas
c. Disuse
d. Fisik tidak bugar
e. Gangguan fungsi kognitif
f. Gangguan metabolism
g. Gangguan musculoskeletal
h. Gangguan neuromuskulas
i. Gangguan sensoriperseptual
j. Kaku sendi

3. Deficit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan gangguan fungsi


kognitif
Batasan karakteristik:
a. Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi secara kompleks
b. Ketidakmampuan memanipulsi pakaian untuk eliminasi
c. Ketidakmampuan mencapai toilet
d. Ketidakmampuan menyiram toilet
e. Ketidakmampuan naik ke toilet
f. Ketidakmampuan duduk di toilet
Faktor yang berhubungan
a. Anxietas
b. Gangguan fungsi kognitif
c. Gangguan muskoloslektal
d. Gangguan neuromuscular
e. Gangguan persepsi
f. Hambatan mobilitas
g. Kelemahan
h. Keletihan
i. Kendala lingkungan
j. Nyeri
k. Penurunan motivasi

5
F. Intervensi
No Tujuan dan criteria Hasil Intervensi Rasional
Dx (NIC)
1. Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Mengetahui
tindakan keperawatan gajala diare terjadinya diare
selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien sudah 2. Berikan makan 2. Menghindari
tidak diare. dan minum terjadinya dehidrasi
NOC : dalam porsi kecil
Eliminasi usus (0510) lebih sering serta
1. Pola eliminasi tingkatkan porsi
dipertahankan pada 2 secara bertahap.
(Bantak terganggu)
ditingkatkan ke 4
(sedikit terganggu) 3. Konsultasikan 3. Mengetahui tindakan
2. Control gerakan usus dengan dokter selanjutnya
dipertahankan pada 2 jika tanda gejala
ditingkatkan ke 3 diare menetap
(Cukup terganggu)
3. Warna feses
dipertahankan ke 3
ditingkatkan ke 4

2. Setelah dilakukan 1. Bantu pasien ke 1. Mempermudah


tindakan keperawatan 3 x toilet atau tempat pasien dalam proses
24 jam diharapkan pasien lain untuk eliminasi.
mampu untuk eliminasi pada
meningkatkan dan interval waktu
mempertahankan tertentu
kekuatan ekstremitas. 2. Instruksikan 2. Mengetahui respon

6
NOC : pasien atau yang BAK
Ambulasi (0200) lain dalam
1. Menompang berat rutinitas toilet.
badan 3. Sediakan alat 3. Membantu dalam
2. Berjalan dengan bantu dengan mobilitas
langkah yang efektif tepat
3. Berjalan dengan pelan
dipertahan dari skala
4 ditingkatkan ke
skala 5 sedang ke
normal

3. Setelah dilakukan 1. Bantu pasien ke 1. Mempermudah


tindakan keperawatan 3 x toilet atau tempat pasien dalam proses
24 jam diharapkan pasien lain untuk eliminasi.
dapat menjaga kebersihan eliminasi pada
dirinya. interval waktu
NOC : tertentu
Perawatan Eliminasi 2. Instruksikan 2. Mengetahui respon
(0310) pasien atau yang BAB
a. Merespon ketika lain dalam
ingin BAB rutinitas toilet
b. Menanggapi 3. Sediakan alat 3. Mampu menanggapi
dorongan untuk bantu dengan dorongan BAB
BAB secara tepat tepat secara tepat waktu
waktu
c. Memposisikan
diri di toilet atau
alat bantu
eliminasi
d. Masuk dan keluar
kamar mandi

7
e. Membuka
pakaian

8
INKONTINENSIA URINE
A. Definisi
Inkontinensia urine merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat
sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfinger uretra eksterna,
merembesnya urine dapat berlangsung terus-menerus atau sedikit-
sedikit(Potter&Perry,2005). Menurut kozier,2010 inkontinensia adalah
sebuah gejala bukan sebuah penyakit. Kondisi ini dapat membuat masalah
seperti kerusakan kulit dan kemungkinan menyebabkan masalah psikososial
seperti rasa malu, isolasi dan menarik diri dari pergaulan sosial.
B. Gejala dan penyebab:
1. Mengontrol ketika ada tekanan (stress incontinence)
Penderita ini akan mengontrol ketika kandung kemih tertekan, seperti
saat batuk, bersin, tertawa keras, atau mengangkat beban. Kondisi ini
disebabkan oleh otot saluran kemih yang terlalu lemah untuk menahan
urine ketika ada tekanan.
2. Tidak dapat menunda buang air kecil (urge incontinence)
Penderita ini tidak dapat menahan buang air kecil ketika dorongan untuk
itu muncul. Seringkali perubahan posisi tubuh atau mendengar suara
aliran air membuat penderita mengompol.
3. Mengompol secara tiba-tiba (overflow incontinence)
Penderita jenis ini dapat mengontrol sedikit-sedikit kondisi ini terjadi
akibat kandung kemih tidak dapat dikosongkan sampai benar-benar
kosong(retensi urine kronis), sehingga sisa urin didalam kandung kemih
akan keluar sedikit-sedikit.
4. Sama sekali tidak bisa menahan urine (inkontinensia total)
Terjadi ketika kandung kemih sama sekali tidak mampu menampung
urine, sehingga penderita akan selalu mengompol.

9
C. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Kepala
Inspeksi : wajah terlihat pucat, konjungtiva anemis
Palpasi : kulit wajah kering , rambut rontok
2. Thorax
Inspeksi : tidak ada otot bantu pernapasan
Palpasi : tidak ada benjolan, turgor memburuk,kulit kering
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : bunyi ronkhi
3. Abdomen
Inspeksi : tidak ada benjolan
Palpasi :tidak ditemukan benjolan, luka , ada nyeri tekan
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : bising usus normal
4. Extremitas :
Gangguan sistem gerak
Otot melemah
Turgor kulit jelek
Kulit kering
Akral dingin
D. Diagnosa
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
Batasan karakteristik
a. Gangguan sikap berjalan
b. Gerak lambat
c. Gerak spastic
d. Gerakan tidak terkoordinasi
e. Instabilitas postur
f. Keterbatasan rentang gerak

10
g. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan
halus
Faktor yang berhubungan
a. Agen farmasutikal
b. Ansietas
c. Disuse
d. Fisik tidak bugar
e. Gangguan fungsi kognitif
f. Gangguan metabolism
g. Gangguan musculoskeletal
h. Gangguan neuromuskulas
i. Gangguan sensoriperseptual
j. Kaku sendi

2. Deficit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan gangguan fungsi


kognitif
Batasan karakteristik:
a. Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi secara kompleks
b. Ketidakmampuan memanipulsi pakaian untuk eliminasi
c. Ketidakmampuan mencapai toilet
d. Ketidakmampuan menyiram toilet
e. Ketidakmampuan naik ke toilet
f. Ketidakmampuan duduk di toilet
Faktor yang berhubungan
a. Anxietas
b. Gangguan fungsi kognitif
c. Gangguan muskoloslektal
d. Gangguan neuromuscular
e. Gangguan persepsi
f. Hambatan mobilitas
g. Kelemahan
h. Keletihan

11
i. Kendala lingkungan
j. Nyeri
k. Penurunan motivasi

3. Inkontinensia urinarius fungsional


Batasan Karakteristik
a. Berkemih sebelum mencapai toilet
b. Inkontinensia urine sangat dini
c. Mengkosongkan kandung kemih dengan fundus
d. Sensasi ingin berkemih
e. Waktu untuk mecapai toilet memanjang setelah ada sensasi
dorongan
Faktor Yang Berubungan
a. Faktor Perubahan lingkungan
b. Gangguan fungsi kognisi
c. Gangguan penglihatan
d. Gangguan psikologis
e. Kelemahan struktur panggul
f. Keterbatasan neuromuskular

E. Intervensi

NO Tujuan dan criteria Hasil Intervensi Rasional


DX (NIC)
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien ke 1. Mempermudah
keperawatan 3 x 24 jam toilet atau tempat pasien dalam
diharapkan pasien mampu lain untuk proses
untuk meningkatkan dan eliminasi pada eliminasi.
mempertahankan kekuatan interval waktu
ekstremitas. tertentu
NOC : 2. Instruksikan 2. Mengetahui
Ambulasi (0200) pasien atau yang respon BAK

12
1. Menompang berat lain dalam
badan rutinitas toilet.
2. Berjalan dengan
langkah yang efektif 3. Sediakan alat 3. Mampu
3. Berjalan dengan bantu dengan tepat menanggapi
pelan dipertahan dari dorongan BAK
skala 4 ditingkatkan
ke skala 5 sedang ke
normal
2. Setelah dilakukan 1. Bantu klien 1. klien mampu
tindakan keperawatan 3 x mengidentifikasi melakukan
24 jam diharapkan pasien kemampuan untuk kebersihan diri
dapat menjaga kebersihan menjaga
dirinya kebersihan diri
NOC : 2. Bimbing klien 2. Menjaga
Perawatan Eliminasi untuk melakukan kebersihan higine
(0310) aktivitas higien klien secara
a. Merespon ketika secara teratur mandiri
ingin BAK 3. Beri pendkes 3. Meningkatkan
b. Menanggapi tentang merawat kemampuan klien
dorongan untuk klien untuk dalai menjaga
BAK secara tepat kebersihan diri kebersihan
waktu melalui pertemuan
c. Memposisikan keluarga.
diri di toilet atau
alat bantu
eliminasi
d. Membuka
Pakaian
e. Masuk dan keluar
kamar mandi

13
3. Setelah dilakukan 1. Bantu pasien ke 1. Berkemih
tindakan keperawatan 3 x toilet dan dorong dengan sering
24 jam diharapkan sistem untuk dapat
urinaria pasien kembali mengosongkan mengurangi
normal. (Kandung kemih) distensi
NOC : pada interval kandung
Kontinensi Urine (0502) waktu yang kemih
a. Mengenali keinginan ditentukan.
untuk berkemih 2. Gunakan kekuatan 2. Membantu
b. Menjaga pola sugesti untuk mengosongka
berkemih mengosongkan n kandung
c. Berkemih pada tempat kandung kemih kemih
yang tepat
d. Respon berkemih
yang teratur
e. Menjaga pengahalang
lingkungan yang
bebas untuk eliminasi
sendiri.

14
POSYANDU LANSIA
A. Definisi
Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas yang memberikan
pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu.
Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat. Posyandu sebagai
wadah peran serta masyarakat yang menyelenggarakan sistem pelayanan
pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas manusia secara empirik
telah dapat meratakan pelayanan bidang kesehatan. Kegiatan tersebut
meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan
kesehatan ibu dan anak (Aritonang, 2000).
Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari oleh untuk masyarakat
yang dilaksanakan oleh kader-kader, yang ditugaskan adalah warga setempat
yang telah dilatih oleh masyarakat (Meilani, 2009). Posyandu merupakan
salah satu bentuk Upaya kesehatan bersumber Daya Manusia (UKBM) yang
dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan masyarakat
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar. Yang paling utama adalah untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). Posyandu Lansia
atau Kelopok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan bagi
usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
lintas sektor pemerintah dan nonpemerintah, swasta, organisasi sosial dan
lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan
preventif (Notoatmodjo, 2007).
B. Pelayanan Yang Ada Pada Posyandu
Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan :
1. Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap usia lanjut
dikelompok, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan
adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut:

15
a. Tahap pertama: pendaftaran anggota Kelompok Usia Lanjut sebelum
pelaksanaan pelayanan.
b. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan usila,
serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
c. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan
pemeriksaan status mental
d. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium
sederhana)
e. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling
2. Kehidupan, seperti makan / minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turu
n tempattidur, buang air kecil dan besar.
3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental e
mosional, denganmenggunakan pedoman metode 2 menit
4. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dandicatat pada grafik indek massa tubuh
5. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop
serta penghitungandenyut nadi selama satu menit.
6. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli, atau Cuprisulfat.
7. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adannya pen
yakit gula.
8. Pemeriksaan adanya zat putih telur / protein dalam air seni sebagai deteksi
awaladanyapenyakit ginjal.
9. Pelaksaan rujukan ke puskemas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan
kelainan padapemeriksaan pada nomor 1 hingga 7.
10. Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka ku
njungan rumah dankonseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah ke
sehatan yang dihadapi oleh individudan atau kelompok usia lanjut.
11. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut ya
ng tidakdatang,dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
C. Sasaran
Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA, terbagi dua yaitu:

16
1. Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut
(60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
2. Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada,
masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli
terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang
melayani kesehatan usia lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok
Usia Lanjut dan masyarakat luas (Depkes RI, 2003).

17
BLADDER TRAINING
A. Definisi
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder training
digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang sering atau
mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan pengeluaran urin).
Bladder training adalah suatu terapi yang sering digunakan, terutama pada
pasien yang baru saja terlepas dari kateter urin, namun bisa juga dilakukan
oleh semua orang untuk lebih melatih kekuatan otot sfingter eksterna dalam
menahan pengeluran urin. Bladder training merupakan terapi yang sangat
sederhana dan tidak memiliki efek samping. Latihan ini juga dapat
dikombinasikan dengan terapi pengobatan lain. Penelitian menunjukkan
adanya peningakatan 50% pasien dengan inkontinensia urin yang
menggunakan bladder training.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises
(latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delay
urination (menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal
berkemih) Suhariyanto (2008). Latihan kegel (kegel exercises) merupakan
aktifitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara
berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat
meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul
dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat
penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih.
(Kane, 1996 dalam Nursalam 2006).
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder
training dapat dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati,
2000). Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem

18
kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem
selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi
sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001).
B. Tujuan
Tujuan dari bladder trainingadalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih (potter&perry, 2005). Terapi ini
bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai
teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat
berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Melalui latihan,
penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan
pada pasien anak pasca bedah yang di pasang kateter (Suharyanto, 2008).
1. Mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke
keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry,
2005).
2. Memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik
distraksi atau teknik relaksasi.
3. Dapat menahan sensasi berkemih.
4. Untuk mengurangi gejala dari:
- Frekuensi urin: mengeluarkan urin lebih dari 6-7 kali per hari.
- Nokturia: sering kencing di malam hari.
- Inkontinensia urge.
5. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
6. Mempersiapkan klien sebelum pelepasan kateter yang terpasang lama
7. Melatih klie untuk melakukan BAK secara mandiri
8. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sdah terpasang lama
9. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter
10. Klien dapat mengontrol berkemih

19
11. Klien dapat mengontrol buang air besar
12. Menghindari kelembapan dan iritasi pada kulit lansia
13. Menghindari isolasi social bagi klien
C. Indikasi
1. Pasien yang mengalami retensi urin.
2. Pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi
sfingter kandung kemih terganggu.
3. Pasien yang menderita inkontinensia urin (inkontinensia urin stres,
inkontinensia urin urge, atau kombinasi keduanya).
4. Klien post operasi pada daerah pelvik (Nababan, 2011).
5. Klien yang pemasangan kateter dengan cukup lama
6. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter
7. Klien yang mengalami inkontenesia urin
8. Klien post operasi
9. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
10. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
D. Kontra Indikasi
1. Sistitis (infeksi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra) berat.
2. Pielonefritis (inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri).
3. Gangguan atau kelainan pada uretra.
4. Hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi
urin di saluran kemih bagian atas).
5. Vesicourethral reflux.
6. Batu traktus urinarius (Maulida, 2011).
7. Gagal ginjal
E. Prosedur
Prosedur kerja dalam melakukan bladder training, yaitu:
1. Mengucapkan salam.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

20
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai
ruangan (ciptakan privasi bagi klien).
4. Pelaksanaan.
a. Klien masih menggunakan kateter.
Prosedur 1 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali klien diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-20.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.
Prosedur 2 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00. Setiap kali diberi minum, kateter diklem.
- Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul
08.00-21.00 dengan cara klem kateter dibuka.
- Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien
boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur terus diulang sampai berhasil.
b. Pada klien yang tidak menggunakan kateter.
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-
19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
- Kateter dilepas.
- Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah
pelepasan kateter.
- Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi
BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan
lakukan pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.

21
- Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh
diberi minum sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien
berkemih pada malam hari.
- Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK
sebelum 2 jam klien diharuskan untuk menahannya.
- Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih secara urinal.
- Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik
pengosongan kandung kemih.
5. Alat-alat dibereskan.
6. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
7. Dokumentasi (http://www.anvita.info).
Prosedur bladder training yang dapat dilakukan secara mandiri, yaitu :
1. Cobalah untuk buang air kecil pada waktu yang teratur. Mulailah dengan
memilih interval waktu (jumlah waktu), seperti satu jam.
2. Selama satu hari, pergilah ke kamr mandi setiap jam toileting yang telah
dijadwalkan, terlepas dari apakah toileting atau tidak. Hal ini untuk
melatih kandung kemih mematuhi jadwal yang telah dibuat. Jumlah urin
yang dikeluarkan tidaklah penting.
3. Jika selama 4 hari metode per jam ini berhasil, maka tingkatkan interval
toileting 15-30 menit selama 4 hari berikutnya.
4. Jangan menambah interval waktu sampai interval waktu awal dipenuhi.
Tingkatkan interval waktu 15-30 menit sampai dapat menahan kencing
selama 3-4 jam.
5. Buatlah jadwal khusus untuk toileting dan jangan melanggar jadwal
tersebut.
6. Jika merasa ingin sekali toileting, maka cobalah tahan dan gunakan teknik
relaksasi (napas dalam). Jika terpaksa, maka diperbolehkan untuk toileting,
namun tetap mengikuti jadwal toileting yang dibuat sebelumnya
(http://www.womensbladderhealth.com/).
Cara untuk mengurangi urgensi:

22
1. Lakukan Kegel exercise selama 10 detik dan ulangi selama beberapa kali.
2. Beberapa macam teknik Kegel exercise yang dapat dilakukan:
a. Elevator
Bayangkan bahwa panggul Anda adalah lift. Ketika otot-otot rileks,
Anda berada di lantai dasar. Perlahan-lahan tarik otot Anda sampai
lantai kedua, kemudian berhenti. Kemudian tarik sekuat mungkin
untuk mencapai lantai tiga, berhenti. Kembali ke lantai dua, berhenti.
Kemudian rileks sepenuhnya dan kembali ke lantai dasar. Ambil napas
dalam dan ulangi selama beberapa kali.
b. Teknik Cepat
Kontraksikan dan relaksasikan otot-otot pelvik secepat mungkin 5 kali
secara beraturan. Relaksasi 10 detik, kemudian ulangi.
c. Long Haul
Kontraksikan otot-otot pelvik sekuat yang klien bisa. Lakukan teknik
ini 1 kali/hari untuk menghindari kelelahan otot.
3. Aktivitas mental juga dapat digunakan untuk menarik perhatian dari
keinginan untuk buang air kecil. Hal ini dapat digunakan sendiri atau
bersama dengan latihan otot panggul. Sebagai contoh, cobalah menghitung
mundur dari seratus, melakukan latihan pernapasan dalam, membaca puisi,
atau menonton program televisi untuk mengalihkan perhatian diri dari
dorongan untuk berkemih (http://www.womensbladderhealth.com/).

Cara untuk Mengoptimalkan Kerja Bladder Training


Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu
mengoptimalkan kerja dari bladder training, yaitu:
1. Batasi konsumsi kafein (kopi, teh, soda, dan cokelat) karena kafein
bersifat diuretik serta batasi atau hindari konsumsi alkohol.
2. Batasi atau hindari konsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan
yang dapat membuat penyakit pada kandung kemih bertambah parah.
3. Jagalah IMT dalam batas normal (http://kemh.health.wa.gov.au/).
4. Jangan mengurangi dengan drastis intake cairan untuk menghindari
toileting, minimal intake cairan adalah 5-6 gelas per hari.

23
5. Minum hanya volume moderat cairan. Anjurkan klien untuk intake cairan
minimum (5-6 cangkir) non-kafein, non-karbonasi setiap hari. Pengurangi
cairan setelah pukul 18:00 harus dilakukan apabila klien bangun lebih dari
sekali di malam hari untuk buang air kecil. Cara Jangan minum dalam
jumlah banyak sekaligus (lebih dari 8-10 gelas) karena dapat membanjiri
kandung kemih dan membuatnya lebih sulit untuk menahan urin.
6. Kosongkan kandung kemih sebelum tidur. Hal ini bisa dilakukan dengan
tidak minum selama 2-3 jam sebelum tidur. Metode ini dilakukan untuk
menghindari toileting pada malam hari. Hal ini juga dapat membantu agar
bisa toileting tepat waktu pada pagi hari.
7. Selalu kosongkan kandung kemih secara komplit. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan kontraksi ektra pada akhir setiap kali berkemih.
8. Kosongkan kandung kemih sebelum dan sesudah melakukan hubungan
seksual.
9. Konsumsi jus apel, anggur, dan cranberry satu sampai dua gelas sehari
untuk membantu meningkatkan kerja kandung kemih.
Schedule bathroom trips
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari sebelum tidur dan 4 jam sekali pada
malam hari.
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan
4. Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu
yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.
Kegel Exercise
1. Minta kllien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
2. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus

24
3. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat
4. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan
5. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur sealam 3 bulan
6. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut di
tekuk) kepada klien
Delay Urination
1. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali
3. Praktikan setiap kali berkemih

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia tinja atau alvi adalah kondisi ketika tubuh tidak
mampu mengendalikan BAB. Kondisi ini menyebabkan tinja keluar tiba-
tiba tanpa disadari penderitanya.
Inkontinensia urine merupakan kehilangan kontrol berkemih yang
bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfinger
uretra eksterna, merembesnya urine dapat berlangsung terus-menerus atau
sedikit-sedikit(Potter&Perry,2005).
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder
training digunakan untuk mencegah atau mengurangi buang air kecil yang
sering atau mendesak dan inkontinensia urin (tidak bisa menahan
pengeluaran urin).
Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas yang
memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan
secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat.
Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat yang menyelenggarakan
sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas
manusia secara empirik telah dapat meratakan pelayanan bidang
kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan
gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Aritonang, 2000).

26
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Kimball. 2012. Bladder Training. Incontinence & Overactive Bladder


Health. Online (http://www.webmd.com/urinary-incontinence oab/bladder-
training-techniques). Diakses tanggal 26 Mei 2015.
Maulida, Ana. 2011. Bladder Training.
Online(http://www.docstoc.com/docs/79963287/BLADDER-TRAINING---
DOC#). Diakses tanggal 26 Mei 2015.
Nababan, TJ. 2011. Pengaruh Bladder Retention Training terhadap Kemampuan
Mandiri Berkemih pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Skripsi. Online
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24523/7/Cover.pdf). Diakses
tanggal 26 Mei 2015.
Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Phisiotherapy Department. 2009. Bladder Training Information Sheet. Women
and Newborn Health Service. King Edward Memorial Hospital. Online
(http://kemh.health.wa.gov.au/brochures/consumers/wnhs0427.pdf). Diakses
tanggal 26 Mei 2015 .
Bayhakki, dkk. 2008. Jurnal keperawatan indonesia: bladder training modifikasi
cara kozier pada pasien pascabedah ortopedi yang terpasang kateter urin. Vol
12 no 1, hal 7-13.

27

Anda mungkin juga menyukai