Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan PDF
Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan PDF
KOTA YOGYAKARTA
Executive Summary
PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN &
LINGKUNGAN (RTBL)
KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbolis yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola kehidupan
masyarakatnya, demikian pula sebaliknya, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat
kota dapat memacu pertumbuhan fisik kota. Perubahan, perkembangan dan pertumbuhan kota
menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan
dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali
pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu
kawasan. RTBL disusun sebagai produk perencanaan tata ruang yang disahkan oleh Pemerintah
Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda), agar dapat digunakan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang.
Melalui pemahaman tersebut maka Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
merupakan panduan yang memberikan arahan interprestasi wujud ruang dalam bentuk rencana
teknik, program tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunan yang
dikelola secara khusus pada bangunan, kelompok bangunan dan lingkungan yang melingkupinya.
Secara substansial Executive Summary Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kawasan Malioboro ini memuat Pendahuluan, Konsep Dasar Perancangan, & Panduan Rancangan.
Executive Summary ini merupakan ringkasan materi yang menjadi arahan dan panduan rancangan
bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan tersebut.
Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih terhadap pihak-
pihak yang telah membantu terselesaikannya pekerjaan ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dengan tema kajian terkait.
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
KONSEP DASAR PERANCANGAN
2.1. PERUMUSAN VISI KAWASAN MALIOBORO II - 1
2.1.1. Telaah Terhadap Visi Kota Yogyakarta II - 1
2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro II - 3
2.2. KONSEP PERANCANGAN STRUKTUR TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN II - 7
2.3. BLOK PENGEMBANGAN KAWASAN II - 8
BAB II
PANDUAN RANCANGAN
3.1. Struktur Peruntukan Lahan III - 1
3.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan III - 10
3.3. Tata Bangunan III - 21
3.4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung III - 38
3.5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau III - 47
3.6. Tata Kualitas Lingkungan III - 49
3.7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan III - 63
Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro II - 4
Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama II - 5
Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan III - 5
Malioboro
Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) tidak tertutup PKL III - 6
Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL III - 6
Gambar 3.5. Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama III - 7
Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok
Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro III - 8
Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro III - 9
Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro III - 10
Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani III - 15
Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 16
Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung III - 17
Gambar 3.12. Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan III - 17
Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng” III - 24
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter) III - 25
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter) III - 25
Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar III - 27
Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi III - 28
Gambar 3.20. Penyempurnaan wajah depan dengan tenda kanopi, papan nama & lampu III - 29
Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan III - 30
Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki III - 30
Gambar 3.24. Prinsip peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali III - 31
Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro III - 32
Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial III - 35
Gambar 3.28. bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan III - 35
Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 36
Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan III - 39
(ngejaman) sampai dengan titik 0 km
Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat III - 41
Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki III - 41
Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m III - 45
Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m III - 46
Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya III - 46
Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m III - 47
Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya III - 47
Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro III - 51
Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda) III - 54
Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina III - 54
Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis III - 55
Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah III - 56
Gambar 3.51. Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan III - 56
ornamen lampu khas Malioboro
Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan III - 57
kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik
Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel III - 57
Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan III - 58
Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya III - 59
pada node entry point kawasan di sisi utara
Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya III - 59
pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan
Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan III - 61
(kampung)
Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan arsitektur Indis & Kolonial III - 62
Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial III - 62
Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di bawah III - 63
median sisi timur koridor utama Malioboro
Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting III - 64
Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah III - 65
Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM III - 65
Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama III - 66
Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga III - 67
BAB 1
Pendahuluan
Perkembangan suatu kota besar yang sekaligus berfungsi sebagai Ibukota DIY dan
masyarakat penghuninya merupakan simbiosis yang saling terkait dan saling mempengaruhi.
Perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan
prasarana baru sehingga sebagai implikasinya terjadi perubahan dan pertumbuhan bangunan serta
sarana dan prasarananya. Oleh karena itu, perencanaan tata bangunan dan lingkungan telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam sistem manajemen pembangunan perkotaan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) akan memberikan arahan arsitektural pada
rencana teknis bangunan yang dibangun pada kawasan tertentu. Dengan arahan tersebut, konsultan
perencana/arsitek akan mempunyai gambaran kebijaksanaan pembangunan fisik yang menyangkut
kepentingan umum sekaligus jatidiri kawasan yang ingin dicapai, sehingga bangunan dan lingkungan
yang dirancang akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kawasan yang lebih luas.
Salah satu sistem ruang kota di Yogyakarta yang perlu mendapat perhatian dan penataan
yang serius adalah kawasan Malioboro di jantung kota Yogyakarta. Kawasan ini merupakan salah
satu tempat wisata utama di Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun
mancanegara dan merupakan kawasan perdagangan utama yang paling sibuk. Kawasan Malioboro
sudah ditetapkan oleh Gubernur DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya, kondisi lingkungan disekitar
kawasan pada saat ini cenderung tumbuh secara tidak teratur dan sporadis seiring dengan
perkembangan pembangunan fisik di dalam kawasan yang pesat.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut dan sebagai langkah awal dari proses pengendalian
pengembangan dan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan maka perlu dilakukan penyusunan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di Kawasan Malioboro Yogyakarta.
Materi penyusunan RTBL Kawasan Malioboro pada Executive Summary ini mencakup :
2. Rencana Umum
Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata
bangunan dan lingkungan. Panduan Rancangan memuat antara lain :
Ketentuan dasar implementasi rancangan
Prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan, yang berisi panduan rancangan
tiap blok pengembangan dan simulasi rancangan tiga dimensional.
Jl.Pasar Kembang
Jl.Abu Bakar Ali
Jl.Mataram
Jl.Gandekan Lor
Jl.Bayangkara Jl.Suryotomo
Jl.Senopati
Jl.KHA.Dahlan
BAB 2
Konsep Perancangan
Visi, misi dan program kerja walikota terpilih untuk periode 2012-2016 ini merupakan tahap
kedua Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005 – 2025, diarahkan untuk
membawa masyarakat Kota Yogyakarta menuju suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera,
berakhlak, bermartabat, berkarakter dan bermakna.
Berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun
2012 – 2016 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun
2012, Visi Kota Yogyakarta adalah :
II - 1 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
2) Pendidikan berkarakter
Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam sistem yang
berakar pada budaya lokal dan menghormati kemajemukan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Bhineka Tunggal Ika);
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious;
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa;
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri kreatif,
berwawasan kebangsaan;
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi
dan penuh kekuata.
3) Pendidikan inklusif
Sistem pendidikan yang mengembangkan kreatifitas dengan memberikan akses kepada
semua orang dalam satu sistem yang mencakup sekolah, program nonformal/informal,
pendidikan keluarga dan masyarakat serta melibatkan seluruhmasyarakat secara penuh;
Merupakan sebuah proses dan tujuan yang menggambarkan kualitas atau karakteristik
pendidikan untuk semua;
Mengembangkan sistem pendidikan formal, non-formal dan informal, dengan
merespon keberagaman, mengidentifikasi hambatan belajar yang dihadapi individu
maupun kelompok anak.
Pendidikan inklusif bukan hanya menyangkut metode dan sistem, tetapi menyangkut
nilai-nilai dan keyakinan mendasar tentang pentingnya menghargai dan menghormati
perbedaan, tidak mendiskriminasi, dan berkolaborasi dengan orang lain untuk
menciptakan dunia yang lebih adil.
II - 2 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
6) Berwawasan lingkungan
Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan;
Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-nilai religius, sosial, budaya dan
kearifan lokal ke dalam proses pembangunan;
Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan.
II - 3 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro
Sumber: Olahan Studio 2013
II - 4 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama
Sumber: Olahan Studio 2013
b. Humanis
Ikhtiar menciptakan kota yang humanis ditunjukkan dengan kemampuan suatu kota
memberikan rasa nyaman bagi para penghuninya, melalui pertumbuhan ekonomi, keadilan
sosial, dan keseimbangan ekologi berdasarkan kearifan lokal yang ada.
II - 5 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Bila suatu kota berhasil memunculkan prinsip-prinsip tersebut, maka kota itu akan mampu
menghadirkan rasa keruangan yang semakin layak untuk dihuni (livable city). Menurut
Wunas dan Wijaya (2011), kota humanis merupakan kota yang mempertimbangkan faktor
kemanusiaan untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan. Pandangan ini
menempatkan posisi manusia sebagai elemen pembangunan kota yang paling prioritas.
Dengan begitu, kenyamanan dan kebahagiaan warga kota harus disadari sebagai aspek vital
yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan rencana dan pembangunan kota.
c. Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
Kota yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dengan mengindahkan
kelestarian dan kelangsungannya generasi yang akan datang, yang tercermin dalam
pemanfaatan ruang yang serasi antara untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi dan
upaya konservasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
peningkatan kenyamanan kota, serta terpelihara dan termanfaatkannya keanekaragaman
hayati sebagai modal dasar pembangunan.
d. Pembangunan Berkelanjutan
Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan
bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu
strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep
pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggung jawab moral untuk memberikan
kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas
namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar
generasi untuk menjamin kesejahteraannya.
II - 6 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Merupakan konsep rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam
mewujudkan lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
berkelanjutan.
Menurut definisi yang dipopulerkan IAP (2011), istilah kota layak huni memang memiliki
kedekatan makna dengan kota humanis, yakni sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman
sebagai tempat tinggal dan juga tempat beraktivitas. Suasana kota tersebut dapat dilihat dari
berbagai aspek, baik aspek fisik (seperti fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan sebagainya)
maupun aspek non-fisik (seperti hubungan social, aktivitas ekonomi, dan sebagainya). Adapun 6
(enam) prinsip yang dikembangkan IAP (2011) untuk mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni,
adalah sebagai berikut:
a. Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian layak, air bersih, listrik).
b. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman
kota, fasilitas ibadah dan fasilitas kesehatan).
c. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi.
d. Keamanan, bebas dari rasa takut.
e. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
f. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.
Konsep besar revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Malioboro terkait dengan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan ini adalah difokuskan untuk menciptakan kawasan Malioboro sebagai
area semi pedestrian. Sehingga dibutuhkan penataan area parkir motor di Kawasan Malioboro
khususnya di koridor utama Jalan Malioboro – Jalan Ahmad Yani yang selama ini menghalangi jalur
pedestrian sehingga dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki.
Dalam konteks penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini konsep revitalisasi Kawasan
Malioboro sebagai kawasan semi pedestrian merupakan perwujudan kota humanis yang sejalan
dengan perumusan Visi Kawasan Malioboro.
II - 7 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini harus ditujukan untuk mengembalikan jati diri
kawasan sebagai salah satu penggal poros sumbu filosofis yang penuh dengan nilai-nilai luhur, tanpa
mengesampingkan peran dan fungsinya sebagai ruang publik dan untuk rakyat kebanyakan. Secara
umum, penataan Kawasan Malioboro dapat diklasifikasikan menjadi 4 sub-kawasan, yakni :
a) Jalur Utama Kawasan yaitu Koridor Utama Jln. Malioboro dan Jln. A.Yani
b) Sub-kawasan perumahan/permukiman pendukung (kampung-kampung)
c) Jaringan jalan-jalan pendukung atau koridor ventilasi
d) Sub-kawasan penyangga, yaitu kampung-kampung di sepanjang S. Code dan S. Winongo
Terkait dengan deliniasi kajian RTBL kawasan Malioboro ini, blok-blok pengembangan Kawasan
Malioboro dan program-program penanganannya ditujukan pada butir a, b, dan c saja. Sedangkan
kampung-kampung di sekitar Kawasan Malioboro berperan sebagai sub-kawasan penyangga.
II - 8 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
KJ.05 KJ.08
BLOK
PENGEMBANGAN
II - 9 | Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
BAB 3
Panduan Rancangan
Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah
ditetapkan di atas yang dijabarkan melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada
bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan
ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.
Struktur jalan yang diterapkan adalah Jalan Malioboro dan Jalan A.Yani sebagai jalur utama
pergerakan dan penghubung antar simpul-simpul aktivitas pelayanan perkotaan yang
menjadi pemicu kegiatan-kegiatan ekonomi serta fungsi pelayanan jasa lainnya bagi
penduduk setempat maupun dari luar kawasan Malioboro.
Pembagian struktur peruntukan lahan dibagi menjadi 2 sesuai dengan peruntukannya yaitu
Segmen Koridor Jalan dan Sub Kawasan; meliputi :
Mekanisme perizinan untuk bangunan dengan fungsi yang berbeda dengan rencana
pemanfaatan di tata ruang di atas adalah sebagai berikut :
Pemohon membuat surat kepada Ketua BKPRD untuk meminta persetujuan apabila
rencana pembangunan tidak sesuai dengan pola rencana pemanfaatan tata ruang.
Surat disampaikan kepada sekretariat BKPRD di Bappeda untuk dibahas.
Usulan diatas dirumuskan dalam Berita Acara rapat di BKPRD.
1) Trotoar sisi barat jalan Malioboro dan jalan A. Yani (persimpangan jalan Malioboro dan
jalan Pasar Kembang sampai dengan simpang tiga jalan Reksobayan);
2) Trotoar sisi timur jalan Malioboro dan jalan A. Yani (depan Hotel Garuda sampai depan
Pasar Sore Malioboro) kecuali paving sisi timur yang termasuk dalam kawasan Pasar
Beringharjo;
3) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan;
4) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat menempatkan PKL pada trotoar di
persimpangan jalan, depan Kantor Eks Kanwil Pekerjaan Umum Propinsi DIY, depan
Gedung DPRD Propinsi DIY, depan Kompleks Kepatihan, depan Gedung Perpustakaan
Nasional Propinsi DIY dan depan Gereja GPIB Yogyakarta dengan tetap memperhatikan
kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keamanan dan kenyamanan.
5) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani, dilarang untuk ditambah jumlahnya.
6) Sirip Jalan Malioboro – A. Yani adalah trotoar jalan Pajeksan sisi utara dan selatan, jalan
Suryatmajan sisi selatan dan jalan Reksobayan sisi utara (selatan GPIB Yogyakarta).
7) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan
Suryatmajan, Jalan Pajeksan dan Jalan Reksobayan ditetapkan dengan Keputusan Camat
sesuai dengan wilayah kerjanya.
8) Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan Suryatmajan,
Jalan Pajeksan dan jalan Reksobayan dilarang untuk ditambah jumlahnya.
9) Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib memiliki Surat Izin Penggunaan Lokasi Pedagang Kaki
Lima yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Kartu Identitas
Pedagang Kaki Lima yang diterbitkan oleh Camat setempat.
10) PKL yang boleh menggunakan tenda dan peralatannya adalah yang berada di luar
pertokoan, dengan ketentuan :
konstruksinya bongkar pasang
bahan kerangka diutamakan dari besi
atap tenda dari bahan terpal atau sejenisnya
rapi dan bersih
11) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan di Jalan Pasar Kembang,
Jalan Abubakar Ali (utara Hotel Garuda), Jalan Sosrowijayan, Jalan Perwakilan, Jalan
Dagen, Jalan Beskalan dan Jalan Ketandan.
12) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan pada badan jalan, jalur
lambat, dan di tempat parkir dan dilarang menempatkan peralatan/kotak-kotak selain
yang dipergunakan untuk berjualan di sekitar lokasi berjualan, pada badan jalan/jalur
lambat, trotoar, devider, taman, lampu taman, dan kursi taman.
Untuk mewujudkan Kawasan Malioboro sebagai area semi pedestrian yang humanis dan
mendukung kenyamanan pejalan kaki, sebaiknya area di depan kantor-kantor pemerintahan
bersih dari PKL karena Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang mencabut izin
penggunaan lokasi PKL bila digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas.
Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) apabila tidak tertutup PKL
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.5. Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama
Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok
Sumber : Olahan studio, 2013
Limbah PKL, khususnya limbah dari PKL makanan baik lesehan maupun gerobak (bakso)
ditampung dalam bak limbah sementara yang diambil secara periodik atau dilengkapi
dengan bak pengolahan limbah komunal PKL sehingga bisa dialirkan ke riol kota.
Selain panduan rancangan area yang diizinkan untuk PKL diuraikan juga panduan rancangan
bentuk yang dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Lapak Tenda dan Gerobak Beroda untuk PKL makanan baik lesehan maupun gerobak bakso.
Menggunakan modul ukuran 5.4 meter (18 tegel) x 3.6 meter (12 tegel).
Rangka tenda merupakan rangka besi galvanis dengan sistem ‘knock down’ untuk
menciptakan area PKL dengan pola semi permanen. Menggunakan ornamen serapan
dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro pada rangka.
Tenda menggunakan warna hijau kombinasi kuning yang serasi dengan lampu jalan.
Apabila menggunakan gerobak, bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose
material kayu dan dilengkapi roda.
Ornamen pada gerobak bagian bawah menggunakan ornamen serapan dari Eropa
berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro.
Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
2) Lapak Gerobak beroda untuk PKL yang menjual batik dan aksesories.
Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 120 cm
Gerobak dilengkapi roda, meja lipat dan gantungan yang terpasang dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari gerobak. Meja lipat digunakan sebagi tempat untuk
meletakkan barang dagangan, sedangkan gantungan untuk display saja.
Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau cat warna coklat
Ornamen pada gerobak menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis
seperti lampu khas Malioboro dengan warna hijau-kuning.
Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
3) Lapak Meja untuk PKL yang menjual aksesories di siang hari dan dapat diubah bentuk untuk
digunakan PKL yang menjual makanan lesehan di malam hari.
Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 40 cm dan 45 cm
Lapak PKL ini dibuat dengan sistem kock down dan time sharing.
Pada siang hari box atau meja dapat digunakan sebagai tempat untuk meletakkan
barang dagangan sekaligus untuk display, sedangkan pada malam hari box dapat
difungsikan sebagai meja makan bagi pedagang kaki lima lesehan.
Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau dilapis dengan cat
warna coklat.
Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Berdasarkan arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029, maka ditentukan bahwa intensitas
pemanfaatan lahan pada Kawasan Malioboro diarahkan menjadi intensitas agak tinggi.
Namun di dalam RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 tersebut tidak menyebutkan angka
secara detil dan jelas maka intensitas penggunaan lahan mengacu Perwal 25 Tahun 2013
tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang.
Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
1. TInggi 60 – 100 %
2. Sedang 30% - 60%
3. Rendah < 30%
Sumber : PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung (lampiran penjelasan pasal 20)
Tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan intensitas pemanfaatan lahan adalah menjaga
keberadaan fungsi Kawasan Malioboro sesuai arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029
sebagai kawasan lindung pelestarian budaya dan mengendalikan perkembangan fungsi
komersial perdagangan dan jasa tanpa merubah arahan intensitas pemanfaatan lahan yang
sudah ditetapkan di Perwal 25 Tahun 2013.
Koefisien dasar bangunan ini dimaksudkan bagi penyediaan lahan terbuka yang cukup agar
tidak keseluruhan lahan diisi dengan bangunan fisik dan menjaga keseimbangan ekosistem
lingkungan binaan.
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta
yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di
bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
harus mendapatkan izin dari Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi
yang berwenang di bidang kebudayaan dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
KJ. 01 Komersial 5 5 10 10 10
Perkantoran 5 5 10 10 10
Cagar Budaya 10 10 10 10 10
KJ. 02 Komersial 5 5 10 10 10
KJ. 03 Komersial 5 5 10 10 10
KJ. 04 Komersial 5 5 10 10 10
KJ. 05 Komersial 5 5 10 10 10
KJ. 06 Komersial 5 5 10 10 10
Perkantoran 5 5 10 10 10
KJ. 07 Komersial 5 5 10 10 10
Perkantoran 5 5 10 10 10
KW. 01 Perumahan 10 10 10 10 10
Kepadatan Sedang
KW. 02 Perumahan 10 10 10 10 10
Kepadatan Sedang
KW. 03 Perumahan 10 10 10 10 10
Kepadatan Sedang
KW. 04 Komersial 5 5 10 10 10
KW. 05 Perumahan 10 10 10 10 10
Kepadatan Sedang
KW. 06 Komersial 5 5 10 10 10
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) harus
mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu
Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang
kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
D. Tinggi Bangunan
Tinggi Bangunan ( TB ) adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka
bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah atau lantai dasar.
Khusus untuk sepanjang jalan dari tugu sampai dengan perempatan depan kantor pos
pusat (di dalam Kawasan Malioboro), selain bangunan cagar budaya (BCB), ketinggian
bangunan di kiri dan kanan jalan tersebut maksimal 18 (delapan belas) meter sampai
kedalaman 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar ruang milik jalan (rumija) dan
memenuhi ketentuan untuk membentuk sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari as
jalan. Sedangkan untuk sebelah dalam/belakangnya lebih dari 60 (enam puluh) meter
dari garis batas luar RUMIJA diperbolehkan untuk dibangun lebih tinggi lagi dari
ketentuan ketinggian bangunan pada lahan di depannya, dengan membentuk sudut
pandang 45º (empat puluh lima derajat) dari titik ketinggian yang diperkenankan; dan
apabila dikehendaki lain (sudut pandang lebih dari 45º) harus ada persetujuan dari
Walikota Yogyakarta dengan tinggi bangunan maksimum 32 (tiga puluh dua) meter.
Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani
Sumber : Olahan studio, 2013
Ketentuan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup kecuali bangunan atau kompleks
bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada
Kawasan Lindung Penyangga; mengacu pada Ketentuan Tinggi Bangunan dan
diberlakukan ketentuan pandangan bebas (sky line) dengan sudut 45º (empat puluh
lima derajat) dari RUMIJA di seberangnya.
Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter
dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga harus mempertimbangkan dan
menyesuaikan dengan karakter serta keharmonisan yang sejalan dengan tujuan
perlindungan kawasan inti atau citra kota.
Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.12. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan
Sumber : Olahan studio, 2013
KJ. 01 Komersial 20 20 24 28 32
Perkantoran 16 16 20 20 24
Cagar Budaya 12 12 12 12 12
KJ. 02 Komersial 20 20 24 28 32
KJ. 03 Komersial 20 20 24 28 32
KJ. 04 Komersial 20 20 24 28 32
KJ. 05 Komersial 20 20 24 28 32
KJ. 06 Komersial 20 20 24 28 32
Perkantoran 16 16 20 20 24
KJ. 07 Komersial 20 20 24 28 32
Perkantoran 16 16 20 20 24
KW. 01 Perumahan 12 12 12 16 16
Kepadatan
Sedang
KW. 02 Perumahan 12 12 12 16 16
Kepadatan
Sedang
KW. 03 Perumahan 12 12 12 16 16
Kepadatan
Sedang
KW. 04 Komersial 20 20 24 28 32
(mix-use)
KW. 05 Perumahan 12 12 12 16 16
Kepadatan
Sedang
KW. 06 Komersial 20 20 24 28 32
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi
pengguna jalan dan lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain
adalah untuk pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,
sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya
kebakaran.
1. Keamanan meliputi keamanan bagi konstruksi badan jalan dan keamanan bagi
pengemudi serta pengguna bangunan yang tinggal di tepi jalan.
Konstruksi jalan seperti perkerasan jalan, saluran drainase, talud jalan, marka jalan wajib
diamankan agar tidak rusak oleh aktifitas pembangunan dan penggunaan gedung.
Keamanan bagi pengemudi dan pengguna bangunan harus diperhatikan terutama yang
berkaitan dengan pandangan bebas pengemudi di tikungan – tikungan jalan.
Penyediaan lahan parkir diwajibkan bagi bangunan yang melakukan pelayanan publik
seperti pertokoan, perkantoran, fasilitas pendidikan, pergudangan dll. Agar tidak
memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir yang akan mengganggu fungsi jalan
dan keamanan pengendara.
Penetapan garis sempadan 0 m dari tepi jalan bisa dipertimbangkan bila pemilik
bangunan dapat menyediakan lahan parkir di basement.
2. Kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besarnya garis
sempadan bangunan terhadap jalan mengingat bangunan yang terlalu dekat ke tepi
jalan cenderung akan tercemari oleh emisi gas buang (CO). Standard pencemaran yang
akan mengganggu kesehatan ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini
Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
3. Kenyamanan terutama berkaitan dengan tingkat kebisingan, getaran yang diakibatkan
oleh lalu lalangnya kendaraan. Penetapan garis sempadan yang terlalu dekat dengan
tepi jalan akan dirasakan kurang nyaman bagi penghuni bangunan yang merasakan
tingkat kebisingan yang tinggi serta getaran yang besar.
4. Kemudahan berkaitan dengan kemudahan akses jalan masuk ke bangunan. Jarak
bangunan yang terlalu jauh dari tepi jalan cenderung menyulitkan akses dan komunikasi
dengan lingkungan sekitarnya.
5. Keseimbangan dan keserasian berkaitan dengan rasa keindahan.
Keseimbangan meliputi keseimbangan tinggi bangunan dengan luas halaman bangunan.
Semakin tinggi suatu bangunan dibutuhkan luas halaman yang semakin besar.
Keserasian dengan lingkungan bisa diartikan bahwa bangunan tersebut harus serasi
dengan lingkungan sekitarnya yaitu dengan bangunan-bangunan yang sudah ada. Di
dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan
mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.
6. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan
batas terluar Ruang Milik Jalan (Rumija).
3. 3. Tata Bangunan
A. Orientasi bangunan; Orientasi bangunan merupakan arah tampak bukaan bangunan (muka
bangunan) yang ditujukan pada sudut pandang tertentu (view) secara optimal. Di Kawasan
Malioboro, orientasi bangunan dihadapkan ke arah jalan. Selain pertimbangan view yang
optimal, orientasi bangunan juga harus merespon kondisi iklim lingkungan setempat. Hal ini
ditujukan untuk mengatur penggunaan energi di dalam bangunan secara optimal.
o Panduan rancangan Arsitektur bangunan pada sisi kiri kanan sumbu filosofi antara kraton
sampai tugu termasuk KCB Malioboro memakai Pola Arsitektur Lestari Asli dengan gaya
arsitektur Indis dan Cina.
o Tampilan fasade dengan repetisi kolom untuk lantai 1 dan repetisi kusen dan repetisi
bukaan untuk lantai 2.
o Arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga, paling sedikit menggunakan
pola arsitektur selaras sosok;
Gaya Arsitektur Indis adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang telah diadaptasi
menyesuaikan kondisi budaya dan iklim tropis/Indonesia.
- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masing-
masing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol
kayu/besi, atau atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja diatasnya.
- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya
tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.
- Lisplang menggunakan papan kayu atau beton dengan lebar sekitar 20 cm.
- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak.
- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari
permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.
- Beranda terbuka
- Pintu berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel
kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.
- Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun jendela krepyak kayu,
panel kayu, kombinasi panel dan krepyak,dan/atau kaca.
o Ciri Arsitektur Indis di Koridor Utama mempunyai ciri “arsitektur topeng” yaitu menutup
atap pelana dengan bidang wajah depan yang mempunyai ciri simetris dengan poros
pada titik tertinggi, dan mempunyai permainan bidang lurus maupun bidang lengkung
dan atau kombinasi keduanya.
Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng”
o Untuk renovasi fasad mengikuti langgam Arsitektur Indis yang berada di Koridor Utama
Malioboro, yaitu arsitektur Indis langgam Baroque yang mempunyai ciri : simetris dengan
as/poros pada titik tertinggi, ornamentik, monumental dan mempunyai dinding wajah
atas sebagai bidang penutup atap (topeng).
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter)
Sumber : Olahan studio, 2013
o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar (lebih dari 10 meter) dilakukan dengan membagi
bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada
langgam Arsitektur Indis yang simetris dan memuncak.
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter)
Sumber : Olahan studio, 2013
o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang
ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan
bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol, atau atap miring
menggunakan konsol kayu / besi.
- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya
tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.
- Letak balkon pada lantai 2 (dua) tidak menjorok ke daerah milik jalan. Batas
depan balkon pada lantai 2 (dua) diperbolehkan tepat di atas dinding depan
bangunan lantai 1 (satu). Batas depan balkon pada lantai 3 (tiga) mengikuti
aturan ketinggian atau skyline yang berlaku.
- Ornamen pada gunung-gunung dan bubungan berupa profil atau roster gerabah.
- Konsol pada tritisan dapat menggunakan bahan dari kayu / beton / besi yang
berornamen gaya arsitektur Cina.
- Pintu depan pada lantai satu yang difungsikan sebagai ruang usaha, dapat
menggunakan bukaan yang lebar, berupa pintu dorong atau pintu lipat.
- Bukaan pada dinding lantai dua bangunan yang berbalkon, berupa jendela panel
kayu atau kombinasi jendela dan pintu panel kayu.
o untuk renovasi fasad mengikuti kaidah Arsitektur Cina pada bangunan yang berada di
Koridor Utama Malioboro dengan ciri seperti tersebut di atas.
Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar
Sumber : Olahan studio, 2013
o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah
bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Cina
dengan ciri seperti tersebut di atas.
o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang
ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan
bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).
o Papan nama diselaraskan dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menutupi fasad
bangunan, yaitu berada di antara kaki dan badan bangunan.
o Menggunakan tenda kanopi untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk kanopi
yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.
o Peletakkan tenda kanopi di bawah papan nama dengan arahan kaya warna namun tetap
memperhatikan keserasian arsitektur bangunan dan tema koridor.
Tenda seperempat (1/4) bola Tenda lurus memanjang Tenda lengkung memanjang
Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi
Sumber : Olahan studio, 2013
o Menggunakan pergola untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk rangka pergola
yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.
o Peletakkan pergola di bawah papan nama.
o Menambahkan elamen lampu pada dinding wajah depan menggunakan lampu spotlight
atau lampu dengan armatur.
o Saat ini telah dipasang lampu spotlight untuk menyorot bagian fasad bangunan
khususnya pada Bangunan Cagar Budaya
tenda kanopi lengkung tenda kanopi lurus panjang tenda kanopi lengkung panjang
Gambar 3.20. Ilustrasi penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi, papan nama
dan lampu dinding dengan armatur
Sumber : Olahan studio, 2013
o Prinsip pemasangan papan nama iklan/reklame yang menempel pada bangunan dibuat
sedemikian rupa sehingga ukurannya tidak boleh menutupi fasad bangunan.
o Papan nama, reklame/iklan atau sponsor dipasang pada bagian antara kaki dan badan
wajah depan bangunan.
Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda
dan pergola tidak menutup fasad bangunan
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan
Sumber : Olahan studio, 2013
o Pemasangan nama toko tidak hanya pada wajah depan bangunan tetapi juga berorientasi
untuk kenyamanan pejalan kaki, sehingga papan nama dipasang menggantung pada
arcade untuk kemudahan saat membaca.
Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki
Sumber : Olahan studio, 2013
o Khusus untuk Kawasan Malioboro penempatan reklame dan signage diatur dalam Zona
Khusus sesuai arahan pada Raperda tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklame.
Zona khusus adalah zona yang bebas dari penyelenggaraan reklame kecuali untuk jenis
reklame dengan ketentuan sebagai berikut :
o Sedangkan billboard atau baliho hanya berada di koridor pelingkup kawasan Malioboro
dipasang pada tiang yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak boleh menghalangi
pandangan pada poros sumbu filosofis. Billboard atau baliho yang bertiang tersebut wajib
menggunakan ornamen bentuk serapan Eropa, seperti lampu khas Malioboro.
Gambar 3.24. Ilustrasi peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali
Sumber : Olahan studio, 2013
o Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial diarahkan untuk tata bangunan Koridor ventilasi
dan perumahan karena bentuk dan fasad sangat mempengaruhi wajah koridor ventilasi
dan karakter sub-sub kawasan (kampong-kampong) di dalam Kawasan Malioboro; kecuali
wajah bangunan pada koridor-koridor ventilasi Kampung Ketandan dan Kampung
Ngupasan karena kedua kampung ini diarahkan sebagai kampung Pecinan.
o Koridor ventilasi diarahkan untuk bangunan vertikal sebagai bentuk efisiensi lahan
dengan tetap mengacu pada aturan intensitas lahan dan menggunakan bentuk Arsitektur
Indis dan Arsitektur Kolonial pada bangunan atau bagian dari bangunan tersebut.
o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Indis pada koridor ventilasi mengacu pada
panduan rancang wajah bangunan secara umum maupun wajah pada koridor utama.
o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Cina pada koridor ventilasi mengacu pada
panduan rancang wajah bangunan Arsitektur Cina yang telah diuraikan di atas.
o Panduan rancangan untuk arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga
yang meliputi koridor ventilasi, koridor pelingkup dan sub kawasan (kampung-kampung)
di belakang koridor utama selain menggunakan Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina juga
menggunakan Arsitektur Kolonial.
o Panduan rancangan untuk gaya arsitektur Kolonial mempunyai ciri sebagai berikut:
- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masing-
masing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.
- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila
menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi
(bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol
kayu/besi, dan atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja di atasnya.
- Gunung-gunung sebagai sisi depan atap pelana, dalam bentuk segitiga berundak
dengan variannya.
- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak
- Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/takikan)
pada tepian dinding, dan/atau kaca patri / kaca timah.
- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari
permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.
- Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional.
- Beranda terbuka
- Pintu dan Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak
kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.
- Daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan
aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Kolonial.
- Bukaan jendela pada dinding luar relatif tidak banyak dan berukuran tidak besar
jika dibandingkan dengan gaya arsitektur Indis.
- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen
pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, dan/atau ornamen
besi/kayu.
Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.28. Bangunan bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan
Sumber : Olahan studio, 2013
o Untuk renovasi wajah bangunan pada koridor pelingkup sebagai zona penyangga
diarahkan menggunakan gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.
o Panduan rancang untuk gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial
mengikuti panduan rancang seperti arahan wajah bangunan pada koridor utama dan
koridor ventilasi.
o Panduan rancang untuk pemasangan papan nama, iklan dan sponsor mengikuti arahan
dan kaidah papan nama dan reklame seperti yang telah diuraikan di atas.
o Penataan bangunan mengikuti aturan intensitas pemanfaatan lahan seperti KDB, KLB,
KDH, Tinggi Bangunan dan Garis Sempadan (GSB).
o Area sempadan bangunan yang tercipta diarahkan sebagai penambahan tata hijau dan
area dropping barang.
Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Bangunan Cagar Budaya di dalam deliniasi RTBL Kawasan Malioboro dan telah ditetapkan
berdasarkan SK Penetapan Menteri, SK Penetapan Gubernur maupun SK Penetapan
Walikota/ Bupati, maka arahan kebijakan pelestarian mengacu pada Peraturan Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan
Budaya Dan Cagar Budaya. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan Kota
Yogyakarta tahun 2009, Kawasan Malioboro memiliki 21 unit BCB. Menurut persebarannya,
terdapat 10 BCB berlokasi di koridor utama (Jl. Malioboro-Jl. A. Yani) sementara selebihnya
tersebar di jalan ventilasi perkampungan Malioboro.
SK Penghargaan
No Nama Bangunan Alamat SK Penetapan Menteri/ Gubernur SK Penetapan Walikota/ Bupati
Gubernur/ Walikota
1 Benteng Vredeburg Jl. A. Yani No. 2-4 Yogyakarta Kep. Mendikbud. 0224/U/1981
2 Gedung Agung Jl. A. Yani No. 3 Yogyakarta SK Walikota No. 798/KEP/2009
3 Hotel Inna Garuda d/h Grand Hotel de Djogja Jl. Malioboro 60 SK Walikota No. 798/KEP/2009
4 Kompleks Gedung Kepatihan Jl. Malioboro Yogyakarta Per. Menbudpar No. PM. SK Walikota No. 798/KEP/2009
07/PW.007/MKP/2010
5 Gedung Nasional Perpustakaan Provinsi Jl. Jend. A. Yani No. 175, Kel. Sosromenduran, Per. Menbudpar No. PM.
Kec. Gedongtengen, Yogyakarta 25/PW.007/MKP/2007
6 Gereja Protestan "Marga Mulya" Jl. Jend. A. Yani No. 5, Kel. Ngupasan, Kec. Per. Menbudpar No. PM. SK Gubernur DIY 1999
Gondomanan, Yogyakarta 25/PW.007/MKP/2007
7 Gedung DPRD Provinsi DIY Jl. Malioboro No. 54, Yogyakarta SK Gub. No.210/KEP/2010
8 Pasar Beringharjo Jl. Pabringan No. 1 Yogyakarta SK Gub. No.210/KEP/2010 SK Walikota No. 798/KEP/2009
9 Apotek Kimia Farma Cabang I Yogyakarta Jl. A. Yani No. 179, Kel. Sosromenduran, Kec. Per. Menbudpar No. PM.
Gedongtengen, Yogyakarta 25/PW.007/MKP/2007
10 Apotek Kimia Farma Cabang II Yogyakarta Jl. A. Yani No. 121, Kel. Sosromenduran, Kec. Per. Menbudpar No. PM.
Gedongtengen, Yogyakarta 25/PW.007/MKP/2007
11 Rumah Kuno Lor Pasar Ny. Yosephine Unis Jl. Lor Pasar Beringharjo 41 SK Walikota No. 798/KEP/2009
12 Toko Liong Silvia Megawati Jl. Lor Pasar Beringharjo 40 SK Walikota No. 798/KEP/2009
13 Bangunan Toko Jl. Malioboro SK Walikota No. 798/KEP/2009
14 SD Netral D/h Dalem Cornelan Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009
15 Dalem Jogonegaran Kampung Jogonegaran SK Walikota No. 798/KEP/2009
16 Dalem Jayaningratan/Sosrodipuran (UPN 45) Jl. Dagen 219 SK Walikota No. 798/KEP/2009
17 Dalem Kusumodiningrat (Wisma PTM) Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009
18 Kantor PEPABRI Jl. Dagen SK Walikota No. 798/KEP/2009
19 Bangunan Cina Tjan Bian Thiong Jl. Pajeksan 16 SK Walikota No. 798/KEP/2009
20 Joglo Jogonegaran Jogonegaran RT 49/13 SK Walikota No. 798/KEP/2009
21 SD Negeri Sosrowijayan Jl. Sosrowijayan 21 SK Walikota No. 798/KEP/2009
Rencana sistem jaringan jalan pada Kawasan Malioboro ini adalah dengan menetapkan
dua hirarki koridor yaitu : koridor jalan kolektor sekunder meliputi Jl. Malioboro, Jl.
Ahmad Yani, Jl. Pasar Kembang, Jl. Abu Bakar Ali, Jl. Mataram, Jl. Suryotomo, Jl. KHA
Dahlan, Jl. Senopati, Jl.Bayangkara dan Jl. Gandekan Lor; dan koridor jalan lokal primer
yang mencakup koridor-koridor ventilasi. Koridor-koridor ini akan menjadi pola utama
dalam pembentukan struktur tata bangunan dan lingkungan Kawasan Malioboro ini.
2) Jalan Lokal
Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan
(ngejaman) sampai dengan titik 0 km
Sumber : Olahan studio, 2013
Pengaturan system multi entry , sehingga arus masuk Kawasan Malioboro tidak
terpusat pada node/ persimpangan hotel Inna Garuda sisi utara saja. Akses masuk
juga diarahkan melalui koridor ventilasi di Jl. Suryatmajan dari sisi timur
(persimpangan Hotel Melia Purosani) dengan pergerakan dua arah;
Sedangkan koridor ventilasi lain di sisi timur dan sisi barat sebagai jalur keluar
kawasan dengan arah pergerakan searah.
Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat
Sumber : Olahan studio, 2013
Menerapkan amdal lalu lintas untuk bangunan hotel atau mall baru yang akan
dibangun terkait dengan akses masuk lahan dan ketersediaan parkir.
Mempertegas amenity zone seperti zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama
Jl.Malioboro – Jl.A.Yani dan menggunakan elemen vertikal sebagai street furniture
seperti pepohonan dan lampu serta elemen lainnya seperti tempat sampah, bangku
taman sekaligus pot eksisting yang dapat digunakan sebagai bangku.
Zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama Jl.Malioboro – Jl.A.Yani ini selain
dilengkapi street furniture juga diselesaikan menggunakan material dekoratif dengan
desain yang menarik yaitu menggunakan paving blok batu andesit warna hitam
dipadukan dengan jenis batu alam lainnya.
Pot dan bangku eksisting Penambahan bangku taman Tempat Sampah Pot dan bangku eksisting
bentuk hasta brata ornamen bentuk serapan Eropa Menggunakan warna yang bentuk hasta brata
senada dengan lampu
Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki
Sumber : Olahan studio, 2013
Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum Departemen Pekerjaan
Umum mengacu pada Nomor 032/T/BM/1999 Lampiran No. 10 Keputusan Direktur
Jenderal Bina Marga Nomor 76/KPTS/Db/1999
Perencanaan Jalur pedestrian pada Koridor Utama Jl.Malioboro-Jl.A.Yani disarankan
di sisi timur selebar 5 - 7 meter ditambah dengan jalur tata hijau yang direncanakan
selebar 1,0 m sehingga total jalur pedestrian adalah 6 - 8 m.
Perencanaan jalur pedestrian pada koridor ventilasi dan koridor pelingkup adalah
sebagai berikut: Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan
orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki atau 2 orang pejalan
kaki yang berpapasan menjadi 150 cm.
Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat
perlengkapan jalan (street furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat,
pohon peneduh. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas
dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini.
Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum No.032/T/BM/1999
Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3% supaya tidak
terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan
memanjang jalan, yaitu maksimum7 %.
Tinggi ruang bebas trotoar tidak kurang dari 5 meter dan kedalaman bebas tidak
kurang dari 2,5 meter, yang diukur dari permukaan trotoar dan kebebasan samping
tidak kurang dari 0,3 meter.
Pemasangan jaringan utilitas baik di atas maupun di bawah trotoar harus
mempertahankan ruang bebas trotoar. Tinggi ruang bebas ini mempengaruhi
ketinggian pemasangan reklame dan jaringan utilitas lainnya seperti kabel udara.
Sedangkan kedalaman bebas mempengaruhi pemasangan pipa air bersih maupun
pipa kabel dan jaringan utilitas yang diletakkan di bawah tanah.
D. Moda Transportasi
Moda transportasi untuk pergerakan manusia khususnya pengunjung/wisatawan
adalah jenis “kendaraan wisata” yang terintegrasi dengan kawasan wisata lainnya
seperti Kraton dan Njeron Beteng dengan mengembangkan jalur kendaraan
tradisional/lokal non-motor seperti andong wisata dan becak wisata.
Panduan rancangan untuk Becak Malioboro adalah :
- Warna Becak Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat dan putih.
- Pada bagian badan becak sisi samping dicat dengan motif batik pola lereng dan
pada bagian aksen seperti list dicat dengan kombinasi warna hijau dan kuning.
- Pada bagian jok dan tenda menggunakan warna hitam dan putih.
E. Pola Parkir
Penataan sistem parkir kendaraan bermotor di Kawasan Malioboro direncanakan
dengan sistem parkir off street.
Parkir on street dan pada area pedestrian sisi timur koridor utama Jl. Malioboro dan
Jl. Ahmad Yani dialihkan ke kantong-kantong parkir komunal baik di dalam kawasan
maupun di dalam lingkup meso kawasan.
Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir di dalam kawasan perencanaan
meliputi lahan eks. UPN di belakang Hotel Melia Purosani, lahan eks.bioskop Indra,
taman parkir Abu Bakar Ali dan taman parkir utara benteng Vredeburg.
Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir yang terintegrasi secara meso
kawasan meliputi taman parkir Senopati, taman parkir Ngabean dan di Stasiun Tugu.
Gedung Parkir vertikal untuk parkir motor dan mobil diarahkan di Area Parkir Abu
Bakar Ali dan Area Parkir eks. UPN; sedangkan Area Parkir Eks. Indra diarahkan
untuk gedung parkir motor saja.
Gedung parkir yang dibangun vertikal menggunakan konstruksi baja, pre-cast
concrete dan sambungan HTB Bolt dengan sistem knock down, sehingga bangunan
dapat dibongkar, dipindah dan dipasang kembali dengan mudah
Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya
Sumber : Olahan studio, 2013
Untuk menambah kapasitas motor dan mobil, gedung parkir knock-down dapat
dipadukan dengan area parkir basement di bawahnya.
Gedung parkir vertikal baik untuk mobil maupun motor terintegrasi dengan toilet
umum untuk pengunjung Kawasan Malioboro.
A. Ruang Terbuka
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam
kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu.
Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman
kota, hutan dan sebagainya. Perencanaan tata hijau ini dapat menambah luas tajuk RTH.
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–
30% dari ruang milik jalan (RUMIJA) sesuai dengan kelas jalan.
Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu
fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Pemilihan jenis tanaman diarahkan
adalah tanaman khas daerah setempat, dapat memperkuat sumbu filososfi (poros Tugu-
Kraton-Panggung Krapyak). Selain itu dipilih tanaman yang disukai oleh burung-burung,
serta memiliki tingkat evapotranspirasi rendah.
Sistem tata hijau difungsikan sebagai penghijauan kota dengan menerapkan kembali
prinsip lansekap warisan budaya. Misalnya :
o ASEM : Nengsemke, yang berarti cantik dan menarik.
o TANJUNG : Sanjung, yang berarti membanggakan digunakan untuk
memperkuat sumbu filosofis; bunga dan daunnya cantik.
o GAYAM : Ngayemke, yang berarti memberikan kenyamanan.
Pulau Jalan dan Median Jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti
pada persimpangan atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur pemisah yang
membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih.
Median atau pulau jalan dapat berupa taman atau non taman. Penataan tanaman pada
median jalan berfungsi sebagai penahan silau lampu kendaraan dengan kriteria :
< 0.80 m, dipilih tanaman perdu yang mempunyai massa dan ketinggian agar tidak
mudah terinjak oleh penggunjung.
2) Jenisnya berbunga atau berstruktur indah, misalnya:
Melati Putih (Jasminus sambac).
Ceplok Piring
Soka berwarna-warni (Ixora stricata),
Lantana (Lantana camara),
3) Bermasa daun padat dan ditanam rapat
4) Permainan tekstur, warna, dan ukuran yang berbeda akan mampu memberikan
suasana ruang tertentu; sehingga pemilihan perdu pada median dapat disesuaiakan
dengan penentuan tema koridor utama, misalnya Melati untuk tema 1, Soka untuk
tema 2, Lantana dan Ceplok Piring untuk tema 4.
B. Tanaman perindang;
Tanaman perindang/peneduh yang telah ada tetap dipertahankan dan ditingkatkan upaya
pemeliharaannya. Penambahan dapat dilakukan pada lokasi yang kurang pohon peneduh.
Vegetasi dengan kategori pohon yang tinggi (8-18 meter) dan berdaun rindang ditanam
di area tepi jalan, yaitu area pejalan kaki berada karena berfungsi sebagai peneduh
sekaligus pelindung dari terik matahari, air hujan, asap dan lalu lintas kendaraan.
Pohon-pohon yang tinggi dan berdaun rindang membutuhkan area tanam yang lebar
agar sistem perakarannya tidak merusak lapisan penutup jalan seperti aspal atau paving
serta struktur bangunan, dengan jarak tanam 12 meter.
Pohon-pohon eksisting beserta pot yang berbentuk hasta brata yang ada di area
pedestrian sisi timur tetap dipertahankan.
Saat ini sudah ada program penambahan tata hijau dengan penanaman pohon tanjung
pada koridor ventilasi oleh BLH ( Badan Lingkungan Hidup ).
A. Tema
Tabel 3.10. Tema Sub Koridor Jalan Utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani
Penggal 1 ‘welcoming corridor’ Arsitektur Indis (Indo- Monochrome putih dengan warna
Jl. Pasar Kembang- Belanda) kusen, list dan aksen yang
Jl.Abubakar Ali Kecuali bangunan diselaraskan
sampai dengan sudah memiliki langgam Boleh menggunakan warna trade
Jl.Perwakilan arsitektur Cina mark perusahaan /korporasi
Penggal 2 ‘social corridor’ Arsitektur Indis Kaya warna
Jl.Perwakilan sampai Arsitektur Cina kecuali Boleh menggunakan warna trade
dengan BCB Kepatihan mark perusahaan /korporasi
Jl.Suryatmajan –
Jl.Pajeksan
Penggal 3 ‘culture corridor’ Arsitektur Cina Dominasi warna Merah dan Emas
Jl.Suryatmajan – Kecuali bangunan Boleh menggunakan warna trade
Jl.Pajeksan sampai sudah memiliki langgam mark perusahaan /korporasi
dengan Jl.Pabringan arsitektur Indis
Pembagian tema koridor utama yang berpengaruh pada langgam arsitektur bangunan
hanya diberlakukan pada bangunan-bangunan baru dan bangunan yang belum memiliki
tema. Apabila pada tema Arsitektur Indis terdapat bangunan Arsitektur Cina, maka
bangunan tersebut diperkuat dengan langgam Arsitektur Cina, begitu pula sebaliknya.
Pembagian tema pada koridor utama diharapkan tidak mengurangi karakter dan ciri
Malioboro. Sehingga untuk menciptakan kemenerusan (continuity) pada koridor utama
digunakan elemen street furniture lampu sebagai elemen penghubung.
Detil ornamen lampu khas Malioboro dengan bentuk serapan Eropa digunakan pada
detil streetscape lainnya seperti tempat duduk, tempat sampah dan penanda/pengarah
(signage) sehingga dapat memperkuat karakter Malioboro.
Selain penggunaan elemen streetscape sebagai elemen penghubung, elemen vegetasi
juga menjadi elemen penghubung untuk koridor utama Kawsan Malioboro.
KONSEP TEMA
KORIDOR UTAMA
Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis
Sumber : Olahan studio, 2013
Prinsip bentuk elemen lampu menggunakan bentukan lampu eksisting, sebagai bentuk
pelestarian bentuk-bentuk bernuansa khas Malioboro. Pola dasar ornamen
menggunakan pola organis yang merupakan bentuk serapan dari Eropa. Motif yang
digunakan merupakan pengembangan dari bentuk organis flora.
Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan Gambar 3.51.Panduan tempat duduk menggunakan
berdasarkan jenis sampah ornamen serapan Eropa yang serasi
dengan ornamen lampu khas Malioboro
Tempat Bangku
sampah taman
Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan
kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik
Sumber : Olahan studio, 2013
Sebagai ruang terbuka publik, pada saat kegiatan-kegiatan tertentu Jalan Malioboro dan
Jalan Ahmad Yani ditutup dan dipasang panggung panggung semi permanen (portabel).
Panduan rancang untuk panggung portabel menggunakan sistem knock down dan
modular, sehingga lebih fleksibel untuk ukuran dan kemudahan saat bongkar pasang.
Modul panggung portabel adalah 2.1 m x 1.2 m x 0.6 m
0.6 m
2.1 m
1.2 m
Modul panggung menggunakan rangka besi baja dilapis papan kayu kualitas baik dan
sebagai finishing atau pelapisnya menggunakan motif bentuk-bentuk serapan Eropa
seperti ornamen pada lampu khas Malioboro.
Dibutuhkan pengaturan node kawasan untuk kenyamanan aspek visual, yaitu keleluasaan
sudut pandang terhadap visual kawasan dari berbagai sudut/arah termasuk keleluasaan
visual pengendara kendaraan.
Kondisi bangunan sudut jalan perlu merespon persimpangan jalan agar tidak menggangu
arah pandang dan pengolahan sudut bangunan dapat membingkai persimpangan jalan
sehingga mampu mempertegas persimpangan node kawasan.
Bangunan sudut diarahkan untuk bidang pemasangan reklame atau iklan layanan
masyarakat.
Penataan building enclosure, baik itu terkait pada penataan building alignment atau
penjajaran massa bangunan, pengaturan ketinggian serta setback bangunan pada node
kawasan mengikuti kaidah tinggi bangunan (TB) seperti yang sudah diuraikan di atas.
Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node
entry point kawasan di sisi utara
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node
di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan
Sumber : Olahan studio, 2013
E. Material eksterior
Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung)
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan gaya arsitektur Indis dan Kolonial
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial
Sumber :analisis studio, 2013
Panduan rancangan untuk sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah dengan
memperhatikan keterpaduan antara sistem utilitas kota dan peningkatan kualitas sistem
prasarana dan utilitas lingkungan kawasan Malioboro.
o Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas pada Koridor Utama Jalan Malioboro –
Jalan Ahmad Yani dengan membuat saluran utilitas terpadu untuk tempat (shaft) pipa
kabel listrik, pipa kabel telekomunikasi dan pipa kabel optik.
o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan membuat saluran limpasan drainase di
bawah tanah (tersembunyi) untuk menambah daya tampung.
o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan menutup saluran menggunakan grill besi.
o Peningkatan kualitas pembuangan limbah PKL (khususnya PKL makanan) dengan
membuat bak penampung yang dilengkapi dengan pengolahan limbah PKL komunal.
Efluen hasil pengolahan dari bak pengolahan limbah PKL komunal yang sudah memenuhi
ambang baku mutu dapat dialirkan ke badan-badan air dan atau riol kota.
o Penyediaan sumber air bersih dan saluran distribusi air untuk PKL makanan.
o Penambahan intensitas lampu jalan khas Malioboro untuk memperkuat karakter
Kawasan Malioboro.
Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di
bawah median sisi timur koridor utama Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
Definisi dari sanitasi adalah air limbah domestik yang berasal dari perumahan dan
permukiman. Sedangkan air limbah sendiri dapat dibagi menjadi:
a. Air Kotoran; adalah air limbah yang berasal dari WC atau toilet. Air limbah yang
berasal dari WC diolah dahulu dalam tangki septik (STP) yang dilengkapi dengan bak
kontrol dan dialirkan ke saluran domestik.
b. Air Lemak; adalah air limbah yang berasal dari kamar mandi dan/atau dapur. Air
lemak diolah dan dialirkan ke dalam bak kontrol yang dialirkan ke saluran domestik.
c. Air Lemak buangan PKL makanan ditampung dalam bak penampung yang diambil
secara periodik atau diolah secara komunal dan dialirkan ke saluran domestik.
1) Sistem sanitasi/pembuangan air limbah setempat (on site System), yang biasanya
menggunakan tangki septik. Endapan lumpur tinja dalam tangki septik perlu dikuras
secara berkala dan diangkut dengan truk tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) untuk disempurnakan prosesnya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
Sistem air limbah setempat dapat berupa individual (untuk satu KK), yang dibangun
untuk satu rumah tinggal atau komunal (untuk lebih dari satu KK).
Sistem komunal biasanya ditempatkan di daerah komersil, pasar, daerah parawisata,
pertokoan, perkantoran atau daerah daerah yang padat penduduknya.
2) Sistem pembuangan air limbah terpusat (off site System). Pada sistem ini air limbah
disalurkan melalui jaringan perpipaan menuju ke instalasi Pengolahan air limbah
(IPAL) untuk diolah secara terpusat.
Faktor kepadatan penduduk menjadi indikator, tersedia atau tidak lahan yang cukup
untuk untuk membangun sistem pembuangan setempat atau terpusat. Apabila
kepadatan > 300 jiwa /ha maka sistem setempat tidak sesuai diterapkan, sehingga
harus memakai sistem terpusat.
Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama
sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
Arahan penataan dan pengembangan drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Mempertahankan pola pengaliran yang sudah ada
2) Melakukan singkronisasi slope (kemiringan saluran) melalui pengukuran dimensi,
pengerukan, peninggian saluran. Saluran-saluran tersebut di atas harus cukup besar
dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik.
3) Penyediaan/perbaikan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi sekunder
di tiap-tiap pekarangan ( rumah tangga ), serta optimalisasi pemanfaatan Sungai
Code dan Sungai Winongo sebagai sistem drainase primer.
4) Air hujan yang jatuh di atap harus segera dapat disalurkan ke saluran dengan pipa-
pipa atau bahan lain dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 m.
5) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh
jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kavling
bangunan yang bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota (zero run-off).
6) Pembuatan bak peresapan privat mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Arahan rancangan (design guidelines) untuk pengembangan jaringan listrik dan jaringan
telepon adalah sebagai berikut:
1) Memanfaatkan jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas telepon umum yang
sudah ada.
2) Mengatasi gangguan visual kabel udara, diusulkan penyelesaian sebagai berikut:
Pada tahap awal, langkah yang bisa dilakukan adalah merapikan jaringan kabel
udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan, antara lain
dengan penyeragaman posisi tiang dan merapikan kabel yang semrawut. Kabel
udara jaringan listrik yang menyeberangi jalan disyaratkan mempunyai tinggi
minimum 5 meter di atas permukaan jalan.
Pada tahap selanjutnya, 10 tahun ke depan direncanakan penggantian kabel
udara jaringan listrik dan penggantian kabel udara jaringan telepon yang telah
habis masa pakainya sesuai program PT.Telkom, untuk dialokasikan ke dalam
tanah, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan.
Mengganti kabel udara yang telah habis masa pakainya, dengan kabel tanah
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program PLN dan PT. Telkom,
sehingga jaringan listrik dan telepon di sepanjang jalan utama kota dalam jangka
panjang menggunakan kabel bawah tanah.
Jaringan kabel bawah tanah tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan
jaringan air bersih.
Usulan penempatan hidran merupakan bagian dari sistem keselamatan yang ditujukan
untuk mengantisipasi kebakaran. Sistem yang terpakai adalah sistem yang terintegrasi
dengan air bersih yaitu bergabung dengan jaringan distribusi air bersih dengan pilar
hidran single nozzle yang penempatannya diletakkan pada persimpangan-persimpangan
jalan dan tepi-tepi jalan yang lurus dengan jarak penempatan 150-300 meter dan dapat
diperpendek tergantung dari kebutuhan dan kepadatan bangunan dari rencana lokasi
penempatan hidran dengan syarat pemasangannya yang tidak boleh mengganggu
sirkulasi lalu lintas.
Hidran-hidran yang sudah terdapat diwilayah perencanaan yang sudah rusak agar dapat
difungsikan kembali penggunaannya. Setiap pipa hidran disadapkan pada pipa distribusi
air bersih dan debit setiap hidrant adalah 16,5 liter/detik dan pemasangan dilengkapi
dengan angker blok yang ditanam dibawah tanah. Arahan penambahan jaringan
pemadam kebakaran berupa hydrant pada koridor jalan utama, permukiman penduduk,
ruang-ruang terbuka publik serta sepanjang koridor perkotaan.
g. Mitigasi Bencana
(1) Ketentuan peringatan dini dan kesadaran warga ditetapkan sebagai berikut: