Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Risiko infeksi nosokomial atau infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan
(HALs: Healthcare Associated Infection) selain dapat terjadi pada pasien yang dirawat di
Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada petugas rumah sakit tersebut. Berbagai prosedur
penangganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan mikroba yang berasal dari
pasien.Infeksi yang dialami petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas
mengalami sakit sehingga tidak melayani pasien.
Upaya pencegahan penularan infeksi di Rumah Sakit melibatkan berbagai unsure,
mulai dari peran pimpinan sampai petugas kesehatan sendiri.Peran pimpinan adalah dalam
hal penyediaan system, sarana dan pendukung lainnya.Peran petugas adalah sebagai
pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi.Dengan berpedoman pada perlunya
peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit, maka perlu dilakukan pelatihan yang
menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan perugas dalam pencegahan infeksi di Rumah
Sakit.
Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi
nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam menerapkan
standard Precautions atau kewaspadaan standar, yaitu suatu cara penanganan baru untuk
menimimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan
status infeksi. Komponen kewaspadaan standar meliputi: kebersihan tangan (hand
Hygiene), penggunaan alat pelindung diri, pengelolaan linen rumah sakit, sterilisasi,
pengendalian lingkungan, kesehatan karyawan, dan pencegahan transmisi bloodborne serta
etika batuk. Untuk pasien rawat inap ditetapkan pula kewaspadaan isolasi (Isolation
Precautions), yaitu kewaspadaan tambahan untuk pasien-pasien menular secara droplet,
kontak, maupun airborne
Demikian pula halnya di Rumah Sakit “Kanjuruhan”, upaya pengendalian infeksi
nosokomial terus dilakukan, dengan berbagai keterbatasan, sangat disadari, bahwa dampak
infeksi sangat luas, baik bagi pasien, pengguna jasa rumah sakit maupun rumah sakit itu
sendiri. Sekalipun infeksi itu mungkin tidak mematikan, tapi mengakibatkan pasien lebih
lama tinggal di rumah sakit, lebih lama tinggal dalam kondisi non produktif, dan membayar
biaya lebih mahal untuk memperpanjang hari rawat inap dan pemakaian antibiotika. Bagi
1
rumah sakit biaya operasional semakin besar, dan dar sisi medikolegal, infeksi nosokomial
dianggap sebagai kelalaian rumah sakit karena tidak mengindakan standar pelayanan medis
maupun keperawatan, yang pada akhirnya akan berakibat buruknya kualitas kinerja rumah
sakit.
Pemerintah telah menetapkan pengendalian infeksi nosokomial ini sebagai salah satu
standar/tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit.Upaya menurunkan infeksi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu sasaran program keselamatan pasien.
Hal ini pula yang mendasari semakin dikembangkannya upaya pengendalian infeksi di
Rumah Sakit Umum Daerah “ Kanjuruhan” Kepanjen. Diharapkan dengan semakin
ditekannya kejadian infeksi nosokomial, maka kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum
Daerah “ Kanjuruhan” Kepanjen secara menyeluruh dapat semakin ditingkatkan dan
keselamatan pasien diutamakan
B. Tujuan Pedoman
Pedoman Pelayanan ini disusun untuk digunakan sebagai acuan pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan “
Kepanjen, demi mewujudkan keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit meliputi:
 Penerapan kewaspadaan standar serta kewaspadaan isolasi
 Penerapan Hand Hygiene
 Perawatan pasien Isolasi
 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB
 Pengaturan tentang penggunaan antibiotika, termasuk pemetaan kuman
 Pengaturan penggunaan antiseptic dan desinfektan
 Pengelolaan kebersihan, sampah dan limbah rumah sakit, berkoordinasi dengan sanitasi
rumah sakit
 Pengelolaan linen, berkoordinasi dengan urusan linen
 Pelayanan sterilisasi berkoordinasi dengan instalasi sterilisasi
 Pelaksanaan surveilans infeksi rumah sakit
 Pendidikan dan pelatihan SDM tentang PPI-RS berkoordinasi dengan Diklat Rumah Sakit

2
D. Batasan Operasional
1. Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan yang ditetapkan pada semua orang datang
ke fasilitas pelayanan kesehatan, dengan tujuan mencegah penularan penyakit yang
ditranmisikan melalui darah atau cairan tubuh komponen kewaspadaan standar
meliputi : kebersihan tangan (hand hygiene), alat pelindung diri (Sarung tangan, masker,
kacamata dan pelindung wajah, gaun/apron), pegelolaan linen, pengelolaan peralatan
perawatan pasien, pengendalian lingkungan, kesehatan karyawan dan pencegahan
transmisi bloodborne, etika batuk, serta pengelolaan makanan, gelas, cangkir dan
peralatan makan
2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi/ penularan (kewaspadaan isolasi), adalah
tambahan kewaspadaan standar yang ditetapkan pada pasien yang dirawat inap di
rumah sakit, terhadap risiko transmisi penyakit secara droplet,kontak,dan airborne
3. Hand hygiene atau kebersihan tangan merupakan pilar utama dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Hand hygiene meliputi kegiatan cuci tangan baik
mengunakan air dan sabun antiseptic (hand washing) maupun cuci tangan tanpa bilas
dengan mengunakan alcohol handrub
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi TB adalah upaya yang dilakukan oleh rumah sakit
untuk menurunkan risiko penularan TB melalui 3 (tiga) pilar utama yaitu : pilar
pengendaliar administrative, pilar pengebdalian lingkungan, dan pilar perlindungan
perorangan
5. Perawatan Pasien Isolasi adalah pengaturan terhadap perawatan pasien-pasien yang
harus dilakukan secara terpisah/tersendiri dalam ruang isolasi, baik oleh karena pasien
tersebut menular ataupun karena kondisi pasien sangat rentang terhadap infeksi lain.
Tujuan perawatan isolasi adalah agar tidak terjadi penularan dari pasien menular
kepada pasien lain, atau untuk mencegah pasien yang rentang (immune compromised)
tertular oleh infeksi lain di rumah sakit
6. Pengaturan menggunakan antibiotic adalah upaya yamng dilakukan rumah sakit untuk
mengatur pemakaian antibiotika sesuai dengan pola kuman yang ada di rumah sakit
umum daerah “Kanjuruhan” Kepanjen, dengan tujuan mencegah terjadinya resistensi
antibiotika
7. Peraturan penggunaan antiseptic dan desinfektan adalah upaya yang dilakukan rumah
sakit untuk menentukan antiseptic dan desinfektan yang digunakan, agar dapat

3
berfungsi dengan efektif mematikan kuman/ mikroorganisme yang terdapat pada
tangan petugas, peralatan/instrument serta lingkungan rumah sakit
8. Sterilisasi adalah suatu proses pengelolahan alat dan bahan, dengan tujuan mematika
semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi merupakan cara yang paling
aman dan efektif untuk mengelola alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan
darah atau jaringan dibawah kulit, yang secara normal bersifat steril
9. Surveilens adalah suatu kegiatan pengumpulan data infeksi, analisis interpretasi dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data infeksi, yang dilaksanakan secara terus
menerus dan sistematik, sehingga rumah sakit dapat mengetahui angka infeksinya dan
melakukan evaluasi untuk pengendalian selanjutnya
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Peraturan Mentri Kesehatan Repoblik Indonesia no 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang
keselamatan pasien Rumah Sakit
4. Keputusan Mentri Kesehatan Repoblik Indonesia no 1204/MENKES/SK/XI/2004 tentang
persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
5. Keputusan Mentri Kesehatan Repoblik Indonesia no 875/MENKES/SK/VIII/2001 tentang
Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
6. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia no 876/MENKES/SK/VIII/2001
tentangPedoman Teknis Analisis Dampak Lingkungan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia no 1335/MENKES/SK/VIII/2002
tentang
Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran sampel kualitas udara ruangan
Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia no 1087/MENKES/SK/VIII/2010
tentang standar Kesehatan dan Keselamat Kerja di Rumah Sakit
9. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Kesehatan Lainnya. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007
10. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya. Departeman Kesehatan Republik Indonesia-Perhimpunan Pengendalian Infeksi-
JHPIEGO tahun 2007
4
11. Surat Keputusan Bupati Malang No 33 tahun 2014 tentang struktur Organisasi dan Tata
kerja Rumah Sakit Umum Daerah

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Umum “ Kanjuruhan” Kepanjen , organisasi PPI di pimpin oleh Ketua Komite PPI. Distribusi
ketenagaan Komite PPI disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Adapun
pola ketenagaan komite PPI dengan tugas masing-masing terdapat dibawah ini :
Nama Jabatan Kualifikasi Jumlah Kebutuhan
Formal Non Formal
Komite PPIRS Dr Ahli Penyakit Pelatihan dasar 1 orang
Dalam PPI Nosokomial

 Dokter Sp.OT
 Pelatihan Dasar 1 orang
 Dokter Sp.OG PPI 1 orang
 Dokter Sp.P In house training 1 orang
 Dokter umum 1 orang
1 orang
1 orang
Laboratorium- Pelatihan Dasar 1 orang
Apoteker PPI 1 orang
Ahli Gizi - Pelatihan 1 orang
D3 kesling sterilisasi untuk 1 orang
Perawat PPI perawatt 1 orang
CSSD/Loundry strelisasi sentral 1 orang
IPCN 
D3 Keperawatan Pelatihan dasar 2 orang
PPI nosokomial
 Pelatihan IPCN
Observerd 
D3 Keperawatan Pelatihan dasar 17 orang
D3 Gizi PPI 1 orang
Apoteker 1 orang
Laboratorium 1 orang
CSSD/laundry 1 orang
D3 kesling 1 orang
D3 radiologi 1 orang
Lain-lain 2 orang

6
B. Distribusi Ketenagaan
1. Ditingkat Rumah Sakit, terdapat organisasi komite PPI yang diketuai oleh seorang dokter
Ahli Penyakit Dalam, beranggotakan lintas unit, diantaranya adalah dokter, dengan
berbagai bidang keahlian, (spesialis anak, penyakit dalam, kebidanan dan kandungan
serta paru), Gizi, farmasi, kesehatang lingkungan, keperawatan, pemeliharaan sarana
2. Ketua Komite PPI-RS di bantu oleh sekretaris komite
3. IPCN merupakan perawat yang melakukan control infeksi dan survailens di seluruh
Rumah Sakit. Di RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen IPCN belum melakukan tugas purna
waktu sehingga untuk menyisiasatinya terdapat 2 orang perawat PPI yang bertugas
setiap hari
4. Ditingkat unit pelayanan, yaitu disetiap ruang perawatan/ unit kegiatan terdapat
seorang observerd/IPCLN yang merupakan perpanjangan tangan IPCN dalam
melaksanakan program kerja Komite PPI
C. Pengaturan Jaga
1. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN diatur dalam giliran tugas sesuai unit pelayanan
yang terdapat di Rumah Sakit Umum “Kanjuruhan” Kepanjen. Semua perawat PPI yang
sudah melakukan pelatihan PPI berjumlah 3 orang bertanggung jawab dalam
melakukan kegiatan PPI dibantu oleh IPCLN/observerd di ruangan masing-masing.
2. Setiap bulan para IPCLN/observerd membuat laporan untuk d serahkan ke sektertaris
PPI untuk dibuat laporan PPI Rumah Sakit pertahun
3. Observerd/IPCLN menjalankan tugas control infeksi dan surveilans selama 6 hari dalam
seminggu dan dibatu oleh observerd masing-masing ruangan.

7
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Sarana Kesekretariatan
Ruang sekretariat dan tenaga sekretaris; Computer, printer dan internet; Telepon; Alat tulis
kantor
B. Dukungan Manajemen
- Penerbitan Surat Keputusan untuk Komite dan Tim PPIRS
- Anggaran atau dana kegiatan :
 Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT)
 Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang untuk pelaksanaan program, monitoring,
evaluasi, laporan dan rapar rutin
C. Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional
Kebijakan dan SPO yang perlu dipersiapkan adalah :
- Kebijakan manajemen diantarannya :
 Kewaspadaan standar
 Pengembangan SDM dalam PPI
 Pelaksana Surveilans
- Kebijakan Teknis: SPO tentang kewaspadaan standar, diantarannya :
 SPO cuci tangan
 SPO penggunaan APD
 SPO dekontaminasi dll
D. Pengembangan dan Pendididkan
- Komitr dan Tim PPI :
 Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
 Memeiliki sertifikat PPI
 Mengembangkan diri dengan mengikuti lokakarya, seminar, dsb
 Bimbingan teknis secara berkesinambungan
- Staf Rumah Sakit
 Semua staf Rumah Sakit harus mengetahui prinsip PPI
 Semua staf yang berhubungan dengan pelayanan harus mengikuti pelatihan PPI
 Rumah Sakit secara berkala melakukan sosialisasi/simulasi PPI

8
 Semua karyawan baru, harus mendapatkan orientasi PPI
- Mahasiswa
 Setiap mahasiswa yang praktek di RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen diwajibkan
mendapatkan orientasi/sosialisasi kegiatan PPI
 Setelah kegiatan sosialisasi diharapkan bisa dilakukan di lahan praktek

9
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Penerapan Kewaspadaan Standar Serta Kewaspadaan Isolasi


1. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien/orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Kewaspadaan standar dirancang untuk
perawatan bagi semua orang, pasien,petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan
apakah mereka terinfeksi atau tidak termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi
dengan penyakit menular dengan cara lain dan belum menunjukan gejala.
Kewaspadaan standar diterapkan untuk sekreta pernapasan, darah, dan semua
cairan tubuh serta semua eksreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh, dan
membrane mukosa. Penerapannya ditujukan untuk menggurangi risiko penyebaran
mikroorganisme dari sumber infeksi baik yang diketahui atau tidak, dalam system
pelayanan kesehatan seperti: pasien, benda yang tercemar, jarum atau spuit bekas
pakai. Penggunaan pelindung (barrier)fisik, mekanik atau kimia antara mikroorganisme
dengan individu baik untuk pasien rawat jalan, rawat inap atau petugas kesehatan
adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi.
Komponen Kewaspadaan Standar adalah :
1. Kebersihan Tangan (handwash atau handrub)
-setelah menyentuh darah, cairan tubuh,sekreta, eksreta dan barang-barang
tercemar
-segerah setelah membuka sarung tangan
-diantara kontak pasien
-sebelumdan sesudah melakukan tindakan invasive
-setelah menggunakan toilet
2. Sarung Tangan
-bila kontak dengan darah, cairan tubuh,sekreta, eksreta dan barang-barang yang
tercemar
-bila kontak dengan membrane mukosa/selaput lender dan kulit yang tidak utuh
-sebelum melakukan tindakan infasif
3. Masker dan Kacamata dan Pelindung Wajah:
10
Melindungi membrane mukosa mata, hidung, dan mulut terhadap kemungkinan
percikan ketika akan kontak dengan darah atau caoran tubuh
4. Gaun / Apron
-melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan ketika kontak dengan darah atau
cairan tubuh
-mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang melibatkan
kontak dengan darah atau cairan
-mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang melibatkan
kontak dengan darah atau cairan tubuh
5. Linen
-tangani lenen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau membrane mukosa
-jangan merendam/membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan
-jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengkibaskan linen kotor
-segera ganti linen yang tercemar/terkena darah atau cairan tubuh
6. Peralatan Perawatan Pasien
-tangani peralatan yang tercemar dengan benar untuk mencegah kontak langsung
dengan kulit atau membrane mukosa/selaput lender
-cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan
-cuci dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pengendalian lingkungan
-bersihkan, rawat dan desenfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien secara rutin setiap hari bila mana perlu
-isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan dan dapat
mencemari lingkungan, dalam ruangan terpisah/khusus (isolasi)
8. Kesehatan Karyawan dan Pencegahan Tranmisi Bloodborne
-hindari penutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa lakukan
dengan teknik satu tangan
-hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai
-hindari membengkokkan, menghancurkan atau manipulasi jarum denga tangan
-masukan instrument tajam ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air
-gunakan penghubung mutut (mouthplece/goedel), ambubag, atau alat ventilasi lain
untuk resusitasi mulut, secara langsung
9. Etika batuk
11
-sasaran pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, dengan infeksi saluran nafas
yang dapat ditransimisikan melalui batuk dan bensin
-selalu menutup mulut/hidung pada saat batuk atau bersin, memakai masker,
mencuci tangan setelah kontak dengan sekresi saluran nafas
-petugas dengan infeksi saluran nafas sebaiknya menggunakan masker pada saat
ditransportasikan dari satu unit ke unit yang lain di Rumah Sakit
2. Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Isolasi atau kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan kepada
semua pasien rawat inap, diperuntukan bagi pasien yang menunjukan gejala atau
dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi kuman yang sangat mudah menular yang
di tranmisikan secara droplet, kontak maupun airborne, dimana perlu upaya
pencegahan tambahan selain kewaspadaan berdasarkan transmisi perlu dilakukan
sebagai tambahan kewaspadaan standar.
Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan penularan /transmisi adalah sebagai berikut :
1) Kewaspadaan Penularan melalui Kontak. Kewaspadaan ini dirancang untuk
mengurangi risiko transmisi organism pathogen melalui kontak langsung atau tidak
langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit
dan berpindahnya organism selama kegiatan perawatan pasien. Tranmisi kontak
langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Tranmisi kontak tidak langsung dapat
terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan obyek yang tercemar yang
berada di lingkungan pasien. Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat
menular misalnya herpes zoster impetigo, kutu atau infeksi luka lainnya
memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak.
2) Kewaspadaan Penularan melalui percikan (droplet). Kewaspadan penularan melalui
udara dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui percikan bahan
infeksius. Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membrane
mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh percikan pertikel besar (> 5
µm/micron) yang menggandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan
tindakan seperti pengisapan lender dan bronskopi dapat menyebarkan
miroorganisme.
3) Kewaspadaan Penularan melalui udara (airborne). Kewaspadaan penularan melalui
udara dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui penyebaran partikel
kecil (5 µm) ke udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang
12
menggandung mikroorganisme infeksius. Partikel ini dapat tersebar dengan cara
batuk, bersin, berbicara dan tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan lender.
Partikel infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat
disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh.
Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi
melalui udara
Komponen Utama Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi dan Penerapannya:
 Menjaga kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan
 Tujuan penggunaan :
Melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, secret,
ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lender pasien dan benda yang terkontaminasi
 Jenis Sarung Tangan:
1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga
 Indikasi pemakaian sarung tangan
Harus dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau diperkirakan akan terjadi
kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput
lender pasien, dan benda yang terkontaminasi
 Hal yang harus diperhatikan pada penggunaan sarung tangan
1. Cuci tangan sebelum memakai dan sesudah melepaskan sarung tangan
2. Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien
3. Hindari jamahan pada benda-benda lain
4. Uji kebocoran saat proses pencucian
5. Teknik memakai dan melepaskan sarung tangan harus dipahami
 Masker, pelindung pernapasan, pelindung mata dan pelindung wajah
 Pelindung wajah
Tujuan : melindungi selaput lender hidung, mulut dan mata
Jenis alat yang digunakan “ : masker; kaca mata; visor
 Penutup kepala
Tujuan : mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala
petugas terhadap alat-alat daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala
atau rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien
13
 Gaun dan apron
Tujuan :Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lainnya yang dapat mencemari baju
Jenis :gaun pelindung tidak kedap air; gaun pelindung kedap air; gaun steril; gaun non steril
 Sepatu pelindung
Tujuan: Melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau lejatuhan alat kesehatan
Jenis :Sepatu karet atau plastic yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki
 Linen dan pakaian kotor
- meskipun linen tercemar oleh mikroorganisme patoghen, risiko penularan penyakit
akan minimal jika lenen ditangani dengan baik diangkut dan dicuci dengan cara yang
dapat mencegah penyebaran mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan
- petugas tidak boleh memegang lenen dekat tubuh atau mengibaskan lenen tersebut
- menjaga kebersihan, penangganan dan penyimpanan lenen bersih sangat dianjurkan
 Makanan, gelas, cangkir dan peralatan makan
- Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan, upayakan
penggunaan satu barang untuk satu pasien bila memungkinkan
- Tidak dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama peralatan makan pasien
- Peralatan makan dapat digunakan kembali untuk pasien suspek dan probable penyakit
menular dengan menerapkan pencegahan penerapan standar
- Piring dan peralatan makan yang akan digunakan kembali, dicuci dengan air panas dan
sabun deterjen, bila mungkin didalam mesin cuci piring
- Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan, piring dan
peralatan makan pasien
3. Pencegahan Infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien yang suspek
menderita penyakit menular melalui airborne/udara
Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatkan pengeluaran droplet nuclei
ke udara. Tindakan yang menghasilkan aerosol antara lain tindakan pengobatan yang
diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostic, bronkoskopi, pengisapan
jalan nafas, dan intubasi endotracheal
 Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi terhadap
kemungkinan penyakit menular melalui udara/ airborne sebelum memulai prosedur
yang menimbulkan aerosol
14
 Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular melalui
udara/airborne, hanya dilakukan bila ada indikasi medis yang penting
 Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan
melalui udara
A. Penerapan Hand Hygiene
Hand hygiene merupakan pilar utama pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit. Penerapan prosedur kebersihan tangan oleh seluruh petugas rumah sakit dilakukan
dengan dua cara, yaitu cuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptic, dan air
mengalir serta cuci tangan dengan menggunakan handrub.
B. Pengelolaan Kebersihan dan Limbah Rumah Sakit
 Pengelolaan kebersihan dan limbah Rumah Sakit
Ruang lingkup pengelolaan kebersihan dan limbah rumah sakit meliputi
pengelolaan limbah infeksius maupun non infeksius yang terjadi oleh karena
kegiatan pelayanan Rumah Sakit. Kegiatan pengelolaan limbah rumah sakit
merupakan tanggung jawab petugas kebersihan Rumah Sakit, dibawah
pengawasan sanitarian rumah sakit, berkoordinasi dengan Tim PPIRS
a. Tujuan pengelolaan sampah:
- Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
- Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
- Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
- Membuang bahan-bahan berbahaya (toksik dan radioaktif) dengan aman
- Tumpukan sampah terbuka harus dihindari, oleh karena :
Menjadi obyek pemulung
Dapat menyebabkan perlukaan
Menimbulkan bau busuk
Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya
b. Batasan limbah Rumah sakit
Secara umum limbah rumah sakit dibedakan menjadi limbah padat/sampah
dan limbah cair, sampah rumah sakit tersebut dibagi menjadi :
 Sampah infeksius :
Yaitu sampah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh pasien, dan
dikategorikan sebagai limbah yang berisiko tinggi serta bersifat menularkan

15
penyakit.Dapat berasal dari tindakan klinis, laboratorium, atau obat
sitotoksik dan senyawa radioaktif.
 Sampah non infeksius/sampah umum:
Yaitu sampah yang tidak tercemar oleh darah atau cairan tubuh pasien,
sehingga berisiko rendah
c. Penanggulangan sampah infeksius
Sampah infeksius beresiko tinggi untuk menularkan penyakit, rumah sakit
berkewajiban mengelolannya dengan benar untuk menghindari penularan
penyakit melalui sampah tersebut
Sampah Infeksius tersebut antara lain :
- Darah atau cairan tubuh lainnya (urine, muntahan, cairan efusi, ascites, dll)
material yang menggandung darah kering seperti perban, kassa dan benda-
benda dari kamar bedah atau ruang tindakan
- Sampah organic, misalnya jaringan potongan tubuh dan plasenta
- Benda-benda tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit, pisau
bedah, tabung darah, pipet, atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius
Kantong sampah Infeksius :
- Sampah infeksius dibuang kedalam kantong sampah warna kuning yang
tersedia di tiap unit pelayanan, dipisahkan antara sampah infeksius tajam
dan tidak tajam
- Sampah infeksius tajam dibuang dalam sampah yang kedap air dan kedap
tusukan
- Sampah sitostatika dibuang dalam sampah warna ungu
 Sampah infeksius dan sampah sitostatika dibakar di incinerator
Pembuangan sampah infeksius :
 Tempat sampah harus terbuat dari wadah anti tusukan dan dilapisi
kantong sampah sesuai dengan jenis sampah infeksius serta tertutup.
Upayakan tempat sampah yang dibuka dengan injakan, sehingga
meminimalkan kontaminasi kotoran kepada petugas
 Tempat sampah harus ditempatkan di dekat lokasi terjadinya sampah dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah ke mana-mana
meningkatkan risiko infeksi bagi pembawanya) terutama penting sekali

16
terhadap benda tajam yang membawa risiko kecelakaan/perlukaan bagi
petugas kesehatan dan staf
 Cuci semua wadah sampah setiap hari, dengan larutan pembersih
disinfektan dan sabun, serta bilas dengan air
 Gunakan wadah terpisah antara sampah yang akan dibakar dengan sampah
yang akan di daur ulang/tidak dibakar. Hal ini untuk menghindari petugas
memisahkan sampah dengan tangan, yang berisiko perlukaan/ infeksi
 Gunakan perlengkapan pelindung (APD) pada saat akan menangani sampah
 Cuci tangan atau gunakan handdrub setelah melepaskan sarung tangan
setelah menangani sampah
 Pembunangan sampah medis di Rumah Sakit “Kanjuruhan” dilakukan
dengan membakar pada incinerator dengan suhu tinggi
d. Penanganan sampah non infeksius
 Sampah non infeksius dibuang ditempat pembuangan sementara yang
tersedia, sedangkan untuk pengelolaannya bekerjasama dengan petugas
dinas kebersihan kabupaten Malang. Petugas kebersihan kabupaten
Malang mengangkut sampah non infeksius dari TPS Rumah Sakit setiap hari
 Sampah non infeksius di tiap unit pelayanan di buang ke dalam kantong
sampah berwarna hitam
e. Penanganan limbah Laboratorium
Limbah laboratotium dikelola sebagai limbah infeksius, limbah padat dikelola
sebagaimana sampah infeksius, sedangkan limbah cair dialirkan ke system
pengelolaan limbah cair dari seluruh rumah sakit
f. Penanganan limbah darah
Limbah darah yang sudah keluar dari Bank darah dan tidak digunakan
disebabkan karena pasien alergi, meninggal, dll dibuang ke tempat sampah
medis dan untuk selanjutnya ditangani di incenerator
g. Penanganan limbah cair
Limbah cair di RSUD “ Kanjuruhan” dikelola dengan system biodetok, yaitu
dengan menggunakan bakteri biodetok untuk menguraikan limbah cair. Setiap
bulan hasil outlet dari IPAL diperiksa ke laboratorium untuk pemenuhan
parameter sebelum dibuang ke badan air.
h. Penanganan limbah Farmasi
17
Dalam jumlah kecil, sampah farmasi (obat dan bahan obat) dapat dikumpulkan
dengan sampah medis lainnya untuk kemudian dibakar di incinerator. Jika
jumlah banyak, metode pembuangan sampah farmasi dilakukan sebagai
berikut :
 Sitostatika dan antibiotic dapat diinsinerasi, sisanya dikubur di tempat
pemerataan tanah
 Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan
vitamin, obat batuk, cairan intravena,dan lain-lain dapat diencerkan
dengan sejumlah besar air lalu dibuang ke tempat pembuangan limbah
cair Rumah Sakit untuk kemudian dip roses disana
 Sampah sitotoksika tidak boleh dibuang ke sungai, kali telaga,danau
atau area pamerataan tanah
Sarana Pendukung Kebersihan
Sarana pendukung pelaksanaan kegiatan kebersihan di RSUD “ Kanjuruhan”, meliputi :
a. Kelengkapan petugas dan pelindung diri, diantaranya sarung tangan karet, sepatu boot,
baju kerja, topi, kacamata, masker
b. Peralatan kebersihan, sapu, mob,ember,kereta sampah infeksius, kereta sampah non
infeksius, sikat dan sebagainya
c. Tempat penampungan sampah: tempat penampungan sementara untuk sampah non
infeksius sebelum diambil petugas dinas kebersihan kota, tempat sampah di unit-unit
pelayanan yang dibedakan atas tempat sampah infeksius (kantong kuning) dan tempat
sampah non infeksius (kantong hitam), sampah sitostastika (kantong ungu) dan sampah
radioaktif (kantong merah)
d. Alat pembakar sampah/incenerator
i. Pengelolaan Linen Rumah Sakit
Tim PPIRS berkoordinasi dengan urusan linen dalam pengolalaan linen Rumah Sakit Sbb:
 Pengelolaan Linen kotor
1) Pengelolaan lenen kotor mulai dari unit perawatan, yaitu sejak pengumpulan linen
kotor, pemisahan linen kotor berdasarkan infeksius tidaknya, proses
dekontaminasi/spooling, dilanjutkan proses pencucian dibagian pencucian, sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan
2) Petugas yang bertanggung jawab dalam proses ini adalah petugas linen dan petugas
pencucian
18
3) Penggunaan APD yang sesuai harus dipenuhi dalam hal mengelola linen kotor.
Wadah untuk membawa linen kotor non infeksius maupun linen bersih harus
terpisah dan merupakan wadah yang tertutup
4) Dalam meminimalkan risiko infeksi monitoring linen dilakukan dengan cara swab
linen setahun sekali
 Distribusi dan Penyimpanan Linen bersih
Distribusi linen kotor/linen bersih dari ruang pewaratan ke pencucian atau sebaliknya
dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dengan menggunakan bukti ekspedisi
 Penyediaan linen siap pakai
Linen siap pakai disimpan di tiap unit pelayanan, dengan tetap memperhatikan standar
penyimpanan, yaitu :
1) Lemari penyimpanan selalu bersih, kering, tidak lembab dan tertutup rapat
2) Lemari penyimpanan jauh dari pelayanan pasien/terhindar dari kontaminasi
3) Pencahayaaan 200-500 lux, sesuai dengan pedoman pencahayaan Rumah Sakit,
suhu 22-27⁰c dan kelembaban sekitar 45-75%RH
4) Inventarisasi lenen menjadi tanggung jawab unit pelayanan yang menyimpan dan
harus selalu dilakukan cross check antara jumlah linen yang dipakai dengan linen
kotor dan stok linen bersih
 Pengunaan linen bersih
1) Linen bersih digunakan dengan prinsip FIFO (first in first out), yaitu linen yang lebih
dahulu disimpan, dipakai lebih dahulu
2) Sebelum memegang linen bersih, petugas harus mencuci tangan terlebih dahulu
j. Pelayanan Sterilisasi
1). Pelayanan sterilisasi berkoordinasi dengan instalasi sterilisasi sentral untuk
mengetahui proses dari perencanaan, pengadaan, dekontaminasi, sampai
sterilisasi dilakukan sesuai dengan prisip pengendalian infeksi
2). Sterilisasi yang diadakan di luar unit ISS dikhususkan untuk pelayanan Cito
dan adapun unit yang melakukan itu adalah : Istalasi Bedah Sentral, Poli Gigi,
Ruang perawatan Imam bonjol dan ruang perawatan Dipenogoro
k. Perawatan pasien Isolasi
Ruangan isolasi adalah ruangan perawatan khusus di Rumah Sakit yang digunakan untuk
merawat pasien dengan kondisi medis tertentu secara terpisah dari pasien lain, dengan
tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi dari pasien tersebut kepada pasien yang
19
lain atau kepada petugas kesehatan, atau sebaliknya. Mencegah pasien tersebut tertular
infeksi lain dirumah sakit karena daya tahannya yang rendah (immune compromised).
Dengan demikian ruang isolasi berfungsi untuk membantu memutus siklus penularan
penyakit serta melindungi pasien dan petugas kesehatan.
a. Fasilitas Perawatan Isolasi di Rumah Sakit “Kanjuruhan” Kepanjen
 Ruang isolasi yang terdapat di rumah sakit umum “ Kanjuruhan” Kepanjen, adalah
ruang isolasi bertekanan standar atau bertekanan normal. Ruang isolasi ini dapat
digunakan oleh pasien-pasien yang menular secara droplet ataupun kontak
 Sedangkan pasien kritris yang memerlukan perawatan intensif sekaligus
memerlukan perawatan isolasi, menyediakan sebuah ruang perawatan isolasi
yang dilengkapi dengan pengaturan tekanan udara dan hepa filter, sehingga
dapat diatur untuk ruang isolasi bertekanan negative, bagi pasien-pasien
menular, ataupun diatur sebagai ruang berisolasi bertekanan positif untuk pasien
(immune compromised), yang rentan tertular oleh infeksi lain
b. Indikasi Perawatan di Rumah Sakit “Kanjuruhan” Kepanjen
1) Ruang isolasi di Rumah Sakit Umum “Kanjuruhan” Kepanjen diindikasikan untuk
pasien menular secara droplet atau kontak
2) Penularan secara droplet adalah penularan melalui percikan ludah saat
berbicara atau buruk, biasanya sifat pathogen mikroorganisme penyebabnya
tidak cukup infeksius dalam jarak yang lebih jauh, maka pengaturan udara dan
ventilasi secara khusus tidak terlalu diperlukan untuk mencegah penularannya
3) Penularan secara kontak
4) Droplet precaution dan contak precaution ditujukan untuk mencegah transmisi
pathogen yang disebarkan melalui secret udara napas atau kontak dengan
selaput lender pernapasan, misalnya dengan penerapan hand hygiene,
penggunaan APD yang tepat, serta prosedur penempatan pasien yang tepat
5) Ruang isolasi RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen tidak cukup memadai untuk pasien
perawatan pasien dengan airborne infection. Kasus airborne yang dapat dirawat
di ruang isolasi RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen
6) Pasien dengan kasus airborne yang fatal seperti SARS, flu burung/avian
influenza, yang mungkin ditemukan di RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen, akan
dirujuk ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih baik seperti Rumah sakit
Saiful Anwar Malang, dengan tetap melakukan kewsapadaan transmisi
20
7) Untuk kasus HIV AIDS yang ditemukan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen di
arahkan ke klinik VCT
Pelaksanaan Kewaspadaan Standard an Kewaspadaan Isolasi pada Pasien Isolasi
1) Petugas harus melakukan prosedurcuci tamgan setiap kali sebelum dan sesudah memasuki
ruang isolasi
2) Petugas harus menggunakan APD pada saat melakukan tindakan perwatan/tindakan
kedokteran kepada pasien-pasien isolasi (mis : masker, sarung tangan, skort)
3) Pasien yang menular secara droplet/airborne yang harus ditransfer ke unit pelayanan lain,
harus menggunakan masker selama proses transfer
Prosedur pembersihan kamar isolasi setelah digunakan
1) Kamar isolasi wajib dibersihkan secara rutin dua kali sehari sesuai dengan prosedur
pembersihan ruang isolasi
2) Pembersihan kamar isolasi dilakukan terakhir kali setelah semua ruang perawatan lain
dibersihkan
3) Petugas yang membersihkan kamar isolasi harus menggunakan APD lengkap
4) Pembongkaran kamar isolasi harus dilakukan setiap kali kamar isolasi selesai digunakan
sebelum digunakan oleh pasien yang lain, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
5) Setelah pembongkaran, sterilisasi ruang dengan lampu ultraviolet dapat digunakan di
kamar isolasi untuk mengurangi risiko transmisi pathogen melalui kemampuan lampu
ultraviolet melakukan surface sterilisasi
Pengaturan Penempatan Pasien
1) Pengaturan penempatan pasien adalah komponen penting dalam kewaspadaan isolasi.
Ruang khusus penting untuk mencegah transmisi direk-indirek melalui kontak, khususnya
jika pasien memiliki kebiasaan kebersihan yang buruk, potensial mengkontaminasi
lingkungan, atau tidak dapat diharapkan dapat mendukung upaya pengendalian infeksi
dalam rangka transmisi mikroorganisme (mis: pasien bayi, anak-anak, pasien dengan
perubahan status mental)
2) Pasien yang potensial mentransmisikan mikroorganisme pathogen secara droplet/kontak
ditempatkan pada ruang perawatan khusus/isolasi yang dilengkapi dengan fasilitas cuci
tangan dan kamar mandi, untuk mengurangi kemungkinan transmisi mikroorganisme
3) Jika ruang perawatan khusu tidak tersedia, pasien infeksi hendaknya ditempatkan dengan
pasien yang sejenis (kohorting). Pasien yang terinfeksi oleh mikroba yang sama, dapat
ditempatkan dalam ruang perawatan yang sama untuk mencegah agar mereka tidak
21
terinfeksi oleh mikroorganisme pathogen yang lain, dan kemungkinan terjadi reifeksi oleh
mikroorganisme yang sama menjadi minimal
4) Alternative lain adalah dengan melakukan mengumpulkan pasien-pasien yang sejenis. Ini
sangat membantu pada keadaan KLB atau keterbatasan ruang perawatan khusus. Apabila
keduanya tidak memungkinkan dilaksanakan (isolasi/kohorting), sangat penting untuk
mendiskusikan epidemiologi penyakit dan mode transmisi penyakit dengan para ahli
pengendalian infeksi,atau setidaknya dengan Tim PPIRS
Tranportasi Pasien Isolasi
1) Batasi perpindahan dan pengeseran pasien infeksius, khususnya pasien terinfeksi
miroorganisme yang virulen dan penting secara epidemiologi
2) Pastikan bahwa pasien meninggalkan ruangan perawatannya hanya karena indikasi yang
kuat dan esensial untuk mengurangi kemungkinan transmisi penyakit
3) Dalam melakukan transportasi pasien, penting untuk diperhatikan:
 APD yang lengkap sesuai indicator (masker, gaun/apron) dikenakan pada pasien untuk
menurunkan kemungkinan transmisi kepada pasien lain, petugas kesehatan atau
pengunjung Rumah Sakit, serta kontaminasi terhadap lingkungan
 Petugas kesehatan di unit yang dituju harus mendapatkan informasi terhadap
kedatangan pasien infeksius tersebut, dan langkah pencegahan yang harus dilakukan
sehubungan dengan transmisi penyakitnya
 Kepada pasien harus di informasikan langkah/tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
membantu mencegah transmisi penyakit yang dideritanya kepada orang lain
Pilar Pengendalian Administratif, meliputi :
1. Rencana Pengendalian Infeksi
o Memastikan penegakan diagnose secara dini pada pasien dan petugas yang diduga TB
o Memberikan edukasi/informasi mengenai etika batuk/hygiene respirasi
o Membatasi aktivitas pasien. Dokter konsultan sebaiknya datang keruangan pasien, dan
jika pasien harus keluar ruangan, pasien harus menggunakan masker
o Pasien TB harus dipisahkan dengan pasien lain (terutama pasien immune compromised)
di unit rawat jalan dan rawat inap, sesuai ketentuan yang ada di RSUD “ Kanjurahuan”
Kepanjen
o Ruang pasien TB harus memiliki ventilasi yang baik, dan terpisah dari pasien lain. Jika
tidak memungkinkan satu kamar untuk satu pasien, lakukan pengelompokan dengan
jarak antar pasien minimal 2 meter
22
o Membatasi jumlah pengunjung
o Memulai OAT secara tepat pada pasien
2. Pendidikan dan pelatihan petugas puntuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
ketrampilan dalam pengendalian infeksi TB/TB MDR
3. Penyuluhan kepada pasien, pengunjung dan masyarakat tentang pentingnya pencegahan
dan pengendalian infeksi TB
Pilar Pengendalian Lingkungan
1. Pengendalian lingkungan yang bisa dilakukan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen meliputi
pengaturan ventilasi diruang isolasi dengan menggunakan ventilasi campuran yaitu exhaust
fan dan ventilasi alami
2. Radiasi sinar ultraviolet (ultra violet Germicidal Irradiation=UVGI) digunakan untuk
memperoleh surface sterilisasi pada ruangan yang digunakan oleh pasien TB, atau pada
ruang tunggu dan ruang pemeriksaan pasien TB di poliklinik
Pilar Perlindungan Perorangan
1. Perlindungan perorangan yang digunakan mengacu pada kewaspadaan standar, yaitu:
sarung tangan, masker, kaca mata, topi/penutup kepala, baju kerja dan sepatu boot
2. Sepatu pelindung harus digunakan selama berada didalam ruang laboratorium, dan sepatu
terbuka/sandal tidak direkomendasikan untuk digunakan
3. Penggunaan APD yang mengacu pada kewaspadaan isolasi yaitu
a) Respirator partikulat untuk petugas yang berhubungan langsung dengan pasien (N95).
Sebelum digunakan, lakukan fit test dulu untuk memastikan respirator pas digunakan
dan tidak bocor, sehingga memberikan perlindungan optimal
b) Masker bedah bagi pasien TB MDR untuk mengurangi kemungkinan pajanan kepada
orang lain dan lingkungan sekitarnya
c) Pelaksanaan edukasi etika batuk dengan benar, baik bagi pasien TB maupun pasien
batuk lainnya.hindari batuk di tempat banyak orang, hindari menyentuh muka setelah
batuk/bersin dan jangan bertukar sapu tangan dengan orang lain
d) Penanganan sputum jika terjadi kecelakan: jika terjadi tumpahan sputum, gunakan
handuk/kain yang telah dibatasi disenfektan untuk menutup tumpahan tersebut hingga
terserap kemudian lantai dibersihkan dengan desinfektan. Direkomendasikan untuk
menutupruangan tersebut selama 1 jam sebelum digunakan kembali. Petugas
hendaknya menggunakan APD yang sesuai saat membersihkan sputum tersebut
e) Penyediaan sarana cuci tangan di area pasien/pengunjung
23
f) Perlindungan transportasi pasien
Penanganan TB-MDR di Rumah Sakit “Kanjuruhan” Kepanjen
1) Penanganan TB-MDR di RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen
2) Pasien TB-MDR (Multidrugs Resistant Tuberculosis) tidak di tangani oleh RSUD “
Kanjuruhan” Kepanjen. Jika ditemukan pasien diduga menderita TB-MDR pasien dirujuk ke
Rumah Sakit Saiful Anwar untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebijakan
pengobatan TB yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kab Malang
3) Pengaturan Penggunaan Antibiotika, termasuk Pemetaan Kuman
4) Resistensi kuman dapat terjadi oleh karena penggunaan antibiotika yang tidak bijaksana
yang antara lain meliputi : pemberian yang berlebihan, pemberian dibawah dosis
optimal,lama pemberian antibiotika tidak tepat, atau misdiagnosis yang menyebabkan
pilihan antibiotika tepat. Maka diperlukan pengaturan dalam hal penggunaan antibiotika,
agar diperoleh penggunaan yang bijaksana. Tujuan kebijakan penggunaan antibiotika ini
adalah mencapai peresepan/penggunaan antibiotika yang efektif dan ekonomis, untuk
meminimalkan resistensi kuman tanpa meninggalkan efek terapi yang diharapkan
Kriteria penggunaan antibiotika yang bijaksana meliputi :
1) setiap antibiotika harus teruji dalam diagnosis klinisnya dan telah terbukti serta dikenali
maupun memberikan efek terapi terhadap mikroorganisme
2) pemeriksaan kultur sebaiknya dilakukan sebelum memulai pemberian antibiotika
3) Pemilihan antibiotika sebaiknya tidak didasari pada riwayat penyakit dan agen pathogen
saja, namun juga mempertimbangkan pula sensitivitas, toleransi pasien dan biaya
4) Dokter harus memperoleh informasi tentang resistensi kuman di Rumah Sakit secara
berkesinambungan
5) Gunakan antibiotika yang spesifik untuk infeksi
6) Jika mungkin, hindari penggunaan antibiotika secara kombinasi
7) Batasi penggunaan antibiotika selektif
8) Gunakan dosis yang tepat. Dosis rendah dapat menyebabkan inefektif terapi, dan memicu
strain kuman menjadi resistensi. Dosis yang berlebihan dapat meningkatkan side efek, dan
tetap tidak mencegah resistensi kuman.
9) Secara umum, penggunaan satu seri antibiotika berkisar antara 5-14 hari, tergantung jenis
infeksinya. Terdapat indikasi tertentu untuk penggunaan yang lebih lama. Apabila
pemakaian 3 hari tidak menunjukan efektivitas, maka antibiotika harus dihentikan dan
dilakukan penilaian kembali terhadap status pasien
24
10) Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diberlakukan kebijakan sebagai berikut :
11) Indikasi penggunaan antibiotic di rumah sakit harus mengacu pada buku Pedoman
Penggunaan Antibiotika dan Buku Peta kuman dan Kepekaan terhadap berbagai antibiotika
yang diterbitkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah “ Kanjuruhan” Kepanjen
12) Buku pedoman antibiotika disusun disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi dan harus
dievaluasi ulang minimal setiap 3 bulan sekali
13) Buku peta kuman dan kepekaan terhadap berbagai antibiotika disusun setiap tahun untuk
memantau pengeseran pola resistensi yang dapat mempengaruhi terapi antimikroba
14) Standarisasi antibiotika di Rumah Sakit berlaku untuk semua dokter yang merawat di
Rumah Sakit Umum Daerah “ Kanjuruhan” Kepanjen
15) Untuk setiap jenis antibiotika maksimal di sediakan 5 sediaan paten, namun tetap
dianjurkan menggunakan sediaan generic sebagai alternative pertama
16) Tim PPIRS turut bertanggungjawab member masukan kepada Komite Farmasi dan Terapi
dalam hal pemantauan resistensi dan pemeriksaan pemetaan kuman di RSUD “
Kanjuruhan” Kepanjen
Pengaturan Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan
a. Pengertian
Antiseptic adalah densinfektan yang digunakan untuk kulit dan tubuh bagian luar
lainnya.Sedangkan desinfektan sendiri digunakan untuk peralatan, perabot, lingkungan dan
sebagainya.Desinfektanadalah:senyawa kimia yang dapat mematikan/menghancurkan
pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan desinfekstan merupakan proses
mematikan/menghancurkan mikroorganisme, namun mampu menurunkannya sampai
tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Perbedaan desinfeksi dengan sterilisasi
adalah proses sterilisasi mampu mematikan semua mikroorganisme termasuk spora
b. Factor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan Desinfektan
1. Telah diketahui bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai tingkat sensivitas yang
berbeda terhadap zat kimia tertentu. Lebih mudah memastikan bakteri gram positif dari
pada bakteri gram negative, disebabkan perbedaan pembentukan dinding sel kuman
TBC lebih resisten terhadap densinfektan, dan spora jauh lebih resinten lagi terhadap
berbagai desinfektan
2. Tingkat sensitivitas terhadap desinfektan tergantung dari tingkat keasaman, jadi
susunan virus yang asam akan lebih peka daripada yang tidak aman

25
3. Bahan kimia yang dipakai biasanya tidak bersifat stabil dalam waktu lama, sehingga
harus selalu digantikan dan dibuat yang baru sesuai dengan spesifikasi masing-masing
jenin desinfektan
4. Beberapa jenis desinfektan dapat menimbulkan karat/korosif sehingga harus dilakukan
pembilasan untuk melindungi pemakaian dan proses berkarat.
c. Peranan Instalasi Farmasi dan Persiapan dan Penggunaan Antiseptik dan Desinfektan
1. Antiseptic dan desinfektan yang digunakan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen disiapkan
oleh Instalasi Farmasi
2. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap pembuatan,pengeceran, pengemasan
serta pendistribusian larutan antiseptic dan desinfektan tersebut, termasuk persiapan,
pencucian dan pengeringan wadah yang akan digunakan
3. Instalasi Farmasi bertanggung jawab atas pelebelan larutan secara jelas, serta sosialisasi
kegunaan masing-masing larutan, serta pengamananya
4. Unit pemakaian tidak diperkenankan melakukan pengenceran sendiri, ataupun
mencampurkan desinfektan baru ke dalam wadah desinfektan sisa untuk mencegah
perubahannya konsentrasinya dan efektifitas bahan.
Pelaksanaan Surveilans Nosokomial
1. Pengertian Surveilans
Surveilans adalah untuk kegiatan yang dilaksanakan scara terus menerus dan sistematik
dalam bentuk penggumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi
hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan
Surveilans infeksi nosokomial adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus
dalam penggumpulan, identifikasi, analisis, dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang didiseminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan
2. Tujuan Survailans
1) Memperoleh data dasar infeksi di Rumah Sakit
2) Untuk kewaspadaan diri dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
3) Menilai standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis
4) Sebagai sarana mengidentifikasikan terjadinya malpraktek
5) Menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
6) Meyakinkan pare klinik tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan
26
7) Sebagai tolak ukur akreditasi
3. Metode Survailans
1) Surveilans yang dilakukan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen adalah Targetted survailans
dengan target survey meliputi infeksi khusus yaitu :
 Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
 Infeksi Luka operasi (ILO)
 Infeksi Saluran Kemih (ISK)
 Ventilator AquiredPneumonia (VAP)
2) Definisi Survailans untuk masing-masing jenis infeksi mengacu pada petunjuk praktis
Survailens Infeksi Rumah Sakit Kementrian Keshatan Republik Indonesia, Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik, tahun 2010
3) Format pelaksanaan surveilans terdiri dari format sensus harian di tiap ruang
perawatan, daftar tilik dan formulir data harian infeksi Rumah Sakit
4. Pelaksanaan Survailans
Surveilans infeksi nosokomial di RSUD “ Kanjuruhan ” Kepanjen dilaksanakan oleh ICN, dan
di bantu oleh Observerd masing-masing ruangan perawatan
5. Pelaporan
Laporan survailans direkap setiap bulan untuk kemudahan. Dilaporkan kepada Direktur
Rumah Sakit bersama laporan kegiatan Tim PPIRS selama bulan yang bersangkutan dalam
bentuk laporan bulanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Laporan survailans infeksi merupakan laporan kejadian keselamatan pasien, sehingga
laporan ini tindaklanjuti bersama antara Panitia Keselamatan Pasien dan Komite PPI
Pendidikan Dan Pelatihan SDM tentang PPI-RS
Pengembangan staf dan pengembangan pendidikan tentang pencegahan dan pengendalian
infeksi di Rumah Sakit termasuk kegiatan orientasi bagi karyawan baru merupakan salah satu
upaya penting dalam meningkatkan pemahaman terhadap infeksi yang selanjutnya diharapkan
mampu diaplikasikan dalam tugas sehari-hari.system pengembangan dan pendidikan staf harus
mencakup dalam program kerja Komite PPIRS

Pengembangan Staf
1) Direktur Rumah Sakit memiliki tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan
pengembangan staf dan program pendidikan tenaga pengendali infeksi nosokomial di RSUD
“Kanjuruhan” Kepanjen
27
2) Komite PPI bertanggung jawab dalam perencanaan, pengusulan dan tindak lanjut
pengembangan stafnya kepada pimpinan Rumah Sakit, dan ikut serta secara aktif dalam
mendapatkan informasi pendidikan, pelatihan ataupun lokakarya bidang-bidang terkait,
baik dari luar rumah sakit (eksternal), maupun materi-materi inhouse training
3) Program pengembangan staf ini harus tercantum dalam tiap penyusunan program kerja
PPIRS dan dalam pelaksanaannya selalu bekerja sama dengan bagian Diklat RSUD
“Kanjuruhan” Kepanjen
4) Saran program pengembangan staf dilaksanakan bagi ketua, ICN dan seluruh anggota Tim
PPIRS, serta tidak menutup kemungkinan bagi setiap karyawan Rumah Sakit yang terkait
dengan program kerja PPIRS
5) Setiap orang yang telah mengikuti pelatihan wajib meneruskannya dengan melakukan
sosialisasi bagi staf PPI lainnya dan membuat laporan tertulis untuk Diklat Rumah Sakit dan
Arsip PPI
6) Evaluasi program pengembangan staf dilakukan setiap akhir tahun program namun tidak
menutup kemungkinan dilakukan sementara program berjalan untuk memperoleh target
antara, dan peningkatan kualitas pengembangan staf yang lebih baik

28
BAB V
LOGISTIK

Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit “Kanjuruhan” Kepanjen dalam
menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab terhadap ketersediaan sarana dan prasarana
penunjang program di seluruh Rumah Sakit. Sarana dan fasilitas tersebut diantaranya yaitu :
1. Pemantauan ketersediaan handrub dan sarana cuci tangan dan pemanfaatannya
2. Pemantauan ketersediaan pamlet/sarana edukasi PPI untuk pengunjung dan pasien dan
pemanfaatannya
3. Pemantauan ketersediaan desinfektan di unit-unit pelayanan pasien
Ketersediaan sarana dan fasilitas tersebut di atas berada di bawah tanggung jawab unit
logistic baik pengadaan maupun system logistiknya secara umum. Namun demikian, PPIRS
ikut bertanggung jawab dalam melakukan monitoting ketersediaannya di unit-unit layanan
sehingga program pencegahan dan pengendalian infeksi ini dapat berjalan baik

29
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu system di mana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap ejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian,
dll) yang tidak seharusnya terjadi
B. Tujuan
Tujuan sietem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Selain itu system keselamatan pasien ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
- agar tercipta budaya keselamat pasien di rumah sakit,
- meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat,
- menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit,
- terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan
C. Tata Laksana Keselamatan Pasien
Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien menciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil
2. Pemimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan focus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan system dan proses
pengellaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal potensial bermasalah
4. Mengembangkan system pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian atau insiden, serta Rumah Sakit mengatur pelaporan kepada
Komite PPI
30
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Pengembangan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien
6. Belajar dan bernagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong karyawan
untuk melakukan analis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian
itu timbul
7. Mencegah cidera melalui implementasi system keselamatan pasien. Meggunakan
informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada
system pelayanan
Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan pasien harus ditetapkan.
Standar tersebut sebagai berikut :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Pengunaan metode-metode peningkatan kerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinandalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Komuikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan
pasien
Langkah-langkah penerapan keselamatn pasien Rumah Sakit:
1. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program
keselamatan pasien Rumah Sakit
2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2 tahun
3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit
4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran manajemen
dan karyawan
5. Menetapkan system pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien
6. Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit seperti
tersebut diatas
7. Menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut diatas)
dan melakukan self assessment dengan instrument akreditasi pelayanan
keselamatan pasien rumah sakit
8. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit

31
9. Mengevaluasi secara periodic pelaksanaan program keselamatan pasien rumah
sakit dan kejadian tidak diharapkan
D. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dalam Upaya Keselamatan Pasien
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah sakit terkait langsung dalam upaya
keselamatan pasien, karena salah satu sasaran keselamatan pasien adalah menurunkan
risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (sasaran keselamatan pasien yang kelima)
Kebersihan program dan pengendalian infeksi di Rumah sakit, merupakan salah satu
bentuk nyata pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien

32
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Undang-undang no 16 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan bahwa upaya


keselamatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit
adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti tersebut diatas, berarti wajib
menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan
kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan di dalam dan diluar rumah sakit
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “setiap warganya
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanisiaan “. Dalam hal ini yang
dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja
berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3, merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dan perlindungan terhadap pekerja dan perlindungan terhadap
Rumah sakit.Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas
rumah sakit. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan
untuk menjamin:
1. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan
sehat dan selamat
2. Agar faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien
3. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan
Factor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada
tiga kelompok, yaitu :
1. Kondisi dan lingkungan kerja
2. Kesadaran dan kualitas pekerja dan
3. Peranan dari manajemen
Dalam kaitanya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :
1) Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus
33
2) Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi
3) Ruang kerja terlalu sempit, vantilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau
terlalu dingin
4) Tidak tersedia alat-alat pengaman
5) Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain
a. Perlindungan Kesehatan dan Keselamata Kerja Petugas Kesehatan
1. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan
mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai dengan protocol jika terpajan
2. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut
3. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus
menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok, tidak minum dingin) dengan baik
dan menjaga kebersihan tangan setiap saat dan :
- Memeriksa suhu dua kali sehari dan mewaspadai munculnya gejala pernapasan
terutama batuk
- Memeliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak boleh di
bawah ke dalam area isolasi
- Bila timbul demam. Segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area umum, segera
lapor kepada Tim PPIRS, Tim kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan dokter
poliklinik RS, adanya kemungkinan terinfeksi penyakit menularyang sedang di
tangani
b. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugan Kesehatan
1) Untuk mencegah tranmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas harus menggunakan APD yang sesuai untukkewaspadaan standard an
kewaspadaan isolasi (berdasarkan penularan secara kontak, droplet atau udara) sesuai
dengan penyebaran penyakit
2) Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit
menular yang sedang dihadapi
3) Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi untuk
memastikan egen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindahkan tugaskan dari
kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di ruang isolasi, ruang
anak, ruang bayi
34
4) Jika petugas kesehatan menggalami gejala demam atau gangguan pernapasan dalam
jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara, maka ia perlu
dirawat di ruang isolasi
5) Petugas terpajan yang tidak memiliki gejala demam atau gangguan pernapasan tidak
perlu dibebastugaskan namun harus melaporkan pajanan yang dialami segera kepada
tim PPIRS
6) Survailans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan pernapasan
setiap hari kepada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas diinstruksikan untuk
mewaspadai timbulnya demam, gangguan pernapasan atau peradangan konjungtiva
selama 10 hari setelah terpajan dengan penyakit menular melalui udara

35
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indicator, ktiteria, serta standar yang akan digunakan untuk
menggukur mutu pelayanannya.
Adapun pengendalian mutu pada Tim PPIRS, meliputi :
1. Kejadian Infeksi Pasca Operasi
Ruang lingkup : kejadian Infeksi Pasca Operasi
Definisi mutu : keselamatan kompetensi
Tujuan : terpenuhinya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi
yang bersih sesuai standar
Definisi operasional : infeksi paska operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada
semua kategori luka sayatan operasi yang dilaksanakan di rumah
sakit dan ditandai oleh rasa panas (kalor), nyeri (dolor), kemerahan
(color), pengerasan (tumor), gangguan fungsi (functiolaesa) dan
keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3x24jam
semua infeksi yang terjadi minimal 3x24 jam pasca operasi sampai
Kriteria Inklusi : dengan 30 hari atau satu tahun jika dipasang implant
jejunostomy, ileostomy, colostomy
Kriteria eksklusi : jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu
Numerator : bulan
jumlah seluruh pasien yang dioperasi di rumah sakit dalam bulan
Denominator : tersebut
Standar : ≤5%
2. Kejadian Infeksi Aliran Darah Parifer (IADP)
Ruang lingkup : Kejadian Infeksi Aliran Darah Parifer
Definisi mutu : Keselamatan, kompetensi
Tujuan : Tergambarnya pelaksanaan pemasangan infus parifer sesuai
standar
Definisi operasional : keadan infeksi yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan
atau bekas tusukan jarum infuse dan timbul minimal 3 x 24 jam
setelah pemasangan
Kriteria Inklusi : pada daerah bekas tusukan jarum infuse ditandai dengan rasa
panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, dolor, tumor, rubor dan
functiolaesa) dengan atau tanpa nanah (pus)
Kriteria eksklusi : infeksi kulit karena sebab-sebab lain
Numerator : jumlah kasusu infeksi aliran darah perifer karena jarum infuse
perbulan
Denominator : jumlah hari pemasangan infuse dalam bulan tersebut
Standar ≤ 1.5 permil
3. Kejadian ISK
Ruang lingkup : Kejadian Infeksi Saluran Kemih
Definisi mutu : Keselamatan, kompetensi
Tujuan : Tergambarnya pelaksanaan pemasangan kateter urin menetap
yang bersih sesuai standar
Definisi operasional : keadan infeksi yang terjadi disekitar uretra atau selang kateter
36
dan timbul minimal 3 x 24 jam dilakukan pemasangan kateter di
Rumah Sakit
Kriteria Inklusi : pada daerah uretra terjadi iritasi, gatal-gatal, rasa sakit atau panas,
pus, dan urine berwarna merah atau keruh
Kriteria eksklusi : jika keadaan tersebut timbul oleh suatu tindakan lain atau oleh
karena penyakitnya
Numerator : jumlah kasus infeksi karena pemasangan kateter perbulan
Denominator : jumlah hari pemasangan kateter dalam bulan tersebut
Standar ≤ 0.23 permil
4. Kejadian Infeksi Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator (VAP)
Ruang lingkup : Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator
Definisi mutu : Keselamatan, kompetensi
Tujuan : Tergambarnya pemakaian ventilator sesuai standar prosedur
sehingga mampu mengurangi risiko pneumonia
Definisi operasional : Ventilator Associated pneumonia adalah pneumonia yang terjadi
akibat pemasangan ventilator mekanik di Rumah Sakit
Gejala pneumonia muncul minimal 3 x 24 jam setelah pemasangan
Kriteria Inklusi : Endotracheal Tube (ETT)
-pasien yang telah terpasang Endotracheal Tube (ETT)
Kriteria eksklusi : sebelum pasien masuk rumah sakit
- gejala pneumonia muncul kurang dari 3x24 jam setelah
pemasangan Endotracheal Tube (ETT)
jumlah kasus nosokomial pneumonia perbulan
Numerator : jumlahpasien yang dipasang Endotracheal Tube (ETT) pada bulan
Denominator : tersebut
Standar ≤ 4.4 p/oo permil
5. Keberhasilan pengelolaan Limbah cair
Ruang lingkup : Baku Mutu Limbah Cair
Definisi mutu : Keselamatan
Tujuan : Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap keamanan limbah
cair rumah sakit
Definisi operasional : Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang
dianggap aman bagi keslamatan, yang merupakan ambang batas
yang ditolelir dan diukur dengan indicator:
- BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
- COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter
- TSS( Tatal Suspend Solid) : 30
- NH3-bebas : 0.1 mg/liter
- deterjen : 0.5 mg/liter
- Phenol : 0.01 mg/liter
- Sisa Klor (C12) : 0.5 mg/liter
- Phosphat (ortho) : 2.0 mg/liter
- PH : 6-9
Kriteria Inklusi : -
Kriteria eksklusi : -
Indicator : Hasil pemeriksaan limbah cair rumah sakit di BBTKL surabaya
Standar 100 % memenuhi baku mutu limbah rumah sakit
6. Kebersihan Pengelolaan Limbah Padat Berbahaya
Ruang lingkup : Pengolahan limbah padat berbahaya sesuai dengan aturan
Definisi mutu : Keselamatan
Tujuan : Tergambarnya mutu penanganan limbah padat infeksius di rumah
37
sakit
Definisi operasional : Limbah padat berbahaya adalah sampah padat akibat proses
pelayanan yang mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad
renik yang dapat menularkan penyakit
Kriteria Inklusi : -
Kriteria eksklusi : -
Numerator : jumlah limbah padat yang dikelola sesuai dengan standar prosedur
operasional
Denominator : jumlah total proses pengelolaan limbah padat dalam bulan
tersebut
Standar 100 %
7. Ketersediaan APD
Ruang lingkup : Tersedianya APD (alat Pelindung Diri)
Definisi mutu : Mutu pelayanan, keamanan pasien, petugas dan pengunjung
Tujuan : Tersedianya APD di setiap unit/instalasi di Rumah Sakit
APD : alat terstandar berguna untuk melindungi tubuh, tenaga
Definisi operasional : kesehatan,pasien atau pengunjung dari penularan penyakit di
Rumah sakit, seperti masker, sarung tangan karet, penutup kepala,
sepatu boots dan gaun
Ketersediaan APD disuaikan dengan kebutuhan unit/instalasi
- IGD : sarung tangan, masker, gaun/apron, apron kedap air,
sepatu boot, goggles
- Poliklinik : sarung tangan, masker, gaun/apron, goggles
- Instalasi rawat Inap umum : sarung tangan, masker,
gaun/apron, goggles
- Instalasi rawat inap bedah : sarung tangan, masker,
gaun/apron, apron kedap air, sepatu boot, goggles
- ruang isolasi sarung tangan, masker, gaun/apron, apron
kedap air, sepatu boot, goggles
- kamar bersalin : sarung tangan, masker, gaun/apron,
apron kedap air, sepatu boot, goggles, topi
- kamar bayi : sarung tangan, masker, gaun/apron,
sepatu/sandal khusus yang ditutup bagian depan, topi
- laboratorium : sarung tangan, masker, gaun/apron,
sepatu/sandal khusus yang ditutup dibagian depan
- radiologi : sarung tangan, gaun/apron, apron Pb, masker
- hemodialisasi : sarung tangan, masker, gaun/apron, apron
kedap air, sepatu boot, goggles, sepatu/sandal khusus
yang tertutup di bagian depan
- CSSD ; sarung tangan, masker, topi, sepatu boot,
sepatu/sandal kerja khusus yang tertutup bagian depan
- IKO : sarung tangan, masker, gaun/apron, apron kedap air,
sepatu boot, goggles, sepatu/sandal khusus yang tertutup
bagian depan
- Farmasi : masker, sarung tangan, topi
- Gizi : sarung tangan plastik, masker, gaun/apron,topi,
sepatu/sandal kerja khusus yang tertutup di depan
- Teknisi : sarung tangan, masker, gaun/apron, sepatu boot,
goggles, sarung tangan api dan listrik
- Clearning Service : sarung tangan, masker, gaun/apron,
sepatu boot, topi
- Laundry/linen : sarung tangan, masker, gaun/apron,
sepatu boot, topi
38
- Driver : sarung tangan, masker
KriteriaInklusi : -
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Jumlah instalasi yang menyediakan APD lengkap
Denominator : Jumlah Instalasi di Rumah Sakit
Standar 100 %
8. Kepatuhan Cuci tangan
Ruang lingkup : Kepatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan
Definisi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui kegiatan mencuci tangan
Kepatuhan mencuci tangan meliputi kepatuhan waktu sebelum
Definisi operasional : dan sesudah cuci tangan dan kepatuhan 6 langkah cuci tangan
- melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan merawat
pasien
-melakukan cuci tangan 6 langkah cuci tangan
-
Kriteria Inklusi : Kepatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan
Kriteria eksklusi : -

Numerator : Jumlah petugas kesehatan melakukan kegiatan cuci tangan yang


disampling
Denominator : Jumlah petugas kesehatan melakukan kegiatan cuci tangan semua
yang di sampling

Standar 85%

39
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit ini disusun
sebagai pedoman untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi sehari-
hari.diharapkan, melalui pedoman pelayanan ini dapat tercipta keseragaman pemahaman dan
persepsi dalam mewujudkan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan” Kepanjen
yang berkualitas dengan kepedulian tinggi terhadap pengendalian infeksi nosokomial secara
nyata
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran, maka tidak menutup kemungkinan, pedoman yang saat ini berlaku, akan semakin
disempurnakan. Oleh karenanya, terhadap pedoman ini pun akan tetap dilakukan evaluasi
secara berkala, agar selalu diperoleh perkembangan yang terbaru, demi upaya pengendalian
infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan” Kepanjen.
Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Umum Daerah “Kanjuruhan”
Kepanjen Malang
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi
adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga
dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga
memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Umum Daerah “ Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang ,lebih baik mencegah dari pada
mengobati.

40
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar …………………………………………………………………………………. i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….. ii
Kebijakan Direktur RSUD “ Kanjuruhan” Kepanjen tentang Pedoman Pelayanan iii
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

BAB I Pendahuluan …………………………………………………………………….. 1


A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
B. Tujuan Pedoman ………………………………………………………….. 2
C. Ruang Lingkup Pelayanan ……………………………………………….. 2
D. Batasan Operasional ……………………………………………………… 2
E. Landasan Hukum …………………………………………………………. 3

BAB II Standar Ketenagaan …………………………………………………………….. 4


A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ……………………………………… 4
B. Distribusi Ketenagaan ……………………………………………………. 5
C. Pengaturan Jaga ………………………………………………………… 5

BAB III Standar Fasilitas ……………………………………………………………… 8


BAB IV Tata Laksana Pelayanan …………………………………………………….. 11
BAB V Logistik ………………………………………………………………………… 29
BAB VI Keselamatan Pasien ………………………………………………………….. 32
BAB VII Keselamatan Kerja …………………………………………………………… 33
BAB VIII Pengendalian Mutu ………………………………………………………….. 36
BAB IX Penutup ………………………………………………………………………. 40

41

Anda mungkin juga menyukai