Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terhadap Sub DAS Ciliwung Tengah pernah dilakukan oleh

beberapa orang. P.J Kunu menggambarkan selama periode 21 tahun (1950-1970)

dan 33 tahun (1970 – 2003) di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah terjadi perubahan

luas semua tipe penggunaan lahan kecuali taman (kebun raya Bogor). Kondisi

perubahan ini telah menyebabkan meluasnya kawasan kedap air dan

menurunnya kapasitas resapan DAS yang mengakibatkan rata-rata proporsi hujan

tahunan yang menjadi aliran permukaan periode 12 tahun terakhir (1992-2003) di

DAS Ciliwung Hulu sebesar 42% dan di DAS Ciliwung Tengah sebesar 47%

dengan proporsi terendah 23% dan tertinggi 69% yang menjadi aliran permukaan

di DAS Ciliwung Hulu.

Tahun 2011 Joko Suwarno bersama kedua rekannya yaitu Hariadi

Kartodiharjo dan Bambang Pramudya melakukan penelitian dengan judul Kajian

Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Kabupaten

Bogor.Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis tingkat keberlanjutan

pengelolaan DAS Ciliwung Hulu,menganalisis faktor-faktor penting yang

mempengaruhi keberlanjutan,dan menyusun skenario pengembangan kebijakan

pengelolaan berkelanjuta DAS Ciliwung.

6
Penelitian yang berkaitan dengan karakteristik suatu DAS atau SubDas

menggunakan model HEC-RAS adalah sebagai berikut :

1. Ichsan Syahputra,ST.,M (2015) mengenai Kajian Hidrologi Analisa Kapaasitas

Tampang Sungai Krueng Langsa Berbasis HEC-RAS.

2. B.D. Dasanto dan Risyanto (2006) mengenai Evaluasi Dampak perubahan

Lahan Terhadap Volume Limpasan Studi Kasus : DAS Ciliwung Hulu.

3. Angel Rumihin, Ruslan Djajadi, dan Cilcia Kusumastuti (2009) mengenai

Analisis Banjir di DAS Wai Ruhu dan Way Batu Merah, Ambon.

4. Tri Nugroho Waskito (2010) mengenai Evaluasi Pengendalian banjir Sungai

Cibeet Kabupaten Bekasi.

2.2 TINJAUAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

2.2.1 Definisi dan Karakteristik Fisik Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah keseluruhan wilayah daratan dan

perairan (total land and water areas) yang dibatasi oleh topografi pemisah air

(water devide), curah hujan yang masuk di dalamnya memberikan sumbangan

luas (discharge) pada sungai atau sistem sungai yang ada di dalamnya dan

selanjutnya sistem sungai ini juga merupakan pengatus (drainage) dari semua

aliran yang ada di daerah ini dan sistem pengatus tersebut akan berakhir pada

suatu lepasan tunggal (single outlet) yang bermuara pada satu badan air yang

lebih besar seperti sungai, danau, atau laut (Martopo, 1985). Menurut Harto

(1993), DAS/catchment, basin, watershed, merupakan daerah dimana semua air

mengalir menuju suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah aliran umumnya

7
dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air

permukaan pada daerah aliran tersebut.

Gambar 2.1 Peta Pembagian Wilayah DAS Ciliwung

Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan

proses hidrologi pada suatu DAS, sehingga pemahaman mengenai karakteristik

fisik DAS, dalam hal ini, terrain dan geomorfologi, pola aliran, dan penyimpanan

air sementara pada DAS, dapat membantu mengidentifikasi daerah yang memiliki

kerentanan tinggi terhadap terjadinya persoalan DAS, serta perancangan teknik –

teknik pengendalian yang sesuai dengan kondisi setempat.

8
Gambar 2.2 Peta Pembagian Subdas di DAS Ciliwung

Gambar 2.3 Skema Aliran DAS Ciliwung

9
Karakteristik fisik utama dari DAS adalah luas areanya, bentuk, elevasi,

kemiringan lahan, orientasi, jenis tanah, sistem sungai atau drainase, kapasitas

tampungan air dan tumbuhan penutup. Efek dari karakteristik fisik DAS ini

misalnya jenis tanah yang mempengaruhi infiltrasi, tampungan permukaan, dan

tampungan air tanah. Jenis tanah juga mempengaruhi jenis penggunaan lahan dan

jenis vegetasi yang dapat tumbuh dan berkembang di daerah tersebut.

Proses-proses fisik yang menentukan respon DAS meliputi (Kinori dan

Mevorach, 1984) :

1. Bentuk geometrik DAS : bentuk, lokasi, panjang sungai, kemiringan

dasar, kerapatan sistem drainase.

2. Karakteristik tanah : jenis tanah, ukuran butiran, tekstur, erosivitas tanah.

3. Vegetasi : bentuk penutupan lahan, jenis vegetasi, distribusi vegetasi,

intersepsi, transpiration.

4. Hidrologi dan Klimatologi : temperatur, curah hujan (tipe, durasi, waktu,

frekuensi, distribusi), laju inflitrasi, perkolasi, kejadian musiman.

5. Hidrolika dan sedimentasi : debit puncak sungai, jenis aliran, kondisi

tanah dasar dan tebing, ukuran butiran sedimen, aliran dasar, aliran

permukaan, aliran air tanah, kondisi tanah permukaan, sedimentasi lahan

dari hasil erosi DAS, transpor sedimen, pengaruh pasang laut.

6. Geologi : struktur, fraktur, batuan dasar, jenis material tanah atau lapukan

batuan.

7. Tata guna lahan: pengembangan, aktifitas, penggundulan hutan, perubahan

tata guna lahan.

10
2.2.2 Banjir

Menurut Juandi (2007), banjir sungai merupakan suatu fenomena

peningkatan debit air yang terjadi pada badan sungai, jika debit air semakin

meningkat dan kapasitas sungai sudah tidak mampu lagi menampung debit air

tersebut, maka air sungai tersebut akan melimpah keluar dari badan sungai.

Beberapa jenis banjir antara lain banjir bandang, banjir sungai, dan banjir pantai.

Banjir bandang adalah banjir yang terjadi dalam jangka waktu sekitar 6

jam dari awal permulaan curah hujan yang tinggi, berkaitan dengan kumpulan

gumpalan – gumpalan awan, badai dasyat, siklon tropis, atau lewatnya cuaca

dingin. Banjir bandang biasanya merupakan akibat dari limpasan permukaan

karena hujan yang sangat lebat, terutama jika lereng tangkapan tidak dapat

menahan dan menyerap sebagian besar air tersebut. Penyebab banjir bandang

yang lain misalnya jebolnya bendungan, runtuhnya gundukan – gundukan es yang

terjadi secara mendadak atau tersumbatnya sungai.

Banjir sungai biasanya disebabkan oleh hujan yang melanda daerah –

daerah yang cukup luas. Banjir sungai disebabkan oleh keadaan sungai yang

sudah tidak dapat menampung air lagi, atau digenangi oleh air dari daerah lain

yang sudah tidak dapat memasuki sungai lagi.

Banjir pantai biasanya dikaitkan dengan siklon tropis, yang berasal dari air

hujan diperburuk dengan gelombang badai yang disebabkan oleh angin yang

bertiup di sepanjang pantai. Air laut dapat membanjiri daratan karena pengaruh

dari gelombang pasang – surut yang tinggi, gelombang badai, atau terjadi

tsunami.

11
2.3 HIDROLOGI DAS

2.3.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan gerakan air laut ke udara, yang kemudian

jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan

akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa

proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan

(evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan (runoff), dan aliran

bawah tanah (Soemarto, 1987).

Gambar 2.4 Siklus Hidrologi


(Sumber : C.D.Soemarto, 1987)
2.3.2 Hujan DAS

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

analisis hidrologi, karena kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun

dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai,baik melalui

limpasan permukaan (surfacerunoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff),

maupunsebagai aliran air tanah (groundwater flow).

12
Untuk memperoleh besaran hujan yang dapat dianggap sebagai kedalaman

hujan, diperlukan sejumlah stasiun hujan dengan pola penyebaran yang telah

diatur oleh WMO (World Meteorological Organization). Alat pengukur hujan

terdiri daridua jenis, yaitu alat ukur hujan biasa (manual raingauge) dan alat ukur

hujanotomatis (automatic raingauge) (Sri Harto, 1993)

Pengukuran hujan di stasiun-stasiun hujanmerupakan hujan titik (point

rainfall), sedangkan informasi yang dibutuhkan dalam analisis adalah hujan

yangterjadi dalam suatu DAS tertentu (catchment rainfall).

Tujuan dilakukannya analisis hidrologi adalah untuk mengenali

karakteristik hidrologi di DAS dan menganalisis perubahan parameter biofisik

DAS terhadap aliran permukaan. Perhitungan analisis hidrologi akan

menghasilkan curah hujan dan debit banjir rencana periode ulang tertentu yang

berpengaruh besar terhadap besarnya debit maksimum maupun kestabilan

konstruksi yang akan dibangun. Langkah-langkah dalam analisis hidrologi antara

lain :

a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya.

b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun hujan sungai.

c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan

d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di

atas pada periode ulang T tahun.

Dibutuhkan beberapa data hidrologi untuk mendukung analisis hidrologi, antara

lain :

13
2.3.3 Analisis Curah Hujan Rata – Rata

Analisis hujan rerata digunakan pada perencanaan untuk mengetahui

potensi hujan suatu wilayah, data-data hujan didapatkan dengan pengukuran curah

hujan pada stasiun-stasiun pengukur hujan, data-data hujan tersebut dikumpulkan

pada institusi tertentu seperti BMKG untuk diolah dan hasil pengolahan data akan

berupa peta wilayah hujan, peta banjir, dan lainnya.Terdapat 3 macam metode

yang bisa digunakan dalam menganalisis hujan rerata, yaitu metode rerata aljabar,

polygon thiessen, dan isohyet.

2.3.3.1 Metode Rerata Aljabar

Metode ini menggunakan perhitungan rata-rata aljabar untuk curah hujan

di dalam maupun diluar daerah bersangkutan.

1
R ( R1  R2  ...  Rn ).............................................................................
n

Dimana :

R = curah hujan rata-rata wilayah

R1, R2,.. Rn = curah hujan di titik pengamatan

n = banyaknya titik pengamatan

2.3.3.2 Metode Polygon Thiessen

Metode polygon thiessen digunakan bila titik-titik pengamatan pada suatu

wilayah tidak menyebar merata, maka perhitungan curah hujan dilakukan dengan

memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik pengamatan (stasiun hujan).

A1 .R1  A2 .R2  ...  An .Rn


R ...........................................
A1  A2  ...  An

14
Dimana :

R = curah hujan rata-rata wilayah

R1, R2,…, Rn = curah hujan di titik pengamatan

A1, A2,..., An = luas tiap titik pengamatan

Gambar 2.5 Metode Polygon Thiessen

2.3.3.3 Metode Isohyet

Metode isohyet meninjau kontur dan tinggi hujan yang sama, kemudian

dilakukan pengukuran pada luas bagian dari isohyet-isohyetyang berdekatan

kemudian dihitung nilai rata-ratanya dengan persamaan dibawah ini.

A1 .R1  A2 .R2  ...  An .Rn


R ........................................... (
A1  A2  ...  An
2
Dimana :
.
R = curah hujan rata-rata wilayah
3
R1, R2,…, Rn = curah hujan pada isohyet
)
A1, A2,..., An = luas bagian-bagian isohyet

15
Gambar 2.6 Metode Isohyet

Cara memilih metode pendekatan Hujan Rata-rata Daerah adalah sebagai

berikut (Anonim, 2012):

1. Berdasarkan jaring-jaring pos hujan

- Jumlah pos hujan cukup : Metode isohyet, Thiessen, Rata-rata Aritmatik.

- Jumlah pos hujan terbatas : Metode Thiessen, Rata-rata Aritmatik.

- Pos hujan tunggal : Metode hujan titik.

2. Berdasarkan luas DPS

- DPS besar (> 5000 km2) : Metode Isohyet

- DPS sedang (500 – 5000 km2) : Metode Thiessen

- DPS kecil (<5000 km2) : Metode rata-rata Aritmatik

3. Berdasarkan Topografi DPS

- Berbukit dan tidak beraturan : Metode Isohyet

- Dataran : Metode Thiessen, rata-rata Aritmatik

Cara memilih metode pendekatan Hujan Rata-rata Daerah adalah sebagai

berikut (Anonim, 2012):

1 Berdasarkan jaring-jaring pos hujan

16
- Jumlah pos hujan cukup : Metode isohyet, Thiessen, Rata-rata Aritmatik.

- Jumlah pos hujan terbatas : Metode Thiessen, Rata-rata Aritmatik.

- Pos hujan tunggal : Metode hujan titik.

2 Berdasarkan luas DPS

- DPS besar (> 5000 km) : Metode Isohyet

- DPS sedang (500 – 5000 km) : Metode Thiessen

- DPS kecil (<5000 km) : Metode rata-rata Aritmatik

3 Berdasarkan Topografi DPS

- Berbukit dan tidak beraturan : Metode Isohyet

- Dataran : Metode Thiessen, rata-rata Aritmatik

2.3.2 Periode Ulang dan Analisis Frekuensi

Periode ulang adalah waktu perkiraan dimana hujan dengan suatu besaran

tertentu akan disamai atau dilampaui, Besarnya debit hujan untuk fasilitas

drainase tergantung pada interval kejadian atau periode ulang yang dipakai.

Dengan mamilih dedit dengan periode ulang yang panjang dan berarti debit hujan

besar, kemungkinan terjadinya resiko kerusakan menjuadi menurun, namun biaya

konstruksi untuk menampung debit yang besar meningkat. Sebaliknya debit

dengan periode ulang yang terlalu kecil dapat menurunkan biaya konstruksi, tetapi

meningkatkan resiko kerusakan akibat banjir.

Sedangkan frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran

hujan disamai atau dilampau. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam

distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam

bidang hidrologi, antara lain:

17
a. Distribusi Normal

Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana, persamaan

distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut:

X T  X  K T  S ............................................................................. (2.1)

Dengan:

X T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan,

X = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat,

K T = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang. Nilai

K T dapat dilihat pada tabel nilai variabel reduksi Gauss.\

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss

No Periode Ulang Peluang KT


1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,01 0,99 -2,33
4 1,05 0,95 -1,64
5 1,11 0,9 -1,28
6 1,25 0,8 -0,84
7 1,33 0,75 -0,67
8 1,43 0,7 -0,52
9 1,67 0,6 -0,25
10 2 0,5 0
11 2,5 0,4 0,25
12 3,33 0,3 0,52
13 4 0,25 0,67

18
14 5 0,2 0,84
15 10 0,1 1,28
16 20 0,05 1,64
17 50 0,02 2,05
18 100 0,01 2,33
19 200 0,005 2,58
20 500 0,002 2,88
21 1000 0,001 3,09
(Sumber: Bonnier,1980 dalam Suripin,2004)

b. Distribusi Log Normal

Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan

mengikuti distribusi Log Normal. Persamaan distribusi Log Normal dapat ditulis

dengan:

YT  Y  K T  S ............................................................................... (2.2)

Dengan:

YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

YT = Log X,

Y = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat,

K T = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang. Nilai

K T dapat dilihat pada tabel nilai variabel reduksi Gauss.

c. Distribusi Log-Person III

Persamaan distribusi Log-Person III hampir sama dengan persamaan distribusi

Log Normal, yaitu sama-sama mengkonversi ke dalam bentuk logaritma.

19
YT  Y  K T  S ............................................................................... (2.3)

Dimana besarnya nilai KT tergantung dari koefisien kemencengan. Tabel 2.3

memperlihatkan harga KT untuk berbagai nilai kemencengan G. Jika nilai G sama

dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log Normal.

Tabel 2.2 Nilai KT untuk distribusi Log-Person III

(Sumber; Suripin, 2004)

20
d. Distribusi Gumbel

Bentuk dari persamaan distribusi Gumbel dapat ditulis sebagai berikut:

X Tr  X  K .S ................................................................................ (2.4)

Besarnya faktor frekuensi dapat ditentukan dengan rumus berikut:

YTr  Yn
K .................................................................................... (2.5)
Sn

Dengan:

X Tr = besarnya curah hujan untuk periode berulang Tr tahun (mm),

Tr . = periode tahun berulang (return period) (tahun),

X . = curah hujan maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (mm),

S .. = standard deviasi,

K .. = faktor frekuensi,

YTr = reduced variate,

Yn .. = reduced mean,

S n . = reduced standard,

Besarnya nilai S n Yn dan YTr , dapat dilihat dalam tabel berikut:


Tabel 2.3 Reduced Mean (Yn)

(Sumber; Suripin, 2004)

21
Tabel 2.4 Reduced Standard Deviation (Sn)

(Sumber; Suripin, 2004)

Tabel 2.5 Reduced Variate (YTr)

Periode UlangTr (tahun) Reduced Variate YTr


2 0,3668
5 1,5004
10 2,2510
20 2,9709
25 3,1993
50 3,9028
75 4,3117
100 4,6012
200 5,2969
250 5,5206
500 6,2149
1000 6,9087
5000 8,5188
10000 9,2121
(Sumber; Suripin, 2004)

22
Sebelum menganalisis data hujan dengan salah satu distribusi diatas, perlu

pendekatan dengan parameter- parameter statistik untuk menentukan distribusi

yang tepat digunakan. Parameter- parameter tersebut meliputi:

1 n
a. Rata-rata ( X )   X i ................................................ (2.6)
n i 1

 X 
n
2
i X
b. Simpangan Baku ( S )  i 1
.................................... (2.7)
n 1

S
c. Koefisien variasi (Cv)  ......................................................... (2.8)
x

 
n
n x1  x
3

d. Koefisien skewness (Cs)  i 1


................................... (2.9)
n  1n  2.S 3

e. Koefisien ketajaman (Ck) 


n 2  x1  x 4

......................... (2.10)
n  1n  2n  3.S 4
Tabel 2.6 Karakteristik Distribusi Frekuensi

Jenis distribusi frekuensi Syarat distribusi

Distribusi Normal Cs = 0 dan Ck=3

Distribusi Log Normal Cs/Cv=3

Distribusi Gumbel Cs = 1,139 dan Ck = 5,402

Distribusi Log-Person III Yang tidak termasuk di atas

Sumber: DR. Ir. Sri Harto BR. Dipl. HE. Hidrologi Terapan

Untuk menilai besarnya penyimpangan maka dibuat batas kepercayaan dari

hasil perhitungan XT dengan uji Smirnov-Kolmogorov. Uji Smirnov-Kolmogorov

sering disebut juga uji kecocokan non parametik, karena pengujian tidak

23
menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai

berikut:

a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya

peluang dari masing-masing data tersebut.

X1 = P(X1)

X2 = P(X2)

X3 = P(X3) dan seterusnya.

b. Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data

(persamaan distribusinya).

X1 = P’(X1)

X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3) dan seterusnya.

c. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang

pengamatan dengan peluang teoristis.

Dmaksimum = P(Xn)- P’(Xn).................................................... (2.11)

Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga Do.

Tabel 2.7 Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

Derajat kepercayaan (α)


N
0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

24
25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,70 0,19 0,23

1,07 1,22 1,36 1,63


N>50
N0,5 N0,5 N0,5 N0,5
(Sumber: Bonnier,1980 dalam Suripin,2004)

Apabila nilai Dmaksimum lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang

digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila

Dmaksimum lebih besar dari Do maka secara teoritis pula distribusi yang digunakan

tidak dapat diterima.

2.3.4 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula

intensitasnya. Seandainya data hujan yang diketahui hanya hujan harian, maka

oleh Mononobe dirumuskan sebagai berikut:

2
R  24  3
I  24   ...................................................................... (2.12)
24  t 

Dengan: I = intensitas hujan (mm/jam),

t = lamanya hujan (jam),

R24 = curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm),

25
Jika data yang tersedia adalah data hujan jangka pendek dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Talbot:

a
I ................................................................................ (2.13)
t b

Dengan: I = intensitas hujan (mm/jam),

t = lamanya hujan (jam),

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di

DAS,

Kirpich (1940) dalam suripin (2004) mengembangkan rumus dalam

memperkirakan waktu konsentrasi, dimana dalam hal ini durasi hujan diasumsikan

sama dengan waktu konsentrasi.

Rumus waktu konsentrasi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:


0 , 385
 0,87  L2 
t c    ............................................................. (2.14)
 1000  S o 

Dengan: tc = waktu konsentrasi (jam),

L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km),

So = kemiringan rata-rata saluran,

2.3.5 Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien aliran permukaan didefinisikan sebagai nisbah antara puncak

aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi

koefisien adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah

dan intensitas hujan. Selain itu juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah, air

tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi. Untuk

besarnya nilai koefisien aliran permukaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

26
Tabel 2.8 Koefisien Aliran untuk Metode Rasional

Diskripsi lahan / karakter permukaan Koefisien aliran (C)


Business
Perkotaan 0,70 – 0,95
Pinggiran 0,50 – 0,70
Perumahan
Rumah tunggal 0,30 – 0,50
Multiunit, terpisah 0,40 – 0,60
Multiunit, tergabung 0,60 – 0,75
Perkampungan 0,25 – 0,40
Apartemen 0,50 – 0,70
Industri
Ringan 0,50 – 0,80
Berat 0,60 – 0,90
Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 – 0,95
Batu bata, paving 0,50 – 0,70
Atap 0,75 – 0,95
Halaman, tanah berpasir
Datar, 2% 0,05 – 0,10
Rata-rata, 2-7% 0,10 – 0,15
Curam, 7% 0,15 – 0,20
Halaman, tanah berat
Datar, 2% 0,13 – 0,17
Rata-rata, 2-7% 0,18 – 0,22
Curam, 7% 0,25 – 0,35
Halaman kereta api 0,10 – 0,35
Taman tempat bermain 0,20 – 0,35
Taman, perkuburan 0,10 – 0,25
Hutan

27
Datar, 0-5% 0,10 – 0,40
Bergelombang, 5-10% 0,25 – 0,50
Berbukit, 10-30% 0,30 – 0,60
(Sumber: McGuen, 1989 dalam Suripin,2004)

2.3.6 Metode Rasional

Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum

dipakai adalah metode Rasional USSCS (1973). Model ini sangat simpel dan

mudah dalam penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk DAS-DAS

dengan ukuran kecil kurang dari 300 ha. Model ini tidak dapat menerangkan

hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan

metode rasional dapat ditulis dalam bentuk:

Q = 0,278 C . I . A ................................................................ (2.15)

Dengan: Q = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/detik),

C = koefisien aliran permukaan (0≤ C ≤1),

I = intensitas hujan (mm/jam),

A = luas DAS (ha),

2.3.7 Analisa Hidrolika

Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat lain melalui bangunan pembawa

alamiah maupun buatan manusia. Bangunan pembawa ini dapat terbuka maupun

tertutup bagian atasnya. Saluran yang tertutup bagian atasnya disebut saluran

tertutup (closed conduits), sedangkan yang terbuka bagian atasnya disebut saluran

terbuka (open channels). Pada sistem pengaliran melalui saluran terbuka terdapat

28
permukaan air yang bebas (free surface) di mana permukaan bebas ini dipengaruhi

oleh tekanan udara luar secara langsung, saluran terbuka umumnya digunakan

pada lahan yang masih memungkinkan (luas), lalu lintas pejalan kakinya relatif

jarang, beban kiri dan kanan saluran relatif ringan. Pada sistem pengaliran melalui

saluran tertutup (pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat

permukaan yang bebas, oleh karena itu permukaan tidak secara langsung

dipengaruhi oleh tekanan udara luar, saluran tertutup umumnya digunakan pada

daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan

kakinya relatif padat, lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.

Berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasarnya

saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Saluran prismatik (prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang

melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh : saluran drainase, saluran

irigasi.

b. Saluran non prismatik (non prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk

penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah. Contoh :

sungai.

Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alam (natural channel),

seperti sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di

muara, dan saluran buatan (artificial channel), seperti saluran drainase tepi jalan,

saluran irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk

membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum,

29
dan saluran banjir. Saluran buatan dapat berbentuk segitiga, trapesium, segi

empat, bulat, setengah lingkaran, dan bentuk tersusun.

Gambar 2.7 Bentuk-bentuk Profil Saluran

2.3.6.1 Penampang Melintang Saluran

Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena

kecepatan aliran dan kekerasan dinding relatif besar. Aliran melalui saluran

terbuka akan turbulen apabila angka Reynolds Re > 2.000 dan laminer apabila Re

< 500. Rumus Reynolds dapat ditulis sebagai berikut:

V .L
Re  ............................................................................... (2.16)

Dengan: V = kecepatam aliran (m/detik),

L = panjang karakteristik (m), pada saluran muka air bebas

L=R,

 = kekentalan kinematik (m2/detik),

Nilai R dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


R ................................................................................... (2.17)

30
Dengan: R = jari-jari hidraulik (m)

A = luas penampang basah (m2)

P = keliling penampang basah (m)

Untuk mencari nilai kecepatan aliran dapat menggunakan rumus Manning yang

dapat ditulis sebagai berikut:

2 1
1
V   R 3  S o2 .................................................................... (2.18)
n

Dengan: R = jari-jari hidraulik (m),

S = kemiringan dasar saluran,

n = koefisien Manning,

Nilai koefisien Manning dapat dicari dengan melihat tabel di bawah ini:

Tabel 2.9 Nilai Koefisien Manning

Koefisien Manning
Bahan
(n)

Besi tuang dilapis 0,014

Kaca 0,010

Saluran beton 0,013

Bata lapis mortar 0,015

Pasangan batu disemen 0,025

Saluran tanah bersih 0,022

Saluran tanah 0,030

Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040

Saluran pada galian batu padas 0,040

(Sumber: B. Triatmodjo, 1993)

31
Untuk mencari debit aliran pada saluran dapat menggunakan rumus:

Qsal = V. A ............................................................................ (2.19)

Dengan: Qsal = debit aliran pada saluran (m3/detik),

V= kecepatan aliran (m/detik),

A= luas penampang basah saluran (m2),

Penampang melintang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat

melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan

kemiringan dasar tertentu.

2.3.6.2 Perencanaan Dimensi Saluran

Dimensi saluran drainase yang sesuai untuk menampung debit hujan

dilokasi perumahan sangatlah penting. Selain untuk menghindari lokasi tersebut

dari banjir, juga dapat menghemat biaya pembuatan saluran drainase tersebut.

Gambar 2.8 Penampang Persegi Panjang

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar

(B) dan kedalaman air (h), luas penampang basah (A) dan keliling basah (P) dapat

dituliskan sebagai berikut:

Luas penampang melintang (A) = .h .................................................. (2.20)

Atau

32

Lebar dasar saluran (B) = ................................................... (2.21)
h

Keliling basah (P) =   2h ............................................. (2.22)

Subtitusikan Persamaan (2.21) ke dalam Persamaan (2.22), maka diperoleh

persamaan:


P =  2h ................................................................. (2.23)
h

Dengan asumsi luas penampang (A) adalah konstan, maka Persamaan (2.23) dapat

dideferensialkan terhadap h dan dibuat sama dengan nol untuk memperoleh harga

P minimum.

d 
  2  2  0 ................................................................. (2.24)
dh h

  2h 2  h ....................................................................... (2.25)

Atau


  2h atau h  ............................................................... (2.26)
2

Jari-jari hidraulik

 h
R=  .................................................................... (2.27)
   2h

Atau

2h 2 h
R=  .................................................................... (2.28)
2h  2h 2

Perhatikan, bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis

adalah jika kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari

hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

33
2.4 HEC-RAS

Tahun 1964, HEC mengeluarkan model komputer HEC-2 untuk

analisis hidrolik sungai dan analisis genangan banjir. HEC-2 dengan cepat

menjadi program standar untuk analisis hidrolik sungai dan kemampuannya

semakin bertambah dari tahun ke tahun antara lain untuk analisis jembatan,

gorong – gorong, dan saluran prismatik. Awal 1990-an, HEC mengeluarkan

HEC-2 dengan kemampuan untuk menganalisis tiga komponen analisis

hidrologi, yaitu perhitungan profil aliran tetap, aliran tidak tetap, dan

perhitungan sedimen Transport(HEC,2002,Istiarto,2009).

HEC-RAS dirancang untuk aplikasi manajemen daerah dataran

banjir dan studi evaluasi genangan banjir, serta memiliki kemampuan untuk

menilai perubahan profil aliran sungai atau saluran. HEC-RAS menganalisis

berbagai kemampuannya berdasarkan data – data geometri sungai dan

perhitungan hidrologi beserta data – data hidrologi. Data ini berlaku pada

semua analisis yang terdapat di dalam HEC-RAS, baik analisis aliran tetap,

tidak tetap, sedimen transport, maupun kualitas air.

Program ini memiliki empat komponen model satu dimensi, antara lain :

1. Hitungan profil muka air aliran permanen

2. Simulasi aliran tak permanen

3. Hitungan transpor sedimen

4. Hitungan kualitas air

Adapun tampilan utama pada HEC-RAS adalah sebagai berikut :

34
Gambar 2.9 Tampilan Layar Utama HEC-RA
Sumber : Panduan HEC-RAS, 2010
Sungai biasanya mempunyai luas tampang yang berubah dan berbentuk

non prismatis. Kehilangan energi pada saluran tersebut adalah kehilangan energi

karena gesekan dasar atau karena perubahan bentuk tampang. Kehilangan energi

tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

 2v 2 2 1v 21
Y2 + Z2 +  Y1  Z1   hc
2g 2g

Dimana :

Y1,Y2 = tinggi tekanan (m)

Z1,Z2 = tinggi tempat (m)

V12/2g, V22/2g = tinggi kecepatan (m)

α1 , α2 = koefisien kecepatan

he = kehilangan energi (m)

Gambar 2.10 Persamaan rumus energi

35

1
Kehilangan tinggi energi terdiri dari 2 bagian yaitu nilai kritis

dan kehilangan kuat tekan. Berikut adalah persamaan rumus kehilangan tinggi

energi :

Keterangan :

L = Panjang

reach

Sf = kemiringan gesekan

C = koefesien kehilangan ekspansi atau konstraksi

Jarak L dihitung dengan :

Dimana :

Llob, Leh, Lrob = jarak cross section untuk overbank kiri, tengah dan kanan

Qlob, Qeh, Qrob = debit rata-rata untuk overbank kiri, tengah dan kanan

Gambar 2.11 Jarak cross section


Sumber : Panduan HEC-RAS, 2010
2.4.1 Parameter HEC-RAS

Parameter yang digunakan di dalam HEC-RAS terdiri dari data geometri

saluran sungai, nilai kekasaran Manning dan data aliran untuk melakukan analisis

36
hidrologi (HEC, 2002). Parameter – parameter ini digunakan untuk membentuk

seri penampang sungai sepanjang saluran sungai. Pada setiap saluran sungai akan

dibedakan atas beberapa segmen, yaitu batas sungai kiri, batas sungai kanan, dan

tali arus. Setiap bagian sungai ini dibedakan dalam perhitungannya karena

memiliki perbedaan karakteristik aliran. Hal ini disebabkan oleh adanya

perbedaan bentuk saluran dan kemungkinan memiliki perbedaan nilai kekasaran

materi pada setiap bagian salurannya. HEC-RAS mengasumsikan bahwa

perbedaan energi sepanjang penampang melintang adalah konstan dan arah

kecepatan aliran adalah tegak lurus terhadap penampang melintang sungai

(Istiarto, 2009). Dengan asumsi tersebut, maka pembentukan data – data yang

digunakan harus memenuhi kriteria tersebut.

1. Data aliran

Data aliran merupakan data masukan dalam pembuatan model hidrologi.

Data aliran dalam HEC-RAS berupa data debit pada periode ulang tertentu

dalam satuan m3/detik. Perolehan data debit dapat berasal dari pengukuran

langsung di lapangan, maupun secara tidak langsung. Data aliran berkaitan

dengan kondisi batas dalam analisis hidraulik. Input data yang digunakan

dalam HEC-RAS harus dapat mewakili input aliran yang dapat memberikan

masukan kepada penggal sungai yang dianalisis.

2. Penampang melintang sungai

Penampang melintang sungai merupakan irisan yang memotong daerah yang

dialiri oleh aliran sungai. Penampang melintang sungai dibuat memotong

tegak lurus arah aliran sungai dan daerah di kanan kiri sungai yang mungkin

37
terpengaruh terhadap aliran sungai ketika banjir, dalam hal ini adalah

bantaran banjir. Geometri sungai ditirukan dengan mempertahankan ukuran

sesuai dengan ukuran sungai sesungguhnya (skala 1 : 1). Data yang

dibutuhkan untuk menirukan geometri ini antara lain adalah peta situasi alur

sungai, gambar tampang melintang dan memanjang sungai, serta gambar-

gambar bangunan atau struktur hidraulik yang ada di sepanjang alur sungai.

3. Koefisien kekasaran Manning

Koefisien kekasaran merupakan representasi dan resistansi terhadap aliran

banjir sungai pada saluran sungai dan pada dataran banjir. Formula Manning

yang digunakan adalah:

V = 1/ nR2 / 3S1 / 2

Keterangan:

V = kecepatan aliran (m/det)

R = radius hidrolik (m)

S = kemiringan garis energi

n = koefisien kekasaran Manning

Penentuan nilai n dari satu lahan adalah dengan memperkirakan hambatan

aliran pada saluran tertentu yang nilainya sangat subjektif. Cowan (1960)

dalam Chow (1964), mengembangkan suatu cara untuk memperkirakan

besarnya nilai n pada masing-masing jenis penggunaan lahan (Tabel 2.8.)

Sementara itu, nilai n dihitung dengan menggunakan rumus:

n = (n0 + n1 + n2 + n3 + n4 ) m5

38
Tabel 2.10 Nilai Koefesien Kekasaran Manning

n0 adalah nilai dasar n untuk saluran yang lurus, seragam dan halus menurut

bahan – bahan alami yang dikandungnya,n1 adalah nilai yang ditambahkan ke n0

untuk mengoreksi efek ketidakteraturan permukaan, n2 adalah nilai untuk variasi

bentuk dan ukuran penampang saluran, n3 adalah nilai untuk hambatan, n4 adalah

nilai untuk kondisi vegetasi dan aliran, dan m adalah faktor koreksi bagi belokan –

belokan saluran

2.4.2 Aliran Tidak Permanen

Model aliran tak permanen HEC-RAS mampu mensimulasikan aliran tak-

permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Semula, modul

aliran tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik,

namun sejak diluncurkannya versi 3.1, modul aliran tak-permanen HEC-RAS

dapat pula mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik,

loncat air, dan draw-downs). Bagian program yang menghitung aliran di tampang

lintang, jembatan, gorong-gorong, dan berbagai jenis struktur hidraulik lainnya

39
merupakan program yang sama dengan program hitungan yang ada pada modul

aliran permanen HEC-RAS. Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup

analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi

dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa (Istiarto, 2009)

2.5 SUMUR RESAPAN AIR

Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan

meresapkan air hujan ke dalam tanah ( SNI-03-2453-2002). Fungsi Sumur

Resapan antara lain dapat menampung dan menahan air hujan baik yang melalui

atap rumah maupun yang langsung ke tanah sehingga tidak langsung keluar dari

pekarangan rumah, tetapi mengisi kembali air tanah dangkal sebagai sumber air

bersih.Prinsip kerja dari sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air

hujan ke dalam sebuah lubang atau sumur, agar air hujan dapat memiliki waktu

tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat

meresap ke dalam tanah. Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes

masuk ke dalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh, dimana pada

berbagai jenis tanah, lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air

akan menembus kedalam permukaan tanah (water table), dimana dibawahnya ada

air tanah (ground water), yang terperangkap dalam lapisan akuifer. Dengan

demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah

akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer

40
Gambar 2.12. Sumur Resapan dan air tanah
A. DAFTAR ACUAN DAN STANDAR DESAIN SUMUR RESAPAN

1. SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di

Perkotaan;

2. SNI 03-2453-2002 Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk

Lahan Pekarangan

3. SNI 03-2459, 2002 Tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk

Lahan Pekarangan

4. Pt T-22-2000-C, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk

Lahan Pekarangan

5. SNI 0624051991, Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan

Untuk Lahan Pekarangan

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:

11/PRT/M/2013 Tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang

Pekerjaan Umum

41
B. PERSYARATAN TEKNIS SUMUR RESAPAN

1. Persyaratan Umum

a. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah

berlereng, curam atau labil.

b. Sumur resapan harus dijauhklan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari

septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum

satu meter dari fondasi bangunan.

c. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua

meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table)

tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.

d. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah

menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya,

genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga

klasifikasi, yaitu :

• Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.

• Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.

• Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.

2. Persyaratan teknis

a. Diutamakan pada morfologi Hulu dan tengah DAS

b. Daerah pemukiman

c. Aliran permukaan (run off) tinggi

d. Vegetasi penutup tanah <30 %

e. Kedalaman air tanah minimum 1,50 m pada musim hujan;

42
f. Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permebilitas

tanah ≥ 2,0 cm/jam.

g. Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan adalah:

 Terhadap sumur air bersih 3 meter,

 Terhadap sumur resapan tangki septik 5 meter

 Terhadap pondasi bangunan 1 meter.

3. Persyaratan Tata Letak Sumur Resapan


Penempatan sumur resapan harus memperhatikan kondisi lingkungan

setempat, seperti letak septik tank, sumur air, posisi rumah dan jalan

umum

Tabel 2.11 Tata Letak SRA

No. Jarak minimal dengan


Bangunan/objek yang ada
sumur resapan (m)
1 Bangunan/ rumah 3.0
2 Batas kavling 1.5
3 Sumur air minum 10.0
4 Septik tank 10.0
5 Aliran air (sungai) 30.0
6 Pipa air minum 3.0
7 Jalan umum 1.5

2.5.1 Analisis Kapasitas Tampungan Sumur Resapan Air

Perhitungan Sumur Resapan Air

1. Volume air hujan yang meresap

te
Vrsp = .A tot.K
R

43
Dimana :

Vrsp = volume air hujan yang meresap (m3)

Te = durasi hujan efektif (jam) = 0,9 R0,92/60 (jam)

R = hujan harian rata-rata (L/m2/hari)

Atot = luas dinding sumur + luas alas sumur (m2)

K = koefisien permeabilitas tanah ( m/hari)

( Untuk dinding sumur kedap, nilai Kv = Kh, untuk dinding

tidak kedap diambil Krata-rata)

Kv.Ah  Kh.Av
Krata - rata =
Atot

Dimana :

Krata-rata = koefisien permeabilitas tanah rata-rata (m/hari)

Kv =koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari)

Kh = koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari)

Ah = luas alas sumur (m2)

Av = luas dinding sumur (m2)

2. Kapasitas Tampung Sumur Resapan Air (Storasi)

Vstorasi = Volsumur + Volresapan

44

Anda mungkin juga menyukai