SOL Intrakranial
Oleh:
Lisa Yunita Marnas 090100016
Suci Guntari 090100022
Fatimah Bebi 090100134
Syarifah Nadya 090100216
Regina Marhadisony 090100371
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan kesadaran
TELAAH :
- Hal ini dialami kira-kira ± 2 hari yang lalu saat os beraktivitas ringan.
Riwayat nyeri kepala (+) bersifat hilang timbul, terasa panas dan os tidak
menggunakan obat anti nyeri, riwayat muntah menyembur, riwayat kejang
(+) dialami 1x tidak jelas sifat kejangnya, saat kejang mata terbelalak dan
os sempat sadar saat kejang, mulut berbusa (+).Riwayat batuk lama (-),
batuk darah (-), penurunan berat badan (+) sejak beberapa bulan yg lalu ±
5kg. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat penyakit jantung (-).
- Riwayat trauma (+) sejak 9 hari yang lalu, os tercampak dari mobil pick up
yang ditumpanginya. Os sempat pingsan 2 jam , setelah itu os sadar.
4
Menurut keluarga os, lemah pada lengan dan tungkai kiri dialami os setelah
trauma.
- RPT : tidak jelas
- RPO : tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan, akral hangat, CRT < 3”,
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB (+) normal
Traktus Urogenitaslis : Tidak dijumpai kelainan, BAK (+) normal
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas
Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Biasa dan baik
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Perkawinan dan Anak : Menikah, 3 orang anak
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umun
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
5
Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
6
STATUS NEUROLOGI
Sensorium : Apatis
Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : teraba pulsasi (+) a. Temporalis, a. Carotis
Perkusi : Cracked Pot Sign (-)
Auskultasi : desah (-)
Transluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Nervus IX, X
Pallatum Mole : Sulit Dinilai
Uvula : Sulit Dinilai
Disfagia : Sulit Dinilai
Disartria : Sulit Dinilai
Disfonia : Sulit Dinilai
Refleks Muntah : Sulit Dinilai
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Sulit Dinilai
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
10
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Sulit Dinilai
SISTEM MOTORIK
Trofi : Sulit Dinilai
Tonus otot : Sulit Dinilai
Kekuatan otot : ESD :Sulit dinilai ESS :Sulit dinilai
EID : Sulit dinilai EIS :Sulit dinilai
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring
Gerakan spontan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)
TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Sulit Dinilai
Propriosepttif : Sulit Dinilai
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : Sulit Dinilai
Pengenalan 2 titik : Sulit Dinilai
Grafestesia : Sulit Dinilai
11
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)
KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan Apraksia : Sulit dinilai
Test telunjuk-telunjuk : Sulit dinilai
Test telunjuk-hidung : Sulit dinilai
Diadokokinesia : Sulit dinilai
Test tumit-lutut : Sulit dinilai
12
VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Sulit Dinilai
Pinggang : Sulit Dinilai
GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
13
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Apatis
Ingatan baru : Sulit dinilai
Ingatan lama : Sulit dinilai
Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi emosi : Sulit dinilai
Afasia
Ekspresif : Sulit dinilai
Represif : Sulit dinilai
Apraksia : Sulit dinilai
Agnosia
Agnosia visual : Sulit dinilai
Agnosia jari-jari : Sulit dinilai
14
Status Presens
Sensorium : Apatis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 37.1℃
Status Neurologis
Tanda Peningkatan TIK
- Nyeri kepala (-)
- Muntah (-)
15
- Kejang (-)
Tanda Perangsangan Meningeal
- Kaku kuduk (+)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II (-)
Refleks Fisiologis ka ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis ka ki
H/T -/- -/-
Babinski - -
Nervus Kranialis
N. I : Sulit Dinilai
N. II : RC +/+, pupil bulat isokor, ∅ 3mm
N. III,IV,VI : Doll’s eye phenomenon (+)
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : Sudut mulut simetrs
N. VIII : Sulit Dinilai
N. IX,X : Gag reflex (+)
N. XI : Sulit Dinilai
N. XII : Lidah sewaktu istirahat medial
Kekuatan Motorik : ESD : Sulit Dinilai ESS : Sulit Dinilai
EID : Sulit Dinilai EIS : Sulit Dinilai
16
DIAGNOSA BANDING :
1. Trauma Kapitis
2. Sol intrakranial
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Apatis, Hemiparese sinistra
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Karsinogenik
DIAGNOSA ANATOMIK : Intracranial Subarchnoid
DIAGNOSA KERJA : Apatis + obs. Konvulsi + Hem. Sin ec
dd. 1. Trauma kapitis 2. Sol intrakranial
PENATALAKSANAAN
- O2 2-4 L/i via nasal kanul
- NGT dan kateter terpasang
- IVFD Rsol 20 gtt/i
RENCANA PEMERIKSAAN
Darah Rutin
Elektrolit
KGD ad random, KGD puasa, KGD 2 jam PP
RFT
EKG
Foto thorax
Head CT-Scan
Lipid profile
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
17
Hb : 15,2 g% N = 11,7-15,5
Eritrosit : 4,61 x 106 /mm3 N = 4,20 – 4,87
Leukosit : 13.92 x 103 /mm3 N = 4,5-11,0
Trombosit : 292 x 103 /mm3 N = 150-450
Ht : 39,30 % N = 38-44
Neutrofil/Limfosit/Monosit/Eosinofil/Basofil :
85,5% / 5,7% / 8,70 % / 0,0 / 0,100
Kesan :
- Bronchopneumonia
Kesan :
- Sol di lobus frontalis kanan dengan kalsifikasi ukuran +/- sangat mungkin suatu
meningioma dengan edema perifokal
- Saran: MRI brain
FOLLOW UP (28 Desember 2013 – 05 Januari 2013)
B/T : +/+
APR/KPR : +/+
Refleks Patologis
H/T : -/-
Babinski :-/-
Kekuatan Motorik “ : sulit dinilai,
kesan lateralisasi kiri
ESS : 44444
EIS : 44444
02-01-14 S: Nyeri kepala, Mual Hem.sin ec Sol - Bed rest, head up 300
intracranial +
O: Sens: CM imbalance - NGT dan kateter
elektrolit terpasang
TD: 110/70 mmHg
- IVFD NaCl 0.9% 20
HR: 72 x/i gtt/i
RR: 22 x/i - IVFD NaCl 3% 8 gtt/i
temp: 36.1 0C - IVFD manitol 20% 125
cc/ 8 jam (H4) -> tapp
Peningkatan TIK : -
off
Perangsangan Meningeal : -
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12
N. Cranialis jam (H5)
03-01-14 S: Nyeri kepala, Mual Hem.sin ec Sol - Bed rest, head up 300
intracranial +
O: Sens: CM imbalance - NGT dan kateter
elektrolit terpasang
TD: 130/80 mmHg
- IVFD R-Sol 20 gtt/i
HR: 63 x/i
- Inj. Dexamethasone 1
RR: 22 x/i amp/ 6 jam (H5)
temp: 36.2 0C - Inj. Ranitidine 1 amp/
12 jam
Peningkatan TIK : -
- Antasyd syr 3x cth
Perangsangan Meningeal : -
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8
N. Cranialis
jam -> stop
NI : normosmia
- Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12
NII,III : RC +/+ pupil isokor, 3mm jam (H5)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat
primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang
berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan
malformasi vaskuler.1
3.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan
tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari
lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat
infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma dan 3
kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi yakni,
pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus pineal
tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma dan
oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai spinal
yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.2
3.1.3. Etiologi
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
3.1.4. Klasifikasi
1. Jinak
a. Acoustic Neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade1)
2. Malignant
a. Astrocytoma (grade 2)
b.Oligodendroglioma
c. Apendymoma
31
1. Tumor Intradural
a. Ekstramedular
b. Cleurofibroma
c. Meningioma Intramedular
d. Apendimoma
e. Astrocytoma
f. Oligodendroglioma
g. Hemangioblastoma
2. Tumor ekstradural
3.1.5. Patofisiologi
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran
timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat
32
berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal
dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah
jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara
lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada
pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila
tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan
perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2
dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut
akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf.
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki semua
gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk
peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan
masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.7
33
a. Nyeri kepala
c. Papil edema
titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau
discus optic.
Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang
rusak tidak dapat mendeteksi sinar.6
False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang
sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial, peregeseran
dari struktur-struktur intracranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak
dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer.
Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan
fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau
tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang
sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor
yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
c. Lobus Parietal
Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel
atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
g. Tumor Serebellar
Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar.
h. Tumor Hipotalamus
3.1.7. Diagnosis
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti
dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil
dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai
37
dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka
tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap
stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan
muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang
lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang
mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih
singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi
tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat
menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan
gambar yang berbeda pad CT-Scan.9
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang
38
kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa di
batang otak.9
Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam
(inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah
parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium
serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT
window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada perdarahan
subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus
dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai
adanya edema serebral yang mendasarinya.8
Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih
sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan
kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam
waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena
kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma
dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa
(bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural
hematoma.8
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi
lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan
perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya
biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun
terapi.
2. MRI
39
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan
kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun
terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
4. Foto Thoraks
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama
paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.
Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.9
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang
dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering
daripada tumor primer otak.9
6. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut,
sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor
dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan
pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.7
7. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu.
Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari
tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini
kontraindikasi untuk dilakukan.7
40
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan
untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk
mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama
apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama
untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak.7
3.1.9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses
seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang
sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma,
operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut
dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural
hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade
glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari
pembedahan parsial.7
3. Kemoterapi
41
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan
salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur
ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih,
hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang
atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang
bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan
(tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.9
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana
intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone
adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal.
Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari, tetapi dosisnya dapat ditambahkan
maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala
neurologik.6
7. Head up 30-45˚
42
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit
untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema
serebri.7
3.1.10. Komplikasi
BAB IV
DISKUSI KASUS
Tanda-tanda dan gejala SOL yang dapat dijumpai pada pasien ini berupa tanda-
tanda peningkatan intracranial berupa nyeri kepala dan muntah menyembur yang
dialami sebelum pasien kehilangan kesadaran. Setelah dilakukan CT Scan didapati Sol
di lobus frontalis kanan dengan kalsifikasi ukuran +/- sangat mungkin suatu
meningioma dengan edema perifokal. Tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan
tatalaksana yang dianjurkan dari literatur dan jurnal, yaitu tirah baring dan elevasi
kepala 300, pemberian oksigen, pemberian obat-obat anti-konvulsan, anti-biotik,
kortikosteroid dan penanganan suportif lainnya. Pemantauan setelah tatalaksana di atas
harus dilakukan terus selama beberapa waktu untuk melihat perbaikan dan
perkembangan penyakit pada os.
44
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA