Anda di halaman 1dari 18

BAB III

IKATAN KIMIA
Semua unsur berada dalam keadaan tidak stabil, kecuali unsur gas mulia, karenanya unsur-
unsur tersebut berproses untuk mencapai keadaan yang stabil sebagaimana unsur gas mulia.
Kestabilan masing-masing unsur dapat dicapai melalui interaksi dan pembentukan ikatan
dengan unsur lain baik sebagai homoatomik maupun sebagai heteroatomik bahkan dapat
membentuk poliatomik yang stabil, seperti pada makro molekul atau polimer. Melalui ikatan
kimia unsur-unsur kemudian membentuk molekul ataupun benda-benda yang selanjutnya
menyusun dan menjadi bagian dari alam semesta. Ikatan kimia dapat terjadi akibat adanya
interaksi elektronik, dalam berbagai wujud dan mekanisme. Sehubungan dengan itu maka
dikenal beberapa jenis ikatan kimia antara lain: ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan logam,
ikatan koordinasi, ikatan hidrogen, dan ikatan Van Der Wells.
3.2 Ikatan Ion

Ikatan Ion terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar ion yang bermuatan
positif dan ion yang bermuatan negatif. Contoh, pada pembentukan natrium klorida, atom
Na dengan konfigurasi 1s2 2s2 2p63s1 menerima satu elektron terluarnya, sehingga
membentuk ion Na+ dengan konfigurasi elektron 1s22s22p6. Sedangkan atom Cl dengan
konfigurasi 1s22s22p63s23p5 menerima satu elektron sehingga membentuk Cl- dengan
konfigurasi 2s22p63s23p6.
Interaksi antara ion Na+ dan ion Cl_ kemudian menghasilkan ion Na+Cl - yang
mempunyai energi potensial yang lebih rendah bila dibandingkan dengan energi potensial
unsur-unsur tersebut secara terpisah.

Na+ + Cl- NaCl

Contoh di atas menggambarkan pembentukan pasangan ion dalam keadaan gas dari
atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses ini perubahan energi menyangkut potensial
ionisasi (pada pembentukan kation), afinitas elektron (pada pembentukan anion) dan energi
interaksi coulomb antara kedua jenis ion tersebut. Natrium klorida biasanya ditemukan
sebagai Kristal zat padat, dimana dalam kisi Kristal tiap-tiap ion Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl-
dan tiap ion Cl- dikelilingi oleh 6 ion Na+ yang lain. Kekuatan ikatan ini ditunjukkan dengan
kisi (U) yang didefinisikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan bila satu senyawa
terbentuk dari ion-ionnya dalam keadaan gas.

Na(s) Na(g) S (energi sublimasi) = +180,7 kJ mol-1


Na(g) Na+(g) + e I (energi ionisasi) = +493,8 kJ mol-1
½ Cl2(g) Cl(g) ½ D (energi dissosiasi) = +120,9 kJ mol-1
Cl(g) + e Cl-(g) A (afinitas elektron) = -379,5 kJ mol-1
Na+(g) + Cl- (g) Na+Cl- U (energi kisi) = -754,8 kJ mol-1

Sesuai dengan konvensi termodinamika, energi yang dilepaskan dinyatakan sebagai


harga negatif dan energi yang diserap dinyatakan sebagai harga positif.
Jika kalor pembentukan NaCl adalah ΔHf maka
ΔHf = S + I + ½ D + A + U
= (+ 180,7 + 493,8 + 120,9 – 379,5 – 754,8)
= - 410,9 kJ mol-1
Kalor pembentukan Na+Cl- (padat) dapat pula ditentukan dengan menggunakan daur
Born-Haber sebagai berikut:
Dengan menggunakan huku Hess, entalpi pembentukan NaCl dapat dihitung sebagai
berikut:

ΔHf = ΔH1 + ΔH2 + ΔH3 + ΔH4 + ΔH5


atau
ΔHf = S + I + ½ D + A + U

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa faktor utama dalam pembentukan senyawa ion
adalah energi ionisasi, afinitas elektron dan energi kisi. Dengan demikian, suatu senyawa ion
mudah terbentuk jika:
1. Energi ionisasi salah satu atom relative rendah
2. Afinitas elektron atom yang lain lebih besar (membentuk ion negatif)
3. Energi kisi besar
Menurut Fayans, atom dapat membentuk ion dengna mudah, jikalau struktur ion
yang bersangkutan stabil, muatan ion kecil, dan ukuran atom besar pada pembentukan kation
(+) dan ukuran atom kecil pada pembentukan anion (-). Ion akan stabil jikalau ion itu
mempunyai konfigurasi elektron gas mulia.

K 2.8.8.1 Br 2 . 8 . 18 . 7
K+ 2.8.8 Br 2 . 8 . 18 . 8
Ca 2.8.8.2 O 2.6
Ca++ 2.8.8 O-2 2.8
La 2 . 8 . 18 . 18 . 8 . 3 P 2.8.5
La3+ 2 . 8 . 18 . 18 . 8 P-3 2.8.8

Konfigurasi elektron ion dari unsur-unsur golongan transisi (golongan B) tidak


sesuai dengan konfigurasi unsur gas mulia; seperti contoh berikut ini.

Ag 2 . 8 . 18 . 18 . 1 Cd 2 . 8 . 18 . 18 . 2
Ag+ 2 . 8 . 18 . 18 Cd2+ 2 . 8 . 18 . 18
Berdasarkan aturan Fayans, maka unsur-unsur yang paling mudah membentuk ikatan
ion adalah unsur golongan IA dan VIIA. Unsur golongan IA yang berbilangan kuantum besar
pada keadaan dasar lebih mudah melepaskan elektron terakhirnya. Hal ini berkaitan dengan
energi orbitalnya sehingga gaya tarik antara elektron dengan pusat inti tidak begitu kuat
dibandingkan dengan elektron yang jaraknya lebih dekat dengan inti atom. Misalnya unsur
sesium (Cs) yang terletak di periode 6 golongan IA, begitu mudah melepaskan elektron
terluarnya sehingga banyak dipakai dalam sel foto listrik.
Energi yang digunakan untuk melepaskan elektron kedua yang berbilangan kuantum
n = 3, 1 = 0, m = 0 dan s = ½ unsur magnesium pada pembentukan ion Mg2+ adalah 22,7 eV.
Magnesium dapat membentuk ion Mg2+ disebabkan karena energi interaksi yang besar antara
ion Mg2+ dengan anion (misalnya ion O2- pada pembentukan magnesium oksida).
Sifat senyawa ion antara lain adalah:
(1) Mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi
Ini disebabkan oleh besarnya energi termal yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
elektrostatik antara ion-ion yang terikat erat dalam kisi.
(2) Ion atau leburannya menghantar arus listrik
(3) Pada umumnya larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut non polar
(4) Sangat keras dan getas (rapuh)
3.3 Ikatan Kovalen
Pada senyawa-senyawa seperti H2,, HCl, O2, Cl2 dan sebagainya, tidak terjadi
perpindahan elektron dari satu atom ke atom lain sehingga ikatan pada senawa-senyawa ini
adalah bukan ikatan ion. Ikatan kovalen terbentuk karena pemakaian bersama sepasang
elektron ang berasal dari perjodohan elektron –elektron tunggal (tidak berpasangan) dari
masing-masing atom yang berinteraksi. Elektron seolah-olah merupakan lem ang
merekatkan kedua atom.
Senyawa Cl2, terbentuk melalui ikatan kovalen akibat pemakaian bersama masing-
masing satu elektron terluar dari tiap-tiap atom klor, sehingga konfigurasi elektron kedua
atom sama dengan konfigurasi elektron gas mulia dengan molekul Cl 2. Keadaan ini
menunjukkan bahwa Cl2 lebih stabil dibandingkan atom-atom klor dalam keadaan terpisah.
17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
K L M
17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
K L M
Ikatan kovalen juga terjadi antara atom yang berbeda, misalnya pada HCl.
1H 1s1 + 17Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1
Pengikatan antara atom hidrogen dengan atom klor menghasilkan senyawa hidrogen
klorida yang tidak simetris baik ditinjau dari jari-jari atom maupun dari
keelektronegatifannya, perbedaan keelektronegatifan mengakibatkan senyawa tersebut
menghasilkan momen dipol dan dikenal sebagai senyawa polar. Sebaliknya senyawa Cl2 yang
jari-jarinya simetris dan keelektronegatifan atom pembentuknya sama, tidak mempunyai
momen dipol dan senyawanya tidak polar.
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu atom disebut kovalensi. Contoh
rumus bangun dari beberapa senyawa kovalen diberikan di bawah ini. Garis yang digunakan
untuk menghubungkan antara atom-atom dalam senyawa dinyatakan sebagai ikatan kovalen,
garis tersebut sesungguhnya lambing atau setara dengan sepasang elektron yang terpaut.
Adakalanya dua atom dapat menggunakan bersama lebih dari sepasang elektron
membentuk ikatan rangkap. Pemakaian bersama dua pasang elektron menghasilkan ikatan
rangkap dua dan pemakaian bersama tiga pasang elektron menghasilkan ikatan rangkap tiga,
seperti pada senyawa N2 dan CO2.

:N N: O C O

Kestabilan senyawa kovalen seperti yang dicontohka di atas, dapat pula dijelaskan
dengan menggunakan teori oktet Lewis, yang memandang bahwa dalam molekul kovalen
masing-masing atom dikelilingi oleh empat pasang elektron atau delapan elektron kecuali
hidrogen (duplet). Formasi elektron ditulis sebagai titik, satu pasang titik (elektron) sebagai
satu ikatan setara yang dapat digambarkan dengan garis yang menghubungkan antara atom-
atom yang berkaitan. Perlu diingat, elektron yang ditulis dalam struktur Lewis hanya elektron
valensi (elektron pada kulit terluar).
Teori oktet dapat menjelaskan kestabilan hampir semua senyawa kovalen dengan
baik, tetapi tidak cukup baik untuk menjelaskan beberapa sifat kimia dan fisika senyawa
kovalen tertentu. Misalnya menurut pengamatan, molekul O2 bersifat paramagnetik, jadi
harus terdapat elektron yang tidak berpasangan, tetapi dalam struktur Lewis semua elektron
berpasangan. Hal ini akan dijelaskan kemudian dalam konsep orbital molekul. Demikian juga
kepolaran air dengan sudut molekul 104,5o tidak dapat dijelaskan oleh teori oktet.
Kadang ditemui senyawa kovalen yang cukup stabil tetapi tidak memenuhi kaedah
oktet. Di antaranya ada senyawa yang dikelilingi oleh kurang dari delapan elektron seperti
BeCl2 dan BCl3 (oktet tidak sempurna) dan ada senyawa yang dikelilingi oleh lebih dari
delapan elektron (oktet diperluas) seperti PCl5 dan SF6.
Senyawa kovalen memiliki sifat-sifat berikut:
1) Pada suhu kamar, senyawa kovalen umumnya berupa gas, cairan, atau padatan lunak
dengan titik leleh rendah. Gaya antar molekul lemah jika dibandingkan dengan ikatan ion.
2) Larut dalam pelarut non polar seperti benzene dan beberapa di antaranya dapat
berinteraksi dengan pelarut polar.
3) Padatan, leburan atau larutannya tidak menghantar listrik.
Jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk oleh suatu unsur bergantung pada jumlah
elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut. Namun ada beberapa pengecualian yang
dapat dijelaskan dengan teori lain.

Contoh:
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1 : Ada satu elekton tunggal, jadi Cl
hanya dapat membentuk satu
ikatan kovalen (HCl, CCl4)
O 1s2 2s2 2px2 2py1 2pz1 : Ada dua elektron tunggal,
sehingga O dapat membentuk dua
ikatan (H – O – H, O = O).
C 1s2 2s2 2px1 2py1 : Hanya ada dua elektron tunggal,
sedangkan C biasanya membentuk
empat ikatan (CH4).
B 1s2 2s2 2p1 : Hanya ada satu elekton tunggal,
sedangkan B dapat membentuk
tiga ikatan (BCl3)
P 1s2 2s2 2p6 3s2 3px1 3py1 3pz1 : Hanya ada tiga elektron tunggal,
sedangkan P dapat membentuk
lima ikatan (PCl5)
S 1s2 2s2 2p6 3s2 3px2 3py2 3pz1 : Hanya ada dua elektron tunggal,
sedangkan S dapat membentuk
enam ikatan (SF6).

Pengecualian tersebut dapat dijelaskan dengan konsep hibridisasi yang akan dibahas
kemudian.
Berdasarkan dari jenis atom pembentuk, ikatan kovalen dapat bersifat nonpolar
atau polar, bergantung dari elektronegativitas (kekuatan untuk menarik elektron) dari
masing-masing atom.
- Non polar : kalau molekul terbentuk dari atom-atom yang sama atau yang sama
elektronegativitasnya.
- Polar : bersifat polar, karena ada pemisahan muatan akibat perbedaan
elektronegativitasnya atom pembentuk senyawa, sebagimana dijelaskna pada HCl.
Jadi karena perbedaan elektronegativitas terjadi pemisahan muatan yang
menimbulkan sifat polar dan adanya momen dipol, yang digambarkan sebagai δ+ dan δ- atau
dapat dituliskan sebagai  dimana arah panah menuju ke pole negatif.
H Cl
δ+ δ-
besarnya momen dipol dapat diukur dengan rumus:
momen dipol, μ = e x R
dimana: e = muatan, dalam e.s.u
R = jarak, dalam cm
μ = dalam D (Debye), ID = 10-18 e.s.u
Sifat kepolaran molekul dapat dibuktikan secara fisis kalau ditempatkan dalam medan
magnet. Molekul polar akan menunjukkan keteraturan arah muatan positif dan negatif.
Karena adanya sifat polar yang disebabkan oleh pemisahan muatan (δ+ dan δ-), maka
ikatan dalam senyawa polar sebagian akan bersifat ion. Besarnya (dalam %) sifat ion ini
dapat dihitung dengan beberapa cara, antara lain:
1) Ukuran dipol moment
2) Ukuran elektronegatifitas
3.4 Momen dipol (µ)

Misalkan dipol moment LiH teramati 5,9 D. Pada jarak antar muatan r = 1,60 Ao
(100% ionik), µ terhitung = 7,7 D. jadi sifat ion ikatan adalah:
5,9
Sifat ionik molekul LiH = 7,7 x 100 % = 77 %

(Hasil eksperimen = 80%)

3.5 Elektronegativitas
Cara ini dilakukan dengan menggunakan tabel elektronegatifitas beberapa unsur
sebagai berikut:
Tabel 1. elektronegatifitas beberapa unsur
IA
H
2,10 IIA IIIA IVA VA VIA VIIA
Li Be B C N O F
0,97 1,50 1,50 2,00 3,00 3,50 4,10
Na Mg Al Si P S Cl
1,00 1,20 1,50 1,90 2,20 2,40 2,80
K Cd Ga Ge As Se Br
0,91 1,00 1,80 2,00 2,20 2,50 2,70
Rb Sr In Sn Sb Te I
0,89 0,99 1,60 1,70 2,20 2,00 2,20
Cs Ba Ti Pb Bi Po At
0,86 0,97 1,40 1,60 2,20 1,80 2,00
Sumber: Chemistry, Modern Introduction, F. Brescia Cs

Berdasarkan data nilai elektronegativitas tersebut dapat diramalkan apakah molekul


itu ionik atau kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas antara atom-atom yang saling
mengikat itu besar maka senyawa itu cenderung ionic, misalnya, Cesium, Cs (0,86) dan
Fluor, F (4,10), jikalau bereaksi membentuk molekul, maka senyawa yang terbentuk akan
berikatan ion. Hal ini disebabkan oleh tarikan pasangan elektron yang kuat pada F. akan
tetapi klor, Cl (2,80) dan Brom (2,70) dimana nilai elektronegativitasnya setara, akan
membentuk senyawa dengan ikatan kovalen. Masalah yang timbul adalah, sampai seberapa
jauh perbedaan nilai elektronegativitas itu memberikan patokan terhadap jenis ikatan kovalen
atau ionic? Untuk menjawab masalah ini dibuat suatu perjanjian bahwa senyawa yang nilai
elektronegativitasnya lebih besar dari 1,5 akan membentuk senyawa ionic, sedangkan yang
kurang dari 1,5 akan membentuk senyawa kovalen. Jikalau perbedaan elektronegativitas tidak
mendekati nol, senyawanya adalah polar, sebaliknya jikalau perbedaannya mendekati nol,
senyawanya adalah non-polar.
Contoh soal: Tentukan senyawa apakah molekul berikut ini:
AlBr3; AlF3, SiCl4; BrCl; SbH3
Penyelesaian:
Berdasarkan nilai elektronegativitas pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan nilai
elektronegativitas antar atom yang saling mengikat:
Al – Br: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa AlBr3 merupakan senyawa
1,5 2,7 kovalen (2,7 – 1,5 = 1,2 < 1,5)
Al – F: membentuk ikatan ion, jadi senyawa AlF3 merupakan senyawa ion
1,5 4,1 ion (4,1 – 1,5 = 2,6 > 1,5)
Si – Cl: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa SiCl4 merupakan senyawa
1,9 2,8 kovalen (2,8 – 1,9 = 0,9 < 1,5)
Br – Cl: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa AlBr3 merupakan senyawa
2,7 2,8 kovalen (2,8 – 2,7 = 0,1 < 1,5)
Sb – H: membentuk ikatan kovalen, jadi senyawa SbH3 merupakan senyawa
2,1 2,1 kovalen (2,1 – 2,1 = 0 < 1,5)

Ditinjau dari kepolarannya, maka:


AlBr3 : merupakan senyawa kovalen polar
AlF3 : merupakan senyawa ion polar
SiCl4 : merupakan senyawa kovalen non polar (bentuk geometri tetrahedral)
BrCl : merupakan senyawa kovalen polar
SbH3 : merupakan senyawa kovalen non-polar
3.6 IKATAN KOVALEN KOORDINASI

Ikatan ini disebut juga Ikatan kovalen dativ karena mirip dengan ikatan kovalen
tetapi hanya satu atom yang menyediakan dua elektron untuk dipakai bersama (pasangan
elektron pengikat berasal dari satu atom saja). Sebagai contoh perhatikan cara
pembentukan suatu kompleks BCl3 NH3 yang stabil, yang terbentuk dari amonia dan boron
triklorida.
Atom nitrogen dalam amonia mengandung dua elektron yang tidak terikat (sepasang
elektron bebas) sedangkan atom boron dalam boron triklorida kekurangan dua elektron
untuk mencapai struktur oktet yang stabil.

Pada rumus Lewis digunakan garis untuk menyatakan pasangan elektron, maka ikatan
koordinat kovalen dapat dinyatakan dengan tanda panah dari atom yang memberikan
pasangan elektron. Misalnya pada pembentukan BCl3/NH3 dapat ditulis:
Pada reaksi di atas nitrogen dapat disebut donor pasangan elektron bebas sedangkan
boron adalah akseptor pasangan elektron bebas.
3.7 IKATAN LOGAM

Ikatan logam ini adalah gaya yang mengikat atom satu terhadap atom yang lain,
dimana atom itu mengadakan penyusunan ulang elektron yang tidak berpasangan
sehingga menjadi ion. Ion-ion itu terletak pada jarak tertentu satu terhadap yang lain
sehingga membentuk suatu bidang kristal, dengan demikian ion logam dihubungkan oleh
elektron yang selalu bergerak di bidang kristal-kristal tersebut.
Pada ikatan logam atom-atom saling berkaitan dengan cara pemakaian bersama
elektron oleh semua atom dalam kisi. Pada kisi terdapat ion positif logam yang saling tolak
menolak, akan tetapi terdapat juga tarik-menarik antara ion-ion positif dengan elektron yang
bebas bergerak di antaranya. Elektron-elektron terdelokalisasi di antara ion-ion logam.

Logam-logam Na, hablurnya berbentuk kubus dengan ion Na+ terletak di titik sudut
jikalau ada arus listrik mengalir lewat hablur ini, maka elektron akan bergerak ke logam Na
yang cenderung bermuatan positif, dari tegangan rendah ke tegangan tinggi; akan tetapi ion
Na+ tetap di kisi-kisi kristal.
Dengan demikian, senyawa berikatan logam ini dapat menghantarkan arus listrik.
Sifat umum senyawa berikatan logam:
1. Penghantar panas dan penghantar listrik yang baik
2. Keras, mudah ditempa dan lentur
3. Suhu lebur dan suhu didihnya tinggi
4. Kristalnya mempunyai bilangan koordinasi yang tinggi
a. IKATAN HIDROGEN

Atom hidrogen mempunyai satu elektron dengan bilangan kuantum n = 1,1 = 0, m


= 0 dan s = + ½, dengan demikian atau hidrogen hanya mempunyai satu elektron valensi.
Akan tetapi kadang-kadang ada suatu rumus molekul yang menunjukkan seolah–olah atom
hidrogen mempunyai valensi dua dan menjembatani hidrogen dengan atom-atom yang
mempunyai pasangan elektron bebas, atau dengan atom yang berelektronegativitas tinggi,
keadaan demikian ini disebut ikatan hidrogen sebagai jembatannya disebut jembatan
hidrogen (hydrogen bridge).
Adanya ikatan hidrogen menyebabkan molekul air dan alkohol mempunyai titik didih
yang relatif lebih tinggi. Senyawa nitrogen juga dapat membentuk ikatan hidrogen. HF titik
didihnya lebih tinggi daripada HBr karena HF dapat membentuk ikatan hidrogen.

Contoh: polimer (HF)n

Ikatan hidrogen
Ikatan antara HF itu disebabkan oleh adanya gaya elektrostatik dan ikatan ini sangat
lemah.
Contoh lain: (H2O)n, alcohol (R–OH)n dan senyawa amina.
3.8 IKATAN VAN DER WAALS

Yang dimaksud dengan ikatan V.D Waals adalah gaya yang timbul antara
atom/molekul pada jarak tertentu sehingga seolah-oleh terjadi senyawa baru pada jarak
tertentu atom/senyawa itu saling tarik menarik yang sangat lemah , akan tetapi bila jarak
ini dilampaui maka keduanya akan saling menolak sehingga keduanya menjauhi dengan
demikian atom/molekul berada dalam suatu ruangan pada jarak tertentu satu terhadap
yang lain.
3.9 PERLUASAN TEORI IKATAN KOVALEN

Pembahasan yang menyangkut ikatan kovalen dapat ditinjau dengan dua cara
pertama elektron-elektron yang digunakan bersama itu menempati orbital-orbital atom yang
saling bertindihan (overlap). Cara ini yang disebut Teori Ikatan Valensi dikembangkan oleh
Hietler dan Slater, dan kemudian diperluas oleh pauling dan Coulson. Pada cara kedua ,
molekul dianggap mempunyai orbital-orbital molekul yang ditempati oleh elektron
menurut energi yang meningkat. Cara ini dikembangkan oleh Hund dan Milikan dan
dikenal sebagai Teori Orbital Molekul.
3.9.1 Teori Ikatan Valensi

Teori ini bertitik tolak dari atom-atom secara terpisah, ikatan antar atom ini terjadi
dengan cara saling bertindihan dari orbital-orbital atom, dimana masing-masing
mengandung sebuah elektron. Agar didapatkan molekul yang stabil, kedua elektron itu harus
mempunyai spin yang berlawanan sehingga didapatkan suatu harga yang minimum pada
kurva energi yang potensial.
Dengan spin yang sejajar tidak akan terbentuk ikatan yang stabil.
Kekuatan ikatan bergantung pada derajat pertindihan yang terjadi. Makin besar
derajat pertindihan makin kuat ikatan. Pertindihan antara dua orbital s tidak kuat, oleh karena
distribusi muatan berbentuk bola; pada umumnya ikatan s-s relative lemah. Orbital p dapat
bertindih dengan orbital s atau orbital p lainnya dengan lebih efektif karena orbital-orbital p
terkonsentrasi pada arah tertentu.

(a) molekul H2 (pertindihan s-s)

(b) molekul HCl (pertindihan s-p)

(c) molekul Cl-Cl (pertindihan p-p)

Pada ketiga contoh di atas terjadi pertindihan pada sumbu molekul. Kerapatan
elektron maksimal. Ikatan yang terbentuk disebut ikatan sigma (ikatan σ).
Ikatan Pi (π) akan terbentuk apabila pertindihan terjadi antara orbital-orbital yang
tegak lurus pada sumbu molekul. Jadi, ikatan ini terjadi antara orbital-orbital p yang sejajar.
Ikatan ini dijumpai misalnya pada N2 (NN) dimana terdapat satu ikatan sigma dan
dua ikatan pi.

Pada teori ikatan valensi terdapat dua konsep penting yakni konsep resonansi dan
konsep hibridisasi.
3.9.2 Konsep Hibridisasi

Pembentukan ikatan dengan cara pertindihan dari dua buah orbital atom mempunyai
syarat bahwa masing-masing orbital itu hanya mengandung satu elektron dan bahwa kedua
elektron tersebut spinnya berlawanan. Perhatikan atom-atom Be, B, dan C dengan susunan
elekton sebagai berikut:

Berdasarkan susunan ini diharapkan bahwa Be akan bersifat seperti unsur gas mulia (sulit
membentuk ikatan), B hanya membentuk satu ikatan dan C membentuk dua ikatan,
kenyataannya:
Be dapat membentuk BeCl2 (bervalensi dua)
B dapat membentuk BCl3 (bervalensi tiga)
C dapat membentuk CCl4 (bervalensi empat)
Untuk dapat menerangkan ini dipostulatkan bahwa satu elektron dalam orbital 2s
dipindahkan ke orbital 2p.
3.9.3 Konsep Resonansi

Resonansi adalah suatu konsep untuk menerangkan struktur dari molekul yang
mempunyai dua atau lebih struktur yang ekivalen, yang memenuhi persyaratan ikatan,
senyawa yang tidak dapat dituliskan hanya dengan satu rumus struktur, melainkan
digambarkan melalui lebih dari satu rumus struktur. Kesulitannya adalah model-model ikatan
kovalen tidak dapat menggambarkan semua sifat-sifatnya. Struktur benzena hanya dapat
digambarkan melalui dua struktur yang ekivalen, sebagai berikut:

Kedua struktur ini tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Jarak
antara kedua atom karbon ternyata sama besar untuk keenam ikatan karbon-karbon, yaitu
1,39 Å, sedangkan panjang ikatan C – C adalah1,54 Å dan panjang ikatan C = C adalah 1,34
Å. Secara eksperimen ditemukan pula bahwa kalor pembentukan benzene dari C (g) dan H
(g) sebesar 1315 kkal/mol, sedangkan perhitungan dari struktur I atau II menghasilkan harga
1276 kkal/mol. Menurut konsep ini struktur benzena yang sebenarnya bukan struktur I atau
II, melainkan suatu struktur (yang tak dapat digambarkan) yang terletak di antaranya.
Struktur yang sebenarnya beresonansi antara struktur I dan struktur II, atau merupakan
hibrida resonansi dari kedua struktur tersebut.
3.9.4 Konsep Orbital Molekul

Orbital molekul terbentuk dari hasil interaksi antara dua atau lebih orbital atom.
Jika dua orbital atom berinteraksi maka akan dihasilkan dua orbital molekul pula ,
demikian seterusnya. Distribusi elektron dalam molekul tidak lagi berada pada orbital
atom masing-masing pembentuk melainkan ditempatkan atau yang dikenal dengan istilah
terlokalisasi (terlokalisir) pada daerah tumpang tindih yang kita kenal sebagai orbital
molekul.
Ditinjau dari profil energinya maka orbital molekul terbagi dua, yakni orbital molekul
bonding (ikatan) yang dilambangkan dengan OM dimana orbital molekul memiliki tingkat
energi rendah. Sedangkan orbital molekul antibonding (anti ikatan) ayng dilambangkan
dengan OM* adalah orbital molekul yang memiliki energi lebih tinggi.
3.9.4.1 Orbital Molekul Bonding (OM)

Orbital molekul bonding digambarkan sebagai orbital molekul yang memiliki


tingkat energi lebih rendah jika dibandingkan dengan orbital atom masing-masing atom
pembentukannya.

Perhatikan bahwa setelah kedua orbital atom berinteraksi maka kerapatan antara
kedua inti menjadi tebal. Pada daerah tumpang tindih tersebut elektron terlokalisir, sehingga
merupakan daerah dimana probabilitas terbesar elektron dapat ditemukan. Kuatnya ikatan
yang terjadi dapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa kerapatan elektron di antara kedua inti
menjadi besar.
3.9.4.2 Konfigurasi Elektron dalam orbital molekul

Prinsip yang berlaku pada konfigurasi elektron dalam atom berlaku pula pada
konfigurasi elektron dalam orbital molekul, seperti aturan afbau , aturan Pauli dan aturan
Hund. Dalam menggambarkan diagram energi level orbital molekul bonding (OM), yang
energi levelnya lebih rendah dari energi level atom-atom pembentuknya.
Adanya orbital molekul bonding dan anti bonding dapat dibuktikan dalam studi
spekstroskopi molekul. Pengisian elektron dalam orbital-orbital molekul sesuai dengan
pengisian elektron dalam orbital atom yaitu: (1) orbital dengan energi terendah diisi lebih
dahulu (2) dalam satu orbital molekul terdapat maksimum dua elektron, (3) jika terdapat
orbital molekul yang energinya sama, sedapat mungkin elektron tidak berpasangan (aturan
Hund).
Orbital molekul yang terbentuk dari orbital atom dapat berupa orbita molekul sigma
(s) atau orbital molekul pi (p). Masing-masing orbital molekul dapat merupakan orbital
molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (s*, p*). Orbital sigma adalah orbital
molekul yang simetris terhadap sumbu ikatan, sedangkan orbital pi mempunyai bidang nodal
(bidang tanpa kerapatan elektron) yang terdapat pada sumbu antar-inti. Orbital pi terbentuk
dari orbital atom p yang sejajar. Sebagai sumbu digunakan sumbu x, y, z. orbital molekul
untuk molekul diatomic homonuklear yang terbentuk dari orbital-orbital atom dapat
dinyatakan sebagai berikut:
σ1s σ*1s terbentuk dari orbital atom 1s
σ2s σ*2s terbentuk dari orbital atom 2s
σ2pz σ*2pz terbentuk dari orbital atom 2pz
π2px π*2pz terbentuk dari orbital atom 2px
π2py π*2py terbentuk dari orbital atom 2py

Urutan tingkat energi dari orbital-orbital molekul mulai dari tingkat energi terendah,
ialah
σ1s < σ*1s < σ2s < σ*2s < σ2pz < π2px = π2py < π*2px = π2py < σ*2pz
Diagram tingkat energi orbital molekul dapat dilihat pada Gambar 4. Konfigurasi elektron
menurut teori orbital molekul H2, He2, dan Li2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Molekul H2

Diagram di atas menunjukkan kontribusi elektron dari masing-masing atom ke dalam


orbital molekul. Satu elektron dari masing-masing atom berkontribusi dan berpasangan dalam
orbital molekul σ1s yang memiliki energi lebih rendah. Orbital molekul σ*1s tidak terisi
elektron, konfigurasi elektron molekul H2 adalah:

Molekul He2.

Helium mempunyai nomor atom 2. Jika terdapat molekul He2 maka pada molekul ini
terdapat 4 elektron, sesuai dengan teori, elektron masuk ke orbital molekul bonding σ1s dan
orbital σ*1s dan konfigurasi elektronnya dapat ditulis:
Dalam molekul ini jumlah elektron dalam orbital anti ikatan sama banyak dengan
jumlah elektron dalam orbital bonding. Oleh karena itu, molekul He2 tidak stabil, jadi dapat
dikatakan bahwa molekul ini tidak pernah ada. Molekul He2 tidak pernah ditemukan secara
eksperimen. Yang pernah ditemukan adalah He22+ dan He2+.
He22+ [(σ1s)2]
He2+ [(σ1s)2 (σ*1s)1]
Oleh karena jumlah elektron dalam orbital ikatan lebih banyak dari jumlah elektron
dalam orbital anti ikatan , dapat diharapkan bahwa terdapat senyawa helium yang stabil.

Molekul Li2

Dengan cara yang sama dengan molekul H2 dan He2 diperoleh konfigurasi untuk
molekul Li2 sebagai berikut:
Li2 : [(σ1s)2 (σ*1s)2 (σ2s)2]

Pada H2 dan Li2 terdapat masing-masing satu pasang elektron yang berbentuk ikatan
tunggal kovalen. Dalam teori orbital molekul, kestabilan ikatan kovalen berhubugan dengan
orde ikatan. Orde ikatan adalah setengah dari perbedaan jumlah elektron dalam orbital ikatan
dan dalam orbital anti ikatan. Orde ikatan (OI) dapat diungkapkan sebagai

Nb–Na
OI =
2

Nb = jumlah elektron dalam orbital ikatan (bonding orbital)


Na = jumlah elektron dalam orbital anti ikatan (anti bonding orbital)

Untuk He2:
Nb–Na 2–2
OI = = =0
2 2

Anda mungkin juga menyukai