Disusun oleh :
NPM 1102014221
Pembimbing :
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Loss of consciousness (LOC) atau koma, adalah kondisi klinis ketidaksadaran
yang berkepanjangan, yang disebabkan oleh beragam etiologi, paling banyak
disebabkan oleh gangguan system saraf pusat, dan toksisitas. Tingkat sadar
dipertahankan oleh reticular asending mengaktifkan sistem di batang
otak. Kewaspadaan kortikal dipertahankan oleh proyeksi seperti dari ARAS ke
korteks. Fungsinya juga terganggu secara mekanis, atau oleh racun dan metabolit
toksik.1
2.2 Etiologi
Ada beberapa faktor etiologis yang dapat menyebabkan keadaan koma.
Pendekatan yang disederhanakan untuk etiologi koma dapat diklasifikasikan
secara luas sebagai penyebab intrakranial dan sistemik.2
Penyebab multifokal adalah kelompok yang paling beragam dan
merupakan kelompok kasus koma terbesar. Trauma adalah penyebab utama koma
diikuti oleh lesi vaskular dan anoksia. Dari penyebab postanoxic, yang paling
umum adalah henti jantung-paru, stroke, henti pernapasan, dan keracunan karbon
monoksida. Penyebab umum lainnya termasuk keadaan postictal setelah kejang,
keracunan, dan gangguan metabolisme.3
2. 3 Diagnosis
Loss of conciousness atau koma, memiliki gejala yang pasti dan konstan
1. Mata tertutup.
2. Tidak merespons, beberapa kali asimetris atau titik pin dan tidak responsif
seperti pada subarachnoid pendarahan.
3. Refleks batang otak yang tertekan, sebagaimana dibuktikan oleh gerakan
mata tertekan.
4. Tidak ada gerakan di tungkai, dan kadang-kadang beberapa gerakan
refleks.
5. Napas ataksis, kulit berkeringat dingin, dan masuk koma metabolik, bau
khusus seperti bau uremik atau bau buah DKA.
6. Kejang dapat bermanifestasi jika penyebabnya adalah serebral
berorientasi, seperti peradangan atau ICH (intracerebral hemorrhage)
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis
tersebut didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu
berada bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit,
riwayat trauma, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat
kelainan kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam
mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun.
Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia.
Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang
disebabkan penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau
fruity smell yang disebabkan karena ketoasidosis.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada
penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk
dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur
servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
- Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma
secara kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan
neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
Umum
- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
- Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
- Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama
(aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
- Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
- Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),
dicurigai suatu koma metabolik
- Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
- Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat
kolinergik.
- Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
- Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi
global, keracunan barbiturat.
Refleks kornea dan posisi kelopak mata
Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam
keadaan tetutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaaan
koma, biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat seperti
halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau terbuka
sebagian dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan dari otot-otot
wajah. Jika saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit dibuka atau saat
dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan gerakan yang volunter
dan dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya dalam keadaan koma.
Reflek mengedip biasanya hilang pada saat seseorang dalam keadaan koma.
Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu pada pasien dalam
persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras sensoris aferen ke batang
otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif dalam menerima respon, bahkan
pasien dengan kerusakan total pada cortex yang mengatur visual masih dapat
merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak pada respon langsung/sentuhan.
Reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi kedua bola mata (Bell’s
Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus trigeminal menuju tegmentum
batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaaan
intak/baik. Lesi struktural pada mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya
Bell’s phenomenon, tetapi respon mengedip tetap ada.
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam
darah, juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton,
faal hati, faal ginjal dan elektrolit.
Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan
lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG,
foto toraks dan foto kepala
Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.
Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Motorik:
Verbal:
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari
8 menandakan koma.
2.4 Tatalaksana
Prinsip umum penilaian awal dan manajemen
A - Airway: apakah paten airway?
Jika pasien merespons dengan suara normal, maka jalan napas adalah
paten. Obstruksi jalan nafas bisa sebagian atau lengkap. Tanda-tanda jalan nafas
yang terhambat sebagian termasuk suara yang berubah, pernapasan bising (mis.
Stridor), dan usaha pernapasan yang meningkat. Dengan jalan nafas yang benar-
benar terhambat, tidak ada respirasi meskipun ada usaha keras (yaitu, respirasi
paradoks, atau tanda "lihat-lihat").
Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai dalam pengaturan apa
pun. Inspeksi kulit memberi petunjuk untuk masalah sirkulasi. Perubahan warna,
berkeringat, dan penurunan tingkat kesadaran adalah tanda-tanda
penurunanperfusi. Jika stetoskop tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan.
Pemantauan dan elektrokardiografi pengukuran tekanan darah juga harus
dilakukan sebagai secepatnya. Hipotensi adalah klinis merugikan yang penting
tanda. Efek hipovolemia dapat dikurangi dengan menempatkan pasien dalam
posisi terlentang dan meninggikan pasien kaki. Akses intravena harus diperoleh
segera mungkin dan salin harus diinfuskan.
Tanda-tanda trauma, perdarahan, reaksi kulit (ruam), jarum tanda, dll, harus
diperhatikan. Mengangkat martabat dalam pikiran pasien, pakaian harus dilepas
untuk memungkinkanpemeriksaan fisik menyeluruh untuk dilakukan. Tubuh suhu
dapat diperkirakan dengan merasakan kulit atau menggunakan termometer saat
tersedia.
Apapun diagnosis atau penyebab koma, beberapa prinsip umum
manajemen dapat diaplikasikan kepada seluruh pasien dan harus diterapkan pada
saat kita menjalankan pemeriksaan dan merencanakan terapi definitif
Amankan oksigenasi
Pasien koma idealnya harus mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari
100mmHg dan PaCO2 antara 35 dan 40mmHg.
Pertahankan sirkulasi
Pertahankan tekanan darah arterial rerata (mean arterial pressure/MAP;
1/3 sistolik + 2/3 diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan mempergunankan
obat-obatan hipertensif dan atau hipotensif seperlunya. Secara umum, hipertensi
tidak boleh diterapi langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg. Pada
pasien lansia dengan riwayat hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh
diturunkan melebihi level dasar pasien tersebut, oleh karena hipotensi relatif dapat
menyebabkan hipoksia serebral. Pada pasien muda dan sebelumnya sehat, tekanan
sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup, meskipun demikian apabila ada
peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (misalnya di atas
65mmHg).