Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran berkembang pesat dari waktu ke waktu. Salah satu yang
paling berkembang adalah teknik pembedahan. Pembedahan kini dapat dilakukan
dengan teknik minimal invasif, menggunakan radiologi intervensi. Radiologi
intervensi merupakan teknik yang menggunakan berbagai gambar radiologi
sebagai panduan untuk menargetkan lokasi terapi secara tepat.
Dengan memanfaatkan pencitraan radiologi (sinar-X, ultrasound, CT-
scan, MRI), macam-macam terapi penyakit baik vaskular maupun non vaskular
dapat dilakukan dengan minimal invasi, yang berdampak pada rasa sakit yang
lebih minimal, lama tinggal di rumah sakit yang lebih singkat, dan proses
penyembuhan yang lebih cepat1.
Setelah dilakukan pertama kali pada tahun 1953 oleh seorang radiolog
Swedia bernama Seldinger, ilmu radiologi intervensi berkembang pesat.
Angioplasty pertama kali dilakukan pada tahun 1964 oleh Charles Theodore
Dotter yang juga dikenal sebagai “father of radiology”. Pada tahun 1966, teknik
embolisasi dilakukan pertama kali untuk mengobati tumor. Teknik embolisasi
selanjutnya dilakukan untuk tatalaksana perdarahan saluran pencernaan pada
tahun 1970. Seiring berjalannya waktu teknik radiologi intervensi berkembang
pesat dalam penanganan berbagai penyakit2.
Di Indonesia sendiri terdapat 3 rumah sakit yang mengawali teknik
radiologi intervensi di dalam negeri. Pertama yaitu Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada sekitar tahun 1950. Kemudian
pada kisaran tahun 1980, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya juga
memulia kiprah dalam radiologi intervensi, dan dilanjutkan oleh Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto pada tahun 1987.

1
Jumlah dokter radiologi intervensi di Indonesia saat ini masih sangat
sedikit, dan hanya berpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
dan Semarang. Sebagaimana jumlah dokternya, jumlah rumah sakit yang
melayani tindakan radiologi intervensi juga masih sedikit. Di Jakarta sendiri
terdapat 6 rumah sakit yang sudah memberikan pelayanan radiologi intervensi,
yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Rumah Sakit Abdi Waluyo, Rumah
Sakit Siloam Tangerang, Rumah Sakit Bethsaida Tangerang dan Rumah Sakit
Sukanto5.

1.2 Tujuan
Referat ini bertujuan untuk memahami lebih dalam mengenai radiologi
intervensi yang merupakan cabang ilmu radiologi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Radiologi Intervensi mengacu pada berbagai teknik yang bergantung pada


penggunaan panduan gambar radiologi (fluoroskopi sinar-X, ultrasound,
computed tomography [CT] atau magnetic resonance imaging [MRI]) untuk
menentukan target terapi secara tepat. Kebanyakan teknik radiologi intervensi
digunakan untuk alternative selain operasi terbuka dan laparoskopi, namun
dengan minimal invasi. Prosedur pelaksanaan Radiologi intervensi dimulai
dengan memasukkan jarum melalui kulit menuju target operasi, disebut dengan
pinhole surgery3.

2.2 Macam-macam radiologi intervensi

Secara garis besar, radiologi intervensi dapat dibagi menjadi radiologi


intervensi vaskular dan non vaskular. Radiologi intervensi vaskular berhubungan
atau melalui pembuluh darah, sedangkan radiologi intervensi non vaskular tidak
melalui atau berhubungan dengan pembuluh darah4.

Jenis tindakan yang dapat dilakukan radiologi intervensi terutama yang


vaskular dapat dibedakan menjadi 2 kelompok tindakan, yakni tindakan
diagnostik dan terapi. Tindakan diagnostik yang dilakukan adalah angiografi
dengan membuat gambar dari pembuluh darah suatu organ. Sedangkan untuk
tindakan terapi yaitu prosedur yang dilakukan pada radiologi intervensi terutama
yang vaskuler, prinsipnya adalah yang tidak lancar dijadikan lancar dengan
menggunakan balonisasi, stent atau hanya sekedar melakukan flushing, sedangkan
aliran yang terlalu lancar (bocor) ditutup dengan menggunakan embolan, embolan
cair, partikel atau coil4.

3
Beberapa pelayanan yang dapat dilakukan dengan teknik radiologi
intervensi yaitu; angioplasty, stent placement, biopsy dan drainase, embolisasi,
ablasi tumor, dan trombolisis.

2.2.1 Radiologi Intervensi Vaskular

Angiografi

Angiografi adalah pemeriksaan sinar-X untuk pembuluh darah. Angiografi


dilakukan untuk melihat keadaan pembuluh darah dan membantu menegakkan
diagnosis penyakit pada pembuluh darah. Beberapa penyakit yang paling sering
terjadi dan dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi yaitu aterosklerosis,
aneurisma, angina, dan penyumbatan aliran darah ke ginjal3.

Angiografi dilakukan dengan cara memasukkan kateter pada pembuluh


darah, kemudian disuntikkan kontras. Selanjutnya kontras tersebut akan mengisi
pembuluh darah sehingga kondisi pembuluh darah dapat terlihat6.

Angiografi sendiri dibagi menjadi 2, yaitu arteriografi dan


flebografi/venografi. Arteriografi adalah pemeriksaan pembulu darah arteri
dengan menggunakan zat kontras. Karena aliran darah pada arteri sangat cepat,
maka digunakan rapid film changer yang dapat memotret maksimal sampai 10

4
film per detik, sehingga setiap aliran kontras dalam pembuluh darah dapat diikuti.
Indikasi pemeriksaan arteriografi yaitu mendiagnosis kelainan kongenital seperti
agenesis atau hipogenesis, perdarahan, trauma, kelainan pembuluh darah (seperti
stenosis, aneurisma, oklusi), dan tumor7.

Flebografi atau venografi merupakan pemeriksaan pembuluh darah balik


(vena) dengan menyuntikkan zat kontras ke dalam vena tersebut. Karena aliran
darah dalam vena lambat, maka tidak perlu pemasangan rapid film changer.
Indikasi venografi yaitu pada pasien dengan edema akibat kelainan vena, varises,
aneurisma vena, penyumbatan vena, gangguan katup vena, dan penekanan vena
oleh massa tumor 7.

Alat yang digunakan untuk angiografi dapat merupakan mesin


konvensional untuk angiografi atau digital substraction angiography. Digital
substraction angiography (DSA) merupakan alat yang sering digunakan. Saat ini,
prosedur angiografi sering digantikan oleh by computed tomography angiography
atau magnetic resonance angiography8. Saat ini CT-angiography sering dilakukan
untuk mendeteksi perdarahan pada saluran cerna yang tidak dapat ditemukan
dengan endoskopi3.

Sebelum melakukan angiografi, ada beberapa hal yang harus disiapkan


oleh pasien, yaitu:

a. Informed consent kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan


b. Pasien dipuasakan sejak malam hari
c. Mencukur rambut di bagian tubuh yang akan dimasukan kateter
d. Berikan obat penenang 2 jam sebelum pemeriksaan, berupa diazepam
10 mg.

Setelah prosedur angiografi dilakukan, dapat terjadi beberapa efek


samping, di antaranya; bruise (memar) pada daerah pembuluh darah yang
disuntikkan, hematom, dan false aneurysm, yang akan hilang dengan sendirinya.

5
Perlu diperhatikan hal-hal yang menjadi kontraindikasi dari pemeriksaan
angiografi. Yang pertama, jika pasien memiliki alergi terhadap yodium, karena
bahan kontras mengandung yodium, maka keadaan ini merupakan kontraindikasi
absolut7.

Angioplasty dan Arterial stenting

Angioplasty adalah prosedur minimal invasive yang digunakan untuk


memperbaiki arteri yang tersumbat atau menyempit. Di Inggris, prosedur ini
paling banyak dilakukan pada arteri di ekstremitas bawah3.

Prosedur angioplasty dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke dalam


arteri. Jarum tersebut kemudian akan diganti deengan kateter yang menjadi jalan
masuk x-ray dye. X-ray dye tersebut kemudian akan menunjukkan arteri yang
mengalami sumbatan atau penyempitan. Selanjutnya, sebuah balon akan
dikembangkan di daerah yang mengalami sumbatan atau penyempitan, Setelah
itu, dimasukkan kembali x-ray dye untuk melihat apakah sumbatan atau
penyempitannya telah berhasil teratasi3.

Pada beberapa kasus, setelah dilakukan angioplasty, tetap perlu


pemasangan stent. Stent merupakan tabung tang terbuat dari metal yang
digunakan untuk mempertahankan bentuk dinding pembuluh darah3.

6
Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR)

EVAR dapat dilakukan untuk mengatasi aneurisma aorta abdominalis


(AAA), sebagai alternative dari operasi terbuka. EVAR sendiri merupakan teknik
yang baru berkembang sekitar 10 tahun belakangan. Pada EVAR, graft yang akan
dipasang pada pembuluh darah sudah diletakkan pada kateter, kemudian
dimasukkan melalui arteri femoralis. Selanjutnya graft akan diletakkan pada
pembuluh darah yang mengalami aneurisma. Kelebihan dari EVAR sendiri adalah
mempersingkat waktu, nyeri paska operasi yang lebih ringan, serta penyembuhan
yang lebih cepat3.

2.2.2 Radiologi Intervensi Non-vaskular

Radiologi intervensi non-vaskular kebanyakan digunakan pada terapi


tumor, seperti ablasi tumor atau embolisasi tumor. Namun radiologi intervensi
juga dapat dilakukan untuk drainase cairan pada toraks maupun abdomen, dam
juga vertebroplasty.

Ablasi tumor

Radiologi intervensi pada ablasi tumor menerapkan teknik ablasi


radiofrekuensi. Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation/RFA)
menggunakan tenaga panas yang menyebabkan destruksi pada sel kanker. Sebuah
jarum kecil akan dimasukkan ke jaringan tumor, kemudian dipanaskan, yang akan
menyebabkan kerusakan dan destruksi dari sel kanker tersebut3.

Jarum yang digunakan sangat kecil, dengan diameter 1-2mm sehingga


sayatan yang dilakukan juga tidak besar. CT atau USG digunakan sebagai media
imaging untuk mengarahkan jarum yang dimasukkan. Setelah jarum sudah
mencapai target terapi, gelombang radiofrekuensi akan dialirkan dan menciptakan
getaran pada tip needle. Panas dan getaran yang terjadi akan mendestruksi
jaringan yang sakit. Jaringan yang mati pada akhirnya akan menyusut dan tidak
perlu diangkat melalui operasi3.

7
Selain RFA, terdapat juga teknik cryoablation, yang menggunakan es
untuk membekukan tumor. Es yang digunakan memiliki suhu di bawah -100°C,
Teknik melakukan cryoablation hampir sama dengan RFA, menggunakan jarum
dengan diameter 1,5mm3.

Embolisasi

Teknik embolisasi digunakan untuk menyumbat pembuluh darah yang


memperdarahi sel tumor. Embolisasi terkadang dikombinasikan dengan
farmakoterapi (chemoembolization) atau radioterapi (radioembolisasi) yang dapet
mengurangi beberapa efek samping dari terapi kanker3.

Percutaneous Bile Drainage

Percutaneous transhepatic biliary drainage merupakan sebuah prosedur


dimana pipa plastic, kecil, dan fleksibel dimasukkan melalui kulit (perkutan)
menuju hepar yang bertujuan untuk mendrainase system ductus biliaris yang
terobstruksi. Hepar memproduksi cairan empedu yang membantu pencernaan
lemak. Cairan empedu megalir melalui ductus biliaris dan bermuara menuju
duodenum dan gallbladder. Jika ductus biliaris tersumbat makan cairan empedu
tidak dapat mengalir secara normal dan kembali menuju hepar. Untuk
meringankan obstruksi tersebut pemasangan kateter (fine plastic drainage tube)
perkutan menuju duktus biliaris yang terobstruksi, setelah obstruksi, dan dalam
duodenum

Vertebroplasty

Vertebroplasty adalah tindakan injeksi semen (material tulang) ke dalam


corpus vertebra untuk menghilangkan rasa sakit atau memperbaiki vertebra yang
fraktur. Teknik ini digunakan pertama kali pada tahun 1984 sebagai terapi pada
kompresi vertebra akibat tumor. Vertebroplasty dilakukan dengan cara melakukan
1 atau 2 sayatan kecil pada setiap tulang yang dituju, Jarum ditempatkan pada
vertebra yang akan diterapi menggunakan panduan dari x-ray dan prosedur

8
vertebroplasty dilakukan melalui jarum tersebut. Hal ini akan menghindari trauma
yang lebih besar jika menggunakan operasi terbuka3.

Saat ini, vertebroplasty sering dilakukan pada fraktur kompresi akibat


osteoporosis. Vertebroplasty dapat mengurangi rasa sakit yang terjadi akibat
gesekan antar tulang yang mengalami fraktur3. Selain dengan teknik
vertebroplasty, dapat juga dilakukan teknik kyphoplasty, yatu dengan
memasukkan balon terlebih dahulu ke dalam corpus vertebra untuk menempatkan
semen yang akan dimasukkan.

Indikasi vertebroplasty yaitu:

a. Nyeri akibat fraktur osteoporotik yang tidak membaik setelah 3


minggu menggunakan obat anti nyeri
b. Nyeri akibat tumor jinak pada vertebra seperti hemangioma atau giant
cell tumour
c. Nyeri akibat tumor maligna pada vertebra
d. Nyeri akibat fraktur kompresi pada vertebra
Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki risiko
perdarahan, pasien dengan infeksi hematogen, dan pasien dengan gangguan
jantung yang menunjukkan bahwa anastesi total tidak aman untuk dilakukan3.

9
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiologi Intervensi

Kelebihan radiologi intervensi untuk diagnosis dan pengobatan berbagai


penyakit yaitu:

a. Merupakan prosedur dengan minimal invasive, sehingga trauma yang


ditimbulkan lebih ringan
b. Hanya memerlukan waktu yang singkat
c. Biaya lebih murah
d. Mempersingkat lama tinggal di rumah sakit
e. Proses penyembuhan yang lebih singkat.

Namun, radiologi intervensi juga memiliki kekurangan, yaitu belum dapat


tersebar di seluruh Indonesia, mengingat prosedur ini memerlukan alat-alat
radiologi yang lengkap serta tenaga radiolog yang juga telah mengambil
pendidikan radiologi intervensi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Society of Interventional Radiology. 2017. What is IR?.


https://www.sirweb.org/patients/what-is-interventional-radiology/ diakses
pada 27 Mei 2018
2. Kok H. K., et al. 2018. Interventional Radiology for Medical Students.
Springer International Publishing.
https://www.springer.com/gp/book/9783319538525 diakses pada 27 Mei
2018
3. British Society of Interventional Radiology. 2017. What is Interventional
Radiology?. https://www.bsir.org/patients/what-is-interventional-
radiology/ diakses pada 27 Mei 2018
4. Tandionugroho, S., 2015. Radiologi Intervensi (Usg, Ct Scan, Mri,
Flouroskopi). Https://Www.Omni-Hospitals.Com/Articles/Index/98
diakses pada 28 Mei 2018
5. Indonesian Society of Interventional Radiology. 2017.
https://inasir.com/tentang/pengertian-radiologi-intervensi/ diakses pada 28
Mei 2018
6. National Health Service Uk. 2017. Angiography.
Https://Www.Nhs.Uk/Conditions/Angiography/ Diakses pada 28 Mei
2018
7. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. World Health Organization.2018. Angiography.
Http://Www.Who.Int/Diagnostic_Imaging/Imaging_Modalities/Dim_Angi
ography/En/ diakses pada 28 Mei 2018

11

Anda mungkin juga menyukai