PERTUSIS Stase Anak
PERTUSIS Stase Anak
PERTUSIS
PRESENTAN
PRESEPTOR
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANAK
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat izin dan
ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Pertusis” dan
juga shalawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penyusunan kasus ini,
namun penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan karya presentasi kasus ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 4
BAB III................................................................................................................... 15
KESIMPULAN .................................................................................................... 25
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pertusis atau “batuk rejan” atau “batuk 100 hari” merupakan salah satu penyakit
menular saluran pernapasan yang sudah diketahui adanya sejak tahun 1500-an.
Penyebab tersering dari pertusis adalah bakteri gram (-) Bordetella pertussis.
Di seluruh dunia insidensi pertussis banyak didapatkan pada bayi dan anak
kurang dari 5 tahun, meskipun anak yang lebih besar dan orang dewasa masih
mungkin terinfeksi oleh B. pertussis. Insidensi terutama didapatkan pada bayi atau
anak yang belum diimunisasi.
Dahulu pertusis adalah penyakit yang sangat epidemic karena menyerang bukan
hanya negara-negara berkembang namun juga beberapa bagian dari negara maju.
Namun setelah digalakkannya vaksinasi untuk pertusis, angka kematian dapat
ditekan, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pertusis
diharapkan tidak ditemukan lagi, meskipun ada kasusnya namun tidak signifikan.
4
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertusis
Pertusis (batuk rejan) yang bebrarti batuk yang sangat berat atau batuk yang
intensif, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang
yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang
menurun. Disebut juga whooping cough oleh karena penyakit ini ditandai oleh suatu
sindromyang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksimal disertai nada yang
meninggi, karena pasien berupaya keras untuk menarik napas sehingga pada akhir batuk
sering disertai bunyi yang khas (‘whoop’). Nama pertusis lebih disukai dari dari pada
whooping cough karena tidak semua pasien pertusis disertai bunyi ytang khas. Uraian
pertama epidemic penyakit ini ditulis pada tahun 1578 di Paris. Kuman penyebab baru
diketahui pada tahun 1908 oleh Bordet dan Gengou.
Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada anak,
terutama Negara berkembang. WHO memperkirakan lebih kurang 600.000 kematian
disebabkan pertusis setiap tahunnya terutama bayi yang tidak diimunisasi, dengan
kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas
penyakit ini mulai menurun.
Data yang diambil dari profil kesehatan jawa barat 1993, jumlah kasus pertusis
tahun 1990 adalah 4.970 kasus dengan CRF (case fatality rate) 0,20%, menurun menjadi
2.752 kasus pada tahun 1991 dengan CRF 0%, kemudian menurun lagi menjadi 1.379 kasus
dengan CRF 0% pada tahun 1992.
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat
menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Pada saat ini
manusia adalah satu-satunya tuan rumah. Pertusis dapat ditularkan melalui udara
secara kontak langsung yang berasal dari droplet penderita selama batuk.
6
66% < 5 tahun. Kematian dan jumlah kasus yang dirawat tertinggi terjadi pada usia
6 bulan pertama kehidupan.
Organism yang didapat umumnya tipe virulen (disebut fase 1). Pasase dalam
biakan dapat merangsang pembentukan varian yang avirulen (fase II,III atau IV).
Strain fase 1 berperan untuk penularan penyakit yang menghasilkan vaksin efektif.
B. pertussis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 500C selama setengah jam,
tetapi bertahan pada suhu rendah (0-100C).
7
pertussis, maka makan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang
kita kenal dengan whooping cough. Toksin terpenting yang dapat menyebabkan
penyakit disebabkan oleh karena pertussis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub
unit yaitu A dan B. Toksun sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel
target, kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim
membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah
infeksi.
8
imunisasi. Gejala pada anak yang berumur <2 tahun yaitu, batuk paroksismal
(100%), whoops (60-70%), emesis (66-80%), dispnea (70-80%), dan kejang (20-
25%). Pada anak yang lebih besar manifestasi klinis tersebut lebih ringan dan lebih
lama sakit lebih pendek, kejang jarang pada anak > 2 tahun. Suhu jarang > 38,40C
pada semua golongan umur. Penyakit yang disebabkan oleh B. parapertusis atau B.
bronkiseptika lebih ringan daripada B. pertusis dan juga lama sakit lebih pendek.
Ketiga stadium pertusis diuraikan di bawah ini.
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran nafas baguan atas yaitu
timbulnya rinore(pilek) dengan lender yang cair dan jernih, injeksi pada
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan dan panas yang tidak begitu tinggi. Pada
stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan jarena sukar
dibedakan dengan commond cold.
Selama stadium ini, sejumlah besar organism tersebar dalam inti droplet dan
anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi.
Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5-10 kali
batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi massif yang mendadak
dan menimbulkan bunyi melengking (whoop). Udara yang dihisap melalui glottis
yang menyempit, pada anak yang lebih tua dan bayi yang lebih muda, serangan
batuk hebat dengan bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan muka
merah dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, saliva dan distensi
vena leher bahkan sampai terjadi petekia di wajah (terutama di konjungtuva bulbi).
Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran
nafas menghilang. Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga
seringkali menjadi tanda kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun
tidak disertai bunyi whoop. Anak menjadi apatis dan berat badan menurun. Batuk
mudah dibangkitkan dengan stress emosional (menangis,sedih,gembira) dan
aktivitas fisik.
9
3) Stadium konvaleen (1-2 minggu)
IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitive dan spesifik untuk
mengetahui infeksi alami dan tampak setelah imunisasi pertusis. Pemeriksaan lain
yaitu foto thoraks dapat memperlihatkan infiltrate perihiler, atelektasis atau
empisema.
Diagnosis banding
10
juga dapat menyebabkan batuk paroksismal, tetapi biasanya gejalanya
mendadak dan dapat dibedakan dengan pemeriksaan radiologic dan
endoskopi.
2. Infeksi B.parapertussis, B. bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai
sindrom klinis B. pertussis. Dapat dibedakan dengan isolasi kuman
penyebab.
Penyulit utama terjadi pada system nafas dan saraf pusat. Pneumoni
merupakan penyulit yang paling sering dijumpai, menyebabkan 90% kematian pada
anak < 3 tahun. Pneumonia dapat di akbitkan oleh B. pertussis, tetapi lebih sering
disebabkan infeksi bakteri sekunder (H. influenza, S. pneumonia, S. aureus, S.
pyogenes). Tuberculosis laten dapat juga menjadi aktif. Atelektasis terjadi sekunder
terhadap sumbatan mucus yang kental. Aspirasi mucus atau muntah dapat
menyebabkan pneumonia. Panas tinggi merupakan infeksi sekunder oleh bakteri.
Batuk dengan tekanan tinggi dapat menimbulkan rupture alveoli, empisema
interstisial/subkutran dan pneumothoraks, termasuk perdarahan subkonjungtiva.
11
Obat Pilihan Utama Alternatif
Bayi usia Dosis tunggal 10 40-50mg/kg per 15mg/kg per hari TMP 8mg/kg per
>6 bulan) & mg/ kg pada hari hari (maksimum: dibagi dalam 2 hari dibagi dalam 2
anak pertama kemudian 2g/hari) dibagi dosis (maximum: dosis selama 14 hari
5mg/kg per hari dalam 4 dosis 1 gr per hari)
(maksimum:500mg selama 14 hari selama 7 hari
) pada hari 2-5
Dewasa Dosis tunggal 500 2 g per hari dibagi 1 gr perhari TMP 320 mg per
mg pada hari dalam 4 dosis dibagi dlam 2 hari SMZ 1.600 mg
pertama kemudia selama 14 hari dosis selama 7 per hari dibagi dalam
250 mg per hari hari 2 dosis selama 14
pada hari 2-5 hari
Dikutip dengan modifikasi dan Centers for Disease Control and Prevention. Recommended Antimicrobial Agents for
Treatment and Postexpasure of Pertusis .
Cara terbaik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan imunisasi. Banyak
laporan yang mengemukakan bahwa terdapat penurunan angka kejadian pertusis
dengan adanya pelaksanaan program imunisasi. Melalui program perkembangan
imunisasi (PPI) Indonesia telah melaksanakan imunisasi pertusisi dengan vaksin
DPT. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi pasif dan aktif.
1. Imunisasi pasif
Dalam imunisasi pasif dapat diberikan human hyperimmune globuline,
ternyata berdasarkan beberapa penelitian diklinik terbukti tidak efektif
12
sehingga akhir-akhir ini human hyperimmune globuline tidak lagi diberikan
untuk pencegahan.
2. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin pertusis dari kuman B. pertussis yang telah di matikan
untuk mendapatkan kekebalan aktif. Imunisasi pertusis diberikan bersama-
sama dengan vaksin difteria dan tetanus. Dosis imunisasi dasar di ajurkan
12 IU dan diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika
prevalensi pertusis dalam masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada
umur 2 minggu dengan jarak 4 minggu. Anak berumur > 7 tahun tidak lagi
memerlukan imunisasi rutin. Hasil imunisasi pertusisi tidak permanen oleh
karena proteksi menurun selama adolesens, walaupun demikian infeksi
pada pasien yang lebih besar biasanya ringan hanya merupakan sumber B.
pertussis pada bayi non imun. Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml, i.m)
telah diapaki untuk mengontrol epidemic diantara orang dewasa yang
terpapar. Salah satu efek samping setelah imunisasi pertusis adalah demam.
Untuk mengurangi terjadinya kejang demam dapat diberikan
antikonvulsan setiap 4-6 jam untuk selama 48-72 jam. Anak dengan
kelainan neurologic yang mempunyai riwayat kejang, 7,2 x lebih muda
terjadi kejang setelah imunusasi DPT dan mempunyai kesempatan 4,5 x
lebih tinggi bila hanya mempunyai riwayat kejang dalam keluarga. Maka
pada keadaan anak yang demikian hendaknya tidak diberikan imunisasi
pertusis, jadi hanya diberikan imunisasim DT.
Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis yaitu anak yang memiliki
enselopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis >3 jam, hugh pitch cry
dalam 2 hari, kolaps atau hipotensif hiporesponsif dalam 2 hari, suhu yang
tidak dapat diterangkan >40,50C dalam 2 hari. Eritromisin efektif untuk
pencegahan pertusis pada bayi baru lahir dari ibu dengan pertusis.
Kontak erat pada anak usia < 7 tahun yang sebelumnya telah
diberikan imunisasi hendaknya diberikan booster. Booster tidak perlu
diberikan apabila telah diberikan imunisasi dalam waktu 6 bulan terakhir,
juga diberikan eritromisin 50mg/KgBB/24 jam dalam 2-4 dosis selama 14
hari. Kontak erat pada usia > 7 tahun juga perlu diberikan eritromisin
sebagai profilaksis.
Pengobatan eritromisin awal berguna untuk mengurangi penyebaran
infeksi dan mengurangi gejala penyakit. Seseorang yang kontak dengan
pasien pertusis tetapi belum pernah di imunisasi hendaknya diberi
eritromisin sekama 14 hari setelah kontak diputuskan. Jika kontak tidak
dapat diputuskan hendaknya eritromisin diberikan samapi pasien berhenti
batuk atau setelah pasien mendapatkan eritromisin selama 7 hari. Vaksin
pertusis monovalen dan eritromisin diberikan pada wkatu terjadi epidemi.
13
2.1.10 Prognosis Pertusis
Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang
lebih baik. Pada bayi resiko kematian (0,5-1%) disebabkan enselopati. Pada
observasi jangka panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan gangguan
intelektual dikemudian hari.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : An.N
Anak ke :2
Umur : 10 bulan
Alamat : Canduang
Agama : Islam
3.2 ANAMNESIS
Batuk sejak 2 bulan yang lalu hilang timbul. Batuk meningkat sejak ±1
bulan ini. Batuk timbul ketika pasien menangis. Batuk berdahak sulit
dikeluarkan disertai darah sejak 5 jam SMRS, berwarna merah kehitaman
berlendir, sebanyak ½ sendok.
Muntah sejak 3 bulan ini. Muntah setiap pasien batuk, frekuensi 2-3 kali
sehari sebanyak ¼ gelas, muntah berisi makanan dan minuman
BAK normal
15
C. Riwayat penyakit dahulu :
E. Riwayat Persalinan
Daging : 2-3x/minggu
Ikan : 4 x/minggu
Telur : 4x/minggu
Sayur : 5x/minggu
16
Buah : 1x/minggu
Kesan: normal
F. Riwayat Imunisasi
DPT: 1
Polio: 1
Hepatitis B: 1
Haemofilus Influenza
B:1
Tidak ada Tidak ada
17
G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
perkembangan mental
Lari Membangkang
Prestasi
Kesan : Normal
18
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri & kanan, tidak ada bagian paru yang
tertinggal selama ekspirasi dan inspirasi.
b. Jantung
Perkusi :
Inspeksi : perut membuncit tidak ada, tidak ada sikatrik, tidak ada
venektasi.
Palpasi : nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
20
REFLEKS FISIOLOGIS KANAN KIRI
REFLEKS BICEPS + +
REFLEKS TRICEPS + +
REFLEKS + +
BRACIORADIALIS
REFLEKS PATELLA + +
REFLEKS ACHILLES + +
REFLEKS HOFFMAN - -
REFLEKS TROMNER - -
- -
REFLEKS BABINSKY
REFLEKS GORDON - -
REFLEKS OPPENHEIM - -
REFLEKS CHADDOKS - -
21
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 11,7 g/dl
Leukosit :22.340/uL
Hitung jenis:-
Kesan: leukositosis
Urine
Protein: -
Bilirubin:-
Urobilinogen:-
Sedimen
Leukosit: 2/ul
Eritrosit :-
Epitel: +
Kesan: normal
Feses
Makroskopik
Warna:
Konsistensi:
Darah lendir:
Mikroskopik
Eritrosit :
Leukosit:
Amuba
22
Telur cacing:
Parasit lain:
Kesan:
Pertussis
3.6 Penatalaksanaan
1.Tatalaksana kegawatdarutan
-IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
-Inj. Ampicilin 3x200mg IV
-Inj.Gentamicin 2x30mg IV
-Ambroxol tab 3x4mg p.o
2. Tatalaksana nutrisi
-ASI dan tim saring 700kkal
3. Tatalaksana medikamentosa
-IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
-Inj. Ampicilin 3x200mg IV
-Inj.Gentamicin 2x30mg IV
-Ambroxol tab 3x4mg p.o
23
Hari dan Perjalanan Penyakit
Tanggal
16/09/2019 Subjective Objective Assessment Planning
24
KESIMPULAN
Pertusis (batuk rejan) yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang
intensif, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang
setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa
dengan kekebalan yang menurun. Pertusis dapat ditularkan melalui udara secara
kontak langsung yang berasal dari droplet penderita selama batuk.
Penyulit utama terjadi pada system nafas dan saraf pusat. Pneumoni
merupakan penyulit yang paling sering dijumpai, menyebabkan 90% kematian pada
anak < 3 tahun. Penatalaksanaannya terbagi atas obat pilihan utama dan alternative
serta dosis dibedakan sesuai usia. Cara terbaik untuk mencegah penyakit ini adalah
dengan imunisasi. Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai
prognosis yang lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
26