Anda di halaman 1dari 49

CASE SESSION PERTUSIS

Puja Kamtala Syafti (1410070100100)


Luh Dewi Sulasih (1410070100103)
Vivinia Rahmi Andika Putri (1410070100104)

PRESEPTOR:
dr.Liza Fitria, Sp.A, M.Biomed

SMF ANAK
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2019
PERTUSIS
Definisi

 Pertusis (batuk rejan) adalah batuk yang sangat


berat atau batuk yang intensif, merupakan
penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat
menyerang setiap orang yang rentan seperti pada
anak
 Disebut juga whooping cough karena batuk yang
bersifat spasmodic dan paroksimal disertai nada
yang meninggi
EPIDEMIOLOGI

Penyebaran penyakit ini terdapat diseluruh


udara, dapat menyerang semua golongan
umur, yang terbanyak adalah anak umur
dibawah 1 tahun

Di Amerika Serikat kurang lebih 35% kasus


terjadi pada usia < 6 bulan, termasuk bayi
yang berumur 3 bulan. Kurang lebih 45%
penyakit terjadi pada usia < 1 tahun dan 66%
< 5 tahun
ETIOLOGI

 Penyebab pertusis adalah bordetella pertusis

 Bordetella pertusis termasuk kokobasilus,


Gram-negatif, kecil, ovoid, ukuran panjang
0,5-1 µm dan diameter 0,2-0,3 µm, tidak
bergerak, tidak berspora.
PATOFISIOLOGI
 Bordetella pertussis setelah ditularkan melalui sekresi udara
pernafasan kemudian melekat pada sillia epitel saluran
pernafasan
 infeksi oleh B. pertussis terjadi melalui 4 tingkatan yaitu
perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan
penjamu, kerusakan local, dan penyakit sistemik
 Filamentous hemaglutinin (FHA), lymphositosis promoting factor
(LPF)/ pertusis toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan dalam
perlekatan B. pertussis pada sillia
 Setelah terjadi perlekatan B. pertussis, kemudia ber-multiplikasi
dan menyebar keseluruh permukaan epitel saluran pernafasan
 Selama pertumbuhan B. pertussis, akan menghasilkan toksin
 Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksun
sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target,
kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif pada daerah
aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi
limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.
Gejala Klinis

Manifestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik, umur dan status


imunisasi
 anak yang berumur <2 tahun yaitu, batuk paroksismal (100%),
whoops (60-70%), emesis (66-80%), dispnea (70-80%), dan
kejang (20-25%)
 Anak >2tahun manifestasi klinis lebih ringan, kejang jarang pada
anak > 2 tahun dan Suhu jarang >38,40C
STADIUM PERTUSIS
 Stadium kataralis
gejala infeksi saluran nafas bagIan atas yaitu
timbulnya rinore(pilek) dengan lender yang
cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva,
lakrimasi, batuk ringan dan panas yang tidak
begitu tinggi
 Stadium paroksismal/stadium
spasmodic
Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas
terdapat pengulangan 5-10 kali batuk kuat
selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha
inspirasi massif yang mendadak dan
menimbulkan bunyi melengking (whoop).
STADIUM PERTUSIS
 Selama serangan muka merah dan sianosis, mata
menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, saliva dan
distensi vena leher bahkan sampai terjadi petekia
di wajah (terutama di konjungtuva bulbi). Muntah
sesudah batuk.
 Anak menjadi apatis dan berat badan menurun.
Batuk mudah dibangkitkan dengan stress
emosional (menangis,sedih,gembira) dan aktivitas
fisik.
STADIUM PERTUSIS
Stadium konvalesen
 Berhentinya whoop dan muntah dengan puncak
serangan paroksismal yang berangsur-amgsur
menurun.
 Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa
waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu.
Pada beberapa pasien akan menimbulkan
serangan batuk paroksismal kembali.
Diagnosis

 Pada anamnesis penting ditanyakan adanya riwayat


kontak dengan pasien pertusis, adakah serangan
khas yaitu paroksismal dan whoop yang jelas. Perlu
pula ditanyakan mengenai riwayat imunisasi
 Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan
leukositosis 20.000-50.000 /Ul dengan limfositosis
absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama
stadium paroksismal
 Isolasi B pertussis dari secret nasofaring dipakai
untuk membuat diagnosis pertusis. Biakan positif
pada stadium kataral 95-100%, stadium paroksismal
94% pada minggu ke 3 dan menurun hingga 20%
untuk waktu berikutnya
 IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling
sensitive dan spesifik untuk mengetahui infeksi alami
dan tampak setelah imunisasi pertusis. Pemeriksaan
lain yaitu foto thoraks dapat memperlihatkan
Diagnosis

 Pada anamnesis penting ditanyakan adanya riwayat


kontak dengan pasien pertusis, adakah serangan
khas yaitu paroksismal dan whoop yang jelas. Perlu
pula ditanyakan mengenai riwayat imunisasi
 Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan
leukositosis 20.000-50.000 /Ul dengan limfositosis
absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama
stadium paroksismal
 Isolasi B pertussis dari secret nasofaring dipakai
untuk membuat diagnosis pertusis. Biakan positif
pada stadium kataral 95-100%, stadium paroksismal
94% pada minggu ke 3 dan menurun hingga 20%
untuk waktu berikutnya
 IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling
sensitive dan spesifik untuk mengetahui infeksi alami
dan tampak setelah imunisasi pertusis. Pemeriksaan
lain yaitu foto thoraks dapat memperlihatkan
Penyulit pada Pertusis

 Pneumoni merupakan penyulit yang paling sering dijumpai, menyebabkan


90% kematian pada anak < 3 tahun. Pneumonia dapat di akbitkan oleh B.
pertussis, tetapi lebih sering disebabkan infeksi bakteri sekunder (H. influenza,
S. pneumonia, S. aureus, S. pyogenes)
 Batuk dengan tekanan tinggi dapat menimbulkan rupture alveoli, empisema
interstisial/subkutran dan pneumothoraks, termasuk perdarahan
subkonjungtiva.
 Penyulit pada susunan saraf pusat yaitu kejang, koma, ensefalitis, hiponatremi
Penatalaksanaan
 Oksigen diberikan pada distress pernafasan
yang akut dan kronik
 Perlu penghisapan lender terutama pada bayi
dengan pneumonia dan distress pernafasan.
 Eritromisin (50mg/KgBB/hari) atau ampisilin
(100mg/KgBB/hari) dapat mengeliminasi
organism dari nasofaring dalam 3-4 hari.
PENCEGAHAN
1.Imunisasi pasif
2. Imunisasi aktif
Dosis imunisasi dasar di ajurkan 12 IU dan
diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8
minggu. Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml, i.m)
untuk mengontrol epidemic diantara orang dewasa
yang terpapar
Untuk mengurangi terjadinya kejang demam dapat
diberikan antikonvulsan setiap 4-6 jam untuk
selama 48-72 jam
PROGNOSIS

Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua


mempunyai prognosis yang lebih baik. Pada bayi resiko
kematian (0,5-1%) disebabkan enselopati. Pada observasi
jangka panjang, apnea atau kejang akan menyebabkan
gangguan intelektual dikemudian hari.
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Demam sejak 2 hari sebelum masuk Rumah
Sakit.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Batuk sejak 2 bulan yang lalu hilang timbul. Batuk
meningkat sejak ±1 bulan ini. Batuk timbul ketika pasien
menangis. Batuk berdahak sulit dikeluarkan disertai darah
sejak 5 jam SMRS, berwarna merah kehitaman berlendir,
sebanyak ½ sendok.
 Muntah sejak 3 bulan ini. Muntah setiap pasien batuk,
frekuensi 2-3 kali sehari sebanyak ¼ gelas, muntah berisi
makanan dan minuman
LAPORAN KASUS

 Demam sejak 2 hari SMRS. Demam hilang timbul, tidak


mengigil,tidak berkeringat,dan tidak dipengaruhi waktu
 Nafsu makan menurun sejak 2 hari yang lalu.
 BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu
 BAK normal
 Kejang tidak ada
 Sesak nafas tidak ada
LAPORAN KASUS

. Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat penyakit TB paru tidak ada

D. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat batuk lama dikeluarga tidak ada
 Riwayat penyakit TB paru tidak ada
LAPORAN KASUS

. Riwayat Persalinan
 Lama hamil : cukup bulan
 Ditolong oleh : Dokter
 Cara lahir: sectio caesaria
 Indikasi :Oligohidramnion
 Berat lahir :3600 gram
 Panjang Lahir : 50 cm
 Saat lahir langsung menangis: kuat
 Kesan: normal
LAPORAN KASUS
 Riwayat Makanan dan Minuman
-Bayi : ASI :umur: bulan
-Susu Formula :umur: - bulan
-Buah biscuit :umur: bulan
-Bubur susu :umur: - bulan
-Nasi tim :umur: 6 bulan
LAPORAN KASUS

-Anak : Makanan utama :


Nasi 3x/hari menghabiskan 1 porsi
Daging : 2-3x/minggu
Ikan : 4 x/minggu
Telur : 4x/minggu
Sayur : 5x/minggu
Buah : 1x/minggu
Kesan: normal
LAPORAN KASUS
Imunisasi Dasar/Umur Booster/Umur
Riwayat Imunisasi BCG Tidak ada Tidak ada
DPT: 1    

2 Tidak ada Tidak ada

3
Polio: 1    

2 Tidak ada Tidak ada

3  
Hepatitis B: 1    

2 Tidak ada Tidak ada

3
Haemofilus Influenza    
B:1
Tidak ada Tidak ada

Kesan : Campak Tidak ada Tidak ada

Imunisasi dasar tidak dilakukan


Imunisasi belum dilakukan
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat   Riwayat gangguan  

Pertumbuhan dan Umur Perkembangan Umur

perkembangan mental

Ketawa 3 bulan Isap jempol  


Miring 3 bulan Gigit kuku  
Tengkurap 3 bulan Sering mimpi  
Duduk 5 bulan Mengompol  
Merangkak 5 bulan Aktif sekali  
Berdiri 9 bulan Apatik  
Lari   Membangkang  
Gigi pertama   Ketakutan  
Bicara   Pergaulan jelek  
Membaca   Kesukaran belajar  
Prestasi      

Kesan : Normal
LAPORAN KASUS

Riwayat Perumahan dan lingkungan


Rumah tempat tinggal : Semi permanen
Sumber air minum : Sumur
Buang air besar : Jamban dalam rumah
Pekarangan : Luas, bersih
Sampah : Dibunag ketempat sampah
Kesan: hygiene baik
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
 Keadaaan umum : Tampak sakit berat
 Kesadaran : composmetis cooperatif
 Tekanan darah : -
 Nadi : 96 X/menit
 Suhu : 37,5ºC
 Nafas : 30x/menit
 Berat badan: 7kg
 Tinggi badan:68 cm
LAPORAN KASUS

 BB/U :(-2)-(2)= normal


 TB/U :(-2)-(2)= normal
 BB/TB: (-2)-(2)=gizi baik
 Status gizi: Gizi baik
 Edema: tidak ada Anemia : tidak ada
 Ikterus: tidak ada Sianosis :tidak sianosis
 Kulit: tidak sianosis
 Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran KGB
LAPORAN KASUS

 Kepala : normochepal, lingkar kepala 43cm, UUK tidak


cekung
 Rambut : hitam, tidak mudah rontok
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik
 Telinga : daun telinga simetris kanan&kiri, liang telinga
lapang,
serumen tidak ada
 Hidung : deformitas tidak ada,sekret ada,tidak ada
pernafasan cuping
hidung
LAPORAN KASUS

 Bibir tidak sianosis.


 Tenggorok : tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
 Gigi dan mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis
 Leher : JVP 5-1cm H2O, tidak ada pembesaran
KGB,tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid Kulit : turgor
kulit menurun,
tidak ada sikatrik, tidak ada palmar
eritem.
LAPORAN KASUS

Thorax
a. Paru-paru
 Inspeksi : Simetris kiri & kanan, tidak ada bagian paru
yang
tertinggal selama ekspirasi dan inspirasi.
 Palpasi : sulit dilakukan
 Perkusi : sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : brokovesikuler dikedua lapang paru, tidak
ada wheezing,
tidak ada ronki
LAPORAN KASUS

a. Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba di RIC V linea midclavicularis
sinistra.
 Perkusi :
- batas jantung kanan di RIC IV linea parasternalis dextra.
- Batas jantung kiri di RIC V linea parasternalis sinistra
- Batas atas jantung : RIC II linea parasternalis sinistra.
 auskultasi : Irama reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
LAPORAN KASUS

a. Abdomen
 Inspeksi : perut membuncit tidak ada, tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi.
 Palpasi : nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : tympani diseluruh regio abdomen
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genetalia : tidak ada kelainan
Anggota gerak : akral hangat
CRT <2 detik
LAPORAN KASUS
REFLEKS FISIOLOGIS KANAN KIRI
REFLEKS BICEPS + +
REFLEKS TRICEPS + +
REFLEKS + +
BRACIORADIALIS

REFLEKS FISIOLOGIS KANAN KIRI


REFLEKS PATELLA + +
REFLEKS ACHILLES + +

REFLEKS PATOLOGIS KANAN KIRI


REFLEKS HOFFMAN - -
REFLEKS TROMNER - -

  - -

REFLEKS BABINSKY
REFLEKS GORDON - -
REFLEKS OPPENHEIM - -
REFLEKS CHADDOKS - -
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Laboratorium
 Darah

Hb : 11,7 g/dl
Leukosit :22.340/uL
Hitung jenis:-
Kesan: leukositosis
LAPORAN KASUS
 Urine

Warna: kuning muda


Protein: -
Bilirubin:-
Urobilinogen:-
Sedimen
Leukosit: 2/ul
Eritrosit :-
Epitel: +
Kesan: normal
Diagnosa kerja:
Pertusis
TATALAKSANA

Tatalaksana kegawatdarutan
 Oksigen diberikan pada distress
pernafasan yang akut dan kronik
 Penghisapan lendir terutama
pada bayi dengan pneumonia
dan distress pernafasan

Tatalaksana nutrisi
-ASI dan tim saring 700kkal
Tatalaksana medikamentosa
-IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
-Inj. Ampicilin 3x200mg IV
-Inj.Gentamicin 2x30mg IV
-Ambroxol tab 3x4mg p.o
Follow Up

Hari dan Tanggal Kepala : Normocephal


16/09/2019
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Subjective
-Batuk(+) , dahak sukar dikeluarkan Hidung : Sekret ada, nafas cuping hidung tidak ada
-Pilek (+) Mulut : Sianosis tidak ada
-Demam(-)
-Makan (+) 3 sendok Leher : Tidak ada pembesaran KGB
-Minum ASI (+) Paru
-BAK(+) kuning jernih
BAB(+) konsistensi lunak, warna kuning - Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan
Objective - Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
KU: tampak sakit sedang
Nd : 128x/menit - Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Nf : 40x/menit - Auskultasi :.Bronkovesikular, wheezing tidak ada,
S : 36,7°C
ronkhi tidak ada
Jantung Ekstremitas
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Akral hangat (+/+)
Palpasi :.Ictus cordis teraba di RIC IV linea Edema (-/-), sianosis (-/-), CRT < 2 detik
midclavikularis sinistra Assessment
Perkusi : Pertusis
Batas atas : RIC II parasternal sinistra Planning
Batas kanan: RIC IV Parasternal dextra -IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
Batas kiri : RIC IV Midclavicula sinistra -Inj. Ampicilin 3x200mg IV
Auskultasi : Irama reguler, bising jantung -Inj.Gentamicin 2x30mg IV
tidak ada -Ambroxol tab 3x4mg p.o
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, sikatrik
tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Hari dan Tanggal Kepala : Normocephal
17/09/2019 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Sekret ada, nafas cuping hidung tidak ada
Subjective Mulut : Sianosis tidak ada
-Batuk(+) , dahak sukar dikeluarkan Leher : Tidak ada pembesaran KGB
-Pilek (+) berkurang Paru
-Demam(-) Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan
-Makan (+) 4 sendok Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
-Minum ASI (+) Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
-BAK(+) kuning jernih Auskultasi :.Bronkovesikular, wheezing tidak ada, ronkhi
BAB(+) konsistensi lunak, warna kuning tidak ada

Objective
KU: Tampak sakit sedang
Nd : 130x/menit
Nf : 33x/menit
S : 36,6°C
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Ekstremitas
Palpasi :.Ictus cordis teraba di RIC Akral hangat (+/+)
IV linea midclavikularis sinistra Edema (-/-), sianosis (-/-), CRT < 2 detik
Perkusi :
Batas atas : RIC II parasternal sinistra Assessment
Batas kanan: RIC IV Parasternal dextra Pertusis
Batas kiri : RIC IV Midclavicula sinistra Planning
Auskultasi : Irama reguler, bising jantung -IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
tidak ada -Inj. Ampicilin 3x200mg IV
Abdomen -Inj.Gentamicin 2x30mg IV
Inspeksi : Perut tidak membuncit, -Ambroxol tab 3x4mg p.o
sikatrik tidak ada
Palpasi : : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Hari dan Tanggal Kepala : Normocephal
18/09/2019 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Sekret ada, nafas cuping hidung tidak ada
Subjective Mulut : Sianosis tidak ada
-Batuk(+) , sesekali,dahak sukar dikeluarkan Leher : Tidak ada pembesaran KGB
-Pilek (+) berkurang Paru
-Demam(-) Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan
-Makan (+) 4 sendok Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
-Minum ASI (+) Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
-BAK(+) kuning jernih Auskultasi :.Bronkovesikular, wheezing tidak ada, ronkhi
BAB(+) konsistensi lunak, warna kuning tidak ada

Objective
KU: Tampak sakit sedang
Nd : 136x/menit
Nf : 38x/menit
S : 36,7°C
Jantung Ekstremitas
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Akral hangat (+/+)
Palpasi :.Ictus cordis teraba di RIC IV linea Edema (-/-), sianosis (-/-), CRT < 2 detik
midclavikularis sinistra
Perkusi : Assessment
Batas atas : RIC II parasternal sinistra Pertusis
Batas kanan: RIC IV Parasternal dextra Planning
Batas kiri : RIC IV Midclavicula sinistra -IVFD Kaen 1B 12 gtt/menit
Auskultasi : Irama reguler, bising jantung tidak ada -Inj. Ampicilin 3x200mg IV
Abdomen -Inj.Gentamicin 2x30mg IV
Inspeksi : Perut tidak membuncit, sikatrik tidak ada -Ambroxol tab 3x4mg p.o
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan
lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultas i: Bising usus (+) normal
Analisa Kasus

Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang
yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi. Yang ditandai dengan frekuensi dan
derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5-10 kali batuk kuat selama
ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi massif yang mendadak dan menimbulkan
bunyi melengking (whoop), dari anamnesa pada pasien ini didapatkan batuk sejak 2
bulan yang lalu hilang timbu dan atuk meningkat sejak ±1 bulan ini. Batuk timbul
ketika pasien menangis. Batuk berdahak sulit dikeluarkan disertai darah sejak 5 jam
SMRS, berwarna merah kehitaman berlendir, sebanyak ½ sendok.
Episode batuk dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran nafas menghilang.
Muntah sesudah batuk cukup khas, sehingga seringkali menjadi tanda kecurigaan apakah
anak menderita pertusis walaupun tidak disertai bunyi whoop. Anak menjadi apatis dan
berat badan menurun. Batuk mudah dibangkitkan dengan stress emosional
(menangis,sedih,gembira) dan aktivitas fisik. Pada pasien ini ditemukan muntah sejak 3
bulan ini, muntah setiap pasien batuk, frekuensi 2-3 kali sehari sebanyak ¼ gelas, muntah
berisi makanan dan minuman pasien juga demam sejak 2 hari SMRS. Demam hilang timbul,
tidak mengigil,tidak berkeringat,dan tidak dipengaruhi waktu dan nafsu makan menurun
sejak 2 hari yang lalu.
Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien
diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis 20.000-50.000 /Ul
dengan limfositosis absolute khas. Pada pasien ini ditemukan hasil pemeriksaan
laboratorium Hb : 11,7 g/dl, Leukosit :22.340/uL
Kesimpulan

Pertusis (batuk rejan) batuk yang sangat berat atau batuk yang
intensif, yaitu penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang
setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisas. Pertusis
dapat ditularkan melalui udara secara kontak langsung yang berasal dari
droplet penderita selama batuk.
Penyebab pertusis adalah brodetella pertusis dan perlu dibedakan
dengan sindrom pertusis yang disebabkan oleh bordetella para pertussis
dan adenovirus (tipe 1,2,3 dan 5). Bordetella pertussis setelah ditularkan
melalui sekresi udara pernafasan kemudian melekat pada sillia epitel
saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh B. pertussis
terjadi melalui 4 tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap
mekanisme pertahanan penjamu, kerusakan local, dan akhirnya timbul
penyakit sistemik.
Masa inkubasi pertusis 6-20 hari,rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan
penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Perjalanan penyakit
ini dapat berlangsung dalam 3 stadium, yaitu stadium kataralis (prodormal,
preparoksimal), stadium akut paroksismal (paroksismal,spasmodic), dan
stadium konvalens. Pada anamnesis penting ditanyakan adanya riwayat
kontak dengan pasien pertusis, adakah serangan khas yaitu paroksismal
dan whoop yang jelas. Perlu pula ditanyakan mengenai riwayat imunisasi.
Penyulit utama terjadi pada system nafas dan saraf pusat. Pneumoni
merupakan penyulit yang paling sering dijumpai, menyebabkan 90%
kematian pada anak < 3 tahun. Penatalaksanaannya terbagi atas obat
pilihan utama dan alternative serta dosis dibedakan sesuai usia. Cara
terbaik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan imunisasi. Prognosis
tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai