Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT, AGAMA, ETIKA DAN HUKUM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi yang diampu oleh:
Hiras Pasaribu, DR. M.SI., Ak., CA

Disusun oleh:
Sayyidah Bilqis Safira Eltsani 142170065

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
HAKIKAT FILSAFAT
Filsafat berasal dari dua kata yunani philo dan sophia, yang mana philo berarti berarti cinta
dan sophia berarti bijaksana. Dengan demikian philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan.(Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, 2003). Menurut
Suriasumantri (2000) yang membedakan antara pengetahuan (ilmu) dengan filsafat yaitu
pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu, dan fisafat
dimulai dari keduanya.
Karakteristik utama berpikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh, sangat
mendasar, dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh, artinya mempertanyakan hakikat
keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu kesatuan secara
keseluruhan, bukan dari perspektif bidang per bidang, atau sepotong-sepotong. Sifatnya yang
mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu adalah benar .Sifat yang
spekulatif karena filsafat selalu ingin mencari jawab bukan sja pada suatu hal yang sudah di
ketahui tetapi juga pada suatu hal yang belum di ketahui.
Theo Huijbers (dalam Abdulkadir Muhammad, 2006) menjelaskan filsafat sebagai
kegiatan intelektual yang metodis, sistematis, dan secara reflektif menangkap makna hakiki
keseluruhan yang ada. Objek filsafat bersifat universal dan mencakup segala sesuatu yang
dialami manusia. Selanjutnya Abdulkadir Muhammad menjelaskan filsafat dengan melihat
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Kegiatan intelektual (pemikiran)
b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi)
c. Segala fakta dengan gejala (objek)
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis.
e. Untuk kebahagian manusia (tujuan)

HAKIKAT AGAMA
Menurut Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli dalam Sukrisno Agoes (2009)
menjelaskan bahwa agama adalah satu bentuk ketetapan Ilahi yang mengarahkan mereka
yang berakal dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut kepada
kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Rumusan pengertian agama berdasarkan unsur-unsur penting sebagai berikut :
a. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transdental tuhan yang
maha esa.
b. Berisi pedoman tingkah laku
c. Untuk kebahagian hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.
Sebenarnya dalam pengertian agama mencakup unsur-unsur utama sebagai berikut :
a. Ada kitab suci .
b. Kitab yang ditulis oleh nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan.
c. Ada suatu lembaga yang membina menuntun umat manusia, dan menafsirkan kitab
suci bagi kepentingan umatnya.
Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang :
a. Taqwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.
b. Susila, moral, atau etika.
c. Ritual upacar atau tata car beribadat.
d. Tujuan agama.
Tujuan semua agama adalah menuntun umat manusia agar memperoleh kebahagiaan (di
dunia) dan kehidupan kekal di akhirat.

HAKIKAT ETIKA

Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat watak persaaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk
jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama
pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata Latin: mores (bentuk tunggal), atau
mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak,
cara hidup (Kanter, 2001).
Menurut Kanter (2001), etika secara etimologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup
yang baika dan yang buruk.
Menurut Lawrence Weber dan Post (2005) etika adalah suatu konsepsi tentang prilaku
yang benar dan salah. Etika menjelaskan prilaku bermoral atau tidak dan berkaitan dengan
hubungan kemanusiaan yang fundamental.

HAKIKAT NILAI
Menurut Donie Koesuma A (2007), nilai sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan
hal itu dapat di sukai, di inginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat menjadi objek bagi
kepentingan tertentu.
Menurut Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai
sebagai standar atau ukuran yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan tiga hal yaitu
a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda , orang,dan hal)
b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain uang (ekonomis) yang sudah cukup di
kenal.
c. Gugus-gugus nilai itu mmembentuk semacam hierarki dari yang terndah sampai
dengan yang tertinggi.

HUBUNGAN AGAMA, ETIKA, DAN NILAI.


Semua agama melalui kitab suci masing-masing mengajarkan tentang tiga hal pokok 1.
Hakikat tuhan 2. Etika atau tata susila dan 3. Ritual cara beribadah. Antara agam dan etika
tidak dapat di pisahkan. Tidak ada agama yang tidak mengajarkan etika./moralitas. Sehingga
dapat di katakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi nilai moral.
Dari sudut pandang semua agama pencapaian nilai-nilai kehidupan duniawi (nilai-
nilai yang lebih rendah ) bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya merupakam tujuan
sementara atau tujuan antara , dan dianggab hanya sebagai media atau alat (means) untuk
mendukung pencapaian tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).
HUKUM, ETIKA, DAN ETIKET
Persamaan dan perbedaan hukum , etika, dan etiket
No Hukum Etika Etiket
Persamaan : sama-sama mengatur prilaku manusia
1
Perbedaan :
2
Sumber hukum : Sumber etika: Sumber etiket :
A. Negara, pemerintahan Masyarakat Golongan masyarakat
Sifat pengaturan:
Sifat pengaturan :
Ada yang
Tertulis berupa undang-
lisan(berupa adat Sifat pengaturan:
undang,peraturan
B. kebiasaan) dan lisan
pemerintah, dan
yang tertulis berupa
sebagainya
kode etik
Objek yang di atur : Obek yang di atur: Objek yang di atur :
Bersifat lahiriah Bersifat rohaniah, bersifat lahiriah,
(misalnya hukum misalnya : prilaku misalnya tata cara
warisan, hukum agraria, etis ( bersikap jujur berpakaian (untuk
hukum tata negara) dan dan tidak menipu pesta, sekolah
C. rohaniah (misalnya juga bertanggung pertemuan , dll) tata
hukum pidana) jawab) dan prilaku cara menerima tamu,
tidak etis (korupsi, tata cara berbicara
mencuri, dan dengan orang tua dan
berzina) sebagainya.

PARADIGMA MANUSIA UTUH


Karakter Dan Kepribadian
Istilah kepribadian (personality) dan karakter banyak dijumpai dalam ilmu psikologi.
Menurut Soedarasono (2002), mendefenisikan kepribadian sebagai totalitas kejiwaan
seseorang yang menampilkan sisi yang didapat dari keturunan (orang tua) leluhur dan sisi
yang di dapat dari pendidikan, pengalaman hidup, serta lingkungan. Karakter adalah sisi
kepribadian yang di dapat dari pengalaman, pendidikan, dan lingkungan sehingga bisa di
katakn bahwa karakter adalah bagian dari kepribadian. Oleh karena itu lilik agung (2007)
mendefinisikan karakter sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang yang
berkaitan dengan kinerja terbaik agar ia mampu menghadapi tantangan realita / kenyataan
yang selalu berubah dan mampu meraih kesuksesan yang bersifat langgeng.
Tingkat keberhasilan seseorang ditentukan oleh tingkat kecocokan karakter yang
dimilikinya dengan dituntun kenyataan/realita.
Kecerdasan, Karakter, Dan Etika
Wahyuni Nafis melalui pemahamannya atas ajarn tradisional islam dan di inspirasi oleh
beberapa pemikiran Stephan R Covery ia menyebut tiga jenis kecerdasan dengan tiga
golongan etika : yang di jelaskan dalam tabel berikut

Karakter Dan Paradigma Pribadi Utuh


Covery telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter, di perlukan
pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat kemampuan manusia
yaitu : tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ), dan jiwa (SQ). Sementara cloud (2007)
mengatakan bahwa kunci pembangunan karakter adalah integritas. Pemahaman atas integritas
tidak sekedar berarti jujur atau mempunyai prinsip moral, tetapi terkandungng juga
pengertian : utuh dan tidak terbagi, menyatu, berkonsentrasi kukuh, serta mempunyai
konsistensi.

Karakter Dan Proses Transformasi Kesadaran Spirirtual


Belum banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mengkaji ranah spritual melalui
pendekatan rasional / ilmiah. Ilmu psikologi mencoba memasuki ranah kejiwaan, namun
dalam perkembanganya ilmu ini justru membatasi kajianya hanya pada lapisan pikiran
(mental/emotional) dan tidak ada upaya untuk masuk lebih dalam ke ranah roh (kesadaran
spritual/transdental). Sementara ajaran agama yang seharusnya dapat dijadikan panduan dan
pengembangan /olahan batin, dalam perjalananya sering kali pengajaranya lebih bersifat
indoktrinasi, sekedar menjalankan praktik berbagai ritul, serta kurang mengedepankan
pendekatan melalui proses nalar, pengalaman, dan pengalaman langsung melalui refleksi diri.
Akibatnya, ajaran agama yang mulia itu tiidak mampu memberikan pencerahan kepada
umatnya.

Pikiran, Meditiasi, dan Gelombang Otak


Olah pikir (brainware management) adalah suatu konsep dan keterampilan untuk mengatur
gelombang otak manusia yang paling sesuai dengan aktifitasnya sehingga mencapai hasil
optimal (Sentanu, 2007).
Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar berarti pikiran sedang berada dalam
gelombang beta. Dalam gelombang ini pikiran sangat aktif sehingga akan memaksa otak
untuk mengeluarkan hormon kortisol dan norepinephirin yang menyebabkan timbulnya rasa
cemas, khawatir, gelisah dan sejenisnya. Oleh karena itu, pikiran harus selalu di latih untuk
memasuki gelombang alpha Untuk membangun karakter positif, seperti tenang, sabar,
nyaman, ikhlas, bahagia dan sejenisnya.

Model Pembangunan Manusia Utuh


Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dibuat dua model tentang
hakikat keberadaan manusia.
 Menjelaskan suatu model hakikat manusia yang di landasi dengan paradigma tidak
utuh (paradigma materialisme) sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang
memunculkan ketidakbahagian. Pada model ini manusia tujuan manusia hanya
mengejar kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan duniawi. Kecerdasaan yang
dikembangkan hanya IQ dan kesehatan fisik sehingga praktis kurang atau bahkan lupa
mengembangkan EQ dan SQ
 Model yang dikembangkan untuk kembali pada paradigma tentang manusia secara
seutuhnya. Karakter positif hanya dapat dikembangkan melalui pengembangan
hakikat manusia secara utuh. Dalam pengembangan manusia secara utuh perlu
dikembangkan juga secara seimbang kecerdasan emosional dan spritual di samping
kecerdasaan intelektual

Anda mungkin juga menyukai