DISUSUN OLEH :
Kelompok 7
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari matakuliah Patologi Penyakit Tidak Menular dengan
Judul “Tindakan Medik Invasif (Radioterapi, Radiodiagnostik, Dan Kemoterapi)”
ini dengan tepat waktu.Pada makalah ini akan dibahass mengenai pengertian,
akibat tindakan terkait masalah gizi, patogenesis, tanda-tanda klinik, laboratorium
dan fisik serta penatalaksanaan dalam tindakan medik invasif.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Dwie Soelistyorini, SST.,
M.Kes yang telah memberikan dan membimbing kami dalam menyelesaikan
tugas ini. Tidak lupa kami juga mengucapkan begitu banyak terimakasih atas
uluran tangan dan bantuan yang berasal dari pihak yang bersedia berkontribusi
bersama dengan mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi
yang telah dikontribusikan.
Dan kami berharap semoga makalah ini mampu menambah wawasan
serta ilmu bagi para pembaca. Sehingga untuk kedepannya kami sanggup
memperbaiki bentuk maupun tingkatan isian.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman, kami percaya tetap
banyak kekurangan dalam tugas ini. Oleh karena itu kami sangat berharap saran
dan kritik yang membangun dan memotivasi.
. Penyusun
2
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................5
1.3 Tujuan 5
BAB II KAJIAN KASUS
2.1 Pengertian6
2.2 Akibat tindakan terkait masalah gizi 6
2.3 Patogenesis 8
2.4 Tanda-tanda klinik, laboratorium dan fisik ..11
2.5 Penatalaksanan 15
Daftar Pustaka 18
Lampiran
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Radioterapi atau penyinaran bersama dengan pembedahan dan
kemoterapi adalah salah satu bentuk terpenting dalam penanganan kanker. Pada
prinsipnya jaringan akan menyerap energi yang dipancarkan sehingga akan
terjadi eksitasi dan dan ejeksi dari orbit elektron dan menciptakan ionisasi atom
dan molekul. Energi yang diserap oleh jaringan disebut radiasi ionisasi
(Arimbi,2012)
5
2. Mengetahui pengertia tindakan medik invasif (radioterapi, radiodiagnostik,
dan kemoterapi)?
3. Mengetahui etiologi tindakan medik invasif (radioterapi, radiodiagnostik,
dan kemoterapi)?
4. Mengetahui patogenesis tindakan medik invasif
5. Mengetahui tanda tanda klinis setelah dilakukan tindakan medik invasif
(radioterapi, radiodiagnostik, dan kemoterapi)
6. Mengetahui akibat tindakan medik invasif (radioterapi, radiodiagnostik,
dan kemoterapi) terkait dengan masalah gizi
6
1. Mual dan Muntah
Kemoterapi mempunyai kontribusi pada terjadinya malnutrisi
dengan berbagai sebab antara lain mual, stomatitis atau sariawan,
gangguan saluran pencernaan dan penurunan nafsu makan. Hal di atas
selain mempengaruhi status nutrisi juga dapat mempengaruhi hasil dari
pengobatan kemoterapi. Efek samping yang terjadi berhubungan dengan
dosis, lama terapi, jenis obat dan respon individual.
3. Anoreksia
Anoreksia adalah hilangnya atau berkurangnya nafsu makan yang
merupakan faktor utama dalam terjadinya malnutrisi pada kanker.
Turunnya nafsu makan dapat diakibatkan adanya nyeri, mual, diare atau
gangguan pencernaan yang lain. Penurunan nafsu makan oleh berbagai
penyebab ini tampaknya merupakan faktor utama dalam terjadinya
penurunan berat badan yang akan berdampak kepada status gizi pasien.
4. Disfagia
7
tenggorokan akibat radioterapi atau pembedahan. Saat pasien
mengalami disfagia maka pasien akan sulit makan dan nafsu makan
menurun yang nantinya akan terjadi malnutrisi.
Berikut adalah tips yang bisa dilakukan untuk menjaga asupan pasien setelah
pengobatan kemoterapi:
Makan dengan porsi kecil namun sering, setidaknya 6 kali dalam sehari
tetapi porsi makanannya tidak terlalu banyak.
Tetap memilih sumber makanan yang sehat dan bersih
Menyediakan camilan atau makanan ringan yang sehat, yang bisa
menahan rasa lapar tiba-tiba.
Hindari makanan pedas dan asam untuk mencegah timbul masalah pada
mulut
Tidak merokok atau minum alkohol
Menyikat gigi dengan sering untuk menjaga kesehatan serta kebersihan
mulut
2.3 Patogenesis
a. Gangguan akibat Radioterapi
Tujuan terapi radiasi adalah memaksimalkan dosis radiasi ke sel kanker
abnormal dan meminimalkan paparan terhadap sel normal yang berdekatan
dengan sel kanker atau yang berada pada jalur radiasi, meskipun pada
kenyataannya radiasi mampu merusak sel kanker maupun sel normal. Untuk
mendeskripsikan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dari suatu terapi, NCI
telah merilis terminologi deskriptif yang dapat digunakan untuk pelaporan
kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) yang disebut dengan Common
Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE). Skala penilaian (severity)
disediakan untuk setiap istilah kejadian yang tidak diinginkan, terdiri atas: Tingkat
1: Ringan, gejala asimtomatik atau ringan, hanya terjadi pada pengamatan klinis
atau diagnostik, tidak diindikasikan untuk intervensi; Tingkat 2: Sedang,
diindikasikan intervensi lokal atau non-invasif; Tingkat 3: Parah atau signifikan
secara medis namun tidak mengancam jiwa, diindikasikan rawat inap atau
perpanjangan rawat inap; Tingkat 4: Konsekuensi yang mengancam jiwa,
diindikasikan untuk melakukan intervensi mendesak; Tingkat 5: Berupa kejadian
tidak diinginkan yang terkait dengan kematian. Beberapa efek samping terapi
radiasi yang telah dilaporkan antara lain:
1. Toksisitas kulit akut
Kejadian toksisitas pada kulit dilaporkan pada pasien yang menjalani terapi
Stereotactic Body Radiation Therapy (SBRT), dalam penelitian Hoppe et al.
tahun 2008, subjek yang mengalami toksisitas kulit tingkat 1, 2 dan 3 berturut-
turut sebesar 38%, 8% dan 4%.
8
2. Komplikasi Sistem Saraf Pusat (SSP)
Meskipun perbaikan dalam pengobatan kanker terus menerus dilakukan,
toksisitas SSP tetap menjadi isu penting. Artikel review oleh Soussain et al.
merangkum beberapa jenis komplikasi sistem saraf pusat akibat radioterapi, di
antaranya ensefalopati akut yang memengaruhi hingga 50% pasien setelah
pemberian dosis tinggi atau fraksi radiasi, dan sindrom mengantuk yang terutama
terlihat pada pasien anak, tetapi juga dapat memengaruhi pasien dewasa dalam
2 bulan pertama setelah radioterapi. Gejala yang menonjol adalah kantuk dan
tidur berlebihan, mual, dan anoreksia; focal cerebral and spinal cord
radionecrosis yang merupakan komplikasi akibat radiasi yang parah dan
didefinisikan secara neuropatologis sebagai nekrosis dengan lesi vaskular berat
(stenosis, trombosis, perdarahan, nekrosis vaskular fibrinoid). Komplikasi ini
jarang terjadi selama 20 tahun terakhir dikarenakan adanya peningkatan
keamanan protokol radiasi.
3. Xerostomia dan hiposalivasi
Xerostomia didefinisikan sebagai kekeringan pada mulut karena disfungsi sekresi
kelenjar ludah yang dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, misalnya autoimun
disorder, yang menyebabkan ketidaknyamanan mulut, nyeri dan kesulitan dalam
berbicara. Penelitian Surjadi et al. pada pasien kanker kepala dan leher yang
menjalani radioterapi, hasilnya yaitu 87,6% subjek menunjukkan penurunan laju
salivasi. Dalam sebuah artikel review dikatakan bahwa penurunan (compromise)
dalam fungsi salivasi dapat dilihat dalam waktu 1 hingga 2 minggu setelah
radioterapi dan dapat bertahan setelahnya. Kecuali kerusakannya parah, fungsi
saliva biasanya sembuh dalam waktu 2 tahun dari setelah radioterapi. Disfungsi
kelenjar minimal bisa diamati pada dosis rata-rata 10 sampai 15 Gy dan dosis
rata-rata >40 Gy pada kelenjar parotid menghasilkan suatu penurunan fungsi
sebesar 75%. Xerostomia dapat memiliki efek negatif pada kualitas hidup pasien
yang sangat mengganggu kemampuan berbicara, mengunyah, menelan, dan
merasakan.29
4. Efek samping pada jantung
Kelainan jantung akibat radiasi biasanya disebut dengan istilah radiation induced
heart desease (RIHD) yang menunjukkan keadaan klinis dan kondisi patologis
cedera pada jantung dan pembuluh besar yang dihasilkan dari terapi radiasi
kanker. Kelainan pada jantung dapat terjadi karena radiasi, antara lain kelainan
pada perikardium, kelainan pada miokardium, kelainan pada arteri koroner,
kelainan pada aterosklerosis, dan kelainan pada katup jantung.
Dampak dari radiografi tentusaja berhubungan dnegan status gizi, hal tersebut
dikarenakan oleh efek samping yang ditimbulkan dan menyebabkan gangguan
sehingga asupan makanan menjadi kurang dan menyebabkan pasien dengan
tindakan medik infasif rentan mengalami mal nutrisi.
b. Gangguan akibat Kemoterapi
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kemoterapi adalah
pengobatan yang menggunakan obat keras (beracun/kimia) untuk merusak atau
membunuh sel-sel yang tumbuh dengan cepat. Kemoterapi digunakan untuk
9
mengobati penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah sel-sel
kanker atau mengurangi ukuran tumor. Dalam hal ini kemoterapi memiliki efek
samping yang dapat berpengaruh pada status gizi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faisel (2012), waktu mulai
muncul efek samping berbeda pada masing-masing efek samping. Pada awalnya
pasien mulai merasakan mual pada rentang waktu segera sampai 3 hari. Begitu
pula dengan efek samping muntah. Mual dan muntah dapat terjadi karena obat-
obat kemoterapi (atau metabolitnya) dapat mengaktivasi langsung daerah
pemicu kemoreseptor atau pusat muntah. Selain itu, obat-obat kemoterapi dapat
pula merangsang muntah dengan cara merusak sel-sel saluran cerna.Respon
mual dan muntah ini mulai muncul segera sampai 3 hari setelah pemberian
kemoterapi.
Selain itu juga terdapat efek samping diare, karena pemberian obat-obat
kemoterapi menyebabkan perubahan pada komposisi flora normal usus,
sehingga terjadi gangguan absorpsi yang melibatkan flora normal. Selain itu,
terjadi pula kerusakan pada sel-sel saluran cerna, perubahan pada motilitas usus
dan kerusakan pada kriptus. Semua perubahan ini terjadi segera saat pemberian
obat-obat kemoterapi dan mengakibatkan terjadi diare.
Efek samping berikutnya yaitu stomatitis, biasanya pasien mengalami
stomatitis pada rentang waktu >1 minggu dan pasien mulai mengalami stomatitis
pada rentang waktu 4 sampai 7 hari. Stomatitis langsung dapat terjadi 7 sampai
10 hari setelah pemberian kemoterapi. Stomatitis sekunder dapat terjadi dalam
beberapa fase. Fase epitelial terjadi 4 sampai 5 hari setelah pemberian
kemoterapi. Pada fase ini mulai terjadi kerusakan epitel dan peningkatan
vaskularisasi yang mengakibatkan eritema pada mukosa mulut. Namun tidak
semua pasien merasakan keluhan pada fase ini. Fase berikutnya yaitu fase
ulseratif yang terjadi kurang lebih 1 minggu setelah pemberian kemoterapi. Fase
ini merupakan fase puncak dari stomatitis. Pada fase ini terjadi pembentukan
pseudomembran dan ulkus.
Efek samping yang paling banyak dialami pasien yaitu alopesia yang
dialami atau kerontokan rambut, pasien mulai mengalami kerontokan rambut
pada rentang waktu ≥3 minggu. Alopesia terjadi karena obat-obat kemoterapi
menekan proses mitosis matriks rambut. Akibatnya, pertumbuhan rambut
terganggu dan menghasilkan rambut yang tipis, rapuh dan mudah putus. Proses
ini mulai terjadi 2 sampai 3 minggu setelah kemoterapi diberikan. Kemoterapi
juga menyebabkan pasien menjadi rentan terinfeksi. Pasien mulai mengalami
gejala-gejala rentan terinfeksi pada rentang waktu segera sampai 3 hari.
Kemoterapi mengakibatkan pasien menjadi rentan terinfeksi baik dengan cara
menekan produksi netrofil maupun karena efek sitotoksik langsung yang
menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang melapisi saluran cerna. Kerusakan
pada saluran cerna dapat terjadi segera setelah pemberian kemoterapi.
Netropenia sendiri mulai terjadi 9 sampai 10 hari setelah pemberian kemoterapi.
Efek samping berikutnya yaitu trombositopenia yang merupakan efek
samping paling jarang dialami pasien. Trombositopenia terjadi karena efek
kemoterapi terhadap penekanan sumsum tulang. Kompartemen penyimpanan di
sumsum tulang dapat dapat mensuplai sel-sel matur ke peredaran darah perifer
selama 8 sampai 10 hari. Gejala-gejala akibat trombositopenia baru mulai
10
11
obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker menyebabkan
neuropati perifer. Gejala yang timbul karena neuropati perifer sebagian
besar tergantung pada saraf yang terlibat. Gejala yang umum terjadi
adalah kesemutan, penurunan kemampuan untuk merasakan tekanan,
sentuhan, panas dan dingin, kesulitan menggerakan jari jari untuk
mengambil dan menjatuhkan sesuatu dan kelemahan otot. Neuropati
perifer dapat terjadi setiap saat setelah pengobatan dimulai dan akan
semakin parah seiring berjalannya pengobatan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi neuropati perifer adalah usia pasien, intensitas
kemoterapi, dosis obat, durasi pemberian kemoterapi dan penggunaan
bersamaan dengan agen kemoterapi neurotoksik lainnya, dan kondisi
yang sudah ada seperti diabetes dan pecandu alkohol (Wolf et al, 2008).
B. Tanda-tanda Biokimia
1. Leukipenia
Terjadi penurunan jumlah sel leukosit sehingga rentan terhadap infeksi. Di
tandai dengan penurunan dari nilai normal yitu bayi baru lahir 9000
-30.000 /mm3, Bayi/anak 9000 – 12.000/mm3, Dewasa 4000-10.000/mm3.
2. Hitung Jenis Leukosit
a. Peningkatan jumlah Eosinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang
terlibatdalam alergi dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan
jumlahnya 1 – 2% dari seluruh jumlah leukosit. Nilai normal dalam tubuh:
1 – 4%.
b. Peningkatan jumlah Basofil, yang merupakan salah satu jenis leukosit
yang jumlahnya 0,5 -1% dari seluruh jumlah leukosit.
c. Penurunan limposit yang merupakan Salah satu leukosit yang berperan
dalam proses kekebalan dan pembentukan antibodi. Nilai normal: 20 –
35% dari seluruh leukosit.
d. Peningkatan Monosit yang merupakan salah satu leukosit yang berinti
besar dengan ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah),
terbesar dalam sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai
normal dalam tubuh: 2 – 8% dari jumlah seluruh leukosit.
3. Anemia
Terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang dapat menyebabkan
lemah, lesu dan pusing. Di tandai dengan penurunan dari nilai normal
yaitu Wanita 12-16 gr/dL, Pria 14-18 gr/dL, Anak 10-16 gr/dL, Bayi baru
lahir 12-24gr/dL
4. Kreatinin
Kadar kreatinin meningkat karena , dengan rentang normal untuk bayi
baru lahir : 0,3 – 1,0 mg/dL atau 27 – 88 µmol/L ; Balita : 0,2 – 0,4 mg/dL
atau 18 – 35 µmol ; Anak – anak : 0,3 – 0,7 mg/dL atau 27 – 62 µmol/L ;
Remaja : 0,5 – 1,0 mg/dL atau 44 – 88 µmol/L ; Dewasa pria : 0,6 – 1,2
mg/dL atau 53 – 106 µmol/L ; Dewasa wanita : 0,5 – 1,1 mg/dL atau 44 –
97 µmol/L.
c. Tanda-tanda Fisik
12
1. Konstipasi
Sitotoksik agen kemoterapi dapat menghambat fungsi neurologis atau
otot saluran cerna, terutama pada usus besar menyebabkan makanan
masuk ke usus dengan sangat lambat. Akibatnya air terlalu banyak
diserap usus, maka feses menjadi keras dan kering. Seorang yang
mengalami kanker dikatakan mengalami konstipasi atau sembelit apabila
frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu setelah
pemberian kemoterapi dengan konsistensi keras. Pasien dengan kanker
terutama yang memiliki kanker stadium lanjut memiliki faktor yang
menyebabkan konstipasi yaitu penggunaan analgesik opioid,
berkurangnya intake makanan dan minuman, berkurangnya mobilitas,
usia lanjut, atau kondisi keganasan terkait misalnya obstruksi usus
parsial, hiperkalsemia yang berhubungan dengan tumor, dan akibat
kemoterapi (Avila, 2004).
2. Mual dan muntah
Terjadi karena adanya peradangan sel-sel mukosa yang melapisis
saluran cerna, terutama lambung. Faktor pemicu rasa mual dan muntah
meliputi aroma masakan dari Rumah Sakit, makanan yang berminyak,
makanan yang berlemak, makanan dan minuman yang manis, bau yang
menyengat, makanan dengan tekstur yang basah, makanan yang berbau
amis. Menurut Hawkins & Grunberg (2009), mual dan muntah dapat
dipicu oleh selera, bau, pikiran dan kecemasan terkait dengan
kemoterapi. Untuk mengatasi rasa mual dan muntah dengan
mengkonsumsi makanan yang segar dan makanan yang tidak terlalu
manis.
3. Diare
Terjadi karena kerusakan sel epitel saluran cernasehingga absorbsi tidak
adekuat.
4. Toksisitas Kulit
atan berakhir. Toksisitas kulit tidak mengancam kehidupan tetapi
memperburuk kualitas hidup pasien. Agen sitotoksik seperti siklofosfamid,
Klorambusil, Busulfan, Prokarbazin dapat menyebabkan efek samping
pada rambut dan kuku (alopecia, paronychia, melanonychia) pada barier
kulit (ruam kulit, kulit kering, hiperpigmentasi) dan mukosa (Steven
Johnson Syndrome dan nekrolisis epidermal toksik). Inhibitor transduksi
sinyal, khususnya antagonis EGFR adalah kelas baru agen kemoterapi,
yang mengakibatkan efek samping dalam praktek klinis dermatologi.
Paling sering dilaporkan efek kulit beracun yang berasal dari obat ini
adalah ruam folikular papulo pustular yang didefinisikan sebagai bentuk
jerawat karena melibatkan atas semua wajah dan daerah seboroik, kulit
kepala serta dada. Tetapi sangat jarang terjadi di daerah ekstremitas dan
punggung. Gejala pada kulit tersebut muncul selama dua minggu pertama
pengobatan. Disertai dengan pruritus yang sangat rentan terhadap infeksi
bakteri (Fabbrocini et al, 2012).
5. Alopecia (kerontokan rambut)
Waktu terjadinya kerontokan rambut saat tidur dan disisir. Waktu
terjadinya kerontokan rambut beragam yaitu 1 minggu sampai 2 bulan
setelah pemberian kemoterapi yang pertama. Jumlah rambut yang
mengalami kerontokan juga beragam yaitu sedikit demi sedikit dan
langsung banyak. Kerontokan rambut yang terjadi berlangsung sekitar 1
bulan sampai rambut benar-benar habis. Selain itu, setelah menjalani
13
kemoterapi tekstur rambut juga berubah menjadi lebih kasar, mudah
patah dan pertumbuhan rambut menjadi lebih lambat. Menurut Trueb
(2009), karakteristik utama dari folikel rambut anagen yang mengalami
proliferasi dengan sel-sel matrix yaitu dengan menunjukkan aktivitas
proliferasi terbesar dalam membangun batang rambut. Selain itu juga
penghentian mendadak aktivitas mitosis menyebabkan melemahnya
sebagian keratin di bagian proksimal dari batang rambut, penyempitan,
dan selanjutnya kerusakan kanal rambut. kerontokan rambut dapat terjadi
1 sampai 3 minggu dan selesai 1 sampai 2 bulan setelah dimulainya
kemoterapi. diikuti dengan kerontokan rambut yang menyebar, perubahan
yang khas terjadi pada akar rambut yaitu penipisan yang tajam.
6. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya
adalah penurunan nafsu makan yang disebabkan oleh mual, muntah, dan
mucositis yang dialami oleh penderita kanker serviks dengan kemoterapi.
Penurunan berat badan dapat terjadi selama 6 bulan terakhir, 2 minggu
terakhir setelah dimulainya kemoterapi atau dibandingkan dengan berat
biasanya. Sebagian besar penderita mengalami penurunan 5% dari berat
badan sebelum menjalani kemoterapi. Deteksi dini malnutrisi pada pasien
kanker sangat penting dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan
meningkatkan kualitas hidup. Skrining nutrisi termasuk
anthropometricparameters (BMI dan persentase penurunan berat badan)
dan parameter biokimia. BMI normal adalah antara 18,5- 24,9. Penurunan
berat badan merupakan parameter yang lebih baik untuk mengetahui
status malnutrisi pada pasien kanker dengan kemoterapi. Sebagian besar
penurunan berat badan adalah 6-15% dari berat badan sebelum
menjalani kemoterapi. Skrining rutin malnutrisi pada pasien kanker harus
mencakup faktor faktor masalah yang timbul terkait dengan gangguan
gastrointestinal (GI) yang mencakup gejala yang mempengaruhi asupan
makanan (Lara et al , 2012).
7. Kelelahan (Fatigue)
Kelelahan dapat terjadi karena anemia dan kebutuhan nutrisi yang kurang
yang terjadi akibat penurunan nafsu makan. Efek kemoterapi
menyebabkan adanya pelepasan zat-zat sitokin seperti TNF (tumor
nekrosis faktor) dan interleukin yang menyebabkan hipotalamus bereaksi
dengan menurunkan rasa lapar mengakibatkan pasien kemoterapi
mengalami penurunan nafsu makan sehingga kebutuhan energi dalam
tubuh tidak tercukupi. Kelelahan dapat muncul beberapa hari setelah
pengobatan kemoterapi. Penyebab umum lainnya dari kelelahan terkait
kanker antara lain karena kanker itu sendiri, kehilangan nafsu makan,
anemia (rendahnya jumlah sel darah merah), nyeri yang tidak terkontrol,
depresi, kurang tidur atau insomnia, obat obatan, kurangnya olahraga,
nutrisi yang tidak memadai. Sebagian besar orang yang menerima
pengobatan kanker mengalami kelelahan dan beberapa penderita kanker
yang selamat, mengalami kelelahan selama berbulan-bulan dan bahkan
bertahun-tahun setelah menyelesaikan pengobatan kanker. Kelelahan
sering mengakibatkan dampak negatif yang mempengaruhi keseluruhan
fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Ada banyak penyebab kelelahan
yang berhubungan dengan kanker termasuk pengobatan kanker (Ream,
Richardson, , Dann, 2006).
14
8. Nyeri
Rasa nyeri timbul pada bagian perut bawah dan punggung, dengan
munculnya hilang timbul, diperberat oleh aktifitas fisik yang berat atau
kecapekan, setelah kemoterapi selesai nyeri berkurang. Rasa nyeri dapat
timbul akibat kanker servik itu sendiri dan dapat juga karena pengobatan
kemoterapi. Neurophysiology nyeri pada kanker merupakan suatu hal
yang komplek yang meliputi mekanisme inflamatory, neuropathy, iskemik,
dan kompresi termasuk faktor psikososial dan spiritual. Penggunaan obat
opiod yang lama dapat meningkatkan toleransi, hperalgesia,
ketergantungan dan kecanduan.
9. Perubahan Rasa
Perubahan rasa pada lidah terasa pahit (rasa tidak enak di mulut dan
rasa pahit di mulut) hampir dirasakan oleh semua pasien. Menurut Hong
et al (2009), Efek samping dari pengobatan kanker dan juga kanker itu
sendiri dapat menyebabkan disfungsi persepsi sensorik pada pasien.
Gangguan rasa dan bau dapat meliputi perubahan ketajaman rasa
(ageusia dan hypogeusia), kualitas (dysgeusia dan phantogeusia),
gangguan persepsi penciuman, dan sindrom mulut kering (xerostomia).
Pasien yang diberikan kemoterapi sering mengeluhkan perubahan dalam
persepsi rasa (changes in taste quality), perubahan perspsi rasa yang
paling banyak dikeluhkan adalah rasa pahit atau rasa metal. Kualitas rasa
juga berkurang yang dideskripsikan sebagai sensasi rasa tidak enak di
mulut atau mual. Faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya
perawatan mulut, infeksi, gastrointestinal reflux.
2.4 Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Gejala yang paling sering muncul ketika seseorang mendapatkan
radioterapi adalah rasa mual dan muntah, kulit menghitam di bagian
tubuh yang terkena radiasi, rambut rontok sedikit demi sedikit (namun jika
melakukan radioterapi pada bagian kepala, leher, atau muka, mungkin
kerontokan yang terjadi akan lebih banyak) merasa kelelahan, gangguan
menstruasi pada perempuan, gangguan terhadap jumlah dan kualitas
sperma pada laki-laki, serta timbul berbagai masalah kulit.
Tidak hanya itu, pasien yang menjalani pengobatan radioterapi
akan mengalami penurunan nafsu maka dan menimbulkan masalah pada
sistem pencernaan. Namun pasien yang sedang menjalani terapi harus
menjaga status gizi dan kesehatannya melalui asupan. Berikut adalah tips
yang bisa dilakukan untuk menjaga asupan pasien yang menjalani
pengobatan:
Cobalah untuk makan dengan porsi kecil namun sering, setidaknya 6
kali dalam sehari tetapi porsi makanannya tidak terlalu banyak.
Tetap memilih sumber makanan yang sehat dan bersih
Sediakan selalu camilan atau makanan ringan yang sehat, yang bisa
menahan rasa lapar tiba-tiba.
Hindari makanan pedas dan asam untuk mencegah timbul masalah
pada mulut
Tidak merokok atau minum alkohol
15
Menyikat gigi dengan sering untuk menjaga kesehatan serta
kebersihan mulut
2. Kemoterapi
Setiap pasien kanker akan mengalami efek samping kemoterapi
yang berbeda-beda, tergantung dengan kondisi serta jenis obat yang
diberikan. Namun ada beberapa efek samping kemoterapi yang umum
terjadi dan hal tersebut biasanya menjadi penghambat dalam
pengobatan. Berikut ini adala cara mengatasi efek samping kemoterapi
yang muncul agar dapat mencegah kondisi tubuh yang semakin parah
a. Mual dan muntah
Sebanyak 70-80% pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi,
mengalami gejala mual dan muntah. Efek samping kemoterapi ini
sering kali timbul pada beberapa obat tertentu, seperti obat cisplatin.
Beberapa hal yang dapat mengatasi mual dan muntah saat
kemoterapi yaitu:
Makan dengan porsi yang sedikit namun sering, sebab rasa mual
sering kali muncul ketika perut Anda kosong.
Saat mengonsumsi makanan, usahakan untuk mengunyahnya
dengan perlahan.
Usahakan untuk mengonsumsi makanan yang bersuhu dingin.
Hindari makanan hangat atau panas karena akan menyebabkan
Anda semakin mual.
Jangan mengonsumsi makanan dan minuman yang memiliki
temperatur berbeda dalam satu waktu.
Minum di antara dua makan, jangan terlalu banyak minum ketika
makan. Selain itu minum antara 6-8 gelas per hari atau sesuai
dengan kebutuhan.
16
ditandai dengan timbulnya sariawan pada bagian mulut, tak hanya
satu luka bahkan bisa saja semua bagian mulut dipenuhi dengan luka.
Tentu hal ini akan membuat pasien menjadi susah untuk
mengonsumsi makanannya, padahal makanan dapat membuatnya
pulih kembali.
Berikut adalah cara untuk mengatasi luka pada mulut:
Pastikan untuk menyikat gigi setidaknya 90 detik setiap dua kali
dalam satu hari. Usahakan untuk menggunakan sikat gigi yang
halus.
Hindari mengonsumsi alkohol, makanan pedas, serta makanan
asam.
Gunakan obat kumur untuk menghilangkan bakteri yang mungkin
masih tertinggal di dalam mulut.
17
Daftar Pustaka
Arimbi, D. (2012). Radiodiagnostik dan Radioterapi. Diambil kembali 28 Februari
2019 dari https://www.scribd.com/doc/181103774/Radiodiagnostik-Dan-
Radioterapi-Dios
Fitriatuzzakiyah, Nur dkk. 2017. Terapi Kanker dengan Radiasi: Konsep Dasar
Radioterapi dan Perkembangannya di Indonesia. Sumedang : Universitas
Padjajaran. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Desember 2017. Vol. 6 No.
4, hlm 311–320. http://ijcp.or.id , DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.4.311.
Winarsih, ambarwati dkk. __. Efek Samping Kemoterapi Secara Fisik Pasien
Penderita Kanker Servik. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
18
19