Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

HEMOROID

Disusun Oleh :

Desty Anindya Putri

1765050298

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PERIODE 22 JULI 2019 – 28 SEPTEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019

0
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Hemoroid adalah pelebaran atau varises satu segmen atau lebih
dari vena-vena hemoroidalis. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu
hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid
eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang
digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah dalam otot sfingter
ani dan hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran
balik vena hemoroidalis.
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada
sekitar 35% penduduk, baik pria maupun wanita yang biasanya berusia
lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi
dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Gejala yang
dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit. Penyakit
ini biasanya hanya memerlukan perawatan ringan dan perubahan gaya
hidup.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. D

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 26 Tahun

Pekerjaan : Karyawan

Bangsa : WNI

Suku : Sunda

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kp. Jati Baru RT 01/ RW 03

Ruangan : IGD

Tanggal datang : 11 September 2019

2.2 Diagnosis

Anamnesis

Auto anamnesis dilakukan di IGD pada tanggal 11 September 2019, pukul


21:30 WIB

Keluhan Utama : Terdapat benjolan yang keluar dari anus

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan keluar benjolan dari anus


saat buang air besar sejak ± 5 hari sebelum berobat kepuskesmas. Benjolan
dirasakan lebih besar daripada biasanya, benjolan tersebut tidak dapat
dimasukan kembali kedalam anus, terasa perih, gatal, dan pasien mengeluh
tidak bisa duduk karena adanya benjolan. Saat buang air besar biasanya di

2
sertai dengan darah segar, menetes saat feses keluar, darah tidak
bercampur dengan feses.

± 1 tahun yang lalu pasien mengeluhkan adanya benjolan kecil


yang keluar pada saat buang air besar dan masih dapat dimasukan. Pasien
tidak pernah mengontrol keluhannya ke fasilitas kesehatan ataupun
mengkonsumsi obat untuk mengobati keluhanya dikarenakan merasa tidak
mampu.

Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat seperti


sayuran dan buah buahan. Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas, dan
minum kurang dari 8 gelas perhari dan pada saat buang air besar suka
mengejan keras sampai berkeringat bahkan sampai merasa pusing.

Riwayat Masa Lampau :

a. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Hipertensi disangkal, diabetes mellitus disangkal, alergi
disangkal
b. Trauma Terdahulu : Disangkal
c. Riwayat operasi : Disangkal
d. Sistem:
 Neurologi : Disangkal
 Kardiovaskuler : Disangkal
 Gastrointestinal : Disangkal
 Genitourinari : Disangkal
 Muskuloskeletal : Disangkal
e. Riwayat gizi : Berat badan 60 kg, tinggi badan 168 cm,
IMT 21,27 kg/m2 (gizi cukup)
f. Riwayat psikiatri : Disangkal

3
2.2.2 Pemeriksaan Fisik

KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign :

 GCS: E4V5M6,
 TD: 120/70 mmHg
 Nadi: 86x/menit
 Suhu: 36,4 ºC
 Pernafasan: 20 x/ menit
 SpO2: 99%

STATUS GENERALIS
KEPALA
Normocephali, jejas (-)
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), jejas (-/-),
pupil 3mm/3mm (isokor), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga : Fistula (-/-), benjolan (-/-), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
jejas (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), polip (-/-), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
jejas (-/-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), jejas (-/-), mukosa bibir lembab

LEHER
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening (KGB), nyeri
tekan (-), deviasi trakea (-)

THORAKS
Diameter laterolateral > anteroposterior
Cor :

4
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :
 Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas (-),
retraksi (-)
 Palpasi : fremitus suara simetris kanan kiri
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : bunyi napas dasar vesikular, wheezing (-/-),
rhonki(-/-)

Abdomen
 Inspeksi : perut tampak datar, distensi abdomen (-)
 Auskultasi : bising usus (+), 3x/menit
 Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

 Organ pada abdomen:


1. Limpa : tidak teraba membesar
2. Kandung empedu : nyeri tekan (-)
3. Hati : tidak teraba membesar

Genitourinari
 Ginjal : nyeri ketuk CVA (-/-), ballotement
(-/-)
 Kandung kemih : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
 Kemaluan : sekret (-)

5
Rectal Toucher
Tidak dilakukan

Ekstremitas
Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT <2”
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT <2”

Punggung
Lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Refleks
Refleks fisiologi (+) dan refleks patologi (-)

STATUS LOKALIS
Regio Anal
 Inspeksi : Perianal terlihat tonjolan massa prolaps dari anus,
hiperemis
 Palpasi : padat, kenyal, nyeri saat di sentuh, ukuran ± 4x6 cm,
ekskoriasi (-), luka (-), tanda radang (-), darah (-)

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hematologi

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN


NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI LENGKAP

Laju Endap Darah 10 mm 0-10

Hemoglobin 13,3* g/dL 13,5 – 17

Jumlah Hematokrit 48 % 40 – 48

6
Eritrosit 4,8 juta/µL 4–5

MCV/VER 82.5 fL 82 – 92

MCH/HER 28.7 Pg 27 – 31

MCHC/KHER 34.8 g/dL 32 – 36

Leukosit 7,8 ribu/µL 5 – 10

HITUNG JENIS
0 % 0–1
Basofil

Eosinofil 1 % 1–3

Batang 3 % 2–6

Segment 62 % 50 – 70

Limfosit 34 % 20 – 40

Monosit 7 % 2–8

Trombosit 229 ribu/µL 150 – 400

GOLONGAN DARAH /RH FAH


Golongan Darah B

Rhesus Positif

HEMOSTASIS

Masa perdarahan 3 Menit 1–6

Masa Pembekuan 13 Menit 9-15

KIMIA DARAH
DIABETES 107 Mg/dl <170

Glukosa Sewaktu

2.3 Diagnosis Kerja


Hemoroid Interna Grade IV

7
Diagnosis Banding
 Hematoma Perianal
 Fisura Anal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium
 Anoskopi : untuk menilai mukosa rectal dan tingkat pembesaran
hemoroid
 Sigmoideskopi : untuk memastikan tidak adanya diagnose banding
lain seperti kolitis, polip rektal, dan kanker

2.5 Terapi
 Pro operasi hemorroidektomi
 IVFD RL 500 cc /6 jam
 Paracetamol drip 500 mg
 Ceftriaxone inj. 2 gram
 Puasa

2.6 Prognosis
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanationam : Ad Bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III. 1. Definisi

Hemorrhoid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis yang


tidak merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemorrhoid menyebabkan
keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan.

Gambar II. 1 Rektum dan anus normal

Hemorrhoid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemorrhoid


interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas linea dentata/garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering
hemorrhoid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 7), kanan
belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemorrhoid yang lebih kecil terdapat
di antara ketiga letak primer tersebut.

9
Gambar II.2. Hemorrhoid interna dan eksterna

Hemorrhoid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus


hemorrhoid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.

Kedua pleksus hemorrhoid, internus dan eksternus berhubungan secara


longgar dan merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemorrhoid interna mengalirkan darah ke vena
hemorrhoidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemorrhoid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan
lipat paha ke vena iliaka.1

Faktor resiko

1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus


hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.

10
2. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis
4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
6. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.

Manifestasi Klinis

Beberapa gejala klinis yang tampak terjadi pada penderita hemorrhoid seperti:

 Dubur mengalami pendarahan setelah BAB (darah jernih dan


menetes)
 Nyeri di sekitar anus dan rektum
 Iritasi dan gatal-gatal
 Benjolan di anus

Klasifikasi

Hemorrhoid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemorrhoid


interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas linea dentata/garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering
hemorrhoid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 7), kanan
belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemorrhoid yang lebih kecil terdapat
di antara ketiga letak primer tesebut.

11
Gambar II.2. Hemorrhoid interna dan eksterna

Hemorrhoid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus


hemorrhoid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.

Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk


akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, walaupun disebut hemorrhoid trombosis eksterna akut.
Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemorrhoid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

Hemorrhoid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :

 Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita


adalah perdarahan
 Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri
setelah selesai defekasi.

12
 Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
 Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

Pemeriksaan

Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan
oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemorrhoid eksterna dapat
dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemorrhoid interna
mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan
dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.

 Pemeriksaan Colok Dubur


Pada pemeriksaan colok dubur, hemorrhoid interna stadium awal tidak
dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan
biasanya tidak nyeri. Hemorrhoid dapat diraba apabila sangat besar.
Apabila hemorrhoid sering prolaps, selaput lendir akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang
lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.

 Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemorrhoid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan
dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh
bernafas panjang. Hemorrhoid interna terlihat sebagai struktur vaskuler
yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan
sedikit maka ukuran hemorrhoid akan membesar dan penonjolan atau

13
prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya
dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas
harus diperhatikan.

 Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi,
karena hemorrhoid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

Penatalaksanaan

a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan
dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut
Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat
tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam
posisi jongkok/squatting). Selain itu, dapat merendam anus dalam larutan
PK selama 10-15 menit, 2 kali sehari. Dengan perendaman ini, benjolan
yang ada di anus dapat mengecil.

b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala.

Obat-obat farmakologis hemorrhoid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:

1. Obat yang memperbaiki defekasi.


Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement)
dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen bekerja dengan cara
membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus.

14
Efek samping antara lain kentut dan kembung. Obat kedua adalah
laxant atau pencahar.

2. Obat simptomatik.
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa
gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Sediaan yang
mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang
daerah hemorrhoid atau anus.

3. Obat penghenti perdarahan.


Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau
pecahnya vena hemorrhoid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.

4. Obat penyembuh dan pencegah serangan. Pengobatan ini dapat


memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema,
dan prolaps.

c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit
dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain
skleroterapi hemorrhoid atau ligasi hemorrhoid atau terapi laser.
Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak
berhasil.

Penatalaksanaan Tindakan Operatif

 Rubber band ligation – terbuat dari karet dan ditempatkan di sekitar dasar
wasir dalam dubur.

15
 Teknik laser atau teknik elektrokoagulasi – kedua teknik ini menggunakan
perangkat khusus untuk membakar jaringan hemorrhoid.
 Hemorrhoidectomy – Kadang-kadang, wasir meluas atau parah, entah itu
hemorrhoid internal atau hemorrhoid eksternal, yang mungkin
memerlukan operasi untuk menghilangkannya, operasi ini disebut sebagai
hemorrhoidectomy. Metode ini adalah yang terbaik untuk menghilangkan
hemorrhoid secara permanen. Hemorrhoidectomy adalah pengobatan
untuk hemorrhoid derajat tingkat tiga dan empat.1,4

Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemorrhoid antara lain:

1. Jalankan pola hidup sehat (serat, sayur, buah) sehingga kotoran tidak
mengeras
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
3. Hindari terlalu banyak duduk
4. Minum air yang cukup
5. Jangan menahan BAB
6. Jangan terlalu lama duduk di WC
7. Jangan mengejan berlebihan
8. Duduk berendam pada air hangat

Prognosis

Dengan terapi yang sesuai, semua hemorrhoid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemorroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik.
Sesudah terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan
makanan serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemorroid.

16
BAB IV

PEMBAHASAN

Untuk menunjang diagnosis hemorroid yang tepat, dilakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang pada akhirnya akan
mengarah ke satu diagnosis kerja yaitu hemorroid interna grade IV.
a. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan keluar benjolan dari anus saat buang air
besar sejak ± 5 hari sebelum berobat kepuskesmas. Benjolan dirasakan
lebih besar daripada biasanya, benjolan tersebut tidak dapat dimasukan
kembali kedalam anus, terasa perih, gatal, dan pasien mengeluh tidak bisa
duduk karena adanya benjolan. Saat buang air besar biasanya di sertai
dengan darah segar, menetes saat feses keluar, darah tidak bercampur
dengan feses.
± 1 tahun yang lalu pasien mengeluhkan adanya benjolan kecil yang keluar
pada saat buang air besar dan masih dapat dimasukan. Pasien tidak pernah
mengontrol keluhannya ke fasilitas kesehatan ataupun mengkonsumsi obat
untuk mengobati keluhanya dikarenakan merasa tidak mampu.
Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat seperti sayuran dan
buah buahan. Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas, dan minum
kurang dari 8 gelas perhari dan pada saat buang air besar suka mengejan
keras sampai berkeringat bahkan sampai merasa pusing.

b. Pemeriksaan Fisik

 KU : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis
 Vital Sign :
 GCS: E4V5M6,
 TD: 120/70 mmHg

17
 Nadi: 86x/menit
 Suhu: 36,4 ºC
 Pernafasan: 20 x/ menit
 SpO2: 99%

Status Lokalis

Regio Anal
 Inspeksi : Perianal terlihat tonjolan massa prolaps dari anus,
hiperemis
 Palpasi : padat, kenyal, nyeri saat di sentuh, ukuran ± 4x6 cm,
ekskoriasi (-), luka (-), tanda radang (-), darah (-)

c. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi : Hemoglobin 13,3 g/dL

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang tersebut dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien mengalami
Hemorroid Interna grade IV.

Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dilakukan dalam kasus ini ialah dengan dilakukan
hemoroidektomi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3 Revisi.


EGC. Jakarta. 2015. 615-681
2. Carter DC, Russel RC (eds). Rob & Smith's Operative Surgery, 4th eds.
London: Butterworths, 2008; 721-792.
3. Pena, A. Imperforate Anus and Cloacal Malformation. Pediatric Surgery.
3rd edition. WB Saunders. 2000. page 473-92.
4. Doherty, Gerard. Current Surgical Diagnosis & Treatment, 12th eds. USA:
The McGraw-Hill Companies, 2006. 615-681.
5. Ellis H, Calne R, Watson C. The Rectum and Anal Canal. Lecture Notes
General Surgery, 11th ed. London: Blackwell Publishing, 2006. 541-559.
6. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In
Sabiston’s Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier
Saunders. P 1443-1510.
7. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott
Willi ams & Wilkins: USA.p 201
8. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States
of America: The McGraw-Hill Companies.

19

Anda mungkin juga menyukai