Disusun oleh:
Mahasiswa Kepaniteraan
Farmakologi dan Farmakoterapi Terapan
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
No. Nama NIM Materi THT
1. Alvina Cita Indriani D 0961050194 Otitis Eksterna Difusa
2. Helmy Matathia Nuban 1061050157 Otitis Eksterna Sirkumskripta
3. Yudo Christo 1061050161 Otitis Media Akut
4. David Martin Adrian 1161050032 Otitis Media Supuratif Kronik
5. Lydia Elim 1161050059 Herpes Zooster Optikus
6. Nurhani 1161050178 Serumen Prob
7. Ranggahesa Wibawa Y 1161050191 Presbiskus
8. Rebekka Martina 1161050257 Conductive Hearing Loss
9. Sella Bonita 1161050258 Corpus Allineum Telinga
10. Dini Ibrati 1161050259 Rhinitis Ozaena
11. Tiffani Ratu 1161050260 Rhinitis Vasomotor
12. Egon Ilman Saputra 1161050261 Rhinitis Allergika
13. Adipta Kurniawan 1161050262 Rhinitis Medikamentosa
14. Haryudha 1161050263 Furunkel Hidung
15. Eva Naomi Oretla 1261050020 Polip Hidung
16. Elisabeth A. H. K 1261050056 Corpus Allineum Telinga
17. Mika Windani 1261050057 Rhinosinusitis
18. Fickra Noor Fathia 1261050078 Epitaksis Anterior Posterior
19. Bella Alfianty 1261050095 Miringitis Bullosa
20. Ribka Bella Kristania 1261050127 Motion Sickness
21. Agata Ciona Sirait 1261050134 Faringitis
22. Atika Sari Pasande 1261050164 Tonsilitis
23. Fath Dizzi 1261050204 Meniere Syndrome
24. Winne Irene Putri Yulian 1261050207 BPPV
25. Cindy Mediana 1261050255 Common Cold
26. Fitri Yani Putri Ningsih 1261050292 Tonsilitis Difteri
1. OTITIS EKSTERNA DIFUSA
Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga yang
disebabkan oleh rusaknya kulit pada liang telinga/berkurangnya produksi serumen
sebagai pelindung liang telinga dari kelembaban dan temperatur yang tinggi, biasanya
dikenal sebagai “Swimmer’s ear”. Trauma ketika membersihkan liang telinga dengan
kuku jari atau kapas pengorek telinga diketahui sebagai faktor lokal penyebab otitis
eksterna difusa yang paling sering terjadi.
PATOFISIOLOGI
Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga yang disebabkan oleh
rusaknya kulit pada liang telinga/berkurangnya produksi serumen sebagai pelindung
liang telinga dari kelembaban dan temperatur yang tinggi, biasanya dikenal sebagai
“Swimmer’s ear”. Trauma ketika membersihkan liang telinga dengan kuku jari atau
kapas pengorek telinga diketahui sebagai faktor lokal penyebab otitis eksterna difusa
yang paling sering terjadi.
1. Stadium akut.
Rasa tidak nyaman hingga nyeri didalam dan sekitar liang telinga yang sesuai
dengan pergerakan dari rahang. Dalam kasus berat terdapat pembengkakan di
sekitar jaringan lunak dan bagian luar dari aurikula. Pada pemeriksaan, kulit
dari liang telinga berwarna merah, edema dan sangat sensitif. Dijumpai nanah
pada liang telinga dan sebagai perkembangan penyakit dari deskuamasi epitel
pada liang telinga yang terbentuk dari massa debris seperti keju didalam liang
telinga serta membran timpani sering tidak jelas terlihat.
2. Stadium kronis.
Gejala stadium kronis adalah iritasi dan keluarnya cairan dari telinga. Dapat terjadi
tuli sebagai hasil dari akumulasi debris pada liang telinga. Tidak ada rasa sensitif pada
liang telinga tetapi terjadi penebalan pada kulit liang telinga serta lumen liang telinga
yang menyempit
PENATALAKSANAAN
Setelah liang telinga dibersihkan, kain kassa atau cotton bud dengan pemberian
larutan alkohol 70% dan steroid (seperti : larutan Volon atau Kenacort- A tincture
atau betametason plus natrium sulfasetamid) dimasukkan ke dalam liang telinga.
Kain kassa diletakkan di liang telinga selama 2 – 3 hari dan dipakai tetes telinga
hingga beberapa kali sehari. Setelah inflamasi pada liang telinga berkurang, kain
kassa yang diolesi krem antibiotik atau antimikotik dengan steroid dimasukkan ke
dalam liang telinga dan dibiarkan selama 1 - 2 hari. Kepada penderita diberitahukan
agar tidak mengorek telinga selama masa pengobatan.
Tetes telinga antibiotik dengan steroid dapat digunakan tetapi kelemahan dari
penggunaan dari antibiotik dengan steroid menyebabkan pertumbuhan dari jamur
(otomikosis). Setelah edema liang telinga berkurang, pemberian zat pengering topikal
seperti larutan Castellani, gentian violet atau iodopovidone dapat digunakan.
Pemberian antibiotik oral diindikasikan hanya pada kasus otitis eksterna berat dengan
selulitis atau limfadenitis, dan pada penderita diabetes. Pemberian analgetik oral juga
diperlukan.
dr. Alvina Djoedir
0961050194
RS UKI, Cawang
Jakarta Timur
No.I Jakarta,
23/3/2017
S 3 dd I pc
S 3 dd I pc
Pro : Tono
Usia : 45 tahun
2. Otitis Eksterna Sirkumskripta
A.DEFINISI
Yang dimaksud dengan otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun
kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Istilah otitis eksterna
telah lama dipakai untuk menjelaskan sejumlah kondisi. Spektrum infeksi dan radang
mencakup bentuk-bentuk akut atau kronis. Dalam hal infeksi perlu dipertimbangkan
agen bakteri, jamur dan virus. Radang non-infeksi termasuk pula dermatosis, beberapa
diantaranya merupakan kondisi primer yang langsung menyerang liang telinga.
Shapiro telah menegaskan bahwa perbedaan anatar otitis eksterna yang berasal dari
dermatosis dengan otitis eksterna akibat infeksi tidak selalu jelas. Suatu dermatosis
dapat menjadi terinfeksi setelah beberapa waktu, sementara pada infeksi kulit dapat
terjadi reaksi ekzematosa terhadap mekanisme penyebab. Sekali lagi, anamnesi dan
pemeriksaan yang cermat seringkali akan memberi petunjuk ke arah kondisi
primernya.
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul) merupakan peradangan pada
sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu dapat terjadi infeksi pada
pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.
B. ETIOLOGI
Kuman penyebab otitis eksterna sirkumskripta yang tersering adalah
Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus. Sering terjadi superinfeksi oleh bakteri
piogenik (terutama Pseudomonas atau staohylococcus) dan jamur.
Infeksi dapat terjadi sebagai akibat faktor-faktor predisposisi tertentu sebagai
berikut:
C. PATOGENESIS
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi folikel rambut, bermula
sebagai folikulitis kemudian biasanya meluas menjadi furunkel. Organisme penyebab
biasanya Staphylococcus. Umumnya kasus-kasus ini disebabkan oleh trauma garukan
pada liang telinga. Kadang-kadang nfurunkel disebabkan oleh tersumbat serta
terinfeksinya kelenjar sebasea di liang telinga. Panas dan lembab dapat menurunkan
daya tahan kulit liang telinga, sehingga frekuensi penyakit ini agak meningkat pada
musim panas.
Pada kasus dini, dapat terlihat pembengkakan dan kemerahan difus didaerah
liang telinga bagian tulang rawan, biasanya posterior atau superior. Pembengkakan itu
dapat menyumbat liang telinga. Setelah terjadi lokalisasi dapat timbul pustula. Pada
keadaan ini terdapat rasa nyeri yang hebat sehingga pemeriksaan sukar dilakukan.
Biasanya tidak terdapat sekret sampai absesnya pecah. Toksisitas dan adenopati
muncul lebih dini karena sifat organisme penyebab infeksi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang seringdikeluhkanpadapasiendengan otitis
eksternasirkumskriptaantara lain:
Nyeri hebat yang diikuti otore purulen.
Nyeri tekan pada tragus dan pada tarikan aurikulum
Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat meatus
akustikuseksternus.
Meatus akustikuseksternustampakbengkakpadatempattertentu
E. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis:
- kebiasaan mengkorek telinga
- nyeri teliga (otalgi) spontan, bila tragus ditekan dan aurikulum
ditarik
- bila furunkel terjadi dibagian anterior, nyeri bertambah bila
membuka mulut atau mengunyah.
- Pendengaran biasanya normal kecuali bila lumen meatus tertutup.
- Suhu badan subfebris.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Pada kasus yang berat kepala penderita miring ke sisi
yang sakit (Tortikolis), karena spasme otot
sternokleidomastoideus. Edema dan hiperemi sekitar
meatus akustikuseksternus, dan dapat menjalar ke
aurikulum, dan sulkus retroaurikuler.
Palpasi: Nyeri bertambah bila diadakan manipulasi aurikulum.Bila
tragus ditekan nyeri bertambah berat.
Otoskopi: Pemeriksaan ke dalam Meatus Akustikus Eksternus
dengan mempergunakan lampu kepala terlihat lumen
Meatus AkustikusEksternusmenyempit.
F. PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
a. Membersihkan liang telinga dengan H2O2 3%.
b. Bila terdapat abses, dilakukan insisi dan drainase.
2. Medikamentosa
a. Meatus akustikuseksternadimasuki tampon pita yang
telahdibasahidengansol.Burowi (liquor aluminium sub asetat).
Tampon dibiarkandidalam lumen selama2x24 jam danselalu di
tetesidengan sol. Burowi agar tetapbasah. Digantisetiap 2
hari.Maksudpemberian tampon dantetes sol.
Burowiadalahuntukmenghilangkan edema danmengurangi rasa
sakitsertamenghancurkansisa-sisa debris
b. Pemberiananalgetika
c. Obat tetes telinga: Kombinasi antibiotic-steroid (Otilon).
d. Antibiotika (Penicillin dan Ampicillin) hanyadiberikanpadakasus
yang berat, ataubilaadakomplikasi
G. RESEP
1. Definisi
Otitis media akut
adalahperadangansebagianatauseluruhmukosatelingatengah,tuba Eustachius,
antrum mastoid dansel-sel mastoid.
2. Etiologi
Kumanpenyebab otitis media
akutadalahbakteripiogeniksepertistreptokokushemolitikus, Stafilokokusaureus,
pneumokokus, Hemofilus influenza, Escherichia colli,
streptokokusanhemolitikus, proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenosa.
4. Patofisiologi
Telingatengahbiasanyasteril, meskipunterdapatmikroba di nasofaringdan
faring.
Secarafisiologikterdapatmekanismepencegahanmasuknyamikrobakedalamtelin
gatengaholehsiliamukosa tuba eustachius, enzimdanantibodi.
Otitis media akutterjadikarenafaktorpertahanantubuhiniterganggu. Sumbatan
tuba Eustachiusmerupakan factor penyebabutamadari otitis media.
Karenafungsi tuba Eustachiusterganggu,
pencegahaninvasikumankedalamtelingatengahjugaterganggusehinggakumanm
asukdanterjadiperadangan.
5. Pemeriksaan Fisik
1. Otoskop : Pada hasil pemeriksaan otoskop ini didapatkan hasil tuba
eustachius bengkak, merah .
2. Timpanosentesis dan Kultur : Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui
membrane timpani untuk menentukan mikrobiologi.
3. Tes Rinne : Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
4. Tes Weber : Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kanan dan telinga kiri.
5. Tes Schwabach : Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Hasilpemeriksaanberdasarkanstadiumnya :
1. Stadium oklusi tuba eustachius. Adanyagambaranretraksimembran
timpani akibattekanan negative di dalamtelingatengah. Membran timpani
terlihatsuramdenganreflekscahayamenghilang.
2. Stadium hiperemis.Tampakpembuluhdarahmelebar di membrane timpani
sehingga membrane timpani tampakhiperemisserta edema.
3. Stadium supurasi. Edema yang
hebatpadamukosatelingatengahdanhancurnyaselepitelsuperfisialsertaterben
tuknyaeksudat yang purulent di kavum timpani yang menyebabkan
membrane timpani menonjol (bulging) kearahtelingaluar.
4. Stadium perforasi.Dapatterjadirupturmembran timpani
dannanahkeluarmengalirdaritelingatengahkeliangtelingaluar.
5. Stadium resolusi.Bila membrane timpani tetaputuhmakakeadaanmembran
timpani perlahan-lahanakan normal kembali.
Bilasudahterjadiperforasimakasekretakanberkurangdanakhirnyakering.
Biladayatahantubuhbaikdanvirulensikumanrendahmakaresolusidapatterjadi
.
6. Pemeriksaan Penunjang
Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan kulturbakteri.
7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
8. Komplikasi
- Absessubperiosteal
- Otitis media supuratifkronik
- Meningitis
- Absesotak
9. Resep
ETIOLOGI
• Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah
hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif.
Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan
adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri
Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
• Autoimune
• Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas,
tetapi kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK
yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
Pada anak, semakin sering terkena infeksi saluran napas, makin tinggi
resiko terkena OMA yang bila penanganannya dan terapinya terlambat
dan tidak adekuat dapat berlanjut menjadi OMSK. Pada bayi terjadinya
otitis media dipermudah karena tuba eustachiusnya yang pendek, lebar
dan horizontal.
PATOGENESIS
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superficial serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) kea rah
liang telinga luar. Pada stadium ini pasien tampak sangat sakit,, nadi
dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan pus di kavum tidak berkurang maka terjadi ischemia
akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada
vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub-mukosa. Nekrosis ini
pada membrane timpani tampak sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak
dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke
liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
5. Stadium resolusi
3
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
GEJALA KLINIS
2. Gangguan Pendengaran
4. Vertigo
KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme
yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe
maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat
pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
1. Perforasi persisten
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
3. Petrositis
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
PENATALAKSANAAN
• Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya :
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan
Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
• Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
1 sistemik antibiotik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat,
makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak
menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis
media kronik adalah:
SIP: 1161050032
021-544678
S 3 dd I tab p.c
(Paraf)
S 3 dd I Feb dur
(Paraf)
Pro : Tn . X
Definisi
Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom sarah cranial.
Biasanya mengenai bagian saluran telinga dan juga daun telinga. Bila terdapat gejala
Etiologi
Postulat pertama James Ramsay Hunt mengatakan bahwa Herpes zoster otikus
disebabkan oleh virus varicella zoster golongan herpes virus, yang mengalami
reaktivasi dari
infeksi yang sebelumnya merupakan infeksi laten virus varicella pada ganglion
genikulatum. Reaktivasi dari Varicella zoster virus (VZV) yang terdistribusi ke saraf
sensoris yang mempersarafi telinga.
Patofisiologi
Saat terinfeksi varicella, virus varicella zoster melewati lesi masuk ke
permukaan kulit dan mukosa menuju ujung – ujung saraf sensoris dan di
transportasikan oleh serat – serat saraf ke ganglion sensoris. Di gangglion virus
menetap dan mejadi infeksi laten sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion
tidak tampak gejala infeksi. Mekanisme yang menyebabkan reaktivasi virus varicella
zoster ini masih belum jelas sering berhubungan dengan orang-orang dengan daya
tahan tubuh yang menurun, stress emosional, suatu keganasan, terapi radiasi,
kemoterapi, atau infeksi HIV mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya
reaktifasi herpes virus zoster.
Manifestasi
Gejala Awal
Tata laksana
Pengobatan Antivirus:
Catatan khusus:
masih timbul lesi baru atau terdapat vesikel berumur < 3 hari.
satu jam.
Analgetik
dr.Lidya Elim
SIP: 11061050059
Jln.Mayjen Soetoyo no.10 Rt 04,Rw 11
Cawang - Jakarta
Pro.Tn. A
umur: Dewasa
6. Serumen Prop
Nurhani – 1161050178
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Bila
serumen ini berlebihan maka dapat membentuk gumpalan yang menumpuk di liang
telinga, dikenal dengan serumen prop.
6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, atau
kebiasaan mengorek telinga.
Anamnesis
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan pendengaran yang berkurang disertai rasa penuh pada
telinga. Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga menyebabkan
rasa penuh dengan penurunan pendengaran (tuli konduktif). Terutama bila telinga
masuk air (sewaktu mandi atau berenang), serumen mengembang sehingga
menimbulkan rasa tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat
mengganggu. Beberapa pasien mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus. Rasa nyeri
timbul apabila serumen keras membatu dan menekan dinding liang telinga. Terkadang
dapat disertai batuk, oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler.
Pemeriksaan Fisik
a. Otoskopi: dapat terlihat adanya obstruksi liang telinga oleh material berwarna
kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi.
b. Pada pemeriksaan penala dapat ditemukan tuli konduktif akibat sumbatan serumen.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Banding
Komplikasi
Trauma pada liang telinga dan atau membran timpani saat mengeluarkan serumen
Penatalaksanaan Komprehensif
Penatalaksanaan
c. Tatalaksana ekstraksi:
Penatalaksanaan
a. Serumen yang masih lunak, dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
oleh aplikator (pelilit).
b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan dengan alat
pengait.
c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu dalam, sehingga mendekati mebran
timpani, dapat dikeluarkan dengan mengirigasi liang telinga (spooling).
d. Serumen yang telah keras membatu, harus dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbol gliserin 10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 hari (tergantung keperluan),
setelah itu dibersihkan dengan alat pengait atau diirigasi (spooling).
Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga (spooling) ada beberapa hal yang
harus diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis sebelum melakukan tindakan
tersebut, antara lain :
• Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga yang menyebabkan rupture gendang
telinga, seperti riwayat congekan (OMSK), maupun riwayat trauma gendang telinga.
A. Persiapan Alat :
6. Otoscope
B. Persiapan pasien :
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (inform consent),
dan minta kepada pasien agar bersikap kooperatif.
3. Tindakan
a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % (jika masih ada yang keras), tunggu sampai
kotoran hancur atau larut kira-kira 10 – 15 menit.
b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga yang dibersihkan, dan beri alas
handuk untuk mencegah tetesan air mengenai pasien.
d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl hangat secara perlahan sampai
telinga bersih.
a. Memberitahu pasien dan keluarga untuk tidak mengorek telinga baik dengan cotton
bud atau lainnya.
b. Memberitahu keluarga dan pasien untuk menghindari memasukkan air atau apapun
ke dalam telinga
Prognosis
Prognosis penyakit ini adalah bonam karena jarang menimbulkan kondisi klinis berat.
7. Presbiskus
Ranggahesa Wibawa – 1161050191
DEFINISI PRESBIKUSIS
Presbikusis adalah ketulian setelah beberapa waktu akibat mekanisme penuaan pada
telinga dalam akibat peristiwa berkurangnya pendenganran yang tak terjelaskan,
progresif lambat, simetris, dominan pada frekuensi tinggi. Presbikusis merupakan
suatu kondisi yang sering terkait dengan degenerasi sel- sel rambut di koklea, dan
gangguan pendengaran terkait usia yang pada awalnya dianggap disebabkan oleh
karena perubahan morphologic pada sel-sel rambut koklea.
PATOGENESIS PRESBIKUSIS
Penurunan pendengaran pada orang tua bergantung pada banyak faktor dan
karena konvergensi dari banyak faktor resiko itu sendiri. Pada orang tua dengan
presbikusis ditemukan lebih sulit untuk membedakan kata-kata dibandingkan dengan
orang yang lebih muda dengan pengujian rata-rata nada murni, hal ini menunjukkan
terlibatnya kerusakan saraf selain dari end organ dysfunction. Proses patologi
sentral yang menyebabkan presbikusis adalah memanjangnya synaptic time pada
auditory pathway, memanjangnya waktu pemrosesan informasi, dan berkurangnya
jumlah sel saraf pada korteks pendengaran.
Pada study morphology pasien presbikusis menunjukkan penurunan inner and outer
hair cells dan supporting cells, dengan penurunan terbesar berada pada dasar belokan
pada cochlea dan penurunan outer hair cells lebih banyak dibandingkan inner hair
cells, namun penurunan ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi pendengaran.
Akan tetapi, degradasi sel-sel spiral ganglion, saraf- saraf kedelapan, dan saraf-
saraf pada cochlear nuclei yang terjadi pada presbikusis telah terbukti
berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran.
GEJALA PRESBIKUSIS
Pada neural presbycusis terjadi penurunan berat fungsi diskriminasi kata- kata.
Penurunan fungsi diskriminasi ini lebih berat dari batas audiometri nada murni.
Meskipun neural presbycusis dapat terjadi pada semua usia, gejala klinis yang
ditimbulkan baru akan timbul setelah jumlah saraf yang terlibat turun sampai tingkat
kritis. Pada audiogram akan ditemukan penurunan fungsi pendengaran dengan
berbagai jenis.
Pada audiometri strial presbycusis ditemukan grafik datar pada nada murni dan
fungsi diskriminasi kata-kata yang baik. Degradasi strial ini terjadi pada usia
pertengaha.
Pada conductive presbycusis penurunan fungsi diskriminasi akan berkurang
seiring dengan besarnya pure tone loss.
DIAGNOSA PRESBIKUSIS
Faktor resiko presbikusis adalah usia, suku, tempat tinggal, pajanan suara, pekerjaan,
aktivitas rekreasi, jenis kelamin, olahraga, merokok, diet, hiperlipidemia, hipertensi,
dan penyakit vaskular.
TATALAKSANA PRESBIKUSIS
Pada pasien usia lanjut, penurunan fungsi untuk diskriminasi suara dan pemahaman
kata-kata pada lingkungan bising dapat diturunkan dengan terapi pendengaran,
biasanya melalui proses amplifikasi. Alat bantu dengar sekarang telah
disempurnakan secara fisik dan dapat dipasang seutuhnya dalam ear canal. Untuk
memaksimalkan keuntungan pendengaran, alat bantu dengar sebaiknya dipilih secara
teliti. Akhir-akhir ini alat bantu dengar digital sudah tersedia dan menjanjikan
perbaikan yang bermakna pada ketajaman percakapan, terutama pada kondisi
mendengar yang menyulitkan.
2. Assistive devices
Selain hearing aids banyak alat bantu lain yang dapat membantu individu atau
kelompok untuk dapat mendengar televisi, radio, dan percakapan pada
handphone. Pada televisi dapat digunakan headphone yang dimasukkan pada lubang
pendengaran pada televisi, listening loop dengan telecoil pada hearing aid, perangkat
infrared tanpa kabel yang mengirim signal televisi langsung ke pendengar
melalui receiver. Telephone amplifier and devices dapat memperbesar suara dari
signal telephone. Sekarang terdapat perangkat handset amplifiers yang dapat
dihubungkan langsung pada dasar telephone atau earphone.
RESEP
dr. Ranggahesa
1161050191
R/ axon no I
S mff
Pro: Heri
8. Conductive Hearing Loss
Rebekka Martina - 1161050257
2. PROSES PENDENGARAN
Gelombang suara yang berasal dari udara ditangkap oleh
aurikulla kemudian diteruskan ke MAE ( Meatus Akustikus Externa ),
kemudian dilanjutkan ke membran timpani. Setelah masuk di membran
timpani, gelombang udara tersebut menggerakkan tulang – tulang
pendengaran, yang terdiri dari tulang incus, stapes dan maleus. Setelah
itu menuju ke foramen ovale. Dari foramen ovale, merangsang Koklea
untuk mengeluarkan cairan. Cairan koklea tersebut kemudian menuju
ke membran basilaris, merangsang pergerakan hair cells. Diteruskan ke
cortex auditorius. Kemudian kita dapat mendengar suatu bunyi.
3. DEFINISI
TuliKonduktifatauConductive Hearing Loss (CHL)adalahjenisketulian
yang
tidakdapatmendengarsuaraberfrekuensirendah.Misalnyatidakdapatmendengarh
uruf U dari kata sususehinggapenderitamendengarnya ss.
Biasanyagangguanini “reversible” karenakelainannyaterdapat di
telingaluardantelingatengah(PurnawanJunadi,dkk. 1997, hal. 238).
Tulikonduktifadalahkerusakanpadabagiantelingaluardantengah,
sehinggamenghambatbunyi-bunyian yang akanmasukkedalamtelinga.
Kelainantelingaluar yang menyebabkantulikondusifadalahotalgia, atresia
liangtelinga, sumbatanolehserumen, otitis eksternasirkumskripta, otitis
eksternamaligna, danosteomaliangteliga. Kelainantelingatengah yang
menyebabkantulikondusifialahsumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum,
dandislokasitulangpendengaran. (IndroSoetirto: 2003)
4. ETIOLOGI
Padatelingaluardantelingatengah proses
degenerasidapatmenyebabkanperubahanataukelainandiantaranyasebagaiberiku
t:
a) Infeksisekunder (ISPA)
b) Adanyacairan (sekret, air) ataupun bendaasingpadaliangtelinga
Adanyabendaasingpadaliangtelinga, baikberupacairan, biji-
bijianataupunserangggadapatmenggangukonduksiatauhantaransuara.
c) SumbatanOlehSerumen
Gejaladapattimbuljikasekresiserumenberlebihanakibatnyadapatterjadisu
mbatanserumenakibatnyapendengaranberkurangsehinggamenyebabkantu
likonduktif. Rasa
nyeritimbulapabilaserumenkerasmembatudanmenekandindingliangteling
a. Telingaberdengung (tinitus), pusing (vertigo)
bilaserumentelahmenekan membrane timpani,kadang-
kadangdisertaibatukolehkarenarangsangannervusvagusmelaluicabangaur
ikuler.
d) Cairan (darahatauhematotimpanumkarena trauma kepala)
Hemotimpanumdapatdiartikanterdapatnyadarahpadakavum
timpani denganmembrana timpani berwarnamerahataubiru.Warnatidak
normal inidisebabkanolehcairansterilbersamadarah di
dalamtelingatengah.
Keadaaninidapatmenyebabkantulikonduktif,
biasanyaadasensasipenuhatautekanan.Hemotimpanumbukanmerupakans
uatupenyakitakantetapilebihkepadasuatugejaladaripenyakit yang
seringdisebabkanolehkarena
trauma. Tulikonduktifdapatterjadiolehadanyadarah yang
memenuhikavum tympani.
e) Tumor padatelingaluardantengah
Tumor di telingaluaratautengah,
salahsatudapatmenyebabkangangguanpendengaran.Tumor
padadasarnyamerupakanistilah yang
menggambarkanadanyasuatubenjolan yang abnormal.
5. MANIFESTASI KLINIS
a. rasa penuhpadatelinga
b. pembengkakanpadatelingabagiantengahdanluar
c. rasa gatal
d. tinnitus
e. nyeri
6. PATOFISIOLOGI
Saatterjadi trauma akanmenimbulkansuatuperadangan bias
sajamenimbulkanluka, nyerikemudianterjadipenumpukanserumenatauotorrhea.
Penumpukanserumen yang terjadidapatmengakibatkantransmisibunyiatausuara
yang terganggusehinggapenderitatidakdapatmempersepsikanbunyiatausuara
yang di dengarnya.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Audiometri
Audiometridapatmengukurpenurunanfungsipendengaransecaratepat,
yaitudenganmenggunakansuatualatelektronik (audiometer) yang
menghasilkansuaradenganketinggiandan volume
tertentu.Ambangpendengaranuntukserangkaian nada
ditentukandenganmengurangi volume darisetiap nada
sehinggapenderitatidaklagidapatmendengarnya.Telingakiridantelingaka
nandiperiksasecaraterpisah.Untukmengukurpendengaranmelaluihantara
nudaradigunakan earphone,
sedangkanuntukmengukurpendengaranmelaluihantarantulangdigunaka
nsebuahalat yang digetarkan, yang
kemudiandiletakkanpadaprosesusmastoideus.
b. X-ray
8. PENALAKSANAAN
Pengobatanuntukpenurunanfungsipendengarantergantungkepadapenyebabnya.Jikapen
urunanfungsipendengarankonduktifdisebabkanolehadanyacairan di
telingatengahataukotoran di salurantelinga,
makadilakukanpembuangancairandankotorantersebut.
Jikapenyebabnyatidakdapatdiatasi,
makadigunakanalatbantudengarataukadangdilakukanpencangkokankoklea.
a. Alatbantudengar
Alatbantudengarmerupakansuatualatelektronik yang
dioperasikandenganbatere, yang
berfungsimemperkuatdanmerubahsuarasehinggakomunikasibisaberjal
andenganlancar.
Alat bantu dengarterdiridari:
- Sebuahmikrofonuntukmenangkapsuara
- Sebuah amplifier untukmeningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnukmenghantarkansuara yang
volumenyatelahdinaikkan.
b. Pencangkokankoklea
Pencangkokankoklea (implankoklea)
dilakukanpadapenderitatuliberat yang
tidakdapatmendengarmeskipuntelahmenggunakanalatbantudengar.
Alatinidicangkokkan di bawahkulit di belakangtelingadanterdiridari 4
bagian:
Sebuahmikrofonuntukmenangkapsuaradarisekitar
Sebuahprosesorpercakapan yang
berfungsimemilihdanmengubahsuara yang
tertangkapolehmikrofon
Sebuahtransmiterdan stimulator/penerima yang
berfungsimenerimasinyaldariprosesorpercakapandanmerubahnya
menjadigelombanglistrik
Elektroda, berfungsimengumpulkangelombangdari stimulator
danmengirimnyakeotak.
Penulisan Resep
Nama : Tn. x
Umur : 35 tahun
Penulisan Resep
dr. Rebekka Martina
SIP: 1161050257
Jl. Blok NN 1 Cengkareng, Jak-Bar
Nama : Tn. x
Umur : 35 tahun
9. CORPUS ALIENUM TELINGA
Sella Bonita - 1161050258
Definisi
Etiologi
Ada beberapafaktor yang dapatmenyebabkanbendaasingdiliangtelingayaitu
Faktorkesengajaan, terjadipadaanak-anakbalita.
Faktorkecerobohanseringterjadipada orang
dewasasewaktumenggunakanalatalatpembersihtelingamisalnyakapas,
tangkaikorekapiataulidi yang tertinggal di dalamtelinga.
Faktorkebetulanterjaditanpasengajadimanabendaasingmasukkedalamtelingac
ontohmasuknyaserangga, kecoa, lalatdannyamuk.
Pathofisiologi
Benda asing yang
masukketelingabiasanyadisebabkanolehbeberapafaktorantaralain, padaanak-
anakyaitufaktorkesengajaandarianaktersebut.
Faktorkecerobohanmisalnyamenggunakanalat-alatpembersihtelingapada
orang dewasasepertikapas, korekapiataupunlidi, sertafaktorkebetulan yang
tidakdisengajasepertikemasukan air, seranggalalat, nyamuk, dll.
Masuknyabendaasingkedalamtelingayaitukebagiankanalisaudiotoriuse
ksternusakanmenimbulkanperasaantersumbatpadatelinga,
sehinggaklienakanberusahamengeluarkanbendaasingtersebut.
Namuntindakan yang
klienlakukanuntukmengeluarkanbendaasingtersebut.Sering kali
berakibatsemakinterdorongnyabendaasingkebagiantulangkanaliseksternusseh
inggamenyebabkanlaserasikulitdanmelukai membrane
timpani.Akibatdarilaserasikulitdanlukanya membrane timpani,
akanmenyebabkangangguanpendengaran, rasa
nyeripadatelingaataukemungkinanadanyaresikoterjadinyainfeksi.
ManifestasiKlinis
Efekdarimasuknyabendaasingtersebutkedalamtelingadapat berkisar di
tanpagejalasampaidengangejalanyeriberatdayapenurunanpendengaran.
Merasatidakenakditelinga
o Karenabendaasing yang masukpadatelinga,
tentusajamembuattelingamerasatidakenak, danbanyak orang yang
malahmembersihkantelinganya,
padahalmembersihkanakanmendoraongbendaasing yang
maukkedalammenjadimasuklagi.
Tersumbat
o Karenaterdapatbendaasing yang
masukkedalamliangtelinga,tentusajamembuattelingaterasatersumbat.
Pendengaranterganggu
o Biasanyadijumpaitulikonduktifnamundapat pula bersifatcampuran.
Beratnyaketuliantergantungdaribesardanletakkemungkinangendangm
engalamirobekan. Perforasi membrane timpani
sertakeutuhandanmobilitas system penghantaransuaraketelingatengah.
Rasa nyeripadatelinga,
nyaridapatberartiadanyaancamankomplikasiakibathambatanpengaliran secret,
terpaparnyadurameterataudinding sinus lateralis,
atauancamanpembentukanabsesotak.
Nyarimerupakantandaberkembangkomplikasitelingaakibatbendaasing.
Padainspeksitelingaakanterdapatbendaasing
Penatalaksanaan
Ekstrasibendaasingdenganmenggunakanpengaitataupinsetatau alligator
(khususnyagabah).Padaanak yang
tidakkooperatif,sebaiknyadikeluarkandalamnarcoseumum, agar
tidakterjadikomplikasipada membrane timpani.
Bilabendaasingberupabinatangatauserangga yang hidup,
harusdimatikanduludenganmeneteskanpantokain,xylokain,minyak atau alcohol
kemudiandijepitdenganpinset.Usahapengeluaranharusdilakukandenganhati-
hatibiasanyadijepitdenganpinsetdanditarikkeluar.Bilapasientidak kooperatifdanberesik
omerusakgendangtelingaataustruktur-strukturtelingatengah,
makasebaiknyadilakukananastesisebelumdilakukanpenatalaksanaan.Jikabendaasingser
angga yang masihhidup,
harusdimatikanterlebihdahuludenganmeneteskanlarutanpantokain,
alcohol,rivanolatauminyak.
Kemudianbendaasingdikaitdenganpinsetatauklemdanditarikkeluar.Setelahbendaasingk
eluar, liangtelingadibersihkandenganlarutanbetadin.
Bilaadalaserasiliangtelingadiberikanantibiotikampisilinselama 3
haridananalgetik jikaperlu. Benda asingsepertikertas, busa, bunga, kapas,
dijepitdengan pinsetdanditarikkeluar.Benda asing yang licindankerassepertibatu,
manik-manik, biji- bijianpadaanak yang
tidakkooperatifdilakukandengannarkose.Denganmemakailampukepala yang
sinarnyateranglaludikeluarkandenganpengaitsecarahati-hatikarenadapatmenyebabkan
trauma
padamembrantimpani.Pengambilanbendaasingdarikanalisaudiotoriuseksternusmerupa
kantantanganbagipetugasperawatankesehatan.Banyak bendaasing (misalnya : kerikil,
mainan, manik-manik,
penghapus)dapatdiambildenganirigasikecualiadariwayatperforasilubangmembrana
timpani. Benda asingdapatterdorongsecaralengkapke bagiantulangkanalis yang
menyebabkanlaserasikulitdanmelubangimembran timpani
padaanakkecilataupadakasusekstraksi yang sulitpada orang
dewasa.Pengambilanbendaasingharusdilakukandengananatesiaumum di kamaroperasi
RESEP
S 4 dd I tab a.c
Umur : 35 tahun
10. RHINITIS OZAENA
DEFINISI
Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif
mukosa hidung dan tulang penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental dan
tebal yang cepat mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi hidung,
anosmia, dan mengeluarkan bau busuk.Rinitis atrofi disebut juga rinitis sika, rinitis
kering, sindrom hidung-terbuka, atau ozaena.
INSIDENSI
KLASIFIKASI
Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer Watson
(1875) sebagai berikut:
• Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan
mudah ditangani dengan irigasi.
• Rhinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.
Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai
oleh rongga hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.
Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:
ETIOLOGI
Rinitis atrofi primer adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung
tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan rinitis atorfi sekunder merupakan
komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit.Rinitis atrofi primer adalah
bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum diketahui
namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.
Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus,
radiasi, trauma, penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi
sinus merupakan penyebab 90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang
diketahui berpengaruh adalah turbinektomi parsial dan total (80%), operasi
sinus tanpa turbinektomi (10%), dan maksilektomi (6%).
Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya
penyakit sarkoid, lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk
tuberkulosis dan sifilis. Pada negara berkembang, infeksi hanya berperan
sebanyak 1-2% sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder. Meskipun infeksi
bukan faktor kausatif pada rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan
superinfeksi dan hal ini menjadi penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau
busuk. Terapi radiasi pada hidung dan sinus hanya menjadi penyebab pada 2-
3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak 1%.
Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I,
adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi
kronik yang membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II,
terdapat vasodilatasi kapiler yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.
GEJALA KLINIS
Pemeriksaan fisik terhadap rinitis atrofi dapat dengan mudah dikenali.
Tanda pertama sering berupa bau (foeter ex nasi) dari pasien. Pada beberapa
kasus, bau ini bisa berat. Hal ini akan menyebabkan ganggguan pada setiap
orang kecuali pasien, karena pasien mengalami anosmia. Beberapa pasien juga
memperlihatkan depresi yang terjadi sebagai implikasi sosial dari penyakit.
Pasien biasanya mengeluh obstruksi hidung (buntu), krusta yang luas, dan
perasaan kering pada hidung.
Prinsip tatalaksana
Oleh karena etiologinya multifaktorial, maka pengobatan belum ada
yang baku. Pengobatan di tunjukan untuk mengatasi etiologi , dan
menghilangkan gejala. Pengobatan yang diberikan dapat bersifat konservatif
atau kalau tidak dapat menolong dilakukan pembedahan jika tidak ada
perbaikan.
Pengobatan konservatif diberikan antibiotik spektrum luas atau sesuai
dengan uji resistensi kuman, dengan dosis yang adekuat. Lama pengobatan
bervariasi tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret purulen
kehijauan.
Untuk menghilangkan bau busuk akibat hasil proses infeksi serta sekret
purulen dan krusta, dapat di[akai obat cuci hidung. Lrutan yang dapat
digunakan adalah larutan garam hipertonik.
NaCL + Na4CL + NaHCO3 + Aqua
Larutan tersebur di encerkan dengan perbandingan 1 sendok makan larutan
dicampur 9 sendok makan air hangat. Larutan dihirup dimasukan kedalam
rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan dihembuskan kuat-kuat. Hal ini
dilakukukan 2 kali dalam sehari.
Pemberian Antibiotik Amoksisilin :
Indikasi : Dapat diberikan untuk kuman gram (-) atau pun (+)
Farmakodinamik : Menghambat sintesis mekopeptida yang diperlukan untuk
pembentukaan dinding sel bakteri.
Efek samping :
1. Reaksi alergi (ini paling sering terjadi )
2. Reaksi toksik dan iritasi lokal
3. Gangguan GIT : mual, muntah, diare
4. Syok anafilaktik
Sediaan :
Kapsul/Tablet : 125 mg, 250mg, 500mg
Sirup : 125mg/5 ml
waktu paruh 8 jam. Sehingga diberikan 3x dalam sehari.
Resep
dr. Dini Ibrati
1161050259
Jl. Meyjen Sutoyo, Cawang, UKI no 66
Jakarta Timur
Jakarta, 25 Maret 2017
S 3 dd I tab (Habiskan)
R/ NaCL 0,9
Na4Cl
NaHCO 3
Aqua ad 300cc
S imm
Pro Tn. X
11. RHINITIS VASOMOTOR
DEFENISI
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis
vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya
edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila
terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan
non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor
rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E
mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.
ETIOLOGI
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan
keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor.
Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,
1.
seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat
vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban
udara yang tinggi dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil
anti hamil dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas, dan fatigue.
PATOFISIOLOGI
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi
dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf
simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor
terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja
parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang
hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan
dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang
akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,6,13,14
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-
sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini
tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi
juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi
hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai
oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis
vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress (emosional atau fisikal).14
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis
vasomotor yaitu:
1. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. Mengurangi peptide vasoaktif
4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan.
PATOGENESIS
Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-
pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf
parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang
dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas
mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh
beberapa faktor pemicu, sebagai berikut:
- alkohol
- perubahan temperatur / kelembapan
- makanan yang panas dan pedas
- bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
- asap rokok atau polusi udara lainnya
- faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
- penyakit – penyakit endokrin
- obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral
GEJALA KLINIS
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan
dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan
bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat
bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu
perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan
dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata. Gejala dapat
memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu
yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok
(post nasal drip).
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2
golongan, yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore
(runners /sneezers). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada
golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis
alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.
DIAGNOSIS
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak
mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia
dewasa.
Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat
iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema
mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua
(karakteristik), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat
licin atau berbenjol (tidak rata). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid,
biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat
serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post
nasal drip.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta
kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada
sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang
ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologik sinus
memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam
sinus apabila sinus telah terlibat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Rinitis alergi
2. Rinitis infeksi
PENATALAKSANAAN
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam:
1. Menghindari penyebab / pencetus (Avoidance therapy)
2. Pengobatan konservatif (Farmakoterapi ) :
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk
mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya:
Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta
Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung).
- Anti histamin: paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat,
rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi
lokal yang
disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling
sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang
memuaskan. Contoh steroid topikal: Budesonide, Fluticasone,
Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai
keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray)
3. Terapi operatif (dilakukan bila pengobatan konservatif gagal):
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%
atau triklorasetat pekat (chemical cautery) maupun secara
elektrik
(electrical cautery).
- Diatermi submukosa konka inferior (submucosal diathermy of
the inferior turbinate)
- Bedah beku konka inferior (cryosurgery)
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
- Turbinektomi dengan laser (laser turbinectomy)
- Neurektomi n. vidianus (vidian neurectomy), yaitu dengan
melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas
tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan,
dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat
menimbulkan berbagai komplikasi.
KOMPLIKASI
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah
PROGNOSIS
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat
membaik dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan.
CONTOH RESEP
Dr. Tiffani Ratu
SIP: 1161050260
Jl. Mayjen Sutoyo No. 13
Cawang- Jakarta
Pro: Tn. X
Usia: 20 tahun
12.Rhinitis Alergi
Egon Saputra
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4
minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
(Bousquet et al, 2001).
• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE).
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia
yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf
Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel
inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung
serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony
Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic
Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik
dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca
dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi
ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan
bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya
gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan
keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan
herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap
pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti
bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus
encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair
maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic
shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat
ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum
nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering
digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan
rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid
dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat
adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala
hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral
atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media
(Irawati, 2002).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test)
sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien
lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga
menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan
RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun
tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan
pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan
alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya
infeksi bakteri (Irawati, 2002).
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit,
uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman,
2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat
diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan
provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari
tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan
yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap
kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).
2. Simptomatis
a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang
bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan
merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti
pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau
tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi
dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan
generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik,
sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP)
dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik
golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan
atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian
secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari
terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala
trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan
obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa,
budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).
Preparat Universitas Sumatera Utara antikolinergik topikal adalah
ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas
inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).
S 1 dd I
13. RHINITIS MEDIKAMENTOSA
FARMAKOLOGI
(TUGAS THT)
B. PENATALAKSANAAN
Rinitis medikamentosa dikenal pasti akibat penggunaan dekongentan topikal,
maka pasien harus dinasihatkan agar segera dihentikan penggunaannya. Pasien juga
harus diberi edukasi mengenai keluhan yang dialami dan diberikan pengobatan
alternatif lainnya bagi menggantikan obat yang menyebabkan terjadinya sumbatan
hidung pada pasien.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid hidung membantu mengurangi peradangan lokal tanpa efek sistemik,
dengan mengurangi hidung tersumbat lebih cepat. Kortikosteroid memiliki sifat anti-
inflamasi dan imunosupresif, dan menyebabkan efek metabolik yang bervariasi.
Kortikosteroid oral disarankan dalam terapi pada orang dewasa (misalnya, prednison
20-40 mg/hari) untuk rata-rata berat badan orang dewasa, selama 7-10 hari). beberapa
steroid hidung antara lain termasuk budesonide, ciclesonide, flutikason propionat,
fluticasone furoate,mometasone, beklometason, flunisolide, dan triamcinolone. Dapat
juga dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk
mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung. Obat dekongestan oral juga dapat
diberikan (biasanya mengandung pseudoefedrin).
2. Dekongestan sistemik
Pseudoephedrine(Sudafed) adalah satu dari banyak dekongestan sistemik yang
dapat digunakan. Merangsang vasokonstriksi dengan langsung mengaktifkan reseptor
alpha-adrenergik dari mukosa pernapasan. Menginduksi relaksasi bronkial dan
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas dengan menstimulasi reseptor beta-
adrenergik.
3. Larutan saline
larutan salin buffer seperti Cromolin, sedative-hipnotik, semprotan hidung yang
menggunakan larutan saline untuk irigasi hidung selain sebagai pelembab mukosa
hidung juga sebagai dekongestan non-adiksi. dapat disimpan dalam waktu yang lama
dan sebagai pencegahan bila kembali menggunakan dekongestan topikal.
CONTOH RESEP:
14. FURUNKEL HIDUNG
A. Definisi
Furunkel hidung adalah peradangan supuratif akut depan hidung atau hidung, folikel
ujung rambut, kelenjar sebasea atau kelenjar keringat. Furunkel merupakan salah satu
bentuk dari pioderma yang sering dijumpai. Secara umum penyebab furunkel
adalah kuman gram positif, yaitu Staphylococcus dan Streptococcus. Furunkel
dapat disebabkan juga oleh kuman gram negatif, misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Escherichia coli, dan Klebsiella.
Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, predileksi terbesar penyakit
ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha dapat juga terjadi pada mukosa
tubuh manusia, sepperti mukosa hidung.
Gambaran klinis penyakit ini adalah timbulnya nodul kemerahan berisi
pus, panas dan nyeri. Diagnosis furunkel dapat ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis yang dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri.
B. Patofisiologi
Bakteri masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit
Kemudian berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host untuk melawan infeksi
adalah timbulnya peradangan
Setelah terjadi peradangan, area sekitar infeksi membentuk pus yang terdiri dari sel
darah putih, bakteri dan sel kulit yang mati.
C. Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada furunkel bervariasi tergantung kepada
beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemukan pada furunkel antara lain adalah:
Nyeri pada daerah furunkel.
Ruam pada daerah kulit berupa nodus eritematosa yang
berbentuk kerucut dan memiliki pustule.
Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel
rambut, kemudian menjadi pustula dan mengalami nekrosis dan
menyembuh setelah pus keluar. Proses nekrosis ini biasanya
berlangsung selama 2 hari – 3 minggu
Setelah seminggu kebanyakan pecah sendiri dan sebagian dapat
hilang dengan sendirinya.
Gejala konstitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual).
Terdapat satu atau lebih dan dapat kambuh kembali.
D. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah
kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single
follicular orifices).
Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan
ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis.
Pemeriksaan histologis dari furunkel menunjukkan proses inflamasi
dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang
dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri.
- Pewarnaan gram S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna
ungu (gram positif) bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak.
- Kultur pada medium agar MSA (Mannitol Salt Agar) selektif
untuk S.aureus. Bakteri ini dapat memfermentasikan manitol sehingga
terjadi perubahan medium agar dari warna merah menjadikuning.
- Kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar
(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning
keemasan.
F. Diagnosa Banding
Abses Nasal
Folikulitis
G. Terapi
a) Non Medikamentosa
- KIE
Menjaga kebersihan hidung dengan membersihkan secara teratur
dalam keadaan jari yang bersih.
Tidak mencabuti bulu hidung apabila dirasa bulu hidung panjang atau
lebih baik menggunting bulu hidung yang panjang.
Tidak menyentuh lesi infeksi tersebut
- Rencana Program Promosi Kesehatan
Penyuluhan
b) Medikamentosa
- Pengobatan topikal dapat diberikan kompres salep iktiol 5% atau salep
antibotik. Topical diberikan salep yang mengandung bacitrasin dan neomisin atau
Clindamycin Gel 150 – 300 mg selama 7 hari.
- Bila lesi masih basah atau kotor dikompres dengan solusio sodium chloride 0,9%.,
larutan rivanol 0,1% atau povidin iodine 5%-10%.
- Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi.
- Adanya penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, harus dilakukan
pengobatan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi
H. Komplikasi
Furunkulitis maligna
Selulitis
Abses paranasalis
Trombosis sinus cavernosus
Abses otak
Meningitis
I. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad senationam : Bonam
R/ Clindamycin Gel No. I tube
S ue
15. Polip Hidung
Oleh : Eva Naomi Oretla/ 1261050020
Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip
memiliki bentuk seperti anggur yang tergantung pada batangnya. Polip hidung
memiliki ukuran yang beragam dengan warna yang serupa.
Polip dengan ukuran besar bisa menyumbat saluran hidung. Ini bisa
menyebabkan munculnya gejala polip seperti hidung tersumbat, hidung berair,
kesulitan bernapas, gangguan pada indera penciuman dan indera perasa. Sedangkan
polip berukuran kecil mungkin tidak menimbulkan gejala apa pun.
Etiologi
Hingga kini, penyebab dasar tumbuhnya polip belum diketahui. Polip hidung
biasanya berisi cairan inflamasi. Pertumbuhan polip diduga adalah hasil dari inflamasi
akibat alergi, infeksi, asma atau kelainan sistem kekebalan tertentu. Polip hidung yang
besar juga bisa menimbulkan tumpukan lendir pada sinus hidung, sehingga
menyebabkan infeksi.
Polip hidung bisa memengaruhi siapa saja, tapi lebih cenderung terjadi pada
orang dewasa. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko menderita polip hidung
adalah intoleransi terhadap aspirin, sindrom Churg Strauss, alergi rhinitis, sinusitis,
dan fibrosis kistik. Faktor genetika juga diperkirakan berperan dalam pertumbuhan
polip. Seorang anak akan lebih berisiko mengalami polip hidung jika orang tuanya
memiliki polip.
Patogenesis
Anamnesis
Keluhan utama yang sering dirasakan oleh penderita adalah hidung tersumbat,
rinore yang mulai dari jernih hingga purulent, hiposmia, atau anosmia. Dapat disertai
dengan bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung, sakit kepala pada daerah frontal. Bila
disertai dengan post nasal drip dan rinore maka penderita diduga telah menderita
polip yang disertai dengan infeksi sekunder. Gejala sekunder yang dapat timbul
adalah penderita bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur.
Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior ditemukan massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan
mudah digerakkan tanpa timbul rasa nyeri.
Pentalaksanaan
Contoh Resep :
dr. Eva Naomi Oretla
SIP 1261050020
Jln. Pluit Utara No 8 A
Telp (021) 854257
Corpus alienum (benda asing) benda yang berasal dari luar tubuh / dari
dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada
Benda asing yang dari luar tubuh disebut eksogen (masuk melalui hidung atau
mulut) dan yang berasal dari dalam tubuh disebut endogen
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas
eksogen padat
zat organik: kacang-kacangan (berasal dari tumbuh-tumbuhan),
tulang (berasal dari kerangka binatang)
zat anorganik, seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain
eksogen cair: iritatif, kimia, dan non-iritatif (cairan dengan pH7,4)
Benda asing endogen, berupa kental, darah atau bekuan dara, nanah, krusta,
perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, meconium dapat masuk
ke dalam saluran napas bayi saat persalinan
reaksi inflamasi
Pemeriksaan
Rinoskopi anterior ditemukan corpus alienum (+)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penghidu sederhana
pasien dicoba untuk menghidu alcohol, kopi, minyak wangi, skatol (faeses),
amoniak (merangsang N.trigeminus)
Pemeriksaan foto sinus parasanal
Penatalaksanaan
Mengeluarkan benda asing memakai pengait (haak) dimasukkan ke
dalam hidung dibagian atas, menyurusi cavum nasi sampai menyentuh
nasofaring pengait diturunkan sedikit & ditarik kedepan benda asing
terbawa keluar. (dapat juga menggunakan cunam Nortman atau wire loop
Jika corpus alienum bulat jangan dengan pinset
Jika corpus alienum binatang hidup dimatikan dahuk dengan
minyak/paraffin/alcohol baru di keluarkan
Antibiotik
Resep
SIP : 1261050056
Telp. 021-8973654
Jakarta, 25 Maret
2017
S 2 dd II CTH (habiskan)
Definisi
Secara histologi, mukosa kavum nasi dan mukosa sinus mempunyai sejumlah
kesamaan; mucous blanket sinus senantiasa berhubungan dengan kavum nasi dan
pada studi dengan CT-Scan untuk common cold ditunjukkan bahwa mukosa kavum
nasi dan sinus secara simultan mengalami proses inflamasi bersama-sama. Alasan
lainnya karena sebagian besar penderita sinusitis juga menderita rinitis, jarang
sinusitis tanpa disertai rinitis, gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman
ditemukan baik pada sinusitis maupun rinitis. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
sinusitis merupakan kelanjutan dari rinitis, yang mendukung konsep “one airway
disease” yaitu bahwa penyakit di salah satu bagian saluran napas akan cenderung
berkembang ke bagian yang lain. Sejumlah kelompok konsensus menyetujui
pernyataan tersebut sehingga terminologi yang lebih diterima hingga kini adalah
rinosinusitis daripada sinusitis.
Sejak tahun 1984 sampai saat ini telah banyak dikemukakan definisi
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi oleh para ahli, masing-masing dengan kriterianya,
antara lain :
Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara mendalam. Pada
rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah ditetapkan sebagai penyebab
utama. Namun sebaliknya, etiologi dan patofisiologi rinosinusitis kronik bersifat
multifaktorial dan belum sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik merupakan
sindrom yang terjadi karena kombinasi etiologi yang multipel. Ada beberapa pendapat
dalam mengkategorikan etiologi rinosinusitis kronik. Faktor yang dihubungkan
dengan kejadian rinosinusitis kronik tanpa polip nasi yaitu “ciliary impairment, alergi,
asma, keadaan immunocompromised, faktor genetik, kehamilan dan endokrin, faktor
lokal, mikroorganisme, jamur, osteitis, faktor lingkungan, faktor iatrogenik, H.pylori
dan refluks laringofaringeal”.
Faktor Lingkungan
Hubungan antara rinitis alergi dengan rinosinusitis telah banyak dipelajari dan
tercatat walaupun hubungan kausal belum dapat ditegakkan secara pasti. Pada pasien
dengan rinosinusitis kronik, prevalensi rinitis alergi berkisar antara 25-50 %. Pada
pasien yang menjalani operasi sinus, prevalensi hasil test kulit positif berkisar antara
50-84 %, mayoritas (60%) dengan sensitivitas multipel. Namun bagaimana alergi bisa
mengakibatkan rinosinusitis kronik, hingga hari ini belum diketahui secara jelas.
Stammberger 1991 menyatakan bahwa: ‘udem mukosa nasal pada pasien rinitis alergi
yang terjadi pada ostium sinus dapat mengurangi ventilasi bahkan mengakibatkan
obstruksi ostium sinus sehingga mengakibatkan retensi mukus dan infeksi’. Namun
hal ini lebih mengarah kepada rinosinusitis akut sedangkan sejauh mana
perkembangan dan persistensi keadaan ini memberikan pengaruh bagi rinosinusitis
kronik, hingga kini belum dapat dijelaskan.
Faktor Struktural
Mukosa cavum nasi dan sinus paranasal memproduksi sekitar satu liter mukus
per hari, yang dibersihkan oleh transport mukosiliar. Obstruksi ostium sinus KOM
akan mengakibatkan akumulasi dan stagnasi cairan, membentuk lingkungan yang
lembab dan suasana hipoksia yang ideal bagi pertumbuhan kuman patogen. Obstruksi
KOM dapat disebabkan oleh berbagai kelainan anatomis seperti deviasi septum,
konka bulosa, sel Haier (ethmoidal infraorbital), prosesus unsinatus horizontal, skar
akibat bekas operasi dan anomali kraniofasial.
Perubahan tulang (ethmoid dan maksila) yang terjadi pada rinosinusitis kronik
telah lama diamati secara klinis, radiografik dan histologik. Beberapa studi
menunjukkan bahwa ‘perubahan osteitis’ dimulai dari meningkatnya vaskularisasi,
infiltrasi proses inflamasi dan selanjutnya terjadi fibrosis pada sistem kanal Haversian.
Histomorfometri menunjukkan peningkatan jumlah sel inflamatori dan turnover
tulang, seperti yang terdapat pada osteomielitis. Pada CT-scan terlihat adanya
peningkatan densitas tulang dan penebalan tulang iregular. Penebalan tulang iregular
yang terjadi merupakan tanda adanya proses inflamasi pada tulang yang berpengaruh
pada inflamasi mukosa.
1. Limfosit
Sel T terutama CD4+ sel T helper, berperan pada proses inisiasi dan regulasi
inflamasi
2. Eosinofil
4. Mastosit
5. Neutrofil
1. Sitokin
2. Kemokin
3. Molekul adhesi
6. Imunoglobulin
IgE meningkat pada pasien rinosinusitis kronik alergik, fungal dan eosinofilik.
IgG antibodi terhadap golongan fungal juga menunjukkan peningkatan. IgG
spesifik fungal (IgG3) dan IgA menunjukkan peningkatan pada kondisi
‘sinusitis alergik fungal’.
Sel epitel pada rinosinusitis kronik menunjukkan ekspresi TLR-4 dan iNOS
yang kuat dibandingkan kontrol, sedangkan pada kelompok rinosinusitis
kronik yang telah mendapat terapi kortikosteroid nasal menunjukkan
peningkatan nNO.
8. Neuropeptida
Musin merupakan komponen utama dari mukus, jenis musin yang meningkat
pada rinosinusitis kronik antara lain MUC5AC, MUC5B dan MUC8.
2. SP-A (surfactant protein A), juga meningkat pada mukosa pasien rinosinusitis
kronik..
DIAGNOSIS
Berdasarkan definisi rinosinusitis kronik tanpa polip nasi menurut TFR 1996,
terdapat faktor klinis/ gejala mayor dan minor yang diperlukan untuk diagnosis.
Selanjutnya menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) 2003, ada tiga kriteria yang
dibutuhkan untuk mendiagnosis rinosinusitis kronik, berdasarkan penemuan pada
pemeriksaan fisik seperti ditampilkan pada tabel 3. Diagnosis klinik ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang meliputi
transiluminasi, pemeriksaan radiologi, endoskopi nasal, CT-scan dan lainnya.
Tabel 3. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik terdiri dari durasi dan pemeriksaan
Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai
gejala-gejala yang ada pada kriteria diatas, mengingat patofisiologi rinosinusitis
kronik yang kompleks. Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya
latar belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis rongga hidung dapat
dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.18 Informasi lain yang perlu
berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi keluhan, lokasi,
faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang sudah
dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala yang dapat diperoleh melalui anamnesis dapat
dilihat pada tabel 1 pada bagian depan. Menurut EP3OS 2007, keluhan subyektif yang
dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik adalah:
Obstruksi nasal
Keluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran udara
mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan sekitarnya
Abnormalitas penciuman
Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada
rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif
Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior
Dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang
(sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat
dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti
udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip.
Rinoskopi posterior
Pemeriksaan Penunjang
2. Tes alergi
PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana dengan
peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi. Beberapa
jenis tindakan pembedahan yang dilakukan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:
Sinus maksila:
Nasal antrostomi
Operasi Caldwell-Luc
Sinus etmoid :
Sinus frontal :
Intranasal, ekstranasal
Sinus sfenoid :
Trans nasal
Trans sfenoidal
Contoh Resep :
CONTOH RESEP
Pro: Nn. X
Usia: 20 tahun
18. Epistaksis Anterior-Posterior
Definisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari cavum nasal atau nasofaring yang
keluar melalui nasal. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari suatu
penyakit. Epistaksis disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan
yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach’s. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan
bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian
depan atau bagian belakang hidung.
Epidemiologi
Epistaksis jarang terjadi pada bayi, namun terdapat kecenderungan peningkatan insiden
epistaksis seiring dengan pertambahan usia. Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak-
anak dan dewasa muda, sedangkan epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia yang lebih
tua, terutama pada laki-laki berusia 50an dengan penyakit hipertensi dan arteriosklerosis.
Epistaksis lebih sering terjadi pada musim dingin. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan
kejadian infeksi pernafasan atas dan udara yang lebih kering akibat pemakaian pemanas dan
kelembaban lingkungan yang rendah. Epistaksis juga sering terjadi pada iklim yang panas
dengan kelembaban yang rendah. Pasien yang menderita alergi, inflamasi hidung, dan penyakit
sinus lebih rentan terhadap risiko terjadinya epistaksis karena mukosanya lebih mudah kering
dan hiperemis yang disebabkan oleh reaksi inflamasi.
Klasifikasi
Epistaksis dibedakan atas dasar sumber pendarahan atau tempat pendarahan. Sumber
perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau bagian posterior hidung.
Epistaksis Anterior
Epistaksis ini dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahan paling
sering dijumpai pada anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat
dikendalikan dengan tindakan sederhana.
Epistaksis Posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina (area Woodruff, dibawah bagian
posterior konka nasalis inferior) atau arteri etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan
jarang berhenti dengan sendirinya. Pasien terus mengeluhkan darah mengalir dibelakang
tenggorokkannya. Epistaksis ini sering ditemukan pada pasien hipertensi, arteriosclerosis, atau
pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
Etiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat ditelusuri penyebabnya. Namun kadang-
kadang jelas disebabkan oleh trauma. Perdarahan hidung diawali dengan pecahnya pembuluh
darah di selaput mukosa hidung, 80% perdarahan berasal dari pembuluh darah pleksus
Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, dibelakang
persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis.
Secara umum epistaksis dapat disebabkan oleh sebab-sebab lokal seperti trauma, infeksi,
neoplasma, kelainan kongenital, dan bisa juga disebabkan oleh keadaan umum atau kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi, perubahan tekanan atmosfir,
dan gangguan endokrin.
1. Lokal
a. Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan trauma biasanya karena mengeluarkan sekret dengan kuat,
bersin, mengorek hidung, atau trauma seperti terpukul. Selain itu iritasi oleh gas yang
merangsang dan trauma pada pembedahan bisa juga menyebabkan epistaksis.
b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik seperti sifilis,
lepra, dan lupus dapat menyebabkan epistaksis.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang
disertai mukus yang bernoda darah. Hemangioma, karsinoma, dan angiofibroma dapat
menyebabkan epistaksis berat.
d. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis hemoragik
herediter (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler’s Disease). Pasien ini juga menderita
teleangiektasis di tangan, wajah, atau bahkan di traktus gastrointestinal atau di pembuluh darah
paru.
f. Faktor lingkungan
Misalnya tinggal di daerah tinggi, tekanan udara rendah, atau lingkungan udaranya sangat
kering.
2. Sistemik
a. Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis, misalnya trombositopenia, hemofilia, dan leukemia. Obat-
obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin, dan fenilbutazon dapat pula mempredisposisi
epistaksis berulang.
b. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronis, sirosis
hepatis, sifilis, dan diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi
biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya kurang baik.
c. Infeksi sistemik
Yang paling sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah dengue, selain itu juga
morbili, demam tifoid, dan influenza dapat juga disertai adanya epistaksis.
d. Gangguan endokrin
Wanita hamil, menars, dan menopause sering juga dapat menimbulkan epistaksis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epistaksis ini dapat dibagi menjadi penatalaksanaan pada keadaan akut
dan penatalaksanaan definitif. Penatalaksanaan akut adalah memperbaiki keadaan umum serta
upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi sumber pendarahan dan menghentikannya,
sedangkan penatalaksanaan definitif adalah upaya yang dilakukan untuk mengetahui penyebab
dari epistaksis dan upaya mencegah berulangnya epistaksis tersebut, termasuk pemasangan
tampon anterior dan posterior, irigasi air panas dari rongga hidung, angiografi dan embolisasi
arteri karotid eksternal, dan pembedahan.
Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya; denyut nadi,
frekuensi pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh dan capillary refill. Bila perdarahan tidak
berhenti, atasi terlebih dahulu, salah satunya dengan tampon dan memasang infus (bila ada
gangguan sirkulasi). Pastikan jalan nafas tidak tersumbat oleh darah atau bekuan darah, jika
terjadi harus segera dibersihkan atau dihisap.
Step:
Contoh Resep
Epistaksis:
- Pemasangan tampon
- Asam Traneksamat. (untuk mencegah perdarahan ulang)
SIP: 1261050078
q.s.
S. I . M . M
S 3 dd I tab (7 hari)
Miringitis atau inflamasi pada membran timpani merupakan salah satu jenis kelainan yang dap
at mengakibatkan gangguan pendengaran dan menimbulkan sensasi kongesti serta nyeri teli
nga. Setelah tiga minggu, suatu miringitis akut akan menjadi subakut, dan apabila tidak tertangan
i hingga 3 bulan, maka kita sudah dapat mengkategorikannya sebagai suatu kasus kronik.Mirin
gitis bulosa merupakan suatu miringitis akut yang ditandai oleh adanya pembentukan bulla pad
a membran timpani.1 Adapun referensi lain menyebutkan bahwa miringitis bulosa adalah bent
uk perandangan v irus yang jarang dalam telinga yang menyertai selesma dan influenza.
B.PATOGENESIS
Suatu infeksi virus menyebabkan gangguan epitel pernapasan dan disfungsi tuba Eustachius,
yang menyebabkan tekanan negative di telinga tengah dan akumulasi sekresi pada telinga
tengah. Disfungsi tuba Eustachius memungkinkan mikroba pathogen untuk masuk dari
nasofaring ke telinga tengah dan menyebabkan serangan otitis media akut. Telah diperkirakan
adanya lesi bulosa mungkin hanya manifestasi dari cidera mekanik membran timpani atau reaksi
jaringan non-spesifik untuk beberapa agen infektif. Dalam beberapa kasus iritasi tahap awal
otitis media akut kausa bakteri, dilain kasus mungkin karena agen infeksi virus. Karelitz merasa
bahwa faktanya dalam hampir semua kasus myringitis, infeksi saluran nafas atas yang ada,
menunjukkan bahwa jalurnya adalah melalui tuba eustachius, pertama menyebabkan radang
telinga tengah dan kemudian secara sekunder menyebabkan myringitisbulosa.
Middle ear fluid (MEF) telah sering ditemukan pada myringitis bulosa dan mungkin timbul
sebagai akibat dari pecahnya bulla ke telinga tengah atau bulla mungkin telah muncul secara
sekunder setelah radang telinga tengah. Pada tulang temporal manusia otitis media akut telah
ditunjukkan bahwa membran timpani lebih tebal dibandingkan dengan telinga normal. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh pembengkakan lapisan jaringan subepitel dan submukosa
membran timpani. Selain itu, ada banyak kapiler dan infiltrasi sel inflamasi ke dalam lapisan
jaringan subepitel dan submukosa. Studi histology pada myringitis bulosa kurang, tetapi dapat
dibayangkan bahwa di awal penyakit reaksi inflamasi yang kuat diprakarsai oleh paparan
pathogen yang menyebabkan akumulasi cairan kotor pada membran timpani.
C.MANIFESTASIKLINIS
Myringitis bulosa dianggap sebagai penyakit self limiting disease, kadang-kadang menjadi
rumit oleh infeksi sekunder yang purulen. Namun komplikasi serius seperti meningoensefalitis
telah dilaporkan dalam beberapa kasus yang langka. Karakteristik gambaran klinis pasien yaitu
tiba-tiba nengalami sakit telinga yang parah atau otalgia. Pada anak-anak dengan gejala otitis
media akut biasanya tidak spesifik, karena mereka tidak dapat mengungkapkan gejala atau asal
usul rasa sakit. Dalam myringitis akut otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri biasanya terletak di
dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid, tengkuk,temporomandibula bersama
wajah.
Pada kebanyakan pasien nyeri mereda dalam satu atau dua hari, namun beberapa keluhan
biasanya dirasakan selama tiga hari sampai empat hari. Rasa sakit tidak sepenuhnya hilang
setelah myringotomi atau setelah bulla pecah spontan. Membran timpani kembali ke keadaan
normalnya dalam dua atau tiga minggu. Otoskopi menunjukkan suatu membran timpani
meradang dengan satu atau lebih bulla. Bulla ini penuh dengan cairan bening, agak kuning atau
perdarahan.
Beberapa bulla hampir tidak bisa dibedakan dan beberapa menempati sebagian besar membran
timpani. Bulla yang muncul paling sering pada sisi posterior atau postero inferior membran
timpani atau pada dinding kanalis posterior. Bulla ini tampaknya hanya melibatkan lapisan
subepitel dari membran timpani. Myringitis bulosa sering terdeteksi hanya unilateral sedangkan
di beberapa penelitian proporsi infeksi bilateral tersebut telah 11-33%. Jika bulla pecah maka
debit serosanguineous durasi pendek muncul di saluran telinga, kecuali keadaannya menjadi
rumit oleh invasi bakteri saat discharge menjadi purulen. Peningkatan suhu tubuh biasanya
terlihat dalam perjalanan awal myringitis tersebut. Bulla paling sering menghilang dengan
sendirinya. Dalam sebagian besar kasus bulla berlangsung tiga atau empat hari.
D.DIAGNOSIS
• Anamnesis
Secara umum, keluhan utama pasien yang mengalami miringitis adalah nyeri pada daerah telinga
yang onsetnya 2-3 hari terakhir sebab bulla terbentuk pada area yang kaya akan persarafan pada
epitel terluar membran timpani. Keluhan pada telinga dan gangguan pendengaran. Kemudian
dari anamnesis lebih lanjut, bisa kita dapatkan riwayat demam serta kemungkinan riwayat
trauma pada saluran telinga akibat membersihkan telinga, atau pun akibat penetrasi benda asing.
Kadang juga pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari telinga. Adanya riwayat
penyakit saluran pernafasan dan gangguan telinga sebelumnya juga perlu ditanyakan.
• Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis miringitis bulosa adalah otoskopi. Adapaun
beberapa temuan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan otoskopi pada pasien miringitis antara
lain
- Terdapat tanda-tanda inflamasi pada membran impani, seperti warna membran terlihat lebih
merah, serta tampak mengalami deformasi, dan refleks cahaya memendek atau bahkan
menghilang sama sekali.
- Karakteristik dari miringitis bulosa adalah adanya bulla pada membran timpani. Kita harus
dapat membedakan antara bulla yang berasal dari membran timpani dan bula yang berasal dari
saluran telinga luar. Bulla ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan pada membran timpani.
Pemeriksaan lain
- Pada pemeriksaan kelenjar, terdapat limfadenopati servikal posterior.
- Tympanoparasintesis: pemeriksaan ini dilakukan untuk kultur dan identifikasi agen penyebab
miringitis bulosa.
Gambar 1. Sebuah bula besar yang berisis cairan serosa pada permukaan superfisial membran
timpani kanan pada regio umbo
Gambar 6. Miringitis bulosa pada telinga kanan
E.DIAGNOSIS BANDING
- Otitis eksterna
Sindrom Ramsay-Hunt ini harus dibedakan dari myringitis akut. Pada sindrom Ramsay-Hunt, ad
a paralisis saraf perifer pada wajah, disertai dengan ruam vesikuler eritematosa di telinga (oticu
s zoster) atau di dalam mulut, dan lepuh terlihat dalam banyak kasus di daerah antihelix, fossa da
ri antihelix dan atau lobulus. Dalam beberapa kasus lepuhan juga terlihat di dalam liang teling
a. Virus Varicella zoster adalah agent dari sindrom ini.
F. PENATALAKSANAAN
Pada beberapa dekade terakhir, telah direkomendasikan untuk dilakukan insisi bulla sebagai tera
pi pilihan. Namun beberapa mengatakan bahwa myringotomi dapat meningkatkan risiko infeksi
sekunder pada telinga tengah. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpan
i agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi ini merupakan
indikasi untuk kasus otitis media supuratif akut dengan eksudasi pada timpani.
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini
harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, sehingga
membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferi
or. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, me
makai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) ya
ng digunakan berukuran kecil dan steril.
• Medikamentosa
Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi sekunder. Penangan
an miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetika untuk nyeri dan memelihara kebersihan da
n kekeringan telinga. Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri. Analgetik, obat
anti-inflamasi, antipruritics, antihistamin, dan antibiotik dapat diberikan. Dalam hal komplikasi s
upuratif, membran timpani berlubang, atau kecurigaan dari mastoiditis, dianjurkan konsultasi pa
da dokter ahli. Saran dari dokter ahli diperlukan untuk memilih pengobatan yang sesuai dan untu
k memastikan perawatan yang berhasil pada myringitis kronis disertai dengan perforasi membran
timpani. Pengobatan khusus perforasi membran timpani meliputi:
- Larutan alkohol yang mengandung asam salisilat merangsang pertumbuhan epitel yang san
gat berguna jika tingkat pertumbuhan epithelium berkurang. Namun, ketika kontak dengan
mukosa telinga tengah, alkohol bisa menyebabkan sakit telinga dan iritasi berlebihan mukos
a dengan meningkatnya sekresi lendir berikutnya.
- Larutan burowi dapat membantu menghilangkan peradangan pada mukosa pada telinga teng
ah, tetapi dapat menyebabkan maserasi dari epidermis dalam liang telinga.
Pemberian antibiotik:
Lini I
- Amoksisilin
Dewasa = 3 x 500 mg/hari
Bayi/anak = 50 mg/kgBB/hari
- Eritromisin
Dosis dewa dan anak sama dengan dosis amoksisilin
- Cotrimoksazol
Dewasa = 2 x 2 tablet
Anak = TM 40 dan SMZ 200 mg
Suspensi 2 x 1 cth
Lini II
Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapat menyebabkan kekambuhan.
Pemberian kortikosteroid:
Prednison 40-60 mg/hari (single dose) diberikan pada pagi hari selama satu minggu kemudian do
sis diturunkan perlahan.
Pemberian analgetik:
Dengan pemberian asetaminofen dengan kodein. Hasil yang baik didapat dari penggunaan laruta
n asetil salisilat.
SIP 1261050095
S 3 dd I tab
Paraf
R/ prednison tab 40 mg No.I
Pro : Tn. X
Umur : 27 tahun
20. Motion sickness
Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan, adalah suatu
kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari mata dan organ-organ
sensitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular mengenai posisi tubuh. Penyakit ini
bukan merupakan suatu keadaan patologis, tapi merupakan respon yang normal untuk stimulasi
terhadap individu yang tidak familiar yang karenanya harus dilakukan adaptasi. Motion
sickness atau kinetosis adalah kondisi yang ditandai dengan pucat, mual, dan muntah. hal ini
diindentifikasikan dengan terminologi sebagai mabuk laut, mabuk udara, mabuk darat.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap
kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri secara cepat
sedangkan telinga dalam lebih lama. Sampai kedua organ ini menyesuaikan diri dan menetapkan
sinyal yang indentik untuk dikimkan ke otak maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap
posisi tubuh dapat terjadi. Penyakit ini dapat diprovokasi oleh gerakan yang tiba-tiba seperti
saat berada diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran
yang bergelombang.
Gejala klinis :
Nausea
Pucat
Berkeringat dingin
Muntah
Pusing/ dizziness
Sakit kepala
Hipersalivasi
Kelelahan/ fatique
Patofisiologi :
Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan penyakit
ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini diantaranya :
1. Teori darah dan sistem pencernaan. Teori ini menjelaskan bahwa muntah adalah
respon refleks dari iritasi mukosa lambung. Dan dari teori darah yaitu karena aliran
darah yang sedikit ke otak meyebabkan iritasi pada mata dan secara cepat
menyebabkan spasme kapiler otak yang menyebabkan muntah. Dan teori ini ditolak
karena individu yang kehilangan fungsi vestibular kebal terhadap penyakit ini.
2. Teori detektor toksin. Sistem vestibuler bertindak sebagai detektor toksin. Otak
visual dan informasi kinetotik sebagi bukti dari malfungsi sistem saraf pusat. Inisiasi
Sistem detektor toksin yang utama adalah kemoreseptor di nervus vagus dan di
batang otak.
perbedaan antara sistem vestibular sebagai transduser dengan indera lain sebagai
sinyal atau antara kanalis semisirkularis dan otolith yang lebih spesifik terhadap
tubuh yang bergerarak. Bagaimanapun juga, teori ini kurang dapat menjelaskan dan
Tatalaksana
Pencegahaan :
Pencegahan terbaik untuk orang-orang dengan kepekaan tinggi adalah penghindaran dan
membangun adaptasi terhadap situasi atau keadaan yang memprovokasinya.
Pengobatan :
Antikolinergik: scopolamine
Antihistamin: dimenhydrinate oral, diphenhydramine, promethazine, meclizine, dan
cyclizine.
Obat-obatan diatas mempunyai efek samping berupa rasa ngantuk dan mulut kering.
Scopolamin untuk meningkatkan efeknya sering digunakan bersamaan dengan amfetamin, dan
promethazin sering digunakan bersamaan dengan efedrin. Kontraindikasi penggunaan
scopolamin adalah orang-orang dengan glaukoma, hipertrofi prostat, penyakit hati dan
ginjal. Wanita hamil dan menyusui juga sebaiknya tidak mengkonsumsi scopolamine kecuali
keadaan yang sangat diperlukan. Alkohol dapat meningkatkan efek sedasi jika digunakan
bersamaan dengan scopolamin sehingga tidak boleh digunakan saat berkendaraan.
10. Definisi
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang
ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran limfonodi leher dan malaise.
11. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (Rhinovirus,
Adenovirus) disebabkan juga ole bakteri (Streptococcus ß hemolyticus group A,
Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae).
13. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan
limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear.
Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan
hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar.
14. Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis virus
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza,
coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada
coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi.
b. Faringitis bakterial
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
16. Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
- Istirahat cukup
- Minum air putih yang cukup
- Berkumur dengan air yang hangat
b. Medikamentosa
- Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga
penyebab faringitis.
- Dapat diberikan golonga Penicilin (amoksisilin 500 mg)
- jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 500 mg/hari.
17. Komplikasi
- Sinusitis
- epiglottitis
- otitis media
- Mastoiditis
- pneumonia
18. Resep
dr. Agata Ciona Sirait
1261050134
Jln. Jaani natsir No 88
Jakarta Timur
1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan unit dari cincin
Waldeyer yang terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut
yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Geralch’s tonsil).
2. Klasifikasi
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil
pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus
yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,
Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka
akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari
10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam
susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah
kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
3. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan
tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila
bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis
dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh
sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.
4. Manifestasi Klinis
- Demam hingga 40 C
- Rasa gatal dan kering di tenggorokan
- Suara serak
- Sakit saat menelan
- Tonsil membengkak
- Bau mulut
- Anoreksia dan otolgia
- Nyeri otot dan sendi
- Abses parafaring dan peritonsil
5. Penegakan Diagnosa
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
- Riwayat penularan lewat udara
- Ditemukan gejala – gejala tonsilitis seperti sakit saat menelan, napas
bau, tonsil membengkak, ada demam tinggi hingga 40 C
B. Pemeriksaan Lab
- Dilakukan swab pada tenggorok dan dilakukan kultur untuk melihat
bakteri penyebab tonsilitis
6. Tatalaksana
A. Tonsilitis Akut
- Antibiotik golongan Penisilin atau Sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan disinfektan, bila alergi dapat diberikan eritromisin atau
klidomisin.
- Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
- Pasien harus diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3 kali negatif.
- Pemberian antipiretik untuk mengatasi demam.
Penulisan Resep
B. Tonsilitis Kronis
- Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan menggunakan obat kumur atau obat
hisap. Dilakukan hanya untuk sementara sampai dilakukan tonsilektomi.
- Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.
Penulisan Resep
S 3 dd I C
(Paraf)
Pro: -
23. Meniere Syndrom
I. Definisi
Meniere’s syndrom atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik.
Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari menit
sampai hari, disertai dengan tinnitus dan tuli sensorineural yang progresif.
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere
Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere
adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan
keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan
pendengaran yang berkurang secara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini
disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga dalam
II. Epidemiologi
Insiden di seluruh dunia penyakit Meniere adalah sekitar 12 dari setiap 1.000 orang. Mungkin
100.000 pasien mengembangkan penyakit Meniere setiap tahun. Meskipun begitu, 2% dari orang
yang tinggal di Amerika Serikat percaya bahwa mereka memiliki gejala yang mengindikasikan
diagnosis penyakit Meniere.
III. Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara pasti, banyak ahli
mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap penyebab dari penyakit ini
disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan
hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat
sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai
saat ini belum dapat dipastikan.
1. Virus Herpes (HSV) Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada
laporan bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus
endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada pasien Meniere yang diberi
terapi antivirus terdapat perbaikan.
2. Herediter Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang
menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan
dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
3. Alergi Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi
terhadap makanan.
Pola serangan dan remisi pada individu tidak dapat diramalkan, walaupun gejala berkurang
setelah beberapa tahun. Pada saat serangan biasanya terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus,
dan gangguan pendengaran.
Biasanya terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan pada telinga yang dirasakan
penderita selama berjam-jam, berharihari, atau berminggu-minggu. Episode awal biasanya
berlangsung selama 2-4 jam, setelah itu vertigo mereda, meskipun pusing (dizziness) pada
gerakan kepala menetap selama beberapa jam.
V. Patofisiologi
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada kompartemen
endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe
bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang
kembali pulih setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali
normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya
serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi
yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke
arah skala vestibuli dan skala timpani. Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo
kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea
pada kanal ampula. Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan
terhadap krista. Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin
disebabkan tingginya tekanan endolimfatikus.
VI. Diagnostik
Kriteria diagnosis menurut guidelines of the American Academy of Otolaryngolobgy-Head and
Neck Surgery (AAO-HNS), penyakit Meniere ditandai empat gejala iaitu:
1. Vertigo: rasa berputar, episodic, derajat ringan sampai berat, rotasinal, dengan durasi
minimal 20 menit setiap episode serangan, tidak pernah lebih dari 24 jam.
2. Pendengaran menurun: berfluktuasi, tuli sensoris frekuensi rendah, yang memberat saat
serangan, makin lama dapat semakin memberat.
3. Tinnitus: khas seperti dering bernada rendah.
4. Rasa penuh dalam telinga.
VII. Tatalaksana
.
dr. Fath Dizzi
SIP: 1261050204
Jl. Sriwijaya I No. 12, Jakarta Selatan
Jakarta Utara
Pro :
Umur : tahun
24. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
A. DEFINISI
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer.1 Untuk itu
perlu diketahui definisi dari vertigo. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”= memutar.
Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening,
sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Berbagai macam
defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai
sekarang banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu
setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita
beberapa macam yaitu vertigo spontan, vertigo posisi, vertigo kalori. Gejala yang dikeluhkan
pada BPPV adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.3
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. BPPV ialah
gangguan keseimbangan perifer yang timbul bila kepala mengambil sikap tertentu atau
perubahan posisi tertentu. BPPV merupakan kelainan perifer yang paling sering ditemukan,
yaitu sekitar 30%. Pada penyakit ini, terlebih bila telinga yang terlibat ditempatkan di sebelah
bawah, menimbulkan vertigo yang berat yang berlangsung singkat. Sindrom ini ditandai
dengan vertigo yang berat dan disertai oleh nausea dan muntah.4
B. ETIOLOGI
Penyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah cedera kepala.
Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah degenerasi sistem vestibular dalam telinga.
BPPV meningkat dengan semakin bertambahnya usia (Froeling dkk, 1991). Kadang-kadang
BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya adalah kombinasi atau salah satu diantara
terlalu lama berbaring dalam keadaan terlentang, atau trauma telinga bagian dalam ketika
operasi (Atacan et al 2001). BPPV juga sering terjadi pada orang yang berada dalam
pengobatan dengan obat ototoxic seperti gentamisin (Black et al, 2004). Setengah dari
seluruh kasus BPPV disebut idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.5
Semakin bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV. Banyak BPPV
yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di
kupula bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan bejana semisirkular jadi
sensitive terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.
Penyebab lain yang signifikan meski jarang adalah neuritis vestibularis akibat infeksi virus di
telinga, str oke minor yang melibatkan sindrom AICA, serta penyakit meniere. Bilateral
Tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu sistem vestibular,
sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat
keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang
berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang kanalis
semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan utrikulus.
Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai
mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis
semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang duktus
semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis kedelapan
bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian petrosus os
tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin
membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimf; organ
membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan. 9
Ga
mba
r 1.
Org
an
pen
den
gara
dan
keseimbangan
Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis semisirkularis lateral
terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus dengannya dan
satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan
kanalis semisirkularis anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada
sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan
kanalis semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis
kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi
Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yangmemanjang
Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula utrikularis dan makula
sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan dasar tengkorak, dan
makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula
tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit.
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap
ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot. Implus yang
berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk
mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada
sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ vestibular, dan
yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus
kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang subarakhnoid
di cerebellopontine angle,
pontomedularis. Serabut-
ventrikel keempat. 9
Nukleus
vestibularis
inferior (Roller)
masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat mereka membentuk relay
pasti. Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan impuls langsung ke
fastigialis dan melalui fasikulus unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis; beberapa
serabut kembali melalui nervus vstibularis ke sel-sel rambut labirin, tempat mereka
mengeluarkan efek regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-
serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan inferior dan mengirimkan
serabut eferen langsung kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik
Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus vestibularis lateralis
(Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam fasikulus anterior ke motor neuron ɤ
dan α medula spinalis, turun hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis
lateralis berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan tingkat tonus otot
bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius medula spinalis servikalis, atau
sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-
serabut ini berjalan turun di bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana
anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut ini mempengaruhi tonus otot leher
sebagai respon terhadap posisi kepala dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang
Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati beberapa tahapan adalah
sebagai berikut.
1. Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair cell), R. visus (rod dan cone
cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga R tersebut, R vestibuler
menyumbang informasi terbesar disbanding dua R lainnya, yaitu lebih dari 55%.
sel terbesar) maka timbul influks ion K dari endolymf ke dalam hari cells yang
selanjutnya akan mengembangkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan
terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi
(transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju ke
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara lain
- Inti vestibularis
- Vestibulo-serebelum
- Hiptotalamus
- Formasio retikularis
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai.
4. Tahap Persepsi
Yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor vestibuler
visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan
Informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari kepala atau
tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan
selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu
masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan
yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum,
informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.11
D. PATOFISIOLOGI BPPV
1. Hipotesa kupulotiasis
2. Hipotesa kanalitiasis
Hipotesa Kupulotiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang
terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula
semisirkularis posterior yang letaknya langsung di bawah makula urtikulus. Debris ini
duduk ke berbaring dengan kepala tergantung, seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan
masuk ke dalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu
kompensasi sentral.
Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior telinga yang
berada pada bidang kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah, dengan
Hipotesa Kanalitiasis
Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula, melainkan
mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. Pada perubahan posisi kepala debris
tersebut akan bergerak ke posisi paling bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan
merangsang nervus ampularis. Bila kepala digerakkan tertentu debris akan ke luar dari
kanalis posterior ke dalam krus komunis, lalu masuk ke dalam vestibulum, dan
vertigo/nistagmus menghilang.14
E. MANIFESTASI KLINIS
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan tertentu. Pasien
akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling
dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur, mencapai sesuatu yang tinggi,
10-20 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.
Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa
ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga
sampai beberapa tahun. Pasien dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal, tidak ada
E. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi
neurologis normal.15 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike dan
maneuver side lying untuk kss posterior dan anterior. Dan untuk kss horizontal dengan
(canalolithiasis) dalam kanal posterior bergerak menjauh dari cupula dan menstimulasi kanal
Eksitasi dari kanal posterior mengaktifkan otot superior oblik ipsilateral dan otot rectus
inferior, yang menghasilkan deviasi mata ke atas dengan torsi ke arah telinga atas.
Akibatnya, nistagmus yang dihasilkan akan ke atas dan torsional, dengan kutub teratas mata
ke arah telinga bawah. Nistagmus biasanya dimulai dengan latensi singkat beberapa detik,
sembuh dalam waktu 1 menit (biasanya kurang dari 30 detik) dan arahnya berlawanan dari
posisi duduk. Nistagmus berkurang (misalnya mata lelah) dengan pemeriksaan ulang.
cupulolithiasis tipe kanal posterior-BPPV cenderung memiliki latensi lebih pendek dan
nistagmus ke arah bawah dengan komponen ipsitorsional (ke arah telinga yang terkena).
Dix-Hallpike’s maneuver telah dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis kanal
posterior-BPPV. Namun, manuver ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan
riwayat operasi leher, sindrom radikulopati cervical dan diseksi pembuluh darah, karena
memerlukan posisi rotasi dan ekstensi leher. “The side-lying test” dapat digunakan sebagai
alternative ketika Dix-Hallpike’s maneuver tidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di
meja pemerikaan, pasien segera berbaring dengan kepala berpaling 45˚ ke arah yang
berlawanan.
F. TATALAKSANA
BPPV dengan mudah diobati. Prinsip dari terapi ini adalah partikel dengan sederhana
perlu dikeluarkan dari kanal semisirkularis menuju Utrikulus, tempat dimana partikel
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari vertigo. CRP
dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah lingkaran dalam
ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit tidak
Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala berubah
sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan defleksi dari saraf
berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf berhenti dirangsang, pasien mengalami
uji Dix-Hallpike).
Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur tulang panggul
Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV, biasanya
digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari
pada penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama
2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu
waktu 2 menit).
Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi baring miring pada satu
sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah. Tetap pada posisi baring miring selama
30 detik, atau sampai pusing di sisi kepala, kemudian kembali ke posisi duduk. Tetap
pada keadaan ini selama 30 detik, dan kemudian dilanjutkan ke posisi berlawanan dan
ikuti rute yang sama. Latihan ini harus dilakukan selama 2 minggu, tiga kali sehari atau
selama tiga minggu, dua kali sehari. Sekitar 30% pasien, BPPV dapat muncul kembali
dalam 1 tahun.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT atau Semont
Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise. Pada sebuah
penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan maneuver-manuver terapi BPPV
tidak perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak tubuh maupun kepala. Epley maneuver
sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat
muncul, efektif, tidak ada komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba
pertama kali sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV.
Sebagai terapi tambahan dapat diberikan medikamentosa yang dapat membantu mengatasi
benzodiazepine (diazepam). Tetapi terapi medikamentosa ini tidak terlalu banyak membantu.
Terapi utama dan paling disarankan dalam mengatasi BPPV adalah dengan beberapa
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal
berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial
pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis
semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama
nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi
langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.19
G. PROGNOSIS
Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi.
Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver terbukti
diprediksi dan rata-rata rekurensi ± 10-15% per tahun. Jika terdapat rekurensi, maka
A. Definisi Common
Cold Common Cold adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering
mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak dijumpai pada bayi dan anak. Dibedakan istilah
nasofaring akut untuk anak dan common cold untuk orang dewasa oleh karena manifestasi klinis
penyakit ini pada orang dewasa dan anak berlainan. Pada anak infeksi lebih luas , mencakup
daerah sinus paranasal, telinga tengah disamping nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada
orang dewasa infeksi mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi.
Pada dasarnya penyakit batuk dan pilek pada Bayi maupun Balita dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Selain virus batuk dan pilek serta
demam tidak saja dipengaruhi oleh virus tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri.
Bagi kebanyakan orang, flu dianggap hal yang biasa dan akan sembuh dengan sendirinya
dalam 1 atau 2 minggu. Namun bagi sebagian orang flu dapat membuat mereka sangat
menderita, mereka yang dimaksud adalah bayi dan anak usia dibawah lima tahun.
Pada Bayi, Balita dan Anak, infeksi saluran nafas yaitu Common cold sangat berbahaya
karena dapat menggangu makan dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah
yang lebih akut apabila tidak ada perhatian khusus dari orang tua maupun peran perawat di
masyarakat serta menentukan apakah diperlukan intervensi medis.
Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold)
dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan subgrup family yang paling besar, terdiri dari
89 serotipe yang telah di identifikasi dengan reaksi netralisasi memakai antiserum spesifik.
Rhinovirus berasal dari bahasa yunani rhin- yang artinya adalah hidung. Rhinovirus merupakan
organisme mikroskopis yang menyerang sel-sel mukus pada hidung, merusak fungsi normal
mereka serta memperbanyak diri di sana. Virus tersebut dapat bermutasi dan hingga saat ini ada
sekitar 250 strain atau jenis rhinovirus. Selain virus, batuk dan pilek dan demam juga di
sebabkan oleh bakteri. Keadaan bayi yang demikian biasa disertai panas. Gejala yang lebih berat
lagi tenggorokan berwarna merah. Pengobatannya cukup dengan memberikan antibioitik.
Biasanya batuk dan pilek pada bayi terjadi selama lima 5 hari. Virus adalah organisme yang amat
halus. Karena amat halusnya itu tidak dpat dilihat dengan mikroskop biasa. Untuk itu diperlukan
suatu mikroskop electron yakni mikroskop yang mampu membesarkan sampai 1000000 X.
Jenisjenis virus yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit yakni cacar, gondongan, influenza,
selesma atau Common Cold dan lain sebagainya.
2. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
3. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
4. Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat
terjadinya gejala.
5. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari pertama
jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita.
6. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya
tidak terlalu banyak.
7. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau
tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
Dimana gejalnya hidung berair, kadang tersumbat, lalu di ikuti dengan batuk dan demam.
Jika cairan atau lendir banyak keluar dari hidung bayi sehingga membuatnya kesulitan untuk
bernafas. Selain itu gejala nasofaringitis dengan pilek, batuk sedikit dan kadang-kadang bersin.
Dari hidung keluar sekret cair dan jernih yang dapat kental dan parulen bila terjadi infeksi
sekunder oleh kokus. Secret ini sangat merangsang anak kecil. Sumbatan hidung (kongesti)
menyebabkan anak bernafas melalui mulut dan anak menjadi gelisah. Pada anak yang lebih besar
kadang-kadang didapat rasa nyeri pada otot, pusing dan anareksia. Sumbatan hidung (Kongesti)
di sertai selaput lendir tenggorok yang kering menambah rasa nyeri.
Gejala yang umum adalah batuk, sakit tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, dan bersin,
kadang-kadang disertai dengan mata merah, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, kelemahan otot,
menggigil tak terkendali, kehilangan nafsu makan, dan kelelahan ekstrim jarang. Demam lebih
sering merupakan gejala influenza, virus lain atas infeksi saluran pernapasan yang gejalanya luas
tumpang tindih dengan dingin, tapi lebih parah. Gejala mungkin lebih parah pada bayi dan anak-
anak (karena sistem kekebalan tubuh mereka tidak sepenuhnya berkembang) serta orang tua
(karena sistem kekebalan tubuh mereka sering menjadi lemah). Mereka yang menderita pilek
sering melaporkan sensasi chilliness meskipun dingin tidak umumnya disertai dengan demam,
menggigil dan meskipun umumnya berhubungan dengan demam, sensasi mungkin tidak selalu
disebabkan oleh demam yang sebenarnya. Sekitar 30-50% dari pilek disebabkan oleh rhinovirus.
Bayi dan anak dapat tertular virus penyebab common cold melalui:
1. Penularan melalui udara. Bila seseorang sakit batuk-pilek, saat dia batuk, bersin atau
berbicara bisa menularkan virus pada bayi dan anak.
2. Kontak langsung. Virus dapat menular ketika orang yang sedang sakit menyentuh
hidung/mulutnya, lalu menyentuh tangan bayi/anak, selanjutnya bayi/anak menyentuh
hidung/mulutnya dengan tangannya yang sudah terkontaminasi virus.
3. Menyentuh benda yang terkontaminasi virus. Virus dari orang yang sedang sakit dapat
melekat di permukaan benda dalam waktu 2 jam atau lebih. Anak/bayi bisa tertular
bila menyentuh benda yang terkontaminasi virus lalu menyentuh mulut/hidungnya.
Virus penyebab selesma atau comond cold sangat mudah menyebar, baik melalui kontak
langsung maupun lewat udara atau cairan tubuh. Untuk menghindarkan diri dari penyakit
commond cold ini, secara umum yang perlu diperhatikan dan dilakukan setiap harinya, antara
lain:
1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut ketika
batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus hidung dengan
cara yang bersih dan tidak sembarangan.
2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya ruang
keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup lega.
4. Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll.
5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
7. Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang. Idealnya 4 sehat 5
sempurna.
Saat ini, tidak ada terapi antiviral yang efektif untuk pengobatan common cold. Oleh
karena common cold merupakan penyakit yang self-limiting, yaitu sembuh dengan sendirinya,
maka pengobatan hanya ditujukan untuk meredakan gejala. Terapi yang direkomendasikan
adalah obat yang spesifik untuk gejala tertentu.Obat semprot hidung yang mengandung
dekongestan dapat digunakan, tapi tidak melebihi 3 hari untuk mencegah efek rebound. Bersin-
bersin dan hidung berair dapat diredakan dengan antihistamin.Namun tidak semua antihistamin
efektif untuk meredakan gejala tersebut.
Selain itu pengobatan untuk bayi dan anak-anak ada beberapa tip yang harus di lakukan,
yaitu:
2. Berikan obat sesuai dengan gejalanya. Hindari obat yang berkhasiat menyembuhkan
banyak gejala (Batuk, pilek,hidung tersumbat, demam) dalam kemasan, kecuali semua
gejala itu memang ada sama si kecil.
3. Berikan obat batuk yang bersifat mengencerkan dahak. Hindari obat batuk yang
bersifat menekan batuk karena akan menghambat lender yang akan keluar.
4. Hindari member obat batuk bebas untuk anak di bawah usia 2 tahun.
5. Jika dalam waktu 2 hari setelah mengkonsumsi obat bebas tidak tampak kesembuhan
maka segera hubungi dokter.
G. Contoh Resep
dr. Cindy Mediana
SIP 1261050255
Jl. Cawang 1, Jakarta Timur
JAKARTA
Jakarta, 25
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak mengandung limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak pada kerongkongan di belakang
kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer (
cincin waldeyer ). Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel. Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan
frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan
sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah 13 bening melemah didalam daerah sub
mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya
sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya
berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan
limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok
melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Penatalaksanaan
o Antibiotik 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin atau klindomisin.
o Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi
edema pada laring dan obat simptomatik.
o Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-
3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
o Pemberian antipiretik
Contoh Resep