Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumotoraks adalah keadaan ketika ditemukannya udara di dalam rongga

pleura. Udara di dalam rongga pleura menyebabkan tekanan didalam rongga pleura

tidak lagi negatif(dalam keadaan normal, tekanannya adalah -5 cm H2O). Paru

menjadi kempis, dan disebut sebagai kolaps atau atelektasis. Penderita akan

mengeluh sesak napas karena tidak terjadi ventilasi pada paru yang kolaps.

Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti

penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang

yang berusia lanjut. Tetapi di era yang modern ini, penyakit-penyakit berbahaya

tersebut tidak jarang diderita oleh usia yang masih produktif. Faktor utama

penyebab penyakit yang menyerang usia produktif tersebut adalah pola hidup yang

tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya peningkatan konsumsi rokok di

kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah penyakit paru.

Sehingga diperlukan suatu bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan

kondisi kesehatan agar dapat melanjutkan hidup menjadi lebih baik. Salah satu

organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit paru-paru yang menjadi

salah satu penyebab utama kematian seseorang, salah satunya adalah

pneumothorax. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura.

Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Tension

pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura

1
pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkan cardiorespiratory distress

dan cardiac arrest.

Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding

dada. Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang

(Tension Pneumothorax). Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang

dikelompokkan berdasarkan

penyebabnya: (a) pneumotoraks spontan (primer dan sekunder), (b) pneumotoraks

traumatik, (luka tusuk, peluru)atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan

bermotor), (c) pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis

tertentu (misalnya torakosentesis), (d) pneumotoraks karena tekanan. Kurang lebih

75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemothorak. Tekanan di rongga pleura

pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan

berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm

H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Pneumothorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun

keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala

sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok. Penanganan pada kasus

pneumothorax ini adalah dengan tindakan pemasangan Water Seal Drainage (WSD)

untuk tetap mempertahankan tekanan negatif dari cavum pleura sehingga

pengembangan paru sempurna. Pemasangan WSD akan menimbulkan problematika

fisioterapi, yaitu adanya perubahan pada mekanika pernafasan / alat-alat gerak

pernafasan, dan juga akan menyebabkan penurunan toleransi aktivitas.

Penanganan fisioterapi untuk menangani imapirement diatas adalah dengan

(1) breathing exercise, yang ditujukan untuk meningkatkan oksigenasi serta

2
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan otot pernafasan, (2)

deep breathing exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion Exercise(TEE).

TEE adalah latihan nafas dalam yang menekankan pada fase inspirasi. Inspirasi bisa

dengan penahanan nafas selama 3 detik pada waktu inspirasi sebelum dilakukan

ekspirasi. Thoracic Expansion Exercise (TEE) dapat digabung dengan teknik

clapping atau vibrasi.

Teknik ini mermanfaaat untuk membantu proses pembersihan mukus.

Menurut penelitian yang dilakukan Tucker dan Jenskins bahwa efek teknik thoracic

expansion exercise adalah untuk meningkatkan volume paru dan memfasilitasi

pergerakkan dari sekresi bronchial, latihan gerak aktif, untuk menjaga mobilitas

anggota gerak atas agar tidak terjadi keterbatasan gerak yang disebabkan karena

pemasangan WSD.

3
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumothorak ialah rongga pleura yang berisi udara atau gas yang

menyebabkan sebagian atau seluruh paru menjadi kolap. Secara normal, tekanan di

dalam paru-paru lebih besar dibandingkan tekanan dalam rongga pleura yang

mengelilingi paru. Namun, jika udara memasuki ruang pleura, tekanan pada pleura

akan menjadi lebih besar dari pada tekananparu-paru, menyebabkan paru kolap

sebagian atau seluruhnya.

Dalam keadaan normal, paru tidak terisi oleh udara, supaya paru leluasa

mengembang terhadap rongga pleura. Udara masuk ke dalam rongga pleura melalui

3 jalan yaitu:

– udara dari luar dan terdapat penetrasi dinding dada.

– Pembentukan gas/udara oleh mikroorganisme dalam dinding pleura pada


penyakit empiema.

Pneumotorak lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur

sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorak lebih sering

dijumpai pada musim penyakit batuk.

Perkiraan tahunan angka kejadian pneumotorak spontan primer adalah

antara 7,4 dan 18 kasus per 100.000 populasi pada laki-laki dan antara 1,2 dan 6

kasus per 100.000 populasi pada wanita. Pneumotoraks terjadi terbanyak pada

4
postur tinggi, laki-laki muda kurus dibanding usia 30 tahun. Merokok dapat

meningkatkan resiko pneumotoraks spontan. Resiko berhubungan dengan jumlah

rokok yang diisap.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.2.1 ANATOMI

Suatu lapisan tipis yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastin,

dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi

setiap paru-paru (pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat

suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua

permukaan bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan

paru-paru.

5
Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis

dan pleura viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura

hanyalah suatu ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah

dari tekanan atmosfir, mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura

mungkin mengalami peradangan, atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam

rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps.

2.2.2 FISIOLOGI

Keadaan fisiologis tekanan-tekanan di rongga dada dalam keadaan normal

sebagai berikut:2

1. Tekanan intrapleura inspirasi sekitar, – 11 → – 12 cm H2O

2. Tekanan intrapleura ekspirasi sekitar, –4 → – 9 cm H2O

3. Tekanan intrabronkial inspirasi sekitar, -1,5 → – 7 cm H2O

4. Tekanan intrabronkial ekspirasi sekitar, -1,5 → – 4 cm H2O

5. Tekanan intrabrokial waktu bicara → + 30 cm H2O

6. Tekanan intrabronkial waktu batuk → + 90 cm H2O

Pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan

intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks sehinga

udara dari luar dengan tekanan permulaan nol, akan terisap masuk melalui bronkus

hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada

sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan udara alveol

ataupun di bronkus, akibatnya udara akan ditekan keluar melalui bronkus.

6
2.3. ETIOLOGI

Di RSU Dr. Sutomo, lebih kurang 55% kasus Pneumothoraks disebabkan

oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif, tuberkulosis paru disertai

fibrosis atau emfisema lokal, bronchitis kronis dan emfisema. Selain penyakit

tersebut diatas, pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat terjadi saat menstruasi

dan sering berulang, keadaan ini disebut pneumothoraks katamenial yang

disebabkan oleh endometriosis di pleura.

7
Pneumotorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa

operasi, atau timbul spontan. Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu

atau memang disengaja untuk tujuan tertentu, yaitu tindakan terapi dan diagnosis.

Pneumotorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan karena

tindakan operasi. Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma. Pneumotoraks

jenis ini dapat dibagi dalam:

– pneumotoraks spontan primer. Disini etiologi tidak diketahui sama sekali

– Pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit dada

sebagai faktor predisposisinya.

Tabel 4.1. PENYEBAB PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER

Penyakit Saluran Pernafasan

Penyakit paru obstruksi kronik

Fibrosis kistik

Asma akut

Infeksi parenkim paru

Pneumonia pneumocystis carinii

Infeksi necrotizing (anaerob, bakteri gram negatif, Staphylococcus Aureus, species

nacardia, Mycobacterium Tuberculosis, jamur)

8
Malignancy

Kanker paru

Sarcoma

Metastase

Penyakit paru intertisial

Langerhans cell granulomatosis

Sarcoidosis

Connective tissue disease

Tuberous Sclerosis

Idhiopathic pulmonary fibrosis

Lainnya

Thoracic endometriosis (catamenial)

Lymphangiolelomyomatosis

Marfan syndrom

Ehler-danlos syndrom

9
2.4 KLASIFIKASI

1. Berdasarkan Penyebab terjadinya Pneumothorak

 artificial

 traumatic

 spontan

2. Berdasarkan lokalisasi

 Pneumotoraks parietalis

 Pneumotoraks medialis

3. Berdasarkan derajat kolaps

 Pneumototaks totalis

 Pneumotoraks parsialis

4. Berdasarkan jenis fistel

 pneumotoraks terbuka

 pneumotoraks tertutup

 pneumothorak ventil

 Pneumotoraks basalis

10
2.5 PATOFISIOLOGI

Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah

robek, apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka

udara dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang

kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi

yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol

dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang

berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang

mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum

udara mencari jalan menuju ke atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah

ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher dan

dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat

meluas ke arah perut hingga mencapai skrotum.

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran

pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan

mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum

batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer

bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan

bronki atau alveol akan sangat mudah.

11
2.6 . MANIFESTASI KLINIK

Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus atau auslosend moment

adalah batuk keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, kencing atau

mengejan. Penderita mengeluh sesak nafas yang makin lama makin berat setelah

mengalami hal-hal tersebut diatas. Tetapi pada beberapa kasus gejala –gejala masih

gampang ditemukan pada aktifitas biasa atau waktu istirahat.

Keluhan utama pneumotoraks spontan adalah sesak nafas, bernafas terasa

berat, nyeri dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin berat.

Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri

pada gerakan pernafasan. Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit bisa menghebat

atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.

Pasien dengan pneumotoraks spontan primer biasanya ditandai dengan nyeri

dada pleura ipsilateral dan variasi derajat dipsneu. Karena fungsi paru normal,

12
dipsnae biasanya ringan sampai sedang, bahkan pasien dengan pneumotoraks yang

luas. Gejala biasanya hilang dalam 24 jam, bahkan jika pneumotorak masih ada.

Takikardi dan takipnea adalah gejala yang sangat sering ditemukan.

Serangan pada pneumotoraks spontan sekunder bermanifestasi sebagai nyeri

dada. Bahkan pada kasus pneumotoraks yang sedikit, akut dipsnea dapat

berkembang menjadi keadaan paru yang dicurigai. Tanda-tanda lain dari

kardiopulmonal dapat munculseperti hipoksemia akut (rata-rata PO2, 60 mmHg),

hipotensi, sianosis, nafas berat, status mental berubah dan hiperkapnia.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Foto Toraks

1. Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan

tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps

tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan

lobus paru.

2. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak seperti

massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang

luas sekali. Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak

nafas yang dikeluhkan.

3. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung

atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi

pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

4. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:

13
– Pneumomediastinum, Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,

mulai dari basis sampai ke apeks.

– Emfisema subkutan dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.

– Bila ada cairan di rongga pleura, akan tampak permukaan cairan sebagai

garis datar di atas diafragma.

Foto lateral dekubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam

membedakan pneumotorakss dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara

bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.

2.8 DIAGNOSA

1. Tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan udara yang masuk

serta ada tidaknya klep. Penderita bernafas tersengal, pendek-pendek dengan

mulut terbuka.

2. sesak nafas dengan atau tanpa sianosis

14
3. penderita tampak sakit mulai ringan sampai berat. Badan tampak lemah dan

dapat disertai syok. Bila pneumotoraks baru terjadi penderita berkeringat

dingin.

Pneumotoraks spontan primer didiagnosa dengan karakteristik serangan akut

nyeri dada dan dipsnea dan gambaran radiografi pneumotoraks. Radiografi dada

menampilkan udara pleura dan 1 mm garis putih halus yang menggambarkan pleura

viseral berpindah dari dinding dada. Walaupun tidak direkomendasikan, pada

praktis rutin, radiografi dada yang dibuat selama ekspirasi dapat membantu

mendeteksi pneumotoraks atipical.

Pneumotoraks spontan sekunder lebih sukar didiagnosa karena gejala

pernafasan kadang salah diartikan sebagai penyakit paru. Gambaran radiografi

pasien dengan penyakit paru interstisial biasanya tampak bersih dari tanda

pneumotoraks karenalingkaran udara dalam ruang pleura kontras dengan

peningkatan densitas pada penyakit paru. Pneumotoraks spontan sekunder dapat

lebih sukar didiagnosa dengan gambaran radiografi penyakit paru obstruksi kronik

karena densitas hiperlusen, paru empisematus seperti udara pleura. Lebih lagi,

bullae subpleura yang besar menyerupai pneumotoraks pada pasien ini. CT dada

dapat membantu membedakan antara bullae yang besar dan pneumotoraks.

Pada pemeriksaan fisik toraks ditemukan

1. Inspeksi :

 dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit

15
 pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannnya tertinggal

 trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

2. Palpasi

 pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

 Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.

 Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

3. Perkusi

 suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

 batas jantung ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi

 Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai menghilang

 Suara nafas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar

pada pneumotoraks terbuka.

 Suara fokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.

”Coin Test”2

Pada auskultasi dada dengan menggunakan ketokan dua uang logam yang

satu ditempelkan di dada dan yang lain diketokkan pada uang logam yang pertama

daat terdengar bunyi metalik yang dapat didengar dengan telinga yang ditempelkan

di punggung. Jika pneumotoraks tadi sebenarnya suatu bula, maka suara metalik

tidak akan terdengar.

16
2.9 DIAGNOSA BANDING

 Emfisema paru

 Asma bronkhial

 Bula yang besar

3. PENATALAKSANAAN

Dasar pengobatan pneumotoraks tergantung pada: berat dan lamanya

keluhan atau gejala, adanya riwayat pneumotoraks sebelumnya, jenis pekerjaan

penderita. Sasaran pengobatan adalah secepatnya mengembangkan paru yang sakit

sehingga keluhan- keluhan juga berkurang dan mencegah kambuh kembali.

Pneumotorak mula-mula diatasi dengan pengamatankonservatif bila kolaps

paru-paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorpsi melaului

permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah, yang memungkinkan

difusi oksigen dan karbondioksida.

3.1 Tindakan Dekompresi

 Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:

1. menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ronga pleura

2. membuat hubungan dengan dunia luar melalui kontra ventil:

o Dapat memakai infus set

o Jarum abbocath

o Pipa water sealed drainage (WSD)

17
 Penghisapan terus-menerus (Continous suction)

 Pencabutan drain

3.2 Tindakan bedah

 Dicari lubang penyebab pneumotoraks dan dijahit

 Dekortikasi

 Reseksi

 pleurodesis

Pengobatan tambahan:

 Bila terdapat proses lain di paru, pengobatan ditujukan terhadap proses

penyebabnya:

- terhadap bronkitis kronis

- terhadap proses tuberkulosis paru

- untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defakasi

 Istirahat total

- Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang),

batuk, bersin teralu keras, mengejan

4. KOMPLIKASI

1. Tension pneumotoraks

2. Pio-pneumotoraks

3. Hidropneumotoraks/ hemo-pneumotoraks

4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan

18
5. Pneumotoraks simultan bilateral

6. Pneumotoraks kronik

7. Pneumotoraks ulangan

5. PROGNOSIS

Pasien dengan pneumotoraks spontan mengalami pneumotorak ulangan,

tetapi tidak ada komplikasi jangka panjang dengan terapi yang berhasil.

Kesembuhan dari kolap paru secara umum membutuhkan waktu 1 sampai 2

minggu. Pneumotoraks tension dapat menyebabkan kematian secara cepat

berhubungan dengan curah jantung yang tidak adekuat atau insufisiensi oksigen

darah (hipoksemia), dan harus ditangani sebagai kedaruratan medis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai

penerbit FKUI, 1998

2. Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Paru 2004, LAB/SMF Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR-

RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2004

3. James D. Crapo, MD, Jeffrey Glassroth, MD, Joel B. Karlinsky, MD, MBA,

Talmadge E. King, Jr, MD, Baum’s Textbook of Pulmonary Disease,

seventh edition, Lippincott Williams Wilkins, 2004.

4. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, EGC, Jakarta, 1995

5. Anonymous, Pneumothorax, www.meadlineplus.com

6. Anonymous, Pneumothorax, www.Urac.org

7. Anonymous, Pneumothorax, www.lungusa.org

20

Anda mungkin juga menyukai