Anda di halaman 1dari 9

A.

Etiologi Diabetes Melitus

Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2.

Faktor lingkungan yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya

aktivitas fisik, stres, dan pertambahan umur (KAKU, 2010). Faktor

risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2.

Beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥

40 tahun, memiliki riwayat prediabetes ( A1C 6,0 % - 6,4 % ), memiliki

riwayat diabetes melitus gestasional, memiliki riwayat penyakit

vaskuler, timbulnya kerusakan organ karena adanya komplikasi,

penggunaan obat seperti glukokortikoid, dan dipicu oleh penyakit

seperti HIV serta populasi yang berisiko tinggi terkena diabetes melitus

seperti penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia (Ekoe et al., 2013).

Klasifikasi etiologi diabetes melitus adalah sebagai berikut (Perkeni,

2011):

a. Tipe 1 (destruksi sel β).


b. Tipe 2 (dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif,

dan disertai resistensi insulin).

c. Diabetes tipe lain,yaitu:

1) Defek genetik fungsi sel β.

2) Defek genetik kerja insulin.

3) Penyakit eksokrin pankreas.

4) Endokrinopati.

5) Pengaruh obat.

6) Infeksi.

7) Imunologi.

8) Sindrom genetik lain seperti sindrom down.

d. Diabetes melitus gestasional.

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut (ADA,

2016) :

a. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah


kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Glukosa plasma 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah pemeriksaan

glukosa setelah mendapat pemasukan glukosa yang setara

dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam

air.*

c. Nilai A1C ≥ 6,5% . Dilakukan pada sarana laboratorium

yang telah terstandardisasi dengan baik.

d. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan

keluhan klasik.

* Dengan tidak adanya hiperglikemia yang jelas, hasilnya

harus dikonfirmasi dengan melakukan tes ulang.

B. Patofisiologi Diabetes Melitus

a. Patofisiologi DM tipe 1

Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi


insulin. Defisiensi insulin dapat menyebabkan gangguan

metabolisme lipid, protein, dan glukosa (Raju dan Raju, 2010

dalam Ozougwu et al., 2013). Gangguan metabolisme lipid terjadi

karena meningkatnya asam lemak bebas dan benda keton sehingga

penggunaan glukosa berkurang dan menyebabkan hiperglikemia.

Gangguan metabolisme protein terjadi karena meningkatnya

kecepatan proteolisis yang menyebabkan asam amino dalam

plasma tinggi dan peningkatan proses katabolisme protein.

Gangguan metabolisme glukosa terjadi karena peningkatan proses

glukoneogenesis sehingga glukosa hepatik meningkat.

b. Patofisiologi DM tipe 2

Terjadinya DM tipe 2 utamanya disebabkan oleh resistensi

insulin (Raju dan Raju, 2010 dalam Ozougwu et al., 2013). Selain

itu, terjadinya DM tipe 2 bisa terjadi karena resistensi insulin dan

defisiensi insulin (Holt, 2004 dalam Ozougwu et al., 2013).

Umumnya patofisiologi DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa


keadaan yaitu:

C. Non Farmakologi

1.Pendidikan pada Pasien

Agar pengobatan diabetes mellitus dapat optimum pasien perlu diberikanpengetahuan tentang segala hal yang
berkaitan dengan diabetes mellitus. Tetapi tidak hanya untuk pasien juga untuk keluarganya harus mendapat
pengetahuan yang cukupmendalam mengenai peyebab dan strategi terapi diabetes mellitus. Pengobatan
akandiperudah bia pasien mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalamperawatan penyakitnya sehari-
hari.Pemberian pengetahuan secara dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segipraktis pengobatan penyakit,
yang meliputi perencanaan diet dan tekhnik pemantauanglukosa dan keton-keton. Perlu disampaikan kepada
pasien kaitan-kaitan yang adaantara diet, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan.dukungan dari
dokter(pemberi diagnosis/sebagai pemberi instruksi), apoteker (pemberi obat daninformasi), dan ahli gizi serta
perawat (untuk membantu perawatan) merupakan halpenting dalam mencapai sasaran pemberian pengetahuan.
Pemberian pengetahuandan pengobatan akan paling efektif bila semua unsur profesional tersebut
salingberkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan.

2.DietDiet
merupakan hal penting pada semua jenis diabetes mellitus dan juga bermanfaatbagi pasien yang menderita
gangguan toleransi glukosa. Tujuan terapi diet hendaknyadiberitahukan kepada pasien dan ahli gizi yang merawat
dan sasaran pemberian dietsupaya ditelaah ulang secara teratur. Rencana makanan harus dibuat
denganmempertimbangkan kesukaan, penghasilan dan kebutuhan masing-masing pasien

3.Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetapnormal. Prinsipnya, tidak
perlu olah raga berat tetapi olah raga ringan asal dilakukansecara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi
kesehatan. Olah raga yangdisarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%denyut nadi maksimal (220-umur).
Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisipenderita. Ctoh olah raga yang disarankan seperti jalan atau lari pagi,
bersepeda,berenang dll.

D. Farmakologi

Diabex
Metformin HC1
Obat anti diabetik oral
KOMPOSISI :

Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung


Metformin HCI 500 mg
Diabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg

MEKAN1SME KERJA :

Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara
kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubstitusi
rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.

Farmakologi :

Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan insulin tapi
adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan mekanisme kerja
termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa dari saluran cerna dan
peningkatan sensitivitas insulin.

Farmakokinetik :

Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna. Metformin
hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses metaboiisme pada
hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein plasma. Kadar metformin
dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin dalam urin tidak mengalami
perubahan.

INDIKASI :

Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet dan
obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktor-faktor
pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat dipergunakan
untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal atau kombinasi
dengan insulin atau sulfonilurea.

TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :

Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi :
Diabex : 1 tablet 3 kali sehari
Diabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari

N.B.: Pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus
diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipogiikemia.

1. Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan. Satu tablet Diabex tiga kali sehari ataul tablet
Diabex Forte 2 kali sehari sering kali cukup untuk mengendalikan penyakit diabetes.
Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang pula efek ini terlambat dicapai
sampai dua minggu. Apabila hasil yang diinginkan tidak tercapai, dosis dapat dinaikkan
secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila gejala diabetes telah dapat dikontrol,
dosis dapat diturunkan.
2. Apabila dikombinasi dengan pemakaian sulfonilurea yang hasilnya kurang memadai, mula-
mula diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis Diabex
dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Sering kali dosis sulfonilurea
dapat dikurangi dan pada beberapa pasien bahkan tidak perlu diberikan lagi. Pengobatan
dapat dilanjutkan dengan Diabex sebagai obat tunggal.
3. Apabila diberikan bersamaan dengan insulin, dapat diikuti petunjuk ini:

a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, permulaan diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-
1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur (4 unit setiap
2-4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan.
b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian Diabex adakalanya menyebabkan
penurunan kadar gula darah dengan cepat.
Pasien demikian harus diobservasi dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah pemberian
Diabex. Sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.

EFEK SAMPING :

Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang
biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan bersama
makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.

Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan demikian
pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejala

intoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan tidak
kembali lagi.
Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada kasus
yang merupakan kontraindikasi.
Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.

Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi
sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.
KONTRA INDIKASI :

* Koma diabetik dan ketoasidosis.


* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi meialui
ginjal.
* Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit
kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan
laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang
ditandai dengan hipoksemia.
* Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan
pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap
biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi,
gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan,
riwayat asidosis.

Interaksi Dengan Obat Lain :

Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik, risiko asidosis laktat

Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa

Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid dapat


menurunkan kebutuhan insulin dan OHO

Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik

Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik

Antihistamin: pada pemakaian bersama biguanida akan menurunkan jumlah trombosit

Anti ulkus: simetidin menghambat ekskresi renal metformin, sehingga menaikkan kadar plasma
metformin

Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia

Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO

Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan,
misalnya tremor

Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik

E. Obat-Obatan yang Ada di Apotek


1. Glimepride 2mg

2. Metformin

3. Renadinac

Anda mungkin juga menyukai