Anda di halaman 1dari 7

A.

Dementia
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses
degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif ( ggn: inteligensi umum, belajar
dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi,
pertimbangan ).
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
(biasanya tanpa gangguan kesadaran) terutama penurunan daya ingat dan penurunan perilaku
yang mempengaruhi kepribadian pasien.

Epidemiologi
Demensia ditemukan banyak pada lansia dan biasanya terjadi pada usia lebih dari 65
tahun. Tipe demensia yang paling banyak diderita adalah demensia tipe Alzheimer
dengan presentase 50-60%. Kemudian dilanjutkan dengan demensia vascular sebesar 15-
30% dan pasien demensia tipe ini biasanya laki-laki.
• Tergantung usia ( 65 th 15% ringan, 5% berat.
usia 80 th 20% berat ). 50-60 % Demensia tipe alzheimer, faktor resiko: wanita, saudara tk I,
riwayat cedera kepala, sindroma down. 15-30 % Demensia tipe vaskuler, berhubungan dg
penykit kardio vaskuler, laki-laki, usia 60-70 th, hipertensi dll. 10-15 % Demensia campuran
alzheimer-vaskuler 1-5 % demensia trauma kepala, alkohol, ggn gerak (huntington,
parkinson).
Gambaran Klinik

Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :


- Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,
khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer.
Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat terjadi secara ringan dan paling
jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama perjalanan penyakit demensia, pasien
terganggu dalam orientasi terhadap orang, waktu, maupun tempat. Sebagai contoh,
pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat
kesadaran.
- Gangguan Bahasa
Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan
berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau
berputar-putar.
- Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga
pasien, hal ini dikarenakan pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan
yang terjadi pada lobus frontal dan temporal dimungkinan menjadi penyebab
perubahan keperibadian pasien. Pasien jadi lebih mudah marah dan emosinya
meledak-ledak. Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang
patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa penyebab yang terlihat.
- Psikosis
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer mengalami halusinasi, dan 30-
40% mengalami waham, terutama dengan sifat paranoid.

Etiologi
Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan kemungkinan 60%, dapat
juga disebabkan karena gangguan neurologis (seperti chorea huntington, parkinsonism,
multiple sklerosis), gangguan toksik metabolik (anemia pernisiosa, defisiensi asam folat,
hipotiroidime, intoksikasi bromida), trauma (cedera kepala), dan obat toksin (termasuk
demensia alkoholik kronis). Demensia yang masih mungkin disembuhkan (reversible)
adalah yang disebabkan oleh gangguan kelebihan atau kekurangan hormon tiroid, dan
vitamin B12 (Depkes, 2001).

Jenis-jenis Demensia
1. Alzheimer
• Kelainan neurotransmiter:
- ( asetil kolin, nor epinefrin, somatostatin, kortikotropin )
Menurun perilaku/hipoaktif.
- Penyebab lain: kelainan metabolisme membran fosfolipid,
kadar aluminium otak menimngkat-toksik, gen E 4 + tinggi
 Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.onset sulit
ditentukan
 Tidak adanya serangan apoplektik mendadak atau gejala mendadak, atau
gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya
sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam
masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dapat tumpang tindih)
2. Vascular Dementia
Gejala umum dari vascular dementia adalah sama dengan tipe demensia alzheimer,
tetapi diagnosis dari vascular demensia membutuhkan pemerikasaan klinis dimana
vascular demensia lebih menunjukkan penurunan dan deteriorasi dari penyakit
alzheimer. Demensia vaskuler juga merupakan demensia yang terjadi akibat penyakit
ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko demensia sama dengan penyakit
aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Demensia vaskuler yaitu demensia yang timbul akibat keadaan atau penyakit lain
seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan metabolik, toksik, trauma otak, infeksi,
tumor dan lain-lain. Dimana demensia vaskuler dapat terjadi apabila lansia memiliki
penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi dengan cepat. Perjalanan
penyakit ini pasien akan mendadak merasa membaik kemudian memburuk

3. Dementia Due to Other General Medical Condition


DSM IV menyatakan 6 penyebab spesifik dari demensia yang dapat dikodekan
seperti: HIV disease, head trauma, Parkinson's disease, Huntington's disease, Pick's
disease, and Creutzfeldt-Jakob disease.kategori ketujuh memberikan klinikus untuk
menspesifikan kondisi medis yang diasosiasikan dengan demensia.
4. Substance-Induced Persisting Dementia
Untuk memfasilitasi pemikiran klinikus tentang perbedaan diagnosa, substance
induced ini terdapat pada dua daftar di DSM yaitu yang diikuti dengan demensia dan
yang terkait dengan kelainan zat. Zat spesifik yang dituliskan dalam DSM IV TR
adalah alkohol, sedatives, hypnotics, anxyolitics.
5. Alcohol-Induced Persisting Dementia
Untuk mendiagnosis jenis ini kriteria diagnosa demensia harus terpenuhi, karena
amnesia dapat muncul pada psikosis, dan korsakoff sindrom. Kita harus dapat
membedakan kerusakan fungsi memori yang terjadi disertai dengan defisit fungsi
kognitif dengan amnesia yang disebabkan oleh kekurangan thiamine
Dalam sindrom wernicke korsakoff terdapat juga kerusakan pada fungsi kognitif,
namun hal ini disertai dengan perubahan mood, konsentrasi yang kurang dan gejala
lain dalam konteks depresi juga harus dibedakan.
DELIRIUM

Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan dengan variasi kognitif
dan gangguan tingkah laku. Ini biasa dan menjadi problem serius di RS dan sering tak diketahui pada
pasien usila. Delirium biasanya disebabkan banyak faktor; banyak yang dapat dicegah. Ada
hubungan terbalik antara daya tahan penderita dan beratnya serangan yang dibutuhkan untuk
menginduksi/mendapatkan delirium. Meskipun sebelumnya delirium dipercaya sebagai kondisi "self
limiting" (sembuh sendiri) daya pulih sempurna adalah perkecualian. Prognosis-nya buruk. Dengan
kematian yang bermakna meningkatkan biaya perawatan dan kebutuhan untuk perawatan rumah
tambahan, rehabilitasi, dan perawatan rumah jangka panjang.

Epidemiologi

Delirium terdapat 14-56% pasien rawat dengan 30% darinya mengalami 'sindroma parsial'
(memenuhi gambaran delirium tanpa memenuhi kriteria diagnosis DSM-IV). Rata-rata pasien
mengalami delirium pada umur 75 tahun, dengan sebagian sedang memerlukan perawatan rumah
sakit dan timbul banyak tanda(sign) lagi setelah tiga hari atau lebih perawatan atau pembedahan.
Levkoff dkk. pada studi 325 usila di RS melaporkan hanya 10 % delirium dengan 31%nya timbul
selama perawatan. Juga pada studi 225 pasien rawat di unit geriatri akut dilaporkan oleh O'Keeffe
dan Lavan 18% delirium selama perawatan dengan 29% terjadi kemudian. Lama rata-rata gejala ,
yang memenuhi kriteria DSM-III adalah 7 hari, meskipun 5% menetap lebih dari 4 minggu setelah
didiagnosis. 38% nya dengan perburukan yang baru dari orientasi dan daya ingat yang masih tetap
buruk selama sebulan, pada saat 32% mengalami perbaikan gejala.

Patofisiologi

Gambaran klinis delirium bervariasi karena keterlibatan yang luas kortikal dan subkortikal.
Patofisiologinya tidak diketahui, tetapi dapat karena penurunan metabolisme oksidatif otak
menyebabkan perubahan neurotransmiter di daerah prefrontal dan subkortikal. Ada kejadian
penurunan kolinergik dan peningkatan aktifitas dopaminergik, pada saat kadar serotonin dan kadar
GABA yang bermakna tetap tidak jelas.Hal lain delirium dapat efek dari kortisol plasma yang
meningkat pada otak akibat diinduksi stress.

Etiologi

Delirium disebabkan kompleks yang saling mempengaruhi diantara faktor predisposisi (Tabel 2) dan
pencetus (Tabel 3). Pasien dengan beberapa faktor predisposisi mungkin menjadi delirium dibanding
pasien tanpa faktor tersebut. Ada hubungan terbalik antara predisposisi host dan beratnya pencetus
dengan banyaknya pasien mengalami sebagai akibat hal sepele (ringan). Pasien tanpa faktor resiko
biasanya membutuhkan penyebab agak berat (seperti kecelakaan otak bermakna) untuk
menginduksi delirium, meskipun penting untuk diingat pasien yang mempunyai delirium sebagai
akibat penyebab minor, yang mungkin tak dikenali, yang mendasari demensia.

Tabel 2. Faktor predisposisi.

Demensia

Obat-obatan multipel

Umur lanjut

Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Ketidakmampuan fungsional

Hidup dalam institusi

Ketergantungan alkohol

Isolasi sosial

Kondisi ko-morbid multipel

Depresi

Riwayat delirium post-operative sebelumnya

Tabel 3. Faktor pencetus (presipitasi).

a. Penyakit akut berat (termasuk, tetapi tak terbatas kondisi di bawah ini)

Infeksi dada, urin, dll 10-35%

Intoksikasi obat/racun 22-39%

Withdrawal benzodiazepin

Withdrawal alkohol ± defisiensi thiamin

Ensefalopati metabolik (25%)

Asam basa dan gangguan elektrolit

Hipoglikemia
Hipoksia atau hiperkapnia

Gagal hepar/ginjal

b. Polifarmasi

c. Bedah dan anestesi

d. Nyeri post op yang tak dikontrol baik

e. Neurologis 8% (anoksia, stroke, epilepsi, dll)

f. Perubahan dari lingkungan keluarga

g. 'sleep deprivation'

h. Albumin serum rendah

i. Demam/hipothermia

j. Hipotensi perioperati

k. Pengekangan fisik

l. Pemekaian kateter terus menerus

m. Kardiovaskular 3%

n. Tak ditemukan penyebab 10%

Obat-obat yang menyebabkan delirium :

a. Sedatif hipnotik

b. Benzodiazepin

c. Kloralhidrat, barbiturat

d. Anti kolinergik

e. benztropin, oksibutirin

f. Antihistamin mis difenhidramin

g. Antispasmodik misal : belladona, propanthelin

h. Fenothiazin misal: thioridazin

i. Antidepresan trisklik

j. Antiparkinson misal levodopa, amantadin, pergolid, bromokriptin


k. Analgetik misal opiat (khususnya pethidin), jarang : NSAID,aspirin

l. Obat anestesi

m. Antipsikotik, khususnya beefek antikolinergik, misal klozapin

n. Steroid : dapat tergantung dosis

o. Antagonis histamin- 2, khususnya simetidin, tetapi juga golongan ranitidin.

p. Antibiotik:aminoglikosid, penicillin, sefalosporin, sulfonamid dan beberapa flurokuinolon


seperti siprofloksasin.

q. Obat kardiovaskuler dan antihipertensi, kinin,digoxin (padakadar normal),amiodaron, propanolol,


methiodopa

r. Antikonvulsan : fenitoin, karbamazepin, valproat, pirimidin, klonazzepam,klobazam.

s. Lain-lain : lithium, flunoksilin, metoclopramid,imunosupresan.

KLINIS

Diagnosis delirium dibuat klinis. Gambaran khasnya adalah fluktuasi kognisi, biasanya memburuk
pada malam hari dan membaik dengan relatif. Biasanya terdapat efek kognitif multipel termasuk
kurangnya perhatian, daya ingat dan fungsi lebih tinggi yang terjadi akut beberapa jam sampai
dengan hari. Gangguan persepsi termasuk halusinasi (khususnya visual) dan delusi (biasanya
penganiayaan) dan kejadian dari proses pikiran yang abnormal adalah umum terjadi..

Jarang terjadi gangguan dari siklus tidur-bangun dengan gambaran awal insomnia dan mimpi buruk.
Gambar klasik delirium termasuk kurang istirahat, rasa gembira, pembicaraan yang tertekan,
tertawa, berteriak dan hiperaktifitas otonom (seperti diaforesis, takikardi dan cemas). Perilaku ini
dapat mengganggu RS atau rumah perawatan dan suatu saat sulit diatasi.

Meskipun delirium adalah problem kognitif pasien, itu dapat menyebabkan keluhan somatik
termasuk 'gait' dan gangguan keseimbangan dengan peningkatan jatuh, depresi, gangguan menelan
(meningkatkan resiko aspirasi) dan inkotinensia urin serta alvi.

Anda mungkin juga menyukai