Anda di halaman 1dari 20

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perubahan pola kehidupan masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil
terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, dan sosial ekonomi, yang pada gilirannya dapat memicu
peningkatan penyakit tidak menular. Kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi penyakit tidak
menular dalam masyarakat, termasuk kalangan masyarakat Indonesia disebabkan oleh morbiditas dan
mortalitas yang mengalami pergeseran dari berkurangnya penyakit menular dan bertambahnya penyakit
tidak menular. Perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular ini dikenal dengan
sebutan transisi epidemiologi.1 Transisi epidemiologi sangat dipengaruhi oleh transisi demografi dimana
pada tahap transisi demografi terjadinya pola penurunan mortalitas sedangkan fertilitas tetap rendah,
sehingga menghasilkan dampak mortalitas dan fertilitas relatif stabil, bahkan kadang fertilitas lebih
rendah dari mortalitas sehingga pertumbuhan negatif.2 Bila mengacu pada batasan usia 65 tahun, maka di
Indonesia, pada kelompok penduduk berusia 65 tahun ke atas pada tahun 1994 sebesar 7,5 juta jiwa
dengan proporsi 4,6% . Dan pada tahun 2010, proyeksi penduduk berusia 65 tahun ke atas di Indonesia
menjadi 11 juta jiwa. Sedangkan tahun 2020 proyeksi proporsi 7,2%.3 Penduduk Indonesia diperkirakan
akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Pada tahun 2025 angka harapan hidup diperkirakan
mencapai 73,7 tahun, suatu peningkatan yang cukup tinggi dari angka 69,0 tahun pada tahun 2000.
Sementara itu proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) akan meningkat dari 5,0% tahun 2000
menjadi 8,5% di tahun 2025.4
Menurut Yugiantoro (2006) secara epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien hipertensi juga bertambah, baik hipertensi sistolik maupun
kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik yang sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia
> 65 tahun.5 Hipertensi dapat diderita oleh pria maupun wanita.6 Hipertensi juga disebut sebagai the silent
killer karena tidak terdapat tanda-tanda atau gejala yang dapat dilihat dari luar yang perkembangannya
berjalan perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya.7 Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut
karena sering ditemukan sebagai faktor risiko stroke dan penyakit jantung koroner.8
Hipertensi menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan
perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas (pola makan), inaktivitas fisik, dan stres psikososial.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara
maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Ketua Umum
Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PerHI) atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH), Soenarto,
hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia, tahun 2000, hipertensi menyumbang Proportionated
Mortality Rate (PMR) 12,8% dari seluruh kematian dan proporsi dari semua kecacatan 4,4%.9 Data dari
The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa proporsi
penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) akan meningkat dari 5,0% tahun 2000 menjadi 8,5% di tahun
2025.4
Menurut Yugiantoro (2006) secara epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien hipertensi juga bertambah, baik hipertensi sistolik maupun
kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik yang sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia
> 65 tahun.5 Hipertensi dapat diderita oleh pria maupun wanita.6 Hipertensi juga disebut sebagai the silent
killer karena tidak terdapat tanda-tanda atau gejala yang dapat dilihat dari luar yang perkembangannya
berjalan perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya.7 Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut
karena sering ditemukan sebagai faktor risiko stroke dan penyakit jantung koroner.8
Hipertensi menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan
perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas (pola makan), inaktivitas fisik, dan stres psikososial.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara
maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Ketua Umum
Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PerHI) atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH), Soenarto,
hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia, tahun 2000, hipertensi menyumbang Proportionated
Mortality Rate (PMR) 12,8% dari seluruh kematian dan proporsi dari semua kecacatan 4,4%.9 Data dari
The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-
2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta
penderita hipertensi di Amerika.5
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, di Indonesia prevalensi hipertensi 14%
dengan perkiraan 13,4%-14,5%. Peningkatan prevalensi hipertensi berbanding lurus dengan pertambahan
usia penduduk. Penderita hipertensi lebih banyak pada wanita dengan proporsi 16% dibanding pada pria
dengan proporsi 12%. 10 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional hipertensi
pada penduduk umur > 18 tahun adalah 29,8%. Selain itu hasil Riskesdas juga menunjukkan hipertensi
menduduki peringkat ketiga penyebab kematian utama untuk semua kelompok umur di Indonesia dengan
Case Fatality Rate (CFR) 6,8%.11
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 yang merujuk hasil
Riskesdas 2007 di Sumatera Utara, dari 10 jenis penyakit tidak menular diketahui bahwa prevalensi
hipertensi menduduki peringkat tertinggi keempat dengan proporsi 5,8% setelah persendian, jantung, dan
gangguan mental.12 Sedangkan berdasarkan penelitian Rasmaliah dkk (2004) di Wilayah Kerja
Puskesmas Pekan Labuhan diketahui bahwa prevalensi hipertensi penduduk usia ≥ 26 tahun sebesar
26,4% .13
Berdasarkan laporan bulanan posyandu lansia bulan Maret 2015 di Puskesmas Koya diketahui
bahwa proporsi penderita hipertensi yang berkunjung di posyandu lansia pada bulan Maret adalah 11,08%
(50 orang dari 451 orang).14 Berdasarkan uraian pada latar belakang maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia yang berkunjung di
Posyandu Lansia, Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia yang berkunjung di
Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia yang berkunjung di
Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Prevalence Rate (PR) hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Koya
tahun 2015.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi lansia berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, agama,
pendidikan, pekerjaan, status obesitas, aktifitas fisik, riwayat keluarga, dan kebiasaan merokok di
Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

c. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) umur dengan hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Koya tahun 2015.

d. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) jenis kelamin dengan hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.
e. Untuk mengetahui hubungan suku dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

f. Untuk mengetahui hubungan agama dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

g. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun
2015.

h. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) pekerjaan dengan hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Koya tahun 2015.

i. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) status obesitas dengan hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

j. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) aktivitas fisik dengan hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

k. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) riwayat keluarga dengan hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

l. Untuk mengetahui hubungan dan Ratio Prevalence (RP) kebiasaan merokok dengan hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.

m. Untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan yang berhubungan dengan hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Koya tahun 2015.
1.4. Manfaat Penelitian (manfaat bagi puskesmas)

1.4.1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Kecamatan Koya pada umumnya, petugas
Puskesmas Sering serta kader Posyandu Lansia pada khususnya.
1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang berkenaan dengan hipertensi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hipertensi
Menurut WHO (1999), hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial
abnormal yang berlangsung terus-menerus dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥ 90
mmHg.15 Sedangkan menurut Bustan (2000), hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung
koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan
target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa
kematian tinggi.16
Menurut Hull (1996), hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Menurut Hendraswari (2008) tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila
jantung berkontraksi (denyutan) atau tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat. Sedangkan tekanan
diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua
denyutan atau tekanan minimum dalam arteri pada suatu saat.16
Menurut Smeltzer (2001), hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.17 Menurut defenisi ini,
sekitar 18% penduduk Amerika Serikat menderita hipertensi dan 50% dari penderita tersebut menderita
hipertensi pada usia 65 tahun. (Nelly, 1998)18

2.2.Lansia 2.2.1. Pengertian Lansia


Lansia merupakan kelompok umur dimana terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi
psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Menurut UU No.13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60
tahun ke atas adalah yang paling layak disebut usia lanjut. Menurut Smith dan Smith (1999),
menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu: young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun) dan
old-old (lebih dari 85 tahun).3 Sedangkan menurut WHO, lansia dapat diklasifikasikan menjadi usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, lansia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun.17
Sedangkan Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lanjut usia di suatu
wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu Lansia juga merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program
Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial.

2.2.2. Tujuan Posyandu Lansia

Secara garis besar tujuan dari Posyandu Lansia adalah :


a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

2.2.3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan
pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menggunakan
sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan

b. Meja II : melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan
kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.

c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok
gizi.19

2.3.Klasifikasi Hipertensi

2.3.1. Berdasarkan Penyebab Hipertensi


a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan
oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas.20
Menurut Yugiantoro (2007), hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu.5
Hipertensi esensial tidak dapat diketahui penyebabnya secara pasti. Sekitar 95% kasus hipertensi
merupakan hipertensi esensial. Proporsi hipertensi essensial di Amerika Serikat pada orang kulit putih
dewasa 10-15% dan proporsi pada orang kulit hitam dewasa 20-30%. Hipertensi esensial biasanya
muncul pada pasien yang berusia antara 25-55 tahun, sedangkan usia dibawah 20 tahun jarang ditemukan.
Patogenesis hipertensi esensial adalah multifaktorial.21

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi sebagai akibat sekunder penyakit yang sudah ada
sebelumnya.22 Kondisi ini biasanya muncul secara tiba-tiba dan menyebabkan tekanan darah lebih tinggi
daripada hipertensi primer. Beberapa kondisi pemicunya antara lain gangguan fungsi ginjal, pemakaian
kontrasepsi oral, dan terganggunya hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.15 Kira-kira
5% pasien dengan hipertensi yang diketahui mempunyai penyebab yang spesifik.21

2.3.2. Berdasarkan Derajat Tekanan Darah


Menurut Join Nation Committee On prevention detection, evaluation, and treatment of high
pressure VII (JNC-VII) tahun 2003 mengklasifikasikan hipertensi untuk melihat faktor risiko dalam
pengobatannya sebagai berikut:23
a. Normal yaitu tekanan darah sistolik ≤ 120 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤ 80 mmHg.
b. Prehipertensi yaitu tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 – 90 mmHg.
c. Hipertensi Derajat 1 yaitu tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 – 99
mmHg
d. Hipertensi Derajat 2 yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 100
mmHg.

2.4.Epidemiologi Hipertensi

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi


a. Orang
Di negara maju seperti di Amerika Serikat, 15% orang dewasa kulit putih menderita hipertensi dan
25-30% golongan kulit hitam juga menderita gangguan tersebut.10 Proporsi penduduk dewasa dunia yang
menderita hipertensi lebih besar dari 20%.20 Banyaknya penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan
15 juta jiwa tetapi hanya 4% yang terkontrol.1
Hipertensi sering ditemukan pada usia lanjut. Menurut batasan hipertensi yang dipakai sekarang ini,
diperkirakan 23% wanita dan 14% pria yang berusia lebih dari 65 tahun menderita hipertensi.6
Peningkatan tekanan sistolik (>160/80) terjadi pada 8% dari mereka yang berusia 60 sampai 69 tahun,
11% dari mereka yang berusia 70 tahun hingga 79 tahun dan 22% dari mereka yang berusia 80 tahun.25
b. Tempat
Salah satu penelitian mengemukakan bahwa masyarakat perkotaan mempunyai prevalensi
hipertensi lebih tinggi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan stress
psikososial yang lebih besar pada masyarakat perkotaan dibanding pedesaan.26 Prevalensi hipertensi di
dunia sekitar 5-18%. Prevalensi hipertensi di Indonesia tidak jauh berbeda sekitar 6-15%, walaupun
dilaporkan adanya prevalensi yang rendah yaitu Ungaran (1,8%) dan Lembah Balim (0,6%), serta adanya
prevalensi yang tinggi yaitu Silungkang (19,4%) dan Talang (17,8%).27
Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada
tahun 2007 menunjukkan secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi pada penduduk
umur >18 tahun tertinggi adalah Natuna (53,3%), Mamasa (50,6%), Katingan (49,6%), Wonogiri
(49,5%), Hulu Sungai Selatan (48,2%), Rokan Hilir (47,7%), Kuantan Senggigi (46,3%), Bener Meriah
(46,1%), Tapin (46,1%), dan Kota Salatiga (45,2%). Sedangkan menurut provinsi, prevalensi hipertensi
tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).11
c. Waktu
Mulai tahun 1995, saat batasan hipertensi berubah, mulai dilakukan penelitian berskala nasional,
antara lain Susenas, Surkesnas, dan SKRT. Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan
proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Penyakit sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992,
1995, dan 2001 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%,
18,9%, dan 26,4%.9 Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi yang mendapat cakupan
diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan sebesar 24 %, dengan kata lain sebanyak 76% kasus hipertensi
dalam masyarakat tidak terdiagnosis.11

2.4.2 Faktor Risiko Hipertensi


a. Umur
Hipertensi terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun
atau lebih. Terjadi peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan
adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.28 Insidensi hipertensi meningkat
dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang,
meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun.29

b. Jenis Kelamin
Hipertensi baik primer dan sekunder, keduanya menimbulkan masalah. Perkiraan baru-baru ini
menunjukkan satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi. Pada kelompok umur dewasa ini,
sebahagian tidak terdiagnosa, dan sebahagian tidak terkontrol. Pria lebih cenderung untuk menderita
hipertensi daripada wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi penderita hipertensi wanita
melebihi pria.30

c. Riwayat Keluarga
Kejadian hipertensi dapat dilihat dari riwayat keluarga. Jika salah satu dari orangtua kita menderita
penyakit hipertensi, sepanjang hidup kita memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 25%. Jika kedua
orangtua kita menderita hipertensi, kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar 60%. Namun,
kemungkinan itu tidak selamanya terjadi. Ada seseorang yang sebagian besar keluargannya penderita
hipertensi, tetapi dirinya tidak terkena penyakit tersebut.28
Peranan keturunan terhadap hipertensi esensial dapat dibuktikan dengan beberapa kenyataan hipertensi,
misalnya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada anak kembar, bila salah satu penderita hipertensi.
Selain itu pada 70% - 80 % kasus hipertensi, ternyata terdapat pada keluarga yang mempunyai riwayat
hipertensi.26

d. Ras atau Suku Bangsa


Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black American) memiliki level tekanan
darah yang cukup tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih (Caucasian). Mereka cenderung sensitif
terhadap natrium. Umumnya hipertensi menyerang mereka di usia muda.31 Statistik di Amerika
menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan orang kulit putih.15

e. Konsumsi Garam
Garam berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi. Gangguan pembuluh darah ini hampir tidak
ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari, prevalensi hipertensi presentasenya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari akan
meningkatkan prevalensi menjadi 15-20 %. Asupan garam dalam kadar normal sebenarnya sangat
diperlukan dalam mendukung fungsi organ tubuh, seperti membantu kontraksi otot, membantu
konsentrasi otak, dan menjaga agar tubuh tidak lemas.10

f. Obesitas
Obesitas adalah keadaan berat badan lebih, kelainan ini dapat diukur dengan body mass index (BMI) atau
index massa tubuh (IMT). BMI dihitung dengan membagi berat badan badan dalam kilogram dengan
tinggi badan dalam meter kuadrat. Berdasarkan WHO (2000) dikatakan obesitas jika BMI ≥ 30 kg/m2.32
Dari banyak penelitian yang dilakukan ternyata ditemukan bahwa kebanyakan masalah gizi pada lansia
berupa masalah gizi lebih atau kegemukan (obesitas) yang pada gilirannya memacu timbulnya penyakit-
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, batu empedu, Gout (rematik),
penyakit ginjal, sirosis hati, dan penyakit-penyakit keganasan (kanker). Lansia yang mengalami obesitas
lebih sering pada wanita dibanding pria yaitu sebesar 26,1% : 15,6% (Survei IMT, Depkes 1997).
Menurut Monica (1992), kegemukan meningkatkan risiko menderita PJK sebesar 1-3 kali; penyakit
hipertensi sebesar 1,5 kali; penyakit diabetes 2,9 kali; dan penyakit empedu sebesar 1-6 kali.3

g. Hiperlipidemia/Dislipidemia
Hiperlipidemia atau dislipidemia atau kadar lemak di dalam darah meningkat di atas normal. Lemak yang
mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida, atau kombinasi keduanya.33 Jika kolesterol
dalam tubuh jumlahnya berlebih akan menimbulkan sumbatan-sumbatan pada saluran darah. Kondisi ini
menyebabkan terganggunya aliran darah, akibatnya tekanan darah meningkat (hipertensi). 34 Komplikasi
hipertensi akan bertambah parah dengan tingginya kadar lemak.7

h. Merokok
Menurut hasil penelitian, diungkapkan bahwa rokok dapat menaikkan tekanan darah. Nikotin yang
terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan. Selain dapat meningkatkan penggumpalan darah
dalam pembuluh darah, nikotin juga dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.5
Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007
menunjukkan secara nasional, persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 Tahun
adalah 23,7%.11
i. Kurangnya Aktifitas Fisik
Orang yang kurang aktif melakukan olahraga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan.6 Latihan
fisik aerobik sedang secara teratur (jalan atau renang selama 30-45 menit 3-4 kali semingu) mungkin
lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan olahraga berat seperti lari, jogging. Tekanan darah
sistolik turun 4-8 mmHg. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah
dan harus dihindari pada penderita hipertensi (WHO-ISH, 1999).27
Menurut Kingwell dan Jennings (1993) aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur diketahui dapat
mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung serta paru-paru sehingga
mampu menurunkan tekanan darah.15
Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007
menunjukkan secara nasional, prevalensi nasional kurang aktivitas fisik pada penduduk umur > 10 Tahun
adalah 48,2%.11

2.5 Gejala Klinis


Pada umumnya sebagian besar penderita hipertensi tanpa keluhan dan tidak mengetahui bahwa
dirinya menderita hipertensi. Keluhan biasanya muncul jika sudah ada komplikasi, atau bila terbukti dari
hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darahnya tinggi dan sudah cukup lama diderita. Gejala
hipertensi untuk setiap penderita tidak selalu sama, sebagian penderita akan mengalami sakit kepala
berkepanjangan, rasa mual, tetapi sebagian penderita yang lain tidak.35

2.6 Komplikasi Hipertensi


Komplikasi hipertensi berhubungan dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya
dengan konsekuensi perubahan dalam pembuluh darah dan jantung, maupun dengan aterosklerosis yang
menyertai dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita. Tekanan darah yang naik turun atau
tidak stabil ini berkaitan dengan kerusakan organ target.21

2.6.1 Gangguan pada Otak 21, 24,31


Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh sulit meregang
sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen, biasanya ini terjadi secara mendadak dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit. Gangguan ini menyebabkan stroke, demensia dan serangan
iskemik otak sementara (transient ischaemic attack) . Pada otak sering terjadi perdarahan, akibat
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian.

2.6.2 Gangguan pada Sistem Kardiovaskuler 21, 24,28


Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa
darah dan menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi.
Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah. Gangguannya
terdiri dari arteriosklerosis, aterosklerosis, aneurisma, penyakit arteri koronaria, hiopertrofi bilik kiri, dan
gagal jantung.

2.6.3 Gangguan pada Ginjal 21,24


Gangguan ginjal dapat berupa nekrosis fibrinoid pada pembuluh aferen dan penebalan intima pada
arteri interlobularis yang dapat menimbulkan nekrosis kapiler glomelurus. Kelainan ini bermanifaste
klinis dengan proteinuria, hematuria, bahkan gagal ginjal akut. Tingginya tekanan darah membuat
pembuluh darah dalam ginjal tertekan dan akhirnya menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya
fungsi ginjal menurun hingga mengalami gagal ginjal.

2.6.4 Gangguan pada Mata 24


Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan saraf pada
mata. Gangguan pada mata berupa perdarahan pada retina (retinopati hipertensi), gangguan penglihatan
sampai dengan kebutaan.

2.7 Diagnosis Hipertensi


Seperti penyakit lain, hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan anamnesis (konsultasi dokter),
pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang
perlu diberitahukan pada saat konsultasi dengan dokter adalah riwayat hipertensi orang tuanya,
pengobatan yang sedang dijalaninya saat itu dan data penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus,
penyakit ginjal, serta faktor risiko terjadinya hipertensi, misalnya rokok, alkohol, stres, berat badan.
Pada perempuan, keterangan mengenai hipertensi kehamilan, riwayat eklampsia (keracunan
kehamilan), riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi perlu juga diberitahukan ke dokter. Agar
akurat , sebaiknya pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup. Minimal setelah 5
menit berbaring. Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 3-4 kali
pemeriksaan dengan interval waktu antara 5-10 menit.6

2.8 Pencegahan Hipertensi


2.9.1 Pencegahan Primordial 1,36
Upaya ini dimaksudkan memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak
mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Dengan kata lain tidak terdapat
faktor risiko. Intervensi dilakukan dengan meningkatkan derajat kesehatan dengan gizi dan perilaku hidup
sehat dapat dilakukan dengan menciptakan suasana damai, santai, rileks didalam hati, pikiran dalam
setiap keadaan dan tindakan.

2.9.2 Pencegahan Primer 1,35,36


Pencegahan primer juga masih dilakukan pada orang yang masih sehat atau orang yang tidak ada
gejala tetapi memiliki faktor risiko yang telah teridentifikasi. Hal ini dimaksudkan agar orang sehat tetap
sehat. Ataupun orang yang sehat tidak menjadi sakit. Pencegahan ini dilakukan dengan cara memodifikasi
faktor risiko dengan cara memperkuat riwayat alamiah penyakit. Program pencegahan harus didukung
dengan sistem data yang akurat (bukti). Dan juga harus fleksibel dan sensitif dengan budaya setempat.
Primary prevention dilakukan dengan cara promosi kesehatan dan pencegahan khusus atau pencegahan
keterpaparan. Misalnya mengurangi makanan yang mengandung lemak kolesterol tinggi, makanan
berminyak, santan, goreng-gorengan. Mengkonsumsi makanan berserat tinggi, diet rendah garam dan
membatasi konsumsi kafein. Menghindari rokok dan alkohol. Mengendalikan stres, emosi, dan
ketegangan saraf,. Rajin melakukan olahraga secara teratur, sesuai dengan kemampuan tubuh,
meningkatkan aktivitas fisik.

2.9.3 Pencegahan Sekunder 1, 35, 36


Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mejadikan orang yang sakit menjadi sembuh,
menghindarkan komplikasi, dan kecacatan akibatnya. Misalnya mengukur tekanan darah secara rutin dan
skreening. Pencegahan sekunder juga dapat dilakukan terapi nonfarmakologis seperti menejemen stres
dengan relaksasi, pengurangan berat badan dan berhenti merokok.
Sedangkan terapi farmakologis dilakukan dengan pengelolaan menggunakan obat meliputi
pengobatan dari dokter dan pengobatan alami dengan tumbuhan (herba). Obat-obatan memang tidak
selalu menyembuhkan, tetapi dapat membantu mengendalikan tekanan darah. Obat terutama dibutuhkan
untuk mengendalikan hipertensi yang parah. Pada orang yang lebih tua dengan hipertensi diketahui
bahwa terapi obat anti hipertensi mencegah infark miokard fatal dan non fatal serta keseluruhan
mortalitas kardiovasikuler.

2.9.4 Pencegahan Tersier 1,35,36


Pencegahan tersier merupakan upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak dapat diobati
atau mengalami kecacatan dengan pemantauan dan penatalaksaan hipertensi. Oleh karena itu sangat
diperlukan pemaksimalan fungsi tubuhnya. Pencegahan ini ditujukan untuk penderita hipertensi yang
komplikasi dan kronis dalam upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati dengan
menjaga kualitas hidup.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan follow up penderita hipertensi yang mendapat terapi
dan rehabilitasi. Follow up ditujukan untuk menentukan kemungkinan dilakukannya pengurangan atau
penambahan dosis obat. Adapun rehabilitasi dilakukan sesuai komplikasi yang diderita yaitu:
a. Komplikasi Stroke (Otak) 37
Menurut Angliadi (2001) komplikasi stroke ditangani melalui rehabilitasi medik yang terdiri dari
fase awal dan fase lanjutan. Tujuan dari fase awal adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning,
latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah
emosional.
Sedangkan tujuan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi
dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil.
Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari
setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program pada fase ini meliputi fisioterapi, okupasi terapi, terapi bicara, ortotik prostetik, dan psikologi.
b. Komplikasi Gagal Jantung 21,39
Pasien dapat menderita gagal jantung kiri akut akibat hipertensi yang dideritanya. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan antara lain pemberian venodilator, vasodilator, dan inotropik untuk menurunkan
beban jantung dan meningkatkan kontraktilitas jantung. Penderita sebaiknya melakukan terapi
nonfarmakologis dan farmakologis secara teratur. Terapi nonfarmakologis berupa mengurangi asupan
lemak, garam sera minuman alhokol, mengurangi atau menurunkan berat badan, latihan atau olah raga,
dan berhenti merokok untuk membantu penurunan tekanan darah selain menggunakan terapi
farmakologis. Selain itu dapat juga dilakukan transplantasi jantung, tetapi biaya yang tinggi dan
terbatasnya jumlah donor jantung menyebabkan seleksi pasien harus cermat sejak awal.

c. Komplikasi Ginjal 5,38


Sebelum adanya obat antihipertensi, komplikasi pada ginjal sering ditemukan pada penderita
hipertensi essensial. Untuk itu dilakukan pengendalian tekanan darah yang ketat (< 130 / 80 mmHg).
Intervensi terapi yang terintegrasi (obat antihipertensi, statin, terapi antiplatelet, dll) sering harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan ginjal. Untuk gagal ginjal stadium akhir dilakukakan
terapi penggantian ginjal berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal.
d. Komplikas Retinopati Hipertensi (Mata) 40
Retinopati Hipertensi (Hypertensive retinopathy) adalah kerusakan pada retina sebagai akibat
tekanan darah tinggi. Tujuan pengobatan Retinopati Hipertensi (Hypertensive retinopathy) adalah untuk
merendahkan tekanan darah. Untuk mengatasi dan mengontrol hipertensi diperlukan obat–obatan
antihipertensi. Selain itu juga dilakukan follow up hipertensi setiap 2–3 bulan pertama, selanjutnya setiap
6 – 12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
2. Rajab, Wahyudi M.Epid. 2009. Buku Ajar Untuk Mahasiswa Kebidanan. penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta
3. Tamher, S., Noorekasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta. Salemba medika
4. Badan Perencaan Pembangunan Nasional. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Jakarta
http://www.bappenas.go.id/node/142/1277/tahun-2025-angka-harapan-hidup-penduduk-indonesia-737-
tahun/
5. Sudoyo, Aru W. dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta
6. Purwati, Susi, dkk,.2003. Perencanaan Menu untuk Penderita Darah Tinggi. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
7. Dalimantha, Setiawan, dkk,. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Penerbit Plus+. Jakarta
8. Maryani, Herti, dan Suharmiati. 2006. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit Usia Lanjut. PT
AgroMedia Pustaka. Jakarta
9. Simposia. 2007. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. Majalah Farmacia. Vol.6 No.7
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=256
10. Wiryowidagdo, Sudjaswadi, M. Sitanggang. 2008. Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah
Tinggi, & Kolesterol. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007
12. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
2008. Medan
13. Rasmaliah, dkk. 2004. Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. FKM USU. Medan.
Info Kesehatan Masyarakat Vol.IX No.2
14. Formulir Laporan Bulanan Posyandu Lasia di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan
Tembung Bulan Maret 2010
15. Hendraswari, Desyana Endarwati. 2008. Beberapa Faktor Resiko Hipertensi. FKM UI. Jakarta
16. Brashers, Valentina. 2004. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Ed 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
17. Nugroho, Wahjudi, B.Sc.,SKM. 2006. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
18. Price, Sylvia A. & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
19. Erfandi. 2008. Pengelolaan Posyandu Lansia. YogJakarta http://puskesmas-
oke.blogspot.com/2009/04/pengelolaan-posyandu-lansia.html
20. Sobel, Barry J., dkk., 1998. Hipertensi Pedoman Klinis: Diagnosa & Terapi. Penerbit Hipokrates.
Jakarta
21. Tierney, Lawrence M., dkk., 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam). Salemba
Medika. Jakarta
22. Thomson, AD., Cotton, RE., 1997. Catatan Kuliah Patologi. Edisi III. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
23. Williams, Lippincott & Wilkins. 2009. Nursing Procedures. Fifth Edition. Wolters Kluwer Health.
24. Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
25. Hayens, B., et. al., 2003. Buku Pintar Menaklukan Hipertensi. Penerbit Ladang Pustaka dan
Intimedia. Jakarta
26. Soenardi, Tuti & Susirah Soetardjo. 2005. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
27. Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Ailangga University Press. Surabaya
28. Yulianti, Sufrida & Maloedyn S., 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi. Penerbit PT AgroMedia
Pustaka. Jakarta
29. Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga. Jakarta
30. Gould, Barbara E., 2006. Pathophysiologyfor the health Professions. Elsevier Inc. Canada
31. Julianti, Eliana Diana, dkk., 2006. Bebas Hipertensi dengan Terapi Jus. Penerbit Niaga Swadaya.
Jakarta
32. Acta Medica Indonesiana. 2003. Penatalaksanaan Obesitas Secara Holistik.
Vol.XXXV.Suplement 1. A Publication of The Indonesian society of Internal Medicine. Jakarta
33. Adi, Lukas Tersono. 2008. Tanaman Obat dan Jus untuk Mengatasi Penyakit Jantung,
Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
34. Permadi, Adi. 2008. Ramuan Herbal Penumpas Hipertensi. Pustaka Bunda . Jakarta
35. Sunanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. PT Elex
Media Komputindo. Jakarta
36. Meyzie. 2009. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
http://meyzie.wordpress.com/2009/08/14/pencegahan-penyakit-jantung- koroner-pjk/
37. Anita, S. 2009. Rehabilitasi pada Pasien Stroke.
http://minepoems.blogspot.com/2009/09/rehabilitasi-pada-pasien-stroke.html
38. Pranawa. 2003. The JNC 7 Report and ESH-ESC Guidelines : What are the Diffences? Dalam
Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVIII Ilmu Penyakit Dalam 2003. FK
Unair. Surabaya
39. Febrian, FN. 2009. Aspek Klinis pada Hipertensi dan Gagal Jantung.
http://febrianfn.wordpress.com/2009/03/14/hipertensi-dan-gagal-jantung/
40. Ifan. 2010. Retinopati Hipertensi
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/retinopati-hipertensi/
41. Sugiyono, Prof. DR. 2009. Statisitik Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung
42. Kusigiharjo, Wawan. 2003. Study Prevalensi Dan Karakteristik Demografi Serta Faktor Resiko
Hipertensi Pada Usis Lanjut Di Kecematan Pakem Kabupaten Sleman Propinsi Diy. Universitas
Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/4009/1/1681.pdf
43. Sigarlaki, Herke J.O. 2006. Karakteristik dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Di Desa
Bocor, Kecamatan Bulas Pasantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah 2006. FK UKI. Makara,
Kesehatan, Vol.10, No.2, Desember 2006, hal 78-88
44. Widiastuti, Devi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia
Lanjut Di Wilayah kerja Puskesmas Ngemplak II Kabupaten Sleman. Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/4267/1/2908.pdf
45. Roslina. 2008.Analisa Determinan Hipertensi Esensial Di Wilayah Kerja Tiga Puskesmas
Kebupaten Deli Serdang Tahun 2007. Sekolah Pascasarjana USU. Medan.
46. Sianturi, Efendi. 2004. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor
Resiko Di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan. Program Magister Epidemiologi Program Studi Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana USU. Medan.
47. Nortawati, Br. Lahi. 2006. Kajian Terhadap faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi
Pada Laki-Laki Di RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2006. Sekolah Pascasarjana USU.
Medan.
48. Abdullah, Masqon. 2005. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipetensi Pada
Kelompok Usia Lanjut Di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/4861/1/2637.pdf
49. Margiati. 2010. Pengaruh Senam Lansia terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia
Penderita Hipertensi di Posyandu Lansia Ngudi Waras, Dusun Kemloko, Desa Bergas Kidul.
Undergraduate thesis, Diponegoro University. http://eprints.undip.ac.id/16488/
50. Sulistiani, Widi.2005. Analisis Faktor Risiko Yang Berkaitan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Wilayah Kerja Puskesms Kroya I Kabupaten Cilacap Tahun 2005. Universitas
Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/5212/1/2438.pdf

Anda mungkin juga menyukai