Anda di halaman 1dari 5

Topik : Keanekaragaman dan Kemelimpahan Fauna Sisipan (Intersisi)

di Daerah Pesisir Pantai


Tujuan : Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemelimpahan fauna
sisipan di daerah intersisi
Hari/Tanggal : Jum’at/19 Juli 2019
Tempat : Desa Tran Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

I. ALAT DAN BAHAN


I. 1 Alat
1. Sekop
2. Saringan
3. Rool meter
4. Tali Rafia
5. Tonggak kayu
6. Kantong plastic
7. Kertasa Label
I.2 Bahan
1. Sampel fauna sisipan dan kertas label.
II. CARA KERJA
1. Menyiapkan peralatan.
2. Membuat plot 30 x 30 cm2 pada 3 buah titik di sepanjang wilayah intersisi Pantai
Sarang Tiung. Jarak antar titik adalah 20 m.
3. Mengambil sampel fauna sisipan pada waktu air laut mengalami surut tertinggi
pada tiap plot. Pengambilan dilakukan dengan menggali sejauh 20 – 30 cm kedalam
pasir. Pasir hasil galian tadi kemudian di ambil dan diayak untuk mendapatkan
sampel hewan sisipan.
4. Menyimpan hewan sisipan tadi ke dalam botol berdasarkan plot yang diambil.
5. Menghitung kelimpahan fauna sisipan dapat menggunakan Nilai Penting yang
dikemukakan oleh Soerianegara dan Indrawan (1978).
Keterangan :
FR = Frekuensi Relatif = (Frekuensi suatu jenis dibagi frekuensi seluruh jenis x
100%)
KR = Kerapatan Relatif = (Kerapatan suatu jenis dibagi kerapatan seluruh jenis x
100 %)
Keanekaragaman flora dan fauna sisipan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus indeks diversitas dari Shannon (Odum:1993):
H = - Σ ni / N Ln ni / N atau H = -pi Ln pi
Keterangan :
ni = nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu tiap jenis)
N = nilai kepentingan total (jumlah total semua individu)
Pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis (ni/ N)
Setelah diperoleh indeks keanekaragaman di kelompokkan kedalam kriteria
tinggi, sedang dan rendah. Menurut Hardjosuwarno (1990) Kriteria tingkat
Keanekaragaman yaitu :
(H) > 3,0 = Menunjukan Keanekaragaman sangat tinggi
(H) 1,6 – 3,0= Menunjukan Keanekaragaman tinggi
(H ) 1,0 – 1,5= Menunjukan Keanekaragaman sedang
(H ) < 1,0 = Menunjukan Keanekaragaman rendah

III. TEORI DASAR


Laut merupakan satu kesatuan ekosistem, di mana serangkaian komunitas
dipengaruhi dan pada gilirannya mempengaruhi faktor-faktor fisik kimia air laut di
sekitarnya (Nybakken, 1992). Laut juga merupakan salah satu bentuk kehidupan
yang sangat berperan bagi umat manusia, terutama kekayaan yang terkandung di
dalamnya baik hewan ataupun tumbuhan (Bayard dan Zottali, 1983).
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, luas lautannya lebih besar dari
pada luas daratannya. Jalur tanah yang membatasi daratan, tempat daratan bertemu
dengan lautan dikenal sebagai pantai (Bayard dan Zottali, 1983).
Untuk daerah pesisir (Psamolitoral) sepanjang pantai pasir dikenal dengan
daerah hidropsamon dan higropsamon. Daerah hidropsamon merupakan daerah
yang pantai pasirnya masih terendam air laut, sedangkan daerah higropsamon
merupakan daerah yang dipengaruhi oleh perembesan air laut tidak terendam air
laut. Daerah higropsamon didominasi oleh hewan-hewan yang membuat lubang di
pasir selama terjadi pasang surut (Michael, 1994).
Pantai pasir umum terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada
pantai berbatu, karena pantai ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan
berbagai aktivitas rekreasi. Demikian pula, pantai ini memperlihatkan perbedaan
yang nyata dari pantai berbatu. Pada pantai pasir kelihatannya tidak dihuni oleh
kehidupan mikroskopik. Organisme tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor
lingkungan yang bereaksi di pantai ini membentuk kondisi di mana seluruh
organisme mengubur dirinya dalam substrat (Nybakken, 1992).
Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya kisaran beberapa faktor
lingkungan air laut yang besar terutama suhu dan salinitasnya, sehingga jenis-jenis
tumbuhan dan hewan memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim ini,
sehingga menyebabkan keragaman jenis kecil, tetapi mempunyai kepadatan
populasi setiap jenis umumnya besar (Kartawinata, dkk, 1978).
Faktor lingkungan yang dominan pada pantai pesisir adalah gerakan ombak
yang membentuk substrat yang tidak stabil dan terus menerus bergerak. Jika
organisme ingin menghuni daerah ini, organisme itu pertama-tama harus
beradaptasi terhadap lingkungan itu sendiri dan kemampuan untuk menggali
dengan cepat. Strategi ini banyak dilakukan oleh Annelida, kopepoda, kerang kecil
dan hewan lainnya (Nybakken, 1992).
Pesisir pantai adalah daerah pemukiman penduduk, dan sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.
IV. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan Flora dan Fauna Sisipan (intersisi) Makro
No Nama Spesies ∑ ind dalam plot ∑ Ind ∑ Cup
1 A 1 1 3

2 B 1 1 2

3 C 1 1 4

4 D 2 2 2

5 E 6 6 3

Tabel 2. Perhitungan
Nama pi ln
No ∑ Ind ∑ cup K KR(%) F FR(%) NP
Spesies pi

1 A 1 3 0,3 0,07 0,21 0,21 0,28 -0,28

2 B 1 2 0,5 0,12 0,14 0,14 0,26 -0,27

3 C 1 4 0,25 0,06 0,30 0,30 0,36 -0,31

4 D 2 2 1 0,25 0,14 0,14 0,39 -0,32

5 E 6 3 2 0,49 0,21 0,21 0,7 -0,37

11 14 4,05 1 1,99 -1,55

H = -pi Ln pi
= - (-1,55)

= 1,55

(H) 1,6 – 3,0= Menunjukan Keanekaragaman tinggi

V. ANALISIS DATA

Spesies A terdapat 1 individu dalam 3 kali jebakan, memiliki jumlah kerapatan 0,3
sehingga kerapatan relatifnya 0,07. Frekuensi dan frekuensi relatifnya 0,21,
sehingga spesies A memiliki nilai penting 0,28.
Spesies B terdapat 1 individu dalam 2 kali jebakan, memiliki jumlah kerapatan 0,5
sehingga kerapatan relatifnya 0,12. Frekuensi dan frekuensi relatifnya 0,14
sehingga spesies B memiliki nilai penting 0,26.

Spesies C terdapat 1 individu dalam 4 kali jebakan, memiliki jumlah kerapatan 0,25
sehingga kerapatan relatifnya 0,06. Frekuensi dan frekuensi relatifnya 0,30
sehingga spesies C memiliki nilai penting 0,36.

Spesies D terdapat 2 individu dalam 2 kali jebakan, memiliki jumlah kerapatan 1


sehingga kerapatan relatifnya 0,25. Frekuensi dan frekuensi relatifnya 0,14
sehingga spesies C memiliki nilai penting 0,39.

Spesies E terdapat 6 individu dalam 3 kali jebakan, memiliki jumlah kerapatan 2


sehingga kerapatan relatifnya 0,49. Frekuensi dan frekuensi relatifnya 0,21
sehingga spesies E memiliki nilai penting 0,7.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan (K), kerpatan relative (KR), frekuansi (F),
frekuensi relative (FR), dan nilai penting terhadap spesies hewan pesisir, hasil data
menunjukkan kisaran nilai yang bervariasi untuk setiap spesies. Kemelimpahan
tertinggi ditempati oleh spesies D dengan nilai penting (NP) 0,7. Sedangkan,
kemelimpahan terendah ditempati oleh spesies B dengan nilai penting (NP) 0,26.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Dharmono dan Hardiansyah. 2010. Penuntun Praktikum Ekologi Hewan.


Pendidikan Biologi FKIP Unlam. Banjarmasin.

Manurung, Binari. 1995. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. IKIP: Medan.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan Dan


Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai