Para ulama sepakat bahwa wadi’ah adalah amanah, bukan yang ditanggungkan.
Wadi’ah merupakan amanat dan amanat itu tidak menanggung resiko (ganti rugi) yang diberi
amanah kecuali kalau ia melakukan at-ta’di dan tafrith. At-ta’di adalah melakukan perbuatan
yang tidak diperbolehkan sedangkan tafrith meninggalkan kewajiban. Kalau dalam titipan ada
syarat ganti rugi maka tetap tidak ada padanya ganti rugi kecuali kalau at-ta’di dan tafrith (Al-
Tuwaijin 2009:550
Titipan amanah akan berubah menjadi ganti rugi jika apabila (az-Zuhaili, 1932):
Singkatanya, tasharuf yang dilakukan oleh yang menerima titipan atas harta titipan itu
tidak terlepas dari dua hal, dengan ijin menitipkan maka itu boleh dan wadi’ah tersebut berubah
menjadi ‘ariyyah (pinjaman). Adapun jika tidak ada ijin maka tidak boleh, kecuali ada
kemaslahatan maka itu boleh, bahkan bisa menjadi wajib Karena itu adalah menyempurnkan
menjaga barang. Adapun jika bukan karena kemaslahatan dan tidak ada ijin maka yang
menerima titipan mengganti rugi (Al-Musyaiqih, 2013:221)