Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan memiliki peranan penting bagi pengukuran dan penilaian


kinerja sebuah perusahaan. Penyampaian laporan keuangan merupakan suatu
keharusan bagi sebuah perusahaan, utamanya perusahan-perusahaan yang sudah go
public. Laporan keuangan mempunyai tujuan untuk memberikan informasi tentang
posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan
ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang komponen
laporan keuangan pada tanggal 15 desember 2009 yang merupakan revisi dari PSAK
1 tahun 1998 yang tadinya hanya mencakup lima item, sekarang mencakup enam
item. Berdasarkan PSAK 1 (revisi 1998), komponen laporan keuangan lengkap
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan. Sedangkan menurut PSAK NO. 1 (Revisi 2009)
komponen keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut
ini:laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi komprehensif
selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, laporan arus kas selama
periode, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal
periode komparatif .
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik seksi 508 dalam Sukrisno (2004)
ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu:
1) Pendapat wajar tanpa pengecualian, yaitu auditor menyatakan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia
2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang
ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku
3) Pendapat wajar dengan pengecualian, yaitu auditor yakin atas dasar auditnya
bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia
4) Pendapat tidak wajar, yaitu menurut pertimbangan audit laporan keuangan
secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
5) Pernyataan tidak memberikan pendapat, yaitu auditor yakin atas auditornya
bahwa terdapat penyimpangan material dari prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
Dalam menyajikan laporan keuangan harus memperhatikan dua karakteristik
kualitatif, yaitu relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Menurut FASB
dalam SFAC No. 2, karakteristik kualitatif dimaksudkan untuk memberi kriteria dasar
dalam memilih alternatif metode akuntansi dan pelaporan keuangan atau persyaratan
pengungkapan (disclosure) (Ghozali dan Chariri, 2007). Pengukuran karakteristik
kualitatif sulit diukur, sehingga pengguna laporan keuangan membutuhkan jasa pihak
ketiga, yaitu auditor independen (dalam hal ini auditor eksternal). Jasa auditor
independen digunakan untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut
relevan dan reliable, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan semua pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Singgih dan Bawono, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka penulis dalam penelitian ini
ingin membuat suatu perumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pendapat akuntan dalam laporan keuangan?
2. Apa macam - macam pendapat akuntan dan pengertiannya?
3. Apa saja yang dimaksud pendapat akuntan yang koperatif?

1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Agar pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan pendapat
akuntan dalam laporam keungan dan juga macam - macamnya.
2. Agar pembaca dapat mengetahui yang dimaksud dengan pendapat akuntan
yang koperatif

1.4 Manfaat
1. Diharapkan dapat memberikan pandangan dan wawasan terhadap
pengembangan pengauditan khususnya mengenai pendapat akuntan.
2. Sebagai sumber referensi dan informasi untuk memungkinkan penelitian
selanjutnya mengenai pembahasan pendapat akuntan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam – Macam Pendapat Akuntan


A. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Pendapat ini disebut juga unqualified opinion, clean opinion, pendapat tanpa
cacat, pendapat bersih, pendapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualia) dan lain – lain.
Akuntan publik akan memberikan pendapat atau opini seperti ini apabila laporan
keuangan secara umum menggambarkan posisi keuangan dan hasil usaha yang
wajar yang didasarkan pada penerapan standar akuntansi yang berlaku umum dan
diterapkan secara konsisten dan mengandung penjelasan – penjelasan atau
pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta
tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
Dengan kata lain pendapatan ini dapat diberikan kalau laporan keuangan yang
diaudit telah memenuhi persyaratan atau kriteria kewajaran dan auditor dapat
melaksanakan seluruh proseur audit sesuai dengan standard auditing tidak ada
pembatasan luasnya audit dari klien dan tidak ada ketidakpastian yang luar biasa.

B. Pendapatan Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)


Pendapat ini disebut juga pendapat wajar dengan pengecualian, qualified
opinion, pendapat wajar dengan catatan, atau pendapat bersyarat. Pendapat atau
opini ini akan diberikan oleh akuntan publik apabila ia menilai bahwa laporan
keuangan telah disajikan secara wajar dalam arti disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan dilihat dari keseluruhan laporan, karena akibat factor –
factor tertentu yang menyebabkan kuaifikasi pendapatan (ada satu atau lebih
akuntan yang tidak wajar). Kualifikasi pendapatan dapat terjadi karena:
1) Adanya pembatasan audit.
2) Ketidak sesuaian dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum pada
perusahaan – perusahaan tertentu.
3) Perbedaan pendapatan misal: auditor berpemdapat perlu dibuat penyesuaian
tetapi klien menilak.
4) adanya ketidak pastian yang tidak dapat diperhitungkan.

C. Pendapatan Tidak Wajar (Adverse Opinion)


Pendapat tidak wajar disebut juga adverse opinion. Pendapat atau opini ini
diberikan oleh akuntan publik apabila laporan keuangan secara umum
menggambarkan posisi yang tidak wajar baik karena banyak perkiraan atau jumlah
yang menjadi masalah, maupun karena penerapan prinsip akuntansi lainnya yang
tidak tepat atau penerapannya yang tidak konsisten. Singkatnya pendapat ini
diberikan dalam situasi yang bertentangan dengan syarat-syarat agar laporan
keuangan dapat dinyatakan wajar.

D. Menolak Memberi Pendapat (Disclaimer of Opinion)


Pendapat ini disebut juga disclaimer of opinion, no opinion atau tidak ada
pendapat. Pendapat atau opini ini diberikan apabila Akuntan publik merasa bahwa
pemeriksaanya tidak cukup mendukung untuk memberikan suatu pendapat atas
laporan keuangan atau dirinya dianggap tidak independen dalam memberikan
pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa dan adanya ketidak pastian yang
luar biasa yang sangan mempengaruhi kewajiban laporan keuangan, jika auditor
menolak memberikan pendapat ia harus menjelasakan alasan-alasan yang cukup
penting.

E. Pendapatan Sepotong – potong (piecemeal openion)


Auditor dapat memberikan pendapat sepotong – sepotong hanya menurut
hematnya luas dan hasil – hasil auditnya memberikan kesimpulan bahwa laporan
keuangan yang diaudit secara keseluruhan adalah tidak wajar atau auditor menolak
memberikan pendapat. Jadi pendapat sepotong – sepotong dapat diberikan hanya
jika disertai penolakan pendapat atau pendapat tidak setuju mengenai laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
Dengan demikian pendapat sepotong – sepotong ini bukan merupakan jenis
pendapat yang kelima tetapi hanya suatu cara mengungkapkan pendapat “tidak
setuju atau menolak memberikan pendapat” dengan uraian tambahan atau
pendapat terhadap masing – masing rekening. Pendapat terhadap masing – masing
rekening tidak boleh mengaburkan pendapat terhadap laporan keuangan secara
keseluruhan. Pendapat sepotong – sepotong ini tidak direkomendasikan untuk
digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam memberika pendapat piecemeal
openion:
1) Laporan akuntan harus tegas menyebutkan apakah disclaimer of opinion atau
adverse opinion yang diberikan terhadap ikhtisar keuangan secara keseluruhan.
Pemberian pendapan setuju atas perkiraan – perkiraan tertentu tidak boleh
mengaburkan pendapat terhadapat laporan keuangan secara keseluruhan.
2) Pemberian pendapatan setuju atas beberapa perkiraan tertentu tidak boleh
dalam bentuk yang dapat menimbulkan salah tafsir mengenai perkiraan -
perkiraan yang diberikan pendapat setuju. Ada 2 hal yang dapat ditempuh,
yaitu:
a. Mencantumkan satu persatu nama perkiraan yang diberikan pendapat
setuju.
b. Menyebutkan satu persatu nama perkiraan yang menyebabkan
diberikannya disclaimer of opinion terhadap ikhtisar keuangan secara
keseluruhan dan kemudian disebutkan bahwa atas perkiran lain dapat
diberikan pendapat setuju. Perlu diketahui bahwa pendapat sepotong –
potong tidak direkomendasi untuk digunakan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia.
2.2 Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai
pernyataan standart teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi
Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional
Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).
Tipe Standar Profesional:
1. Standar Auditing
2. Standar Atestasi
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
4. Standar Jasa Konsultansi
5. Standar Pengendalian Mutu
Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk
mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.
Pernyataan Standar Auditing (PSA)
PSA (2001) merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing – masing standar yang
tercantum di dalam standar auditing. PSA berisiketentuan – ketentuan dan pedoman
utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit.
Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia
(IAPI). ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam PSA adalah
Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi
yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan – ketentuan yang diterbitkan oleh
IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau
keraguan dalam penafsiran ketentuan – ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga
merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini
bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
1. Standar Umum
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan
mutu pekerjaannya (SPAP, 201:2011). Standar umum berhubungan dengan
kualifikaasi auditor dan kualitas pekerjaan auditor. Standar umum terdiri atas tiga
bagian:
A. Standar umum pertama: Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen
Standar umum pertama berbunyi: “Audit harus dilaksanakan oleh seorang
atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai
auditor.” (SPAP, 210:2011).
Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan
pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai ahli dalam bidang
akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan
pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman – pengalaman
selanjutnya dalam praktik audit. Perludisadaribahwa yang dimaksudkan
dengan pelatihan seorang professional mencakup pula kesadarannya untuk
secara terus - menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis
dan profesinya. Dalam menjalankan praktiknya sehari - hari, auditor
independen menghadapi pertimbangan yang dilakukan oleh
manajemenperusahaan yang diminta untuk melakukan audit dan
memberikan pendapatnya atas laporan keuangan suatu perusahaan karena
melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya, ia menjadi orang yang
ahli dalam bidang akuntansi dan auditing (SPAP, 210:2011)
Dapat disimpulkan bahwa asisten junior yang baru masuk kedalam
karir auditing harus memperoleh pengalaman professionalnya dengan
Supervise yang memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang
lebih berpengalaman.
B. Standar umum kedua: Indenpendensi
Standar umum kedua berbunyi : “Dalam semua hal yang berhubungan
dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan
oleh auditor.” (SPAP, 220:2011)
Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak
mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor
intern). Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada
manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak
lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan
auditor independen. Untuk diakui pihak lain sebagai orang yang independen,
ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai
suatu kepentingan dengan kliennya, apakah manajemen perusahaan atau
pemilik perusahaan. Auditor indepen den tidak hanya berkewajiban
mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula
menhindari keadaan yang dapa tmenyebabkan pihak luar meragukan sikap
independensinya. Auditor harus mengelola praktiknya dalam semangat
persepsi independensi dan aturan yang ditetapkan untuk mencapai derajat
indenpedensi dalam melaksanakan pekerjaannya. (SPAP, 220:2011)
C. Standar umum ketiga: Penggunaan Kemahiran Profesional dengan Cermat
dan Saksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor
Standar umum ketiga berbunyi: “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran professionalnya dengan
ceramat dan saksama.” (SPAP, 230:2011)
Penggunaan kemahiran professional dengan kecermatan dan
kesaksamaan menekankan tanggung jawab setiap professional yang bekerja
dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Para auditor harus ditugasi dan disupervisi
sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang
mereka periksa (SPAP, 230:2011). Kaitannya mengenai pembahasan diatas
kecermatan dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan
bagaimana kesempurnaan pekerjaannya. Misalkan, kecermatan dan
keseksamaan dalam hal kertas kerja audit mengharuskan bahwa isinya cukup
menunjang pendapat yang diberika noleh auditor dan penyajiannya harus
mengikuti pedoman yang tercantum dalam standar auditing.

2. Standar Pekerja Lapangan


Seperti tersirat dari namanya, stndar ini terutama berhubungan dengan
pelaksanaan audit di tempat bisnis klien atau di lapangan (SPAP, 310:2011).
Standar ini juga terdiri dari 3 butir standar yang intinya adalah sebagai berikut:
A. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya. Berdasarkan (SPAP, 311:2011) agar
audit dapat berjalan dengan efisien dan efektif, maka audit harus direncanakan
dengan sebaik – baiknya. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi
menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan
saat perencanaan bervariasi sesuai dengan ukuran dan komplek sitas satuan
dan saat perencanaan bervariasi sesuai dengan ukuran dan komplek sitas
satuan usaha, pengalaman mengenai satuan usaha, dan pengetahuan tentang
bisnis satuan usaha. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang
terkait dalam pencapaian tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut
tercapai. Unsur supervise adalah memberikan instruksi kepada asisten,
mereview pekerjaan yang dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan
pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervise yang
memadai bagi suatu keadaan tergantung pada banyak faktor, termasuk
komplek sitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit.
B. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilaksanakan. Struktur pengendalian intern merupakan suatu faktor
yang sangat penting dalam audit. Keandalan data keuangan yang dihasilkan
system akuntansi dan terjaga tidaknya keamanan asset sangat ditentukan
rancangan dan keefektifan struktur pengendalian internal. Oleh karena itu,
auditor harus mempunyai pemahaman yang memadai mengenai struktur
pengendalian intern klien untuk merencanakan audit. Pemahaman mengenai
struktur pengendalian intern klien akan digunakan untuk:
- Mengidentifikasi salah saji yang potensial.
- Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji yang
material.
- Merancang pengujian substantif.
C. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Audit harus menghimpun evidential matter (hal - hal yang bersifa
tmembuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Yang dimaksud
dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di pikiran auditor
mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli suatu aktiva.
Ukuran keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung
pada pertimbangan auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti
hukum yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat
bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya.
Ketepatan sasaran, obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain
yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi
bukti.
Perbandingan antara evidence dan evidential matter

Anda mungkin juga menyukai