Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan sistem
ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh
dunia. Sistem ekonomi kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan
perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negara-negara maju penganut sistem
ekonomi kapitalis. Ciri utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta.Dalam perjalanannya,
beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang
bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melebihi batas-batas suatu negara. Para pemilik
dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu memengaruhi
dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu negara
untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya. Sering kali
terjadi pemerintah suatu negara yang seharusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai
pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan menjadi tidak berdaya
menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis.

Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang
buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad
government governance) sehingga memberi peluang besar munculnya praktik-praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini dapat ditunjukkan pada beberapa fakta berikut:

 Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena
tidak adanya alat kendali yang efektif.
 Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.
 Banyak direksi BUMN termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen.
 Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan
oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dari GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) ?
2. Apa prinsip-prinsip GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) ?
3. Apa Manfaat GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) ?
4. Apa Hubungan antara GCG dengan BUMN ?
5. Apa peran GCG dan pengawasan Pasar Modal di Indonesia ?
6. Apa peran GCG diperbankan Indonesia ?
1.3 TUJUAN
1. Memberi penjelasan mengenai Pengertian dari GCG ?
2. Memberi pemahaman mengenai prinsip-prinsip GCG ?
3. Memberi pemahaman mengenai Manfaat GCG ?
4. Memberi penjelasan mengenai Hubungan antara GCG dengan BUMN ?
5. Memberi pemahaman mengenai peran GCG dan pengawasan Pasar Modal di Indonesia ?
6. Memberi pemahaman mengenai peran GCG diperbankan Indonesia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat popular, namun saatini belum ada
definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “Corporate Governace”
pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris di tahun 1922 yang
menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury
Report (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat populer yang
telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Dibawah ini diberikan beberapa definisi
dari berbagai sumber yang dapat dijadikan acuan.
1. Cadbury Committee of United Kingdom
“A set of rules that define the relationship between shareholders, manager, creditors,
the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to
their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and
controlled.” “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan.”
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia-FCGI (2006)-tidak membuat definisi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United Kingdom ,
yang kalau diterjemahkan adalah “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran
Direksi,pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola yang baik

3
juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economic Coorporation and Development-OECD (dalam Tjager
dkk,2004)- Mendefinisikan GCG sebagai “ The structure through which shareholder,
directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of
attaining those objectives and monitoring performance”. “Suatu struktur yang terdiri
atas para pemegang saham , direktur,manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja”.
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefinisikan GSCG sebagai
“mekanisme Administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholder) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam
bentuk berbagai aturan permainan dan sisitem insentif sebagai kerangka kerja
(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi
pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD
dapat mewakili pengertian dalam arti sempit, sedangkan definisi yang diberikan oleh
Cadbury Committee, Sukrisno Agoes, dan Wahjudi Prakarsa dapat mewakili pengertian
GCG dalam arti luas. Kedua pengertian dijelaskan pada Gambar 5.1.
GCG dalam
Pemerintah/ Kreditur Arti Luas
Regulator
RUPS B 0C
GCG dalam
Corporate Governance dalam Perspektif

Arti Sempit
B 0D
Gambar 5.1

Pelanggan

Manajemen
Manajer Manajer Manajer Manajer
Korporasi

KARYAWAN
RUPS :Rapat Umum Pemegang Saham
4
BOC : Board of Commissioners
Kelompok lain
Masyarakat
BOD : Board of Directors
Setelah mengutip berbagai defines sebagaimana diungkapkan sebelumnya, dapat
dirangkum suatu kesimpulan bahwa konsep good corporate governance pada intinya
mengandung pengertian sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Konsep GCG

1. Wadah Organisasi (perusahaan, social, pemerintah)


Suatu system, proses dan seperangkart peraturan, termasuk
2. Model prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis
yang sehat
 Meningkatkan kinerja organisasi
 Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
3. Tujuan  Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam mengelola organisasi
 Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan
tidak dirugikan
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan peran, wewenang
dan tanggung jawab.
4. Mekanisme  Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi.
 Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan

2.2 PRINSIP-PRINSIP GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

Sebagaimana telas dijelaskan sebelumnya, konsep GCG memperjelas dan


memepertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu
organisasi. Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) mencoba
untuk mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah
maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan tersebut.
Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri
Negara BUMN juga mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan GCG (Tjager dkk, 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :
a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi

5
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian

Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan
Menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing-masing prinsip yang telah
dikemukakan dapat diberikan sebagai berikut :

a. Perlakuan yang setara (fainess) merupakan prinsip agar para pengelola


memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik
pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun
pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya).
b. Prinsip Transparasi (Prinsip Keterbukaan) kewajiban bagi para pengelola
untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian
informasi
c. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membina system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (
financial statements) yang dapat dipercaya.
d. Prinsip responsibilitas ( prinsip tanggungjawab) adalah prinsip dimana para
pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam
mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
e. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan.

2.3 MANFAAT GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah
buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan
publik yang telah terdaftar dibursa. Buruknya kinerja ini disebabkan oleh berbagai praktik
kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan-perusahaan tersebut. Praktik-
praktik manipulasi ini sangat merugikan para investor sehingga para investor tidak percaya

6
lagi pada institusi pasar modal dan institusi pengawas pasar modal tersebut , Indra Surya dan
Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG
adalah :

a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing


b. Mendapatkan biaya modal yang lebih murah
c. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan
d. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan
e. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

2.4 GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pada awalnya , tujuan didirikan BUMN terkandung dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945
yang berbunyi “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Namun dalam
perjalanannya tujuan utama BUMN sudah berubah sama seperti sektor swasta yaitu mencari
keuntungan.
Tiga jenis bentuk hukum BUMN , yaitu:
1. Persero :
 Modalnya: terdiri atas saham (perbedaan dengan sasta , sebagian besar modal
dikuasai Pemerintah).
 Tujuannya: mencari keuntungan.
 Contoh : PLN(kelistrikan) , Telkom( telekomunikasi).
2. Perusahaan Umum (Perum)
 Modalnya : setoran modal Pemerintah.
 Tujuannya : tidak sepenuhnya mencari keuntungan tapi juga membawa misi
sosial.
 Contoh : Perumnas (penyedian perumahan memperhatikan daya beli masyarakat)
, Perum Bulog (menyediakan, mendistribusikan , mengendalikan harga kebutuhan
pokok seperti beras , minyak goreng).

7
3. Perusahaan Jawatan (Perjan)
 Modalnya : disisihkan dari APBN
 Tujuannya : pelayanan masyarakat
 Contoh : PJKA ( Perusahaan Jawatan Kereta Api) tapi sekarang sudah tidak ada
lagi karena PJKA berganti menjadi Persero.

Persoalan pokok yang dihadapi oleh BUMN adalah rendahnya keuntungan yang
diperoleh dibandingkan dengan total hartanya. Hal ini dapat dilihat antara lain pada :
a. Pemberian remunerasi (imbalan / penghargaan atas jasa yang diberikan atau disebut juga
upah / gaji) yang berlebihan kepada direksi yang tidak mencerminkan keterkaitan dengan
pencapaian target kinerja dan ada penyalahgunaan fasilitas BUMN untuk manajemen.
b. Terlalu kuatnya pemegang saham dalam pemberian paket remunerasi tidak merangsang
direksi untuk melakukan usaha terbaiknya bagi kepentingan BUMN.
c. Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak memperhatikan
kepentingan pemegang saham.
d. Penyusunan past service liabilities yang menguntungkan direksi dan konisaris , tetapi
membebani BUMN.
e. Direksi melakukan stratgi diversifikasi untuk meningkatkan ukuran perusahaan demi
pretise dirinya tanpa memperhatikan dampak pada kinerja perusahaan.
f. Intervensi (campur tangan) pemegang saham atau pihak luar secara berlebihan dalam
kegiatan operasional BUMN.
g. Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.

Untuk mengatas masalah pokok dalam BUMN maka Kementrian Negara BUMN
mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tg 31 Mei
2000 tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN.
Kemudian disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor Kep-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 , didalamnya tertulis tujuan dan prinsip GCG yaitu:

8
1. Tujuan GCG diatur dalam Pasal 4 , yaitu :
 Memaksimalkan nilai BUMN : caranya meningkatkan prinsip keterbukaan ,
akuntabilitas , dapat dipercaya , bertanggung jawab , dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing kuat baik secara nasional maupun internasional.
 Mendorong pengelolaan BUMN : dengan cara profesional , transparan , efisien ,
seta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
 Mendorong agar membuat keputusan dilandasi nilai moral tinggi dan kepatuhan
pada peraturan Perundang-undangan berlaku serta kesadaran akan tanggung
jawab sosial BUMN terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian
lingkungan BUMN.
 Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
 Menyukseskan program privatisasi : (pengalihan kepemilikan dari milik umum
jadi milik pribadi ,, tapi yang dimaksudkan disini adalah positifnya yaitu
membantu terbentuknya pasar bebas , mengembangkan kompetisi kapitalis dan
memberikan harga lebih kompetitif )
2. Prinsip – prinsip GCG diatur dalam pasal 3 , yaitu :
 Transparansi : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan mengemukakan informasi materiil dan relevan tentang perusahaan.
 Kemandirian : perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
/ tekanan dari pihak lain , maupun yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-
undangan dan prinsip perusahaan yang sehat.
 Akuntabilitas : kejelasan fungsi , pelaksanaan , dan pertanggungjawabanorgan
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
 Pertanggungjawaban : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip perusahaan yang sehat.
 Kewajaran (fairness) : keadilan dalam pemenuhan hak-hak pemangku
kepentingan berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

9
Beberapa contoh kasus pengelolaan BUMN sebelum dan sesudah penerpan prinsip-
prinsip GCG, yaitu :
Penjelasan : Sebelum diterapkan : Setelah diterapkan :
Penunjukan anggota Lebih mempertimbangkan aspek Lebih mempertimbangkan aspek
komisaris dan anggota politis ( KKN , like , dislike) kompetensi dan profesionalisme
dewan direksi
Organ Satuan
Pengawas Kurang berfungsi Berfungsi
Intern (SPI)
Komite audit Belum dibentuk Sudah dibentuk
Diperhatikan dan
Penyusunan laporan Kurang diperhatikan dipertanggungjawabkan
Keuangan

2.5 GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Pasar modal adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli , Didefinisikan sebagai
pasar dimana berbagai instrumen keuangan (sekuritas ) jangka panjang ( obligasi , saham ,
dan instrumen derivatif) bias diperjualbelikan.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga dan unsur penunjang pasar modal, antara
lain :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu
lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kegiatan semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas
pasar modal. Saat ini yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan pasar modal di
Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu suatu lembaga baru yang
merupakan gabungan (merger) dari dua penyelenggara sebelumnya, yaitu bursa efek
Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral
yang dikenal dalam dunia perbankan. Frekuensi perdagangan di bursa sedemikian
seringnya sehingga tidak mungkin dilakukan perpindahan instrumen sekuritas secara
fisik setiap saat. Fungsi lembaga kliring ini adalah menyimpan dan mengatur arus
fisik sekuritas tersebut.

10
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh dana
dari investor di bursa.
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses dalam
menjual instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah memastikan bahwa
instrumen sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dapat terjual habis dengan harga
wajar.
6. Investor/Calon Investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang di perdagangkan di
bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan
keuangan emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan keuangan
emiten yang diperiksanya. Emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas,
laporan keuangannya diwajibkan untuk diaudit oleh akuntan publik terlebih dahulu
dan hanya emiten yang hasil audit laporan keuangannya berupa wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion) yang diperbolehkan menerbitkan instrumen
sekuritas di bursa.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal
berbagai peristiwa/kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), jual beli aset tetap perusahaan, peminjaman uang dan
sebagainnya.
9. Konsultan Hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa dan
memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak
memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh emiten untuk
memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan sebuah instrumen
sekuritas. Jasa yang diberikan sangat luas, antara lain mencakup penentuan struktur
permodalan dan keuangan, reorganisasi, quasi reorganisasi, penetapan jenis
instrumen, penyusunan proyeksi laporan keuangan, penaksiran harga instrumen
sekuritas yang akan diterbitkan dan sebagainya.

Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengawasi

11
semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua
lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan secara adil, efektif, dan
efisien.
a. Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor dan calon investor
tertarik untuk melakukan transaksi di bursa. Mereka tertarik karena percaya
bahwa semua lembaga terkait di bursa telah menjalankan fungsi mereka sesuai
dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh badan pengawas pasar modal.
b. Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk
investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut dapat
terselenggara dengan cepat tanpa di bebani biaya yang berlebihan.
c. Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) bila semua pihak terkait, termasuk
para calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut.

Jadi, pada intinya fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua
lembaga penunjang yang terkait di bursa menjalankan tata kelola lembaga masing-masing
secara sehat dan mematuhi berbagai peraturan perundang –undangan yang berlaku, termasuk
seperangkat aturan yang dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut. Bapepam juga berfungsi
mengawasi dan menegakkan aturan main yang ada, termasuk memberikan sanksi yang
diperlukan kepada lembaga terkait yang melanggar aturan main tersebut demi terciptanya
pasar modal yang adil, efektif dan efisien.

2.6 GCG Perbankan di Indonesia

Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem
perbankan yang kuat. Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nomor
8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-Bank
Komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas,
tanggung jawab, independensi dan kesetaraan (Pasal 1 ayat 6).
b. Tujuan Implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan:
 Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan
Direksi.

12
 Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi
internal audit bank.
 Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal.
 Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal.
 Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam
jumlah besar.
 Rencana strategis bank.
 Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
c. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Komisaris (Bab II Pasal
4-18)
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Direksi (Bab III Pasal
19-37)
e. Komite (Bab IV Pasal 38-48)
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52)
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53)
h. Ketentuan Dana (BabVII Pasal 54-55)
i. Rencana Strategi Bank
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58)
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60)
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66)
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68)
n. Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75)
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77)
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78)

2.7 CONTOH KASUS PERUSAHAAN YANG MENYIMPANG DARI GCG

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT


Jamsostek atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp7 triliun. Hal tersebut
terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar, anggota VII Badan Pemeriksa
Keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

13
Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas laporan keuangan 2011 Jamsostek yang
menyimpang dari aturan.

Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua


(JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.

Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program
yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan
Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan
kecelakaan kerja sesuai ketentuan.

Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi


bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum
diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan
aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia.

Adapun temuan Keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam
pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang
jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai.

Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan dalam


kinerja Jamsostek.

Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja
untuk mendukung penyelenggaran program JHT.

Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT.

Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi
yang mendukung kehandalan data.

Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan.


Hal tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan
masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN.

14
Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan
membayarkan JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo
Rp1,86 triliun.

Analisis:

Dari contoh kasus diatas merupakan kasus penyimpangan laporan keuangan 2011 dan
ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini
harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance). Peristiwa ini yang diakibatkan karena kurang baiknya
sistem good corporate governance, harapan agar dapat segera teratasi dan tidak dapat
terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
juga harus dapat menjaga kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) sehingga tercipta ativitas pasar modal yang jujur,trasparan, aman dan sesuai
dengan undang-undang hukum yang berlaku.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan


mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.

Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate
Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan


Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate
Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan
bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum
menjalankan governansi.

3.2 SARAN

Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu memahami
lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana dapat membantu kita
membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh perusahaan
sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini dapat membantu para pembaca untuk dapat
dijadikan referensi yang mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik.

16

Anda mungkin juga menyukai