Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AL ISLAM MUAMALAH

Penulis :

Muhammad Al Fajar 2018437002

Nurul Syefira F 2018437003

Tri Rudianto 2018437004

Witri Nurrahmah 2018437005

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018
MUAMALAH

Pendahuluan
Referensi
1.1 Pengertian Muamalah
1.2 Sumber Hukum Muamalah
1.3 Kaidah Muamalah
1.4 Ruang Lingkup Muamalah
1.4.1 Muamalah Duniawiyah
1.4.2 Muamalah dalam Keluarga
1.4.3 Muamalah dalam Bermasyarakat
1.4.4 Muamalah Maliyah (Harta Benda)
1.4.5 Muamalah Munakahat (Pernikahan)
1.4.6 Muamalah Mawarits (Warisan atau peninggalan)
1.4.7 Muamalah Siyasah (Bernegara)
1.4.8 Muamalah dalam Lingkungan
1.4.9 Muamalah dalam IPTEK
REFERENSI
Assadiqi, Kasmudi. 2013. Pengantar Fiqh Muamalah. Gresik dan Yogyakarta

Azhari, Fathurrahman. 2015. “Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. Lembaga


Pemberdayaan Kualitas Ummat. Banjarmasin

Harun. 2017. Fiqh Muamalah. Universitas Muhammadiyah Press. Surakarta

Maulan, Rikza. Pengantar Fiqh Muamalah. Takaful Umum

Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah


PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhuluk hidup, untuk kelangsungan hidupnya harus


bias memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah telah menyediakan kebutuhan manusia
terhamoar luas di muka bumi ini. Bahkan Allah telah menundukkan atau
memudahkan segala sesuatu yang ada di langit dan bumi untuk kepentingan
manusia. Meskipun demikian karena segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
terbagi menjadi dua yaitu baik dan buruk serta Allah teah menghalalkan yang baik
dan mengharamkan yang buruk. Maka Allah telah mensyaratkan agar manusia
mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk. Dalam Q.S Al-Baqarah : 29
dijadikan dasar bahwa “segala sesuatu dari urusan dunia hukumnya halal kecuali
jika ada dalil yang mengharamkannya”
Di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja atau
berbisnis. Di antara mereka ada yang bertani, beternak, mencari ikan, membuat
berbagai macam makanan, membuat pakaian, membuat peralatan produksi.
Setelah itu muncullah kebutuhan adanya alat tukar untuk berdagang. Alat tukar
tersebut awalnya berbentuk barang, seperti kelapa, batu mulia, emas dan akhirnya
berkembang seperti yang sekarang kita gunakan, yaitu uang. Seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh manusia, maka
perkembangan ekonomi dan keuangan pun saat ini cukup pesat.
MUAMALAH

1.1 Pengertian Muamalah

Dari segi bahasa muamalat ( ‫ال ُم َعا َمالت‬ ) merupakan bentuk jama’ dari

( ‫ ) ُم َعاملة‬yang berasal dari kata ( ‫ ُم َعا َملَة‬- ‫ام ُل‬


ِ ‫ يُ َع‬- ‫عا َم َل‬
َ ) yang berarti
saling bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan. Kata ini
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan
seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Sedangkan dari segi istilah, terbagi menjadi dua yaiu
a. Muamalah dalam Arti Luas
Yaitu aturan-aturan atau hukum Allah untuk mengatur manusia dalam
kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
b. Muamalah dalam Arti Khusus
Yaitu aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan
menusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda.
Seperti yang disebutkan dalam Q.S Ali-Imran : 112

( ُ‫ع َل ْي ِه ْم ْال َم ْس َكنَة‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ض ِر َب‬ُ ‫للا َو‬ ِ ّ َ‫ب ِ ّمن‬ِ ‫ض‬ َ َ‫للاّ َو َحبْل ِ ّمنَ االنَّا ِس َوبآ ُء ْو ِبغ‬
ِ َ َ‫ِ ّمن‬
‫علَ ْي ِه ُم الذّلَّ ِة اَيْنَ َماث ُ ِقفُ ْوآ ا َِّّل ِب َح ْب ِل‬ ْ َ‫ض ِرب‬
َ ‫ت‬ ُ )

1.2 Sumber Hukum dan Metode Pengambilan Hukum Muamalah


a. Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang muamalah seperti jual
beli, perniagaan, perdagangan. Diantaranya terdapat ayat-ayat berikut :
- Jual Beli
Perintah untuk mecari nafkah (Q.S Al-Isra’ (17) : 12)
Perdagangan di darat (Q.S Quraisy (106) : 2)
Perdagangan di laut (Q.S Al-Baqarah (2) : 164)
Ridho sebagai syarat jula beli (Q.S An-Nisa (4) : 29)
- Riba
Hukum riba (Q.S Al-Baqarah (2) : 275)
Sanksi riba (Q.S Al-Baqarah (2) : 279)
- Sewa Menyewa
Pembatasan masa sewa (Q.S Al-Qashash (28) : 27)
Kebolehan sewa menyewa (Q.S Al-Kahf (18) : 94)
- Utang Piutang
Memberi kelonggaran utang (Q.S Al-Baqarah (2) : 280)
Pencatatan utang (Q.S Al-Baqarah (2) : 282 – 283)
b. Hadits
Hadits adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW baik
berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan ketetapannya
(taqriyah). Hadits yang menjelaskan tentang muamalah adalah :
- Larangan penipuan dalam jual beli.
HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah, berkata “Rasalullah SAW pernah
seseorang yang sedang menjual bahan makanan, lalu Beliau
memasukan tangannya ke dalam bahan makanan itu, lalu ternyata
bahan makanan tersebut tipuan. Maka Rasulullah bersabda, tidak
termasuk golongan kami orang yang menipu”
- Ridho sebagai syarat sah jual beli
HR. Ibnu Majah dari Said Ibnu Al-Khudri, berkata “sesungguhnya jual
beli itu berdasarkan perizinan timbal balik”
- Kebolehan menggunakan hak khiyar.dalam jual beli
HR. Muslim dari Ibnu Umar, berkata “dua orang yang melakukan jual
beli, masing-masing mempunyai hak khiyar (pilihan melanjutkan atau
mengurungkan jual beli) terhadap yang lain selama masih belum
berpisah”
- Barang yang diperjualbelikan
HR. Bukhari dan Muslim dari Jabir, berkata “Rasulullah SAW
bersabda sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli arak,
bangkai, babi, dan berhala”
c. Metode Pengambilan Hukum (Ijma’, Ijtihad, Qiyas)
Untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum muamalah aktual seiring
dengan kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat, sangat diperlukan
pemikiran baru. Seperti penyusunan hukum islam dalam bentuk
perundang-undangan dan penerapan hukum bisnis syari’ah dalam bentuk
lembaga Perbankan Syari’ah dan Lembaga Keuangan Syari’ah Non Bank.
Ijma’, Ijithad, dn Qiyas ini dapat dijadikan rujukan tambahan untuk
menentukan hukum muamalah ketika Al-Qur’an dan Hadits tidak
mengatur secara terperinci.

1.3 Kaidah Muamalah


1.3.1 Asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.

ِ ‫تَ ْح ِر‬
( ‫يم َها‬ َ ‫اإل َبا َح ِة ِإ َّّل أ َ ْن َيدُل دَ ِليْل‬
‫علَى‬ ِ ‫ت‬ ْ َ ‫) ا َ ْْل‬
ِ ‫ص ُل فِى ال ُم َعا َم َال‬
Kaidah ini dirumuskan bahwa segala sesuatu muamalah itu boleh
dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya. Maksud kaidah ini bahwa
dalam setiap muamalah dan transaksi pada dasarnya boleh dilakukan
seperti jual beli, sewa menyewa, kerjasama, gadai kecuali yang dengan
tegas diharamkan oleh Allah SWT seperti menimbulkan kemudharatan,
tipuan, judi, riba.

1.3.2 Asal dalam transaksi adalah keridhaan (persetujuan) dari kedua pihak
yang berakad

( ‫عاقُ ِد‬
َ َّ ‫ِإلت َزَ َماهُ ِباات‬ ‫ضي ْال ُمت َ َعاقِدَي ِْن َو َنتَ ْي َجتُهُ َما‬
َ ‫ص ُل فِى ْال َع ْق ِد ِر‬
ْ َ ‫) ْاْل‬
Keridhaan dalam melakukan transaksi adalah prinsip. Oleh karena itu,
transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah
pihak. Artinya tidak sah suatu akad apabila suatu pihak dalam keadaan
terpaksa, dipaksa atau merasa tertipu. Bisa juga terjadi pada waktu akad
sudah saling meridhai tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu
maka akad tersebut bias batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa
tertipu karena dirugikan oleh penjual (barangnya terdapat cacat).

1.3.3 Apabila sesuatu itu batal, maka batallah apa yang di dalamnya

( ‫ضمن ِه‬ ‫) ٳذا بطل الشيء بطل في‬


Contoh kaidah tersebut adalah penjual dan pembeli telah melakukan
akad, pembeli telah menerima barang dan penjual telah menerima uang.
Kemudian kedua pihak membatalkan jual beli tadi. Maka, hak pembeli
terhadap barang menjadi batal begitupula hak penjual terhadap terhadap
harga pun batal. Artinya pembeli harus mengembalikan barangnya dan
penjual harus mengembalikan harga barangnya.

1.3.4 Manfaat suatu benda merupakan faktor pengganti kerugian

( ‫ان‬
ِ ‫ض َم‬
َّ ‫بِال‬ ‫) الخ ََرا ُج‬
Contoh kaidah tersebut adalah pembeli mengembalikkan seekor binatang
dengan alasan cacat. Penjual tidak boleh meminta bayaran atas
penggunaan binatang tersebut, karena penggunaan binatang itu sudah
menjadi haknya pembeli.
Contoh lain yang relevan sekarang ini ialah garansi pada alat-alat
elektronik.

1.3.5 Tidak boleh seorangpun merubah milik orang lain tanpa izin pemiliknya

( ‫إ ْذنِ ِه‬ ‫ف فِي ِم ْل ِك ْالغَي ِْر ِب َال‬ َ َ ‫وز ِْل َ َحد أ َ ْن َيت‬
َ ‫ص َّر‬ ُ ‫) َّليَ ُج‬
Atas dasar kaidah ini, maka penjual haruslah pemilik barang yang dijual
atau wakil dari pemilik barang atau yang diberi wasiat. Tidak ada hak
orang lain pada barang yang dijual. Tidak dibolehkan seseorang
mengambil harta orang lain yang kemudian diakuinya kecuali dengan
izin pemilik harta itu.

1.3.6 Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba yaitu
haram

( ‫ح َرام‬
َ ‫) ُكل قَرض َج َّر نَ ْفعا فَ ُه َو ربا‬
Seperti QS Ali-Imran : 130 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda”
1.4 Ruang Lingkup Muamalah
Ruang Lingkup Muamalah sebagai berikut :
1.4.1 Muamalah Duniawiyah
Setiap manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi seperti dalam
Q.S Al-Baqarah (2) : 30 sehingga memandang dan menyikapi kehidupan
dunia secara aktif dan positif serta tidak menjauhkan diri dari kehidupan
dengan landasan iman, Islam, dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah.
Manusia pun harus mencerminkan cara berpikir yang Islami yang dapat
membuahkan karya-karya pemikiran maupun amaliah yang
mencerminkan keterpaduan antara orientasi habluminallah dan
habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia.

1.4.2 Muamalah dalam Keluarga


Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai
tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan,
karenanya menjadi kewajiban setiap manusia untuk mewujudkan
kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah yang dikenal
dengan Keluarga Sakinah.

1.4.3 Muamalah dalam Bermasyarakat


Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan
kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota
masyarakat lainnya masing-masing dengan memelihara hak dan
kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim,
Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk
bersikap baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan
kehormatan sebagai tetangga, memberi makanan yang halal dan boleh
pula menerima makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan
memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang diajarkan Agama
Islam. Begitu pula dengan berorganisasi, seperti Q.S Ali-Imran (3) : 104
yang artinya : “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung”
Dari ayat tersebut dikatakan segolongan orang, dimana dimaksudkan
bahwa sekelompok umat yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
sama. Tujuan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah menyeru
kepada kebajikan dan berbuat ma’ruf serta mencegah dari perbuatan
mungkar.

1.4.4 Muamalah Maliyah (Harta Benda)


Mengatur tentang perbuatan seseorang yang berkaitan dengan kekayaan
dan pemeliharaan hak-hak nya seperti jual beli, pegadaian, perserikatan,
utang-piutang, perjanjian.
Harta dibagi menjadi :
- Harta Pribadi (pemilik bebas menggunakannya. Jika harta pribadi
sedang dalam kekuasaan orang lain seperti jaminan hutang maka
pemilik harta tidak boleh melakukan tindakan hukum).
- Harta Umum (pemanfaatannya ditujukan untuk kepentingan orang
banyak. Masyarakat yang memanfaatkannya tidak boleh merusak dan
menjadikannya milik pribadi).
- Harta Serikat (antara beberapa orang, tindakan hukum masing-masing
pemilik harta terbatas pada tindakan yang tidak merugikan hak hak
sekutunya).
- Harta Mubah (siapa saja boleh memanfaatkannya selama tidak
mengganggu atau merusak lingkungan masyarakat).
- Harta Mahjur (harta yang tidak boleh diperjualbelikan, diwariskan,
dihibahkan, atau dipindah tangankan untuk kepentingan individu).
Jual beli adalah saling tukar menukar harta dengan cara ijab qabul yang
berakibat terjadinya perpindahan kepemilikan. Dasar hukum dari jual
beli adalah Q.S Al-Baqarah (2) : 275 “dan Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba”.
Rukun jual beli adalah pembeli dan penjual, barang yang
diperjualbelikan, harga (uang), ijab dan qabul.
1.4.5 Muamalah Munakahat (Pernikahan)
Pernikahan menurut hukum islam adalah akad yang sangat kuat untuk
menaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.
Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul
oleh memperlai pria atau wakilnya, disaksikan oleh dua orang saksi.
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita (barang, uang) yang tidak bertentangan dengan agama.
Rukun nikah adalah:
- Calon Suami
- Calon Istri
- Wali Nikah (Nasab atau Hakim)
- Dua Orang Saksi
- Ijab dan Qabul

1.4.6 Muamalah Mawarits (Warisan atau Peninggalan)


Mawarits adalah hukum yang mengatur tata cara pembagian harta
peninggalan orang yang meninggal dunia. Syariat islam menetapkan
aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya
ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki
maupun perempuan dengan cara yang legal. Sayriat islam juga
menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal
dunia kepada ahli warisnya dari seluruh kerabat dana nasabnya baik dari
jenis laki-laki maupun perempuan.
Dasar hukumnya disebutkan dalam Q.S An-Nisa (4) : 7 “bagi laki-laki
ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya,
dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orangtua dan keabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian
yang telah ditetapkan”
Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang
berkaitan dengan hak kewarisan. Bagian yang harus diterima semuanya
dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai
anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya
sebatas saudara seayah atau seibu.
1.4.7 Muamalah Siyasah (Kehidupan dalam Bernegara)
Siyasah menurut bahasa adalah pemerintahan, pengambilan keputusan,
pembuat kebijakan, pengurusan, pengawasan atau perekayasaan.
Prinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya dan
sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat dan tidak boleh
menghianati amanat, menegakkan keadilan, hukum, dan kebenaran,
ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah Allah dan
Rasul, mengemban risalah Islam, menunaikan amar ma’ruf, nahi
munkar, dan mengajak orang untuk beriman kepada Allah,
mempedomani Al-Quran dan Sunnah, mementingkan kesatuan dan
persaudaraan umat manusia, menghormati kebebasan orang lain,
menjauhi fitnah dan kerusakan, menghormati hak hidup orang lain, tidak
berhianat dan melakukan kezaliman, berlomba dalam kebaikan,
bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak bekerjasama
(konspirasi) dalam melakukan dosa dan permusuhan, memelihara
hubungan baik antara pemimpin dan warga, memelihara keselamatan
umum, hidup berdampingan dengan baik dan damai.

1.4.8 Muamalah dalam Lingkungan


Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang
terkandung di dalamnya merupakan ciptaan dan anugerah Allah yang
harus diolah/dimakmurkan, dipelihara, dan tidak boleh dirusak. Seperti
dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 27.

1.4.9 Muamalah dalam IPTEK


Setiap manusia dianjutkan untuk menguasai dan memiliki keunggulan
dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana
kehidupan yang penting untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, manusia mempunyai
kewajiban untuk mengajarkan kepada masyarakat, memberikan
peringatan, memanfaatkan untuk kemaslahatan dan mencerahkan
kehidupan sebagai wujud ibadah, jihad, dan da'wah.

Anda mungkin juga menyukai