LIMBAH INDUSTRI
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2014/2015
MODUL
DOSEN PEMBIMBING
Praktikum
: 15 Oktober 2014
Penyerahan Laporan : 22 Oktober 2014
Oleh :
Kelompok
: VII (Tujuh)
Nama
: 1. Nelsa Rahmita
(121411053)
2. Nur Aida A
(121411054)
: 3B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan
mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen
yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang
sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mikroorganisme baru dapat
bertumbuh. Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah proses
pengolahan dengan menggunakan metode lumpur aktif.
Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan
proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik
yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi
yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari air limbah yang
telah terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter mikroorganisme pembentuk
lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi.
Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung
senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat
dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya seperti
cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman tanaman, general cleaning, fish
pond car wash dan kebutuhan air yang lainnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur
ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi
kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang
pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh
dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada
dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2
dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused)
atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan.
Tangki aerasi : di dalam bak ini terjadi reaksi penguraian zat organik oleh
mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut.
Bak pemisah (Clarifier): yaitu tempat lumpur aktif dipisahkan dari cairan untuk
dikembalikan ke tangki aerasi, kelebihannya dibuang.
mikroorganisme mendegradasi
bahan-bahan organik
dengan
terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filamen yang menyebabkan lumpur aktif sulit
mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka akan terbentuk busa yang brasal dari pertumbuhan
bakteri yang berbentuk busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang
menjadi acuankeberhasilan pengoprasian sistem lumpur aktif.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
ALAT
1. Peralatan Lumpur Aktif Konvensional
2. Labu Erlenmeyer 250 ml 2 buah
3. Corong Gelas 2 buah
4. Cawan Porselin 2 buah
5. Desikator 1 buah
6. Neraca Analitis 1 buah
7. Oven 1 buah
8. Furnace 1 buah
9. Hach COD Digester 1 buah
10. Tabung Hach 3 buah
BAHAN
1. Glukosa
2. KNO3
3. KH2PO4
4. HgSO4
5. H2SO4
6. K2Cr2O7
7. FAS
8. Indikator ferroin
9. Kertas Saring
Memasukkan 2,5 mL
sampel ke dalam tabung
Hach
Menambahkan 3,5 mL
pereaksi Kromat dan 1,5
mL pereaksi H2SO4
Mengeluarkan tabung
Hach dari Digester dan
biarkan dingin
Memasukkan tabung
Hach pada Hach COD
Digester dan
memanaskannya pada
suhu 150C selama 2 jam
Melakukan pekerjaan
diatas untuk aquadest
sebagai blanko
BAB IV
DATA PENGAMATAN
pH influen
: 6,77
pH nutrisi
: 7,53
DO influen
: 5,9 mg/L
DO nutrisi
: 3,3 mg/L
T influen
: 24,5oC
Blanko
Sampel 1
1,012
1,100
Sampel 2
0,920
1,062
Rata-rata
0,966
1,081
= 1,081 mL
= 0,966 mL
c (normalitas FAS)
= 0,1 N
=8
p (pengenceran)
= 20 kali
Volume sampel
= 2,5 mL
40,9722
0,8991
41,8961
40,9952
BAB V
PENGOLAHAN DATA
= 238 mg O2/L
=
VSS (MLVSS)
=
(
620 mg/L
(
=
=
x 106
)
= 45 mg/L
FSS
= TSS VSS
= 620 45
= 575 mg/L
x 100 % = 67,66%
x 0,234
= 0,0391 mol
Kebutuhan glukosa
x 180 gr/mol
= 7,0312 gr
Kebutuhan KNO3 =
Kebutuhan KH2PO4 =
x 7031,25 x
x 7031,25 x
BAB VI
PEMBAHASAN
Nelsa Rahmita (NIM 121411053)
Percobaan kali ini praktikan melakukan proses pengolahan limbah dengan metoda
lumpur aktif. Metode lumpur aktif merupakan proses pengolahan secara aerobik dengan
cara mendegradasi kandungan bahan organik oleh mikroorganisme menjadi CO2, H2O,
NH4, dan mikroba baru. Pengolahan air limbah secara aerobik tentunya membutuhkan dan
menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam
mikroorganisme. Selain berfungsi untuk menyuplai oksigen bagi mikroorganisme aerobik,
aerotor juga berfungsi untuk menjaga lumpur aktif agar selalu konstan untuk pengadukan
dan kontak yang cukup.
Kondisi operasi pada percobaan ini yaitu sebelum dilakukan pengenceran pada
sampel dengan nilai pH yaitu 6,77; DO 5,9 mg/L; suhu 24,5 0C sedangkan sesudah
ditambahkan nutrisi yaitu dengan nilai pH 7,53; DO 3,3 mg/L. Adapun kondisi sebagai
acuan dari praktikan dengan kandungan BOD sebesar 500 mg/L dalam rekator 15 L adalah
dengan nilai perbandingan komposisi yang dimasukan kedalam sempel berupa
glukosa:KNO3:KH2PO4 yaitu 100:5:1. Sehingga dari perhitungan didapat untuk kebutuhan
glukosa yaitu sebagai nutrisi adalah 7,03125 gram, kebutuhan KNO3 sebesar 2,536 gram
dan kebutuhan KH2PO4 sebesar 0,3085 gram. Fungsi penambahan dari yaitu sebagai
sumber karbohidrat, nitrogen sebagai sumber protein, dan posfor sebagai sumber mineral
untuk mikroorgansme pendegradasi.
Berdasarkan percobaan dan perhitungan terhadap kondisi tersebut maka didapatkan
nilai COD awal sebelum proes degradasi cukupt besar yaitu 736 mgO2/lt, sedangkan
setelah proses degradasi selama lima hari nilai COD yang diperoleh adalah sebesar 238
mgO2/lt . Hal ini menunjukan bahwa kandungaan organik yang terdekomposisi oleh
mikroorganisme pada sempel limbah telah mengalamai penurunan. Besarnya penurunan
kandungan organik menghaslkan efisiensi sebesar 67,66 %.
Berdasarkan literatur
beda jauh sebesar 0,920 mL sehingga rata-rata didapatkan sebesar 0,966 mL. Dan untuk
hasil titrasi awal blanko sebasar 1.1 mL dan titrasi kedua sebesar 1,062 mL sehingga ratarata didapatkan sebesar 1,081 mL. Kemudian praktikan menghitung nilai MLVSS ( Mixed
Liquor Volatile Suspended Solid ) secara gravimetri sehingga diperoleh nilai sebesar 45
mg/L.
dengan menggunakan larutan Ferro Amonium (FAS) 0,1 N dan ferroin sebagai indicator.
Titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah bata/coklat.
Volume FAS yang digunakan untuk titrasi sample dan blanko-lah yang digunakan untuk
menghitung nilai COD. Titrasi dilakukan secara duplo agar hasil titrasi semakin akurat.
Setelah dilakukan perhitungan didapat nilai COD awal sebesar 736 mg O2/L. Setelah
penentuan COD awal, kemudian dilakukan pemberian nutrisi kedalam Tangki Lumpur
Aktif. Nutrisi yang diberikan merupakan campuran dari glukosa, KNO3, dan KH2PO4
yang dilarutkan dalam aquades. Setelah lima hari, dilakukan kembali penentuan COD
dan diperoleh nilai COD akhir sebesar 238 mg O2/L. Dari nilai COD awal dan COD
akhir maka dapat diketahui efisiensi pengolahan sebesar 67,66%.
MLVSS dihitung untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi
atau pendegradasi air limbah dengan cara mengukur kandungan padatan tersuspensi
yang mudah menguap. Peralatan yang digunakan untuk mengukur MLVSS harus
ditimbang terlebih dahulu secara gravimetric untuk menghilangkan uap air yang
terkandung dalam cawan pijar dan kertas saring. Kertas saring yang telah diketahui
beratnya digunakan untuk menyaring sample yang akan diuji. Hasil penyaringan
kemudian dipanaskan didalam oven dan selanjutnya di furnace kemudian ditimbang
beratnya secara gravimetric pula. Berat yang diperoleh hasil pemanasan digunakan untuk
menghitung TSS dan MLVSS. Nilai TSS yang didapat adalah 620 mg/L sedangkan nilai
MLVSS adalah 45 mg/L. Dari kedua data tersebut dapat diketahui banyaknya padatan
tersuspensi yang tidak menguap (FSS) adalah sebanyak 575 mg/L.
Selain itu perlu adanya penambahan nutrisi agar mikroba dapat tumbuh secara
optimal. Penambahan nutrisi dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1.
Berdasarkan perbandingan di atas penambahan glukosa, KNO3 dan KH2PO4 berturut
adalah 7,0312 gram; 2,5362 gram; dan 0,3085 gram. Glukosa digunakan sebagai
sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, dan KH2PO4 sebagai sumber fospor.
Perbandingan banyaknya nutrisi yang ditambahkan kedalam mixed liquor volatile
suspended solid terhadap mikroba tersuspensi merupakan ukuran kualitas mikroba
pendegradasi.
Disamping itu, diukur juga DO influen menggunakan DO-meter dan diperoleh
nilai DO sebesar 5,9 mg/L. DO (Dissolve Oxygen) menunjukan banyaknya oksigen
terlarut di dalam air limbah, semakin besar nilai DO maka kualitas air akan semakin
bagus. Nilai DO diatas tidak memenuhi standar baku mutu limbah, yaitu 9 mg/L
sehingga dapat dipastikan kualitas air limbah tersebut masih buruk dan perlu disimpan
lebih lama lagi di tangki aerasi tersebut.
Parameter lain yang sering digunakan dalam menentukan kualitas air limbah
dengan proses aerobic adalah nilai COD dan MLVSS. Untuk mendapatkan nilai
COD, sampel air limbah yang telah diencerkan sebanyak 20 kali ditambahkan dengan
kalium bikromat dan sulfat pekat. Kalium bikromat berfungsi sebagai oksidator untuk
mereduksi zat organic sedangkan sulfat pekat berguna untuk memberikan suasana
asam sekaligus sebagai katalis pada proses tersebut. Sampel kemudian dilakukan
pemansan dengan menggunakan Hach COD Digester pada suhu 150oC selama 2 jam
yang bertujuan untuk mempercepat proses penguraian zat-zat organic didalam sampel.
Nilai COD diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan data yang praktikan dapatkan
dari titrasi sampel dengan menggunakan FAS 0,1 N. Praktikan mendapatakan nilai
COD awal sebesar 736 mg O2/L. Setelah ditunggu selama 5 hari COD akhir diperoleh
sebesar 238 mg O2/L. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep
51/MENLH/10/1995 nilai ambang batas COD adalah 100 mg/L, maka untuk
menurunkan nilai COD pada air limbah tersebut diperlukan waktu yang lebih lama
untuk mikroorganisme mendegradasi zat-zat organic yang terkandung didalamya.
Dari kedua data COD tersebut dapat peroleh nilai efisiensi dari pengolahan limbah
dengan metode lumpur aktif ini adalah 67,66%. Dengan effisiensi pengolahan yang
sedang membuktikan bahwa pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif cocok
KESIMPULAN
1. COD awal sampel limbah cairdengan pengenceran 20 kali sebesar 736 mgO2/lt.
2. COD akhir sampel limbah cair setelah 5 hari sebesar 238 mgO2/lt.
3. Kandungan MLVSS sebesar 45 mg/L.
4. Kebutuhan C6H12O6 sebesar 7,03125 gram , kebutuhan KNO3 sebesar 2,536 gram, dan
kebutuhan KH2PO4 sebesar 0,3085 gram
5. Pengukuran efesiensi pengolahan lumpur aktif diperoleh sebesar 67,66 %.
DAFTAR PUSTAKA
Aninom, tt, Makalah Lumpur Aktif https://www.scribd.com/doc/110659623/
Makalah-Lumpur-Aktif diakses pada 21 Oktober 2014
Budiastuti, Herawati. 2011. Lumpur Aktif Konvensional. Bandung : Politeknik
Negeri Bandung.
LAMPIRAN
Gambar
Keterangan