Anda di halaman 1dari 6

A.

Pemeriksaan Subjektif
1. CC : Pasien merasa nyeri pada Gigi paling belakangg bawah kiri
2. PI : Nyeri dirasakan sejak seminggu yang lalu serta merasa bahwa bau
nafasnya tidak sedap. Nyeri dirasakan berdenyut dan menjalar hingga ke
telinga kiri serta kepala. Nyeri hilang timbul dan terasa sakit saat mengunyah
makanan. Sejak 3 hari lalu nyeri semakin memburuk dan terus menerus.
Pasien telah minum obat parameks tetapi keluhan tidak hilang.
3. PDH: Pasien menggosok gigi sehari 2 kali dan belum pernah ke dokter gigi
sebelumnya.
4. PMH: Pasien tidak memiliki alergi obat dan tidak dicurigai adanya kelainan
sistemik
5. FH :-
6. SH:-
B. Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan EO :-
2. Pemeriksaan IO : Pembengkakan gusi yang menutupi sebagian
distal gigi molar 3 bawah kiri, warna kemerahan, terasa nyeri, dan trismus
ringan
3. Tes palpasi :-
4. Tes Perkusi :-
5. Pemeriksaan Penunjang : Gigi 38 distoanguler, puncak alveolar mengalami
penurunan, radiolusen pada distal 38
C. Definisi Perikoronitis
Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak disekeliling
gigi M3 yang akan erupsi atau belum erupsi secara sempurna. Perikoronitis
umum terjadi pada gigi impaksi gigi molar dan cenderung berulang bila
molar belum erupsi sempurna. Infeksi ini disebabkan karena flora normal dari
rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak
perikoronal. Kondisi yang biasa terjadi adalah inflamasi pada jaringan lunak
yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi pada molar ke tiga
mandibula. Perikoronitis akut menggambarkan sakit yang tajam, merah,
bernanah yang berada pada daerah molar ketiga, yang akan menyebabkan
keterbatasan membuka mulut, rasa tidak nyaman selama menelan, demam,
gangguan pernafasan (Kadaryati dan Indiarti, 2007).
D. Etiologi
Perikoronitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Hupp dkk., 2014):
1. Keseimbangan antara pertahanan host dan bakteri.
Infeksi dapat terjadi apabila pertahanan host terganggu. Dengan
demikian, meskipun gigi impaksi telah hadir selama beberapa waktu tanpa
infeksi, jika pasien bahkan mengalami penurunan pertahanan tubuh yang
ringan dan sementara, perikoronitis akan terjadi biarpun tubuh tidak
memiliki masalah imunologi.
2. Perikoronitis pada bagian posterior mandibula dapat disebabkan oleh trauma
minor dari gigi M3 maksila
Perikoronitis disebabkan karena gigi molar ke tiga maksila erupsi lebih
awal daripada molar ke tiga mandibula, sehingga molar ketiga maksila
menggingit daerah gingiva yang akan ditempati molar ke tiga mandibula
pada saat beroklusi, sehingga menyebabkan trauma yang akan menjadi jalan
masuknya sisa makan dan bakteri, akibatnya akan terjadi inflamasi.
3. Sisa makanan terperangkap di bawah operkulum
Bakteri berkolonisasi pada daerah tersebutsehingga memicu terjadinya
perikoronitis, karena makanan yang terperangkap tidak dapat dibersihkan
4. Bakteri – bakteri Streptococcus dan sejumlah besar bakteri anaerobik yang
bervariasi
Telah dijelaskan bahwa infeksi perikoronitis disebabkan karena flora normal
dari rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak
perikoronal. Keduanya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertahanan host
dan pertumbuhan bakteri
Faktor predisposisi terjadinya perikoronitis lainnya adalah siklus menstruasi
yang tidak teratur, virulensi bakteri, defisiensi anemia, stress, keadaan fisik yang
lemah, gangguan pernafasan, oral hygine yang buruk, dan trauma yang terjadi
karena cups gigi antagonis yang mengalami perikoronitis. Selain itu walina yang
hamil mengalami perikoronitis pada tri semester kedua. Lebih lanjut, lingkungan
disekitar juga berpengaruh terhadap terjadinya perikoronitis, termasuk stre dan
emosi. Stress menyebabkan penurunan saliva sehingga menyebabkan penurunan
lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi plak

E. Patofisiologi
Perikoronitis paling umum terjadi pada molar ketiga rahang bawah yang
erupsi. Penyebab yang paling sering menjadi penyebab peradangan perikoronal
adalah plak dan sisa makanan yang terjebak di antara mahkota gigi dan penutup
gingiva atau operkulum. Ini adalah sebuah area yang ideal untuk pertumbuhan
bakteri dan sulit untuk dibersihkan. Ada beberapa peluang peradangan akut pada
situs perikoronal. Mungkin karena faktor yang memperburuk seperti trauma,
oklusi atau jebakan benda asing di bawah flap perikoronal. Perikoronitis dapat
menyebabkan pelepasan jaringan inflamasi eksudat cairan dan seluler. Lebih
lanjut meningkatkan pembengkakan flap perikoronal yang mengarah ke
gangguan penutupan rahang. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses
peradangan perikoronal yang dipicu oleh trauma oklusal jaringan perikoronal
oleh gigi lawannya (Dhonge dkk., 2015).
Peradangan kronis dan infeksi operkulum terjadi bahkan ketika pasien
tidak memiliki tanda atau gejala. Pada permukaan bagian dalam operkulum,
terdapat ulserasi. Kondisi sistemik seperti influenza, infeksi saluran pernapasan
atas atau periode stres dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh host
terganggu (Dhonge dkk., 2015).
F. Tanda Klinis
1. Perikoronitis akut (Dhonge dkk., 2015)
a. Merah, bengkak, lesi bernanah yang lunak, dengan rasa sakit menjalar ke
telinga, tenggorokan, lantai mulut, sendi temporomandibular dan
submandibular posterior. Mungkin juga ada rasa sakit saat menggigit.
Pada beberapa kasus rasa sakit dapat mengganggu tidur. Terjebaknya
makanan di bawah flap perikoronal menyebabkan nyeri periodontal dan
pulpitis juga dianggap sebagai kemungkinan penyebab nyeri yang terkait
dengan molar ketiga.
b. Pasien juga mengeluh sakit selama menelan (disfagia), halitosis, dan
ketidakmampuan untuk menutup rahang.
c. Pembengkakan di pipi daerah sudut rahang dapat terlihat jelas bersama
trismus.
d. Tanda-tanda trauma pada operkulum seperti lekukan pada cusps pada
gigi atas atau ulserasi.
e. Komplikasi sistemik dapat terjadi seperti demam, leukositosis
(peningkatan jumlah sel darah putih), malaise, limfadenopati regional,
dan kehilangan nafsu makan.
2. Perikoronitis kronis (Dhonge dkk., 2015)
a. Nyeri tumpul, ketidaknyamanan ringan yang berlangsung selama satu
atau dua hari, dengan proses infeksi berlangsung selama berbulan-bulan.
b. Kehamilan dan kelelahan terkait dengan peningkatan kejadian
perikoronitis.
c. Tampilan radiografi dari tulang lokal bisa menjadi lebih radiopak pada
perikoronitis kronis.
G. Klasifikasi
Perikoronitis dapat diklasifikasikan sebagai perikoronitis akut dan kronis.
1. Akut:
Perikoronitis akut terjadi dengan onset mendadak, berumur pendek
tetapi memiliki gejala yang signifikan, seperti keterlibatan berbagai derajat
inflamasi dari flap perikoronal. Keterlibatan sistemik juga dapat dijumpai.
Perikoronitis akut terlihat pada pasien yang memiliki kebersihan mulut
sedang atau buruk (Dhonge dkk., 2015).
2. Kronis
Perikoronitis juga dapat diklasifikasikan sebagai kronis atau rekuren,
yaitu perikoronitis akut yang terjadi secara berkala. Pada perikoronitis
kronis terdapat sedikit gejala, tetapi beberapa tanda terlihat pada saat
pemeriksaan intraoral Perikoronitis akut terlihat pada pasien yang memiliki
kebersihan mulut baik atau sedang (Dhonge dkk., 2015).
H. Tata Laksana Perawatan (Dhonge dkk., 2015)
1. Lakukan irigasi dengan air hangat dengan lembut sehingga sisa makanan
dan eksudat dapat dihilangkan. Suatu cairan irigasi harus steril. Ini mungkin
termasuk air hangat, larutan salin normal, klorheksidin dan anestesi lokal.
2. Elevasi flap perikoronal dari gigi dengan scaler atau kuret dan usap bagian
bawah permukaan flap dengan antiseptik.
3. Evaluasi oklusi harus dilakukan untuk mengetahui gigi lawan mengalami
trauma dengan flap perikoronal. Jika kondisi seperti itu ada, kemudian dapat
dilakukan pengangkatan jaringan lunak atau oklusal adjustment
4. Jika terdapat abses perikoronal, buat sayatan anteroposterior dengan pisau #
15 untuk melakukan drainase.
5. Berikan antibiotik untuk pasien bersama dengan analgesik.
Mikrobiota perikoronitis adalah campuran kompleks mikroorganisme
gram positif dan gram negatif. Jadi, antibiotik spektrum luas atau antibiotik
kombinasi harus diberikan tergantung pada kondisi klinis. Antibiotik yang
dapat diberikan adalah amoksisilin 500mg tiga kali sehari selama lima hari
kombinasi dengan metronidazole 400 mg tiga kali sehari selama lima hari.
Untuk menghambat aktivitas β-laktamase, amoksisilin dan asam klavulanat
625 mg dua kali sehari selama lima hari harus diberikan dalam kombinasi
dengan metronidazol 400 mg tiga kali sehari selama lima hari. Pasien-pasien
yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 500 mg empat kali
sehari selama lima hari
6. Berikan instruksi pasien untuk menjaga kebersihan mulut dan menggunakan
obat kumur chlorhexidine 0,12% / garam hangat dua kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA

Dhonge, R.P., Zade, R.M., Gopinath, Z., Amirisetty R., 2015, An Insight into
Pericoronitis, International Journal Dental Medicine Res, 1(6):172-175
Hupp JR, Edward E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 6th Ed.
St. Louis, Mosby Elsevier; 2014. 143-57
Kardayati, L., Indiarti, I., 2007, Perawatan Perikoronitis regio molar satu kanan bawah
pada anak laki-laki usia 6 tahun, Indonesian Journal of Dentistry, 14(2):127-131

Anda mungkin juga menyukai