Anda di halaman 1dari 25

1

ABSTRAK

Umat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam,
melainkan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan, dan peradaban.
Selanjutnya, pada zaman pertengahan , umat Islam membangun hubungan dengan
Eropa dan Barat. Pada waktu itu, Islam memberikan kontribusi yang besar terhadap
kemajuan Eropa dan Barat. Hubungan Islam kristen pada masa modern meliputi
semua pilar, dikarenakan terjadi kontak langsung antar kedua komunitas agama,
suku setelah pasca perang salib dengan ekspansi barat ke timur. Hubungan tersebut
telah saling memberi dan menerima baik melalui dialog-dialog antar agama maupun
lewat penetrasi budaya dan seni, tetapi dibalik semua itu masih ada yang menantang
terutama lahirnya imperialisme dan kolonialisme dari barat. Untuk itu perlu adanya
upaya mengharmoniskan hubungan keduanya, diantaranya adalah pentingnya
menciptakan kesadaran akan dialog antar peradaban, dengan melibatkan sebanyak
banyaknya tokoh politik, cendekiawan dan masyarakat, karena selama ini tidak
terjadi komunikasi yang baik untuk saling memahami antar dua peradaban yang
terlihat saling bertolak belakang, padahal sesungguhnya diantara keduanya memiliki
beberapa kesamaan.

Kata Kunci: Relations, Islam, west.

I. PENDAHULUAN
Perang Salib merupakan momen penting interaksi Muslim dan Kristen yang
menjadi simbol peradaban Timur dan Barat, tetapi perjumpaan Islam dan Kristen
bukan dimulai sejak Perang Salib. Jauh sebelumnya, yaitu pada masa Nabi
Muhammad saw telah dicatat perjumpaan kedua belah pihak. Penganut Kristen yang
disebut dalam al-Qur'an dengan kaum Nashara (Nasrani)1 atau Ahli Kitab,2 pada
dasarnya telah mempunyai hubungan dengan penganut Islam (muslim), seperti yang
disebutkan dalam surah al-Māidah ayat 5 yaitu al-Qur'ān membolehkan kaum
muslimin memakan makanan Ahli Kitab dan menikahi wanita-wanita mereka yang
tetap beragama Nasrani dan Yahudi. Ini adalah landasan normatif tentang hubungan
dan kerjasama antara Kristen dan Islam.
Islam sejak semula menganjurkan adanya hubungan (kontak) dengan umat
lain, teristimewa umat Kristen terhadap penganut Isa as., dan Musa as. Al-Qur'ān

1
Lihat QS. Al-Baqarah/2: 113, yang terjemahnya "Dan orang-orang Yahudi berkata
"orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan" dan orang-orang Nasrani berkata
"orang-orang Yahudi tidak mempunyai suatu pegangan, padahal mereka sama-sama
membaca al-Kitab…"
2
Lihat QS. Ali Imran/3: 64, yang terjemahnya, "Katakanlah, hai Ahli Kitab marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah" itu Ahli Kitab dalam al-Qur'an sebanyak 24 kali. Lihat Muhammad Fuad Abdul Baqi,
Mu'jam al-Mufahras li al-Fazit al-Qur'an al-Karim (Darul Kitab al-Misriyah, 1945), h. 95.
2

menggunakan kata Ahli secara semantik yang berarti keluarga menunjukkan


keakraban dan kedekatan hubungan. Lebih dari itu pada awal disebarkan Islam di
Makkah pengikut nabi Muhammad saw., terpaksa meninggalkan Makkah untuk
menghindari penganiayaan komunitas Arab jahiliyah, sebagian mereka harus
berhijrah ke negara lain Ethopia. Disana mereka diterima dengan baik dan mendapat
perlindungan oleh raja Najis (Najhasi) yang beragama Kristen. Peristiwa ini
menandakan keakraban hubungan harmonis antara kedua umat3 yang tidak hanya
sebatas masalah keluarga tapi juga sudah hubungan luar negeri yang bernuansa
politik.
Memasuki periode pasca Khulafa al-Rasyidin yaitu masa berkuasanya
Dinasti Muawiyyah (yang masih ditandai dengan periode klasik) merupakan puncak
hubungan Kristen dengan Islam yang sangat menarik. Hubungan antara kedua
komunitas agama tidak hanya sebatas saling menghargai dan mengikat perjanjian
jika terjadi penaklukkan wilayah, tujuan yang lebih spesifik karena sudah mengarah
pada pengembangan ilmu pengetahuan yang akan memberi kontribusi dalam
pembentukan peradaban manusia yang lebih maju.
Dinasti Abbasiyah bukan sekedar pergantian kepemimpinan dari Dinasti
Umayyah, tapi lebih dari itu telah mengubah, menoreh wajah dunia Islam dalam
refleksi kegiatan ilmiyah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas
merupakan pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan. Kontribusi itu terlihat
pada upaya Harun al-Rasyid dan putranya al-Makmun ketika mendirikan sebuah
akademi pertama dilengkapi pusat penerapan bintang, perpustakaan terbesardan
dilengkapi pula dengan lembaga untuk penterjemahan. Gerakan keislaman pada
Dinasti tersebut lebih bersifat spesifik. Kajian keislaman yang kemanfaatannya
bersiafat keduniaan bertujuan pada ilmu kedokteran, astronomi, matematika, dan
sastra baru dikembangkan dengan penterjemahan buku-buku ilmiah dari Yunani.
Jadi kaum Kristen Yunani yang menguasai cabang ilmu tersebut oleh Ubahjah
didatangkan secara khusus ke Bagdad guna penterjemahan dalam bahasa Arab.
Masa gemilang yang disebut juga masa kekuasaan ini mewariskan kemajuan ilmu
pengetahuan, sains, dan teknologi antara lain: Astronomi, ilmu ini melalui karya
India kemudian diterjemahkan oleh Muhammad ibnu Ibrahim. Kedokteran, oleh Ali
ibnu al-Tabasi, al-Razi, al-Farabi, dan ibnu Sina. Ilmu kimia oleh Jabir ibnu Hayyan
juga al-Razi al-Tuqrai. Sejarah dan geografi, sejarawan ternama adalah Ahmad bin
al-Yaqubi Abu Jafar, Muhammad bin Jafar bin Jarir al-Tabari. Ahli ilmu bumi, Ibnu
Khurdasabah.4
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang
dan luas itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya,
bukan saja karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan

3
Lihat Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Cet. I;
Bandung: Mizan 1997), h. 67.
4
Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-
Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 50-51.
3

aspek-aspek peradaban tertentu, tetapi terutama karena sistem politik dan


pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dalam peradaban.
Sejarah peradaban Islam dibagi oleh para sejarawan kepada tiga periode,
yaitu:
1. Periode klasik (650-1250 M)
2. Periode pertengahan (1250-1800 M)
3. Periode modern (1800 M- sekarang)5
Selama kurun periode ini, hubungan Islam dan Kristen terus berlangsung,
namun makalah ini akan membuka kembali lembaran sejarah peradaban Islam pada
masa menjelang periode pertengahan, khususnya pada masa-masa kemunduran dan
keruntuhan bani Abbasiyah dan bani Fatimiyah. Pada masa itu terdapat kejadian
besar yang menjadi catatan hitam dari kontak hubungan umat Islam dan umat
Kristiani, pergolakan tersebut ditengarahi terjadi disebabkan berbagai tendensi,
seperti tendesi politik, kekuasaan, ekonomi, agama, dan lain sebagainya. Kejadian
tersebut lebih dikenal dengan Perang Salib.
Sulit dipungkiri bahwa hubungan antara Islam dan Kristen (Barat) selama
ini masih sering diwarnai sikap saling mencurigai dan memusuhi. Di lain sisi,
berakhirnya masa perang dingin dan kecenderungan di Barat untuk melihat dan
memposisikan Islam sebagai musuh dan ancaman baru menggantikan komunisme
yang sudah `berhasil' diruntuhkan. Ditambah lagi tulisan Huntington yang sangat
berpengaruh dalam mendorong terhadap kecenderungan ini melalui teorinya yang
sangat terkenal tentang “benturan peradaban” (clash of civilizations).6
Dilain sisi, Islam hingga saat ini masih mewarisi 'luka' yang sulit dihapus
akibat imperialisme dan kolonialisme Barat yang cukup lama mereka derita. Akibat
paling nyata dari `luka' dan trauma itu adalah kecenderungan dan bangkitnya
perlawanan terhadap Barat. Perlawanan itu, mula-mula berlangsung pada level
politik melalui gerakan-gerakan dekolonialisasi yang bertujuan untuk membentuk
negara-bangsa yang merdeka dan bebas dari kekuasaan Barat. Namun setelah
negara-negara Islam berhasil memperoleh kemerdekaan, gerakan dekolonialisasi
berubah arah, meninggalkan wilayah politik dan memasuki wilayah yang lebih luas,
yakni kebudayaan. Agenda pokok dalam dekolonialisasi kebudayaan itu adalah apa
yang secara retoris disebut Bung Karno sebagai "nation-building', yakni upaya
untuk membangun suatu masyarakat dengan bertumpu pada kekhususan kultur yang
berkembang secara indigenous dalam masyarakat yang bersangkutan seraya
menolak identitas yang dipaksakan dari luar, terutama Barat. Dalam konteks itulah,
segala sesuatu yang berbau Barat termasuk gagasan dan konsep HAM, mudah
mengundang resistensi dari dunia Islam. Kecenderungan ini secara lebih jelas juga
dilukiskan Mohammed Arkoun, “sekarang ini sulit untuk berbicara tentang asal-usul
Barat dari HAM tanpa menimbulkan protes darinya.”

5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada; 1994 M), h. 6.
6
Abdul Mukti Ro'uf, “Memahami Kembali Hubungan Islam-
Barat”, www.islamlib.com, 16 Pebruari 2006, diakses tanggal 14 Oktober 2017.
4

Dalam konferensi Internasional bertema, “Who Speaks for Islam, Who


Speaks for the west” yang berlangsung di Kualu Lumpur Malaysia beberapa tahun
yang silam, kembali mempertanyakan hubungan Islam-Barat untuk tidak menyebut
konflik Islam-Barat berkaitan dengan perkembangan mutakhir. Beberapa wacana
kontemporer yang menjadi bahasan materi konferensi adalah soal menguatnya aksi
terorisme. Tidak kalah penting, kemenangann HAMAS dalam pemilu di Palestina,
sengketa nuklir di Iran, dan pemuatan karikatur Nabi Muhammad saw di Jyllands
Posten Denmark dan tentu saja carut-marut pemerintahan Irak pasca invasi AS ikut
mewarnai diskusi tentang diskursus Barat-Islam kontemporer.
Pasang surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah yang perlu
diletakkan dalam kerangka kajian kritis historis untuk mencari sebab-sebab pasang
surut hubungan itu dan secepatnya dicari solusi yang tepat untuk membangun
hubungan tanpa dominasi dan konflik di masa-masa mendatang. Barat selama ini
dicurigai sebagai pihak yang telah memaksakan agenda-agenda “pem-Baratan” di
dunia Islam dalam rangka mengukuhkan hegemoni globalnya. Dampak yang
ditimbulkan dari hegemoni global Barat adalah semakin terpinggirkannya peran
ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam panggung sejarah peradaban
dunia.7
Beberapa kasus di atas memunculkan kembali sentimen “anti-Barat” bagi
dunia Muslim dan sentimen “anti-Islam” bagi dunia Barat. Seolah-olah, dua
peradaban besar itu hendak dibenturkan pasca-berakhirnya perang dingin kedua.
Jika memang Islam dipersepsi Barat sebagai “ancaman” seperti diingatkan oleh
Esposito, dan Barat dijadikan “musuh” oleh dunia Islam, maka apa jadinya masa
depan peradaban dunia? Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan maka
tulisan ini akan menguraikan tentang bagaimana hubungan Islam dengan Kristen
(Barat) dalam sejarah, apa penyebab konflik dan bagaimana sikap serta pandangan
barat terhadap islam dan sebaliknya, serta bagaimana upaya membina keharmonisan
hubungan antara islam dengan barat.

II. PEMBAHASAN

A. Hubungan Islam dengan Kristen (Barat)


Umat islam menduduki spanyol pada zaman Khalifah al-Walid (705-715 M)
salah seorang khalifah dari Dinasti Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Islam

7
Pangeran Charles, Islam dan Barat, dalam Atas Nama Agama, : Wacana Agama
Dalam Dialog "Bebas" Konflik, (Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998), 181, menurut
Charles, Barat seringkali terjebak menjadi sombong dan merancaukan pengertian
modernitas, yaitu modernitas sebagai perubahan kearah seperti yang mereka inginkan yaitu
sesuai atau mirip dengan Barat, dan hal ini sangat arogan karena tidak ada penghargaan
terhadap norma dan tata nilai yang telah ada di Masyarakat muslim dan telah membudaya
secara turun temurun.
5

mengalami kejayaan di Eropa kurang lebih tujuh setengah abad, 8 Hampir di seluruh
penjuru Eropa, para pelajar –mahasiswa berdatangan menuntut ilmu di Cordova,
diberbagai universitas yang telah didirikan oleh pemerintahan islam. Setelah mereka
selesai kuliah, para mahasiswa kembali ke negaranya masing-masing untuk
menyebarkan ilmu yang mereka peroleh di Cordova Spanyol.9
Setelah Barat (Kristen) mengalami kemajuan peradaban, maka mereka tidak
menginginkan islam tetap berjaya di Eropa. Pada tahun 462 H/1069 M. Raja
Romawi, Armanus berencana menyerang markas-markas islam dengan maksud
menghancurkan kaum muslimin. Setelah penyerangan tentara romawi, yang ternyata
berakhir dengan kekalahan tentara romawi oleh tentara islam.10 Itulah perang salib
yang pertama berkobar.
Pada akhir abad ke-8 M, setelah berhasil menguasai Andalusia dan
semenanjung Iiberia (Spanyol dan Portugal sekarang), pasukan kaum Muslimin
berhasil menerobos wilayah Perancis, salah satu jantung utama peradaban Kristen
pada masa itu. Pada abad ke-16 dan 17 M, peristiwa serupa terulang lagi. Pasukan
Turki Usmani memporak-porandakan Eropa yang selama satu milenium
membangun peradaban dan kebudayaan dengan tenang, tanpa gangguan yang berarti
dari luar benua itu. Bahkan pada abad ke-18 dan 19 M, ketika kekuasaan kolonial
Eropa (Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan Perancis) telah mencengkram
banyak negeri dunia termasuk wilayah kaum Muslimin yang luas, sekali lagi
pasukan Turki Usmani yang perkasa menusuk jantung Eropa dan memporak-
porandakan kota-kota mereka. Mereka hampir saja menguasai Hongaria dan Austria,
pintu masuk utama ke Eropa Barat dan Skandinavia. Kenyataan ini semakin
memperkuat anggapan Barat bahwa Islam adalah agama pedang yang disebarkan
melalui peperangan dan tindakan kekerasan, dan karenanya merupakan ancaman
besar bagi peradaban Eropa. Untuk membendungnya merupakan kewajiban bangsa
Eropa, sebab kalau dibiarkan tatanan dunia akan porak poranda disebabkan hadirnya
agama yang lahir di padang pasir Arabia yang tandus itu.
Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1096-1270 M)
dalam enam gelombang, menambah parah kebencian orang Eropa terhadap Islam,
dan sebaliknya orang Islam terhadap Eropa Kristen. Orang Eropa kesal karena tidak
memperoleh kemenangan yang diharapkan dari peperangan yang lama itu dan tidak
pula berhasil merebut Yerusalem tempat salib suci disimpan. Ketika itu kekuasaan
Bani Saljuk di wilayah Iraq, Iran dan sebagian Asia Tengah sedang mencapai
puncaknya.
Namun perlu diingat bahwa hasil dari perang salib, orang eropa dapat
mempelajari dan memodifikasi serta mengaplikasi beberapa temuan penting yang

8
Abuddin Nata (Ed), Sejarah Pendidikan Islam Periode Klasik dan Pertengahan
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 259-269.
9
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dari Bani Umayah hingga
imprealisme Modern, diterjemahkan oleh Fadhli Bahri (Cet.V; Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2005), 322-323.
10
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dari Bani Umayah hingga
imprealisme Modern, 323.
6

telah dihasilkan oleh orang islam pada masa-masa sebelumnya. Hal ini banyak
berkaitan dengan masalah seni, industri, perdagangan dan pertanian.11
Pada akhir abad ke-11 M Armenia, yang merupakan wilayah paling timur
dari kekaisaran Byzantium ditaklukkan oleh pasukan Saljug. Perang dahsyat
berkobar pada tahu 1071 di Manzicert, dekat perbatasan Armenia dan Anatolia.
Tentara Byzantium mengalami kekalahan. Hasrat Byzantium untuk membalas
kekalahannya itu berubah menjadi perang agama.
Fakta-fakta yang telah dikemukakan cukup memberi gambaran bahwa sejak
awal orang Eropa atau Barat memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Islam, baik
Islam sebagai agama ataupun Islam sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki
kebudayaan dan peradaban berbeda dari mereka. Selama beberapa abad kekaisaran
Byzantium di Konstantinopel berhasil membangun tembok tinggi yang memisahkan
secara tegas antara dunia Islam di Timur dan dunia Kristen di Barat.
Kesalahpahaman Eropa terhadap Islam adalah buah yang dihasilkan oleh
pembangunan tembok pemisah antara dua peradaban ini. Sumber-sumber Byzantium
yang memandang Islam sangat buruk dalam semua aspek dari ajaran agamanya
dijadikan kacamata Barat dalam memandang dan menyikapi Islam.
Dikatakan misalnya bahwa agama Islam tidak lebih dari aliran sesat dan
bentuk kemurtadan yang timbul dari agama Kristen. Dengan kata lain, Islam adalah
ajaran Kristen yang menyimpang. Muhammad adalah nabi palsu, yang memperoleh
pengetahuan agama dari seorang pendeta Kristen bernama Bahira. Kitab suci al-
Qur`an pula dianggap sebagai kitab yang dibawa di atas tanduk lembu putih. Lebih
jauh dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah tukang sihir yang berhasil
meyakinkan orang banyak bahwa dia memperoleh wahyu dari Tuhan setelah
melakukan ritual yang menjijikkan.12
William Muir mengatakan dalam bukunya, “Pedang Muhammad dan al-
Qur‟an adalah musuh paling berbahaya bagi Peradaban, Kebebasan dan Kebenaran
yang dijunjung tinggi oleh dunia yang beradab!” Kurang lebih seperti inilah
pemahaman tentang Islam yang hidup dalam jiwa dan pikiran para pemimpin Eropa,
sebelum dan sesudah Perang Dunia II, dari zaman Napoleon sampai zaman Bush
dan Tonny Blayr.

B. Konflik antara Islam dengan Kristen (Barat)

Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi


dua warna yang mencolok yakni warna cerah yang meliputi kehidupan bersama
dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Warna yang kedua
warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang.
Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan
sadar atau tidak, dialami oleh kedua belah pihak.

11
Philip k.Hitti, History of The Arab, ( T.t., t.p, t.th), 136-137.
12
Akbar Muzakki, Dunia Islam, http:// Dunia,pelajar Islam.or.id.dunia. (14
Oktober, 2017)
7

Perluasan kekuasaan Islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-


daerah Kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di
Italia, antara lain Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-
konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa
baru. Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan
Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan
antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum
Perang Salib, kaum Muslim, Kristen, dan Jahudi di Spanyol dapat hidup
berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan
Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan
sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah
gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.13
Penamaan “perang salib” tidak serta merta muncul, bahkan menurut para
sejarawan, perang ini bisa saja dinamai dengan nama lain, tergantung dari sudut
pandang melihat pelaku dan maksud dari tujuan perang tersebut. Jika dilihat dari
segi pelaku, maka perang ini dinamakan perang antara pasukan Timur dan pasukan
Barat, jika dilihat dari segi tujuan maka daerah Persia dari satu sisi dan Yumania,
Rumania, dan Rum dari sisi lain maka perang tersebut lebih kepada perang
perebutan tahta dan kekuasaan untuk menguasai dunia, adapun pada masa
pertengahan sejarah maka barulah muncul penamaan perang salib karena dilihat dari
sisi yang lebih khusus yang berperang dalam kejadian tersebut yaitu antara pasukan
Muslim melawan pasukan Nashrani khusunya dari Eropa.
Pada masa modern ini, penamaan kejadian ini lebih kepada penjajahan
orang-orang Barat kepada daerah-daerah Timur yang khususnya didiami oleh
sebagian besar penduduk Muslim.14
1. Islam sebagai musuh yang dihadapi Kristen (Barat)
Ada beberapa analisis tentang akar konflik antara Islam dengan Barat
(Kristen) pada umumnya yaitu:
a. Pandangan awal orang Kristen mengenai Islam yang diturunkan dari
konstruksi Al Kitab, diantaranya dalam surat Kejadian pasal 21 ayat 12 :
“Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang
dikatakan Sarah kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya sebab yang akan
disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. (Kej. 21 : 12)
Mitos dan evangalisme misionaris menjadi cara utama bagi diskursus resmi gereja
mengenai Islam.
b. Islam dipandang sebagai penyimpangan atau bid‟ah dari Kristen.15

13
http://www.oaseonline.org/artikel/ati-perangsalib.htm (dikutip tgl 5 januari 2010)
14
Lihat Muhammad Al-„Aruusiy al-Mathawi, Al-Hurubu Al- Shalibiyah fi al-
Masyriq wa al-Maghrib (Cet. I, Kairo: Dar. Al-Gharbi: 1982), h. 27-28.
15
Taufik Abdullah (Editor). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Van
Hoeve. 2002), 236-238
8

Yohanes, seorang teolog Kristen pertama yang serius memperhatikan Islam


menulis bahwa Islam mempercayai Tuhan, tetapi menolak kebenaran pokok tertentu
dalam Kristen, dan karena penolakan itu, maka keseluruhan doktrin agama itu
menjadi tidak bermakna. Polemik ini muncul pada masa awal Islam dan terus
berlangsung hingga bersamaan dengan makin meluasnya kekhalifahan Islam ke
Suriah, Yerussalem dan Mesir di Timur, dan Afrika Utara, Spanyol serta Sicilia di
Barat.
c. Citra buruk Islam sepanjang perang salib dalam pandangan Barat sedikitnya
ada 6 hal, yaitu :
1) Muhammad sebagai anti-Kristus
2) Islam adalah agama palsu dan pemutarbalikan kebenaran
3) Islam adalah agama kekerasan
4) Islam adalah agama pemuasan kenikmatan diri, terutama kepuasaan seksual.
5) Politik standar ganda yang diterapkan Barat atas negara-negara Islam.16
6) Dominasi media Barat yang tidak Netral.17
Anggapan orang Eropa Kristen terhadap Islam sebagai ancaman besar
berakar dalam perbedaan yang menyolok antara aqidah dan doktrin Kristen dengan
aqidah dan doktrin Islam. Lahirnya agama Islam dan pesatnya perkembangan agama
ini dalam waktu yang relatif singkat, menumbuhkan perasaan benci yang amat
mendalam. Betapa tidak. Doktrin trinitas yang mereka agungkan digugat habis-
habisan oleh ajaran tauhid Islam. Yesus Kristus yang mereka yakini sebagai putra
Tuhan, dianggap hanya sebagai nabi seperti halnya nabi-nabi lain sebelum Isa. Islam
juga menolak anggapan bahwa yang mati di palang salib adalah Yesus Kristus untuk
menebus dosa umat manusia. Bagi Islam yang mati di palang salib adalah orang lain
yang rupanya mirip Nabi Isa a.s. Nabi Isa sendiri raib entah kemana berkat
pertolongan Tuhan
Islam dengan Barat, atau Barat dengan Islam, adalah kisah benturan
peradaban yang langgeng dan tak kunjung usai. Selama hampir 1300 tahun orang-
orang Eropa memandang Islam sebagai ancaman terbesar bagi peradaban dan
kebudayaan mereka. Penyebab awalnya berkaitan dengan persoalan sistem
kepercayaan yang berbeda, baru kemudian dikaitkan dengan masalah ekonomi,
politik dan kebudayaan. Karenanya sejak itu pula mereka menyusun berbagai siasat
dan strategi untuk menghancurkan dan memporak-porandakan kebudayaan serta
peradaban Islam.
Kembali mengenang kasus perang Amerika menyerang Irak dengan alasan
penegakan demokrasi dan HAM. Adapun siasat yang digunakan antara lain
mengekspos secara meluas tentang kekejaman Presiden Irak Saddam Husein

16
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
Sekuler-Liberal.(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 58.
17
Akbar s. Ahmad, Rekonstruksi sejarah Islam, Ditengah Pluralitas Agama dan
Peradaban,(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), 343-359. Lihat juga pada, Khudori
Sholeh, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), 59-60
9

terhadap musuh-musuh politiknya, memboikot ekonomi dan obat-obatan, sehingga


masyarakat internasional dan rakyat dalam negeri Irak antipati terhadap pemerintah
Saddam.
Demikian juga dalam menghadapi Afghanistan dengan taktik mengekspos
secara meluas melalui TV, tentang keadaan masyarakat, rakyat kecil yang hidup
dalam kebodohan dan ketertinggalan ilmu pengetahuan terutama perempuan, yang
hidup terkurung memakai cadar tebal, yang memancing image bagi manusia
berperadaban bahwa Afghanistan menekan kaum perempuannya supaya tidak maju.
Kemudian terhadap Iran dengan Issu pengembangan senjata nuklir yang
dilakukan oleh Iran , ini menurutnya (Amerika) Iran telah melanggar perjanjian
Internasional tentang pelarangan pegembangan senjata nuklir, kecuali untuk
perdamaian dan untuk energi industri. Amerika juga menuduh Presiden Iran ketika
itu Ahmadinejad sebagai seorang yang berpotensi menjadi teroris, karena diketahui
oleh pihak intelijen Amerika bahwa ia adalah koordinator penyanderaan orang-orang
amerika dan pejabat kedutaan Amerika ketika rakyat Iran mengusir dictator Reza
Vahlefi penguasa Iran, yang menjadi Boneka Amerika ketika terjadi revolusi Iran
yang digerakkan oleh pemimpin spiritual Iran (syiah) Ayatullah Khomeini pada
tahun 1979.
Adapun cara Amerika menghadapi Negara Islam atau Negeri yang muslim
mayoritas serta kelompok organisasi keagamaan yang menganut garis keras
(fundamental dan radikal) dengan mempersepsikan seperti Afghanistan, sebagai
tempat persembunyian dan tempat pelatihan militer bagi teroris-teroris internasional.
Libya, tempat Presiden Chaddafi yang tidak mau berkompromi dengan Amerika,
pemerintah Palestina yang sekarang dipimpin oleh kader-kader militan Hamas
termasuk Indonesia yang sangat berpotensi sebagai tempat beroperasinya terorisme
yang setiap saat mengancam orang-orang Asing (Barat-Amerika) yang ada di
Indonesia. Kesemuanya itu, dihadapi oleh Amerika dengan tuduhan sarang teroris
Internasional.
Menurut Prof. Ibrahim M. Abu Rabi‟: Dahulu kalau terjadi perbedaan
antara Islam dengan Kristen, tidak terlalu jauh. Namun yang terjadi sekarang
perbedaan itu sangat besar dan tajam.18 ditengarai dengan berbagai peristiwa konflik
di belahan bumi yang lain seperti telah disebutkan dan beberapa daerah di Indonesia.
Menjawab pertanyaan bagaimana dengan negara Indonesia, Guru Besar pada
Islamic Studies and Christian-Muslim Relations, the Macdonald Center for the
Study of Islam and Christian-Muslim Relations ini mengatakan, orang Islam di
Indonesia berpikir negara dipandang dari sudut agama. Kebijakannya sangat
dipengaruhi oleh agama termasuk partai-partai. “Akibatnya kalau ada kesalahan
dalam negara, maka dengan mudah ditimpakan kepada partai-partai atau lembaga
agama karena telah mempengaruhi negara. Zaman penjajahan juga telah banyak
mempengaruhi Islam. Sebab dengan datangnya penjajah selalu membawa
misionaris,.

18
Luluk Fikri Z, Metode Pendektatan dalam study Islam,http://elfikry.blogspot.com
(diakses, 14 Oktober, 2017).
10

Di Indonesia misalnya, hubungan Muslim-Kristen dalam beberapa dekade


terakhir ini banyak diwarnai konflik sehingga masyarakat sering mengalami
ketegangan. Sejak peristiwa Situbondo sampai perusakan tempat ibadah di Jawa
Barat, rasa saling percaya antara umat berbeda agama menjadi berkurang bahkan
dalam situasi tertentu hilang sama sekali. Yang tersisa tinggallah rasa saling curiga,
was-was atau dendam pada komunitas tertentu. Banyak kalangan mulai
mempertanyakan kerukunan umat beragama di Indonesia yang selama ini diklaim
berjalan baik dan harmonis. Kenyataannya, sepanjang tahun 1990-an ,dari
serangkaian kekerasan dan kerusuhan massa beraroma SARA, unsur agama cukup
menonjol. Di antaranya kekerasan yang terjadi di Situbondo 1996, Tasik Malaya
1997, Ketapang 1998, Kupang 1998, Ambon 1999 dan Mataram 2000. Atas nama
“agama” sebuah komunitas tidak segan-segan merusak infrastruktur komunitas
lain. Kerugian fisik tempat dan sarana ibadah dapat dikalkulasi dan direhabilitasi,
tetapi kerugian berupa pencederaan moral dan spiritual terlebih jiwa terlalu sulit
untuk dinilai.
Ironis memang, Bangsa Indonesia yang sering disebut sebagai bangsa
bertoleransi tinggi dan berkerukunan agama, bahkan sering disebut sebagai
religious society, lebih dari itu, M. Arkoun dan Sajida S.Alvi pun pernah
mengagumi dan memuji bangsa Indonesia sebagai masyarakat muslim yang
pluralistik baik intra maupun antarumat beragama, ternyata ada yang lebih
menyenangi dan menempuh jalan violence baik simbolik maupun manifest. dan
mengabaikan kedamaian sebagaimana diajarkan oleh semua agama sebagai jalan
keluar dari krisis.
Tragedi 11 september menjadikan hubungan islam dengan barat berubah
180 derajat dan menyebabkan terpuruknya citra islam dimata dunia barat. Mentalitas
abad pertengahan Kristen pun yang penuh permusuhan dan kebencian terhadap
islam, bangkit kembali. Sejak itu umat islam khususnya dibarat terpojokkan. Mereka
dianggap musuh dan biang keladi aksi terror yang menggemparkan dunia termasuk
umat islam sendiri. Umat islam di barat dan juga bangsa arab sejak itu terkadang
diperlakukan secara diskriminatif, penuh kecurigaan dan cemoohan.19
2. Barat (Kristen ) dalam Pandangan Muslim.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri Amerika beserta sekutunya,
dibenak mereka masih tersimpan dendam sejarah terhadap Islam beserta umatnya
diseluruh dunia, dan Islam adalah satu-satunya musuh mereka yang masih ada pada
abad ini. Namun demikian Umat Islam sangat menyadari hal tersebut,karena Allah
SWT sejak dini mengingatkan umat Islam bahwa :
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)
mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup.” (QS. Ql-Baqarah (2):217).
Pada hakekatnya, hubungan islam dan barat (kristen plus yahudi) dapat
ditelusuri awal sejarahnya dalam QS.Ali Imran : 69 yang artinya : segolongan dari

19
Alwi Shihab, Membedah islam di barat, Menipis Tudingan Meluruskan
Kesalahpahaman (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2004), 2
11

ahli kitab menyesatkan kamu. Padahal sesungguhnya tidak menyesatkan, melainkan


dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadari.20
Ahli kitab yang dihubungkan dengan orang-orang yahudi dan nasrani
(kristen) yang mayoritas berada di barat (eropa dan amerika) sebagian di timur
tengah (Mesir dan Israel) tetapi berkiblat ke barat. Kalau kita melihat landasan
falsafah hidup mereka, adalah materialisme yang pada hakekatnya sama dengan
falsafah kafir jahiliyah. Dan jika merujuk kepada konsepsi pemikiran Sayid Qutb
tentang keberadaan orang-orang barat sekarang, bahwa mereka itu sama saja dengan
keberadaan orang-orang kafir jahiliyah, sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra
dalam Muhammad Qutb, Jahiliyyat al-Qurn al-Asyrun, jahiliyah abad XX.21
Lalu bagaimana umat Islam menafsirkan konsep jihad (yang diartikan
sebagai pengerahan seluruh potensi dalam menangkis serangan musuh)22 sebagai
strategi perang melawan musuh-musuhnya. Kalau kita mengamati dan mencermati
perkembangan konflik antara barat dan islam akhir-akhir ini, wacana dan langkah-
langkah yang dilakukan oleh umat Islam , baik yang dilakukan secara resmi oleh
Negara (pemerintah plus rakyatnya), maupun oleh kelompok-kelompok organisasi
kelembagaan yang ada di negara-negara Islam atau di negara-negara yang
berpenduduk Muslim mayoritas, yang sama merasakan tekanan barat (Amerika)
untuk menghegemoni Umat Islam, dapat disimpulkan sementara bahwa hanya ada
dua macam penafsiran.
Kelompok pertama melihat Barat (Amerika) dan sekutunya sebagai “kafir
Harbi”. Amerika dan sekutunya menurut pandangan mereka adalah musuh yang
harus diperangi, karena tidak mau berkompromi dengan umat islam dan tidak ada
kebaikan, manfaat yang didapatkan dari musuh-musuh yang berstatus kafir Harbi.
Namun demikian patut diingat bahwa Amerika sebagai sebuah negara banyak juga
menyuarakan dan melibatkan diri dalam aksi solidaritas sosial, diantaranya
penegakan hak asasi manusia (basic human right), penegakan hukum dan
demokrasi,juga perhatiannya mengenai integrasi bangsa, keragaman budaya setiap
warganya dan perbedaan agama.23
Adapun kelompok kedua melihat Amerika dan sekutunya sebagai “kafir
zimmy” Amerika dan sekutunya, menurut mereka adalah bangsa yang dapat
memberi manfaat yang positif bagi peradaban Islam, dan masih dapat diajak
berkompromi dalam batas-batas tertentu menurut syariat, dan menyatakan diri

20
Lihat Ahzami Sami‟un Jazuli, Fiqh al-Qur’an (Kajian atas tema-tema penting
dalam al-Qur’a) (Jakarta : Kilau Intan, 2005), 171.
21
Azyumardi Azra, Pergolakan Polotik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme
hingga Post Modernisme (\Jakarta:Paramadina, 1996), 119.
22
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,Ensiklopedi Islam 2,FAS-KAL (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), 315. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam hukum islam, jihad
mempunyai makna yang sangat luas, yaitu segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan
ajaran islam dan pemberantasan kejhatan serta kezaliman, baik terhadap diri pribadi maupun
dalam masyarakat.
23
Rahul Mahajan, Melawan Negara Teroris (Dominasi Amerika Serikat terhadap
Irak dan kedaulatan Dunia), (Jakarta: Mizan Publika, 2005), XVII.
12

bersedia menyesuaikan diri dengan sistem yang dianut oleh pemerintahan islam
yang berdaulat.
Di Indonesia misalnya sebagai salah satu negara yang dikategorikan sebagai
negara Islam, dalam kebijakan politik luar negerinya terhadap Amerika dan Eropa,
tetap memelihara hubungan bilateral dan terikat dengan beberapa perjanjian
kerjasama diberbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, kesejahteraan dan militer
dengan tidak melupakan kewajibannya terhadap negaranya yang mayoritas Muslim,
yang tercakup dalam kedua kelompok yaitu: kelompok fundamental yang cenderung
radikal dan kelompok modernis serta moderat, untuk diakomodir aspirasi mereka
dan didialogkan dengan negara Amerika khususnya, kecuali kelompok yang radikal,
reaksioner,anarkis dan teroris, seperti pada kelompok Nurdin M.Top, yang justru
adalah musuh bersama pemerintah Indonesia, dengan kelompok Islam modernis-
moderat.
Jika kita mengamati sikap, laku dan pandangan umat Islam Indonesia
khususnya, baik yang tergabung dalam kelompok-kelompok kecil yang beraliran
fundamental yang bercita-cita dan berupaya menerapkan syari‟at Islam dalam
kehidupan hukum nasional atau lokal dan dengan sikap serta pandangan yang
radikal.24 Seperti lasykar jihad, Majelis Muslim Mujahidin Indonesia, Forum
Pembela Islam, Hizbut tahrir dan kelompok kelompok sejenisnya. Ataupun
kelompok maupun organisasi kemasyarakatan Islam yang beraliran modernis dan
berpandangan moderat seperti: Nahdatul Ulama, Muhamammadiyah, Majelis Ulama
Indonesia, dan organisasi sejenisnya. Maka kelompok fundamental dan radikal,
sebagai kelompok pertama, yang menerapkan taktik reaksioner cenderung bertindak
emosional dengan mengatasnamakan agama (Islam), dan rawan terhadap taktik
pancingan dari musuh-musuh Islam (Amerika). Hal ini ditunjukkan ketika
Afganistan dan Irak dihancurkan oleh Amerika.25 Sementara kelompok kedua yang
modernis dan moderat, melakukan taktik dialog, menghindari tindakan reaksioner
yang berlebihan, dan bertindak menanggapi tekanan Amerika terhadap Islam dengan
tidak secara emosional. Sebagaimana perintah bersikap baik dalam menghadapi
musuh dalam QS.Fushshilat (41): 34. “ Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-
olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
Demikian halnya yang perlu disadari adalah bahwa masih ada sisi positif
yang dapat dinilai terhadap Amerika Serikat khususnya dan eropa pada umumnya,
dalam hal hubungan islam beserta umat islam yang hidup dan berada di negara
Barat, Amerika misalnya, negara yang mengaku sebagai pendekar demokrasi dan

24
Radikalisme: sikap jiwa yang membawa kepada tindakan-tindakan yang bertujuan
melemahkan dan mengubah tatanan politik mapan, dan biasanya dengan cara-cara
kekerasan dan menggantinya dengan sistem baru, (kutipan Azyumardi Azra dari The Arab
Radicals, oleh Adeed Dawisha) Azyumardi Azra, Pergolakan Politik (dari
Fundamentalisme, Modernisme hingga Post Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), 147-
148.
25
Saiful Mujani dkk, Freedom Institute (Jakarta: PPIM-UIN), Benturan Peradaban-
Sikap dan Prilaku Islams Indonesia Terhadap Amerika Serikat (Jakarta: Nalar, 2005),h. 121.
13

HAM, dimana mereka telah lama dan masih tetap memberikan kebebasan beragama
atau tidak beragama sama sekali kepada setiap warganya. Islam misalnya yang
menurut catatan sejarah datang ke Amerika pada tahun 1875 s/d 1912, yang
bermigran dari syiria, yordania, palestina dan Libanon telah berkembang pesat
mengimbangi agama yahudi. Hampir disemua kota-kota besar diberbagai negara
bagian ada umat islam beserta masjidnya, sekolah dan organisasi kemasyarakatan.26
Mengenai hubungan Islam dengan barat (Kristen) ini, Ayoub mem-blow up
pandangan empat pemikir Muslim yang menggambarkan tipe-tipe hubungan yang
sering terjadi antara Islam dan Kristen.27 Ke-empat pemikir itu berusaha untuk
mempertahankan Islam dari serangan orang-orang Kristen, baik yang bersifat aktual
maupun hipotetis. Dua di antaranya adalah pendiri gerakan pembaharuan Islam dari
abad ke-20, yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, yang masing-masing
menjelaskan dengan karya-karya apologetiknya. Muhammad Abduh dalam karyanya
, memfokuskan pada pembelaan Islam dari ancaman humanisme, sains dan filsafat
Barat. Sementara Rasyid Rida menjawab serangan misionaris-misionaris Kristen ke
negeri-negeri Muslim dalam sebuah bukunya yang monumental.
Dua pemikir lainnya yang hidup setelah berakhirnya era kolonial
menunjukkan kecenderungan yang lebih polemis dengan cara yang sangat
tradisional. Syaikh Muhammad Abu Zahrah dengan bukunya yang mengemukakan
penolakan atas doktrin Kristen. Sementara itu Ahmad Syalabi, Doktor sejarah
lulusan Cambridge, menulis sebuah buku yang cenderung untuk menolak agama
Kristen dari pada memahaminya. Dua dari empat pemikir Muslim yang menjadi
icon pada pembahasan sejarah panjang hubungan Muslim-Kristen, Syaikh
Muhammad Abduh (w.1905) dan Sayyid Muhammad Rasyid Rida (w.1935),
menyaksikan keruntuhan dan tercerai berainya Kekaisaran Turki Utsmani menjadi
beberapa bagian yang masing-masing dikuasai dan dijajah oleh negara Barat. Secara
umum kedua pemikir ini memusatkan perhatian pada persoalan yang timbul karena
kekalahan kaum Muslim, inferioritas di hadapan liberalisme dan teknologi Barat
serta meningkatnya keragu-raguan atas tradisi dan keimanan kaum muslim.
Muncul ketegangan diametral antar berbagai peradaban di dalam global
village itu, baik dari sisi teologi, tradisi, hingga ideologi. Samuel P. Huntington
misalnya, membeberkan kecemasan global itu dalam The Clash of Civilizations:
Paradigm of the Post-Cold War, yang pertama kali dipublikasikan dalam Journal
Foreign Affairs, Edisi Musim Panas tahun 1993. Menurut Huntington, ada delapan
besar peradaban (Barat, Confucian, Jepang, Islam, Hindu, Silvia-Ortodoks, Amerika
Latin, dan Afrika) yang rentan terlibat dalam benturan itu karena:28
Pertama, perbedaan antara berbagai peradababan bukan hanya riil, tapi juga
mendasar, mulai bahasa, tradisi, dan agama. Perbedaan-perbedaan mendasar itu
menciptakan perbedaan-perbedaan besar dalam memandang hubungan manusia

26
Jane Smith, Islam di Amerika, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 227.
27
Imam Mujiono, Hubungan Muslim Kristen, http://Imamu.staff.uii.ac.id. (14
Oktober, 2017)
28Samuel P. Huntington, Konflik Peradaban: Paradigma Dunia Pasca Perang
Dingin (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 22.
14

dengan Tuhan, individu dan kelompok, warga dan negara, hak dan kewajiban,
kebebasan dan kekuasaan. Kedua, dunia sekarang semakin menyempit melalui
derasnya interaksi antarperadaban, yang bukan hanya memicu kesadaran akan
kesamaan-kesamaan mendasar tetapi juga perbedaan-perbedaan mendasar. Ketiga,
modernisasi ekonomi dan perubahan sosial dunia membuat orang atau masyarakat
tercerabut dari identitas lokalnya yang sudah mengakar dalam, dan sekaligus
melemahkan negara-bangsa sebagai sumber identitasnya.Keempat, tumbuhnya
kesadaran peradaban yang dipicu oleh standar ganda Barat. Di satu sisi, Barat
berposisi sebagai kiblat peradaban maju, namun di sisi lain banyak kebijakan Barat
yang tidak mencerminkan keadilan global. Situasi ini mendorong orang untuk
menggali kembali tradisi identitas lokalnya, seperti lahirnya gerakan “Asianisasi” di
Jepang dan “Reislamisasi” di Timur Tengah. Kelima, karakteristik khas dan
perbedaan budaya kurang bisa menyatu sehingga kurang bisa berkompromi
dibanding karakteristik dan perbedaan dalam bidang politik dan ekonomi. Keenam,
meningkatnya regionalisme ekonomi, yang memicu lahirnya blok-blok ekonomi di
berbagai wilayah global, yang pada gilirannya memicu kesadaran peradaban, yang
di antaranya menjadikan kesamaan atau kedekatan budaya dan agama sebagai basis
etik kerjasama ekonomi regionalnya.

C. Upaya Menjalin Keharmonisan Hubungan antara Islam dengan Kristen


(Barat)
Untuk mengupayakan keharmonisan hubungan antar umat beragama (karena
hubungan baik antar umat beragama diperintahkan dalam agama yeng tentunya
dalam batas-batas tertentu ) , perlu menengok ke belakang, terutama melihat
hubungan Islam-Kristen di masa lalu, baik di Indonesia maupun di Negara lain.
Fluktuasi hubungan Muslim-Kristen, disamping banyak dipengaruhi oleh faktor
ideologis juga dipengaruhi faktor politik dan ekonomi.
Mustafa Mahmoud Ayoub sebagai pemikir kontemporer menaruh perhatian
sangat besar terhadap masalah hubungan Muslim-Kristen. Kegelisahan
intelektualnya dilatarbelakangi realitas hubungan keagamaan, terutama Muslim-
Kristen, menurutnya dalam menyikapi hubunganMuslim-Kristen, perlu digalang
suasana penuh perdamaian dan kerjasama dinamis konstruktif dalam perjalanan
bersama untuk menjadi sebuah bangsa besar yang dihormati negara lain, sebagai
sesama yang bermartabat dan berbudaya.
Bila mendengar berita dan hujatan di tahun-tahun terkahir, orang cenderung
menganggap hubungan antara Abang Sam dengan Dunia Muslim adalah buruk
permanen. Kekerasan dan polemik memanas akibat serangan teroris 11 September
dan perang di Irak serta Afghanistan memang membuat sulit untuk berpikir
sebaliknya. Padahal, jika mau melihat panduan sejarah intelektual dulu, masa di
mana tidak ada bangsa Barat yang begitu positif terlibat dengan peradaban Islam
seperti yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Beberapa contoh berikut
mencerminkan sejarah hubungan antara AS dan Islam., misalnya saja, Kerajaan
Maroko sebagai sebuah negara Islam adalah yang pertama mengakui kedaulatan dan
kemerdekaan Amerika Serikat, demikian pula yang disampaikan oleh Presiden
Obama dalam pidato di Kairo. Kemudian pada 1778, George Washington dan Sultan
Mohammmed III dari Maroko meneken perjanjian persahabatan
15

Memasuki abad XXI hubungan antara Kristen dan Islam melahirkan suatu
paradiga baru, yaitu paradigma Humanis yang intinya adalah moderasi. Agamawan
ataupun awam yang moderat akan cenderung santun dan seimbang. Santun dalam
menjalankan agamanya dan intraksi sosial seimbang dalam memenuhi kebutuhan
materil dan spiritual, individual dan sosial serta dalam berhubungan dengan Tuhan,
manusia dan lingkungan alam, mereka yang moderat akan menjunjung keadilan dan
kearifan bersikap, tidak gampang terhasut amarah, menuduh ataupun memaksa.29
Humanisme yang digambarkan oleh Muhammad Ali ini akan memudahkan
menghargai kemajemukan agama-agama (pluralisme) yang berjaya membina
hubungan dalam rangka menjalin kebersamaan. Dengan pluralisme akan
mengantarkan manusia kepada satu peradaban baru yang dapat menghapus jurang
pemisah antara barat dan timur , terutama hubungan yang tidak sehat antara
komunitas beragama seperti Kristen dan Islam.
Karena itu penolakan terhadap nilai-nilai yang ingin diperjuangkan lewat
Deklarasi HAM PBB dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai Islam adalah sebuah
langkah yang justru bisa menafikan nilai-nilai Islam itu sendiri. Sebagaimana ditulis
oleh Anwar Ibrahim, "menyatakan bahwa kebebasan itu (identik dengan) Barat dan
bukan Asia (Islam) sama saja artinya dengan menyerang tradisi kita sendiri dan
nenek moyang kita yang sudah merelakan nyawa mereka dalam perjuangan
menentang tirani dan ketidak-adilan". Nafsu besar sejumlah kaum muslim untuk
menolak apa saja yang datang dari Barat, "dapat berakibat pada pengkhianatan
terhadap nilai-nilai dan cita-cita mereka sendiri". Hal itu disebabkan karena, "dalam
perkara gagasan-gagasan yang dibangun di atas landasan tradisi humanistik, baik
Timur maupun Barat tidak boleh menyatakan klaim ekslusif atasnya. Gagasan
gagasan itu bersifat universal".
Untuk itu, upaya untuk terus melihat dan menilai relasi Islam dan Barat
dalam kerangka yang konfliktual dan konfrontatif adalah sikap yang kurang bijak
dan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Sudah saatnya kaum muslim
memandang Barat secara lebih seimbang. Maksudnya, kaum muslim harus mampu
mensikapi dengan arif dan proporsional terhadap berbagai kontradiksi kehidupan
modern. Muqtedar Khan, dalam nada retoris menyatakan, "bila kaum muslim
kecewa karena Amerika lebih membela Israel daripada bangsa Arab, atau karena
Amerika telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap anak-anak Irak, maka
mereka tidak lantas harus menolak demokrasi, HAM, penghormatan terhadap
kebebasan dan supremasi hukum. Menurut Khan, "pandangan yang seimbang
terhadap Barat harus mengakui dorongan-dorongan material yang membentuk
ketetapan - ketetapan dalam kebijakan luar negeri Barat - serta menolak dan
mengutuknya. Tetapi tidak lantas kemudian dengan bodoh kita menolak capaian-
capaian moral mereka seperti tercermin dalam penghargaan mereka yang sangat
tinggi terhadap hak-hak dan kebebasan. Meskipun demokrasi ditemukan di Barat
tidak berarti ia harus dicap kebarat-baratan. Sebab, jika kita sekarang bisa

29
Muhammad Ali, Teologi Pluralisme-Multi Kultural, Menghargai kemajemukan
Menjalin kebersamaan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2003), 108.
16

menemukan Islam di Barat, apakah lantas Islam juga berarti kebaratbaratan?"


Pandangan yang seimbang terhadap Barat, menurut Khan, akan menjauhkan
asosiasi-asosiasi dangkal seperti itu.
Jadi, jika resistensi yang dilakukan oleh banyak negara Islam dan Muslim
menjadi suatu sunatullah yang tidak boleh disesalkan keberadaan eksistensinya.
Pertanyaannya kemudian, apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi realita
yang terjadi sekarang ini. Apakah kita harus menerima bulat-bulat segala bentuk
paham yang berasal dari Barat, yang nyata-nyata telah mendapat perlawanan dan
sikap yang tidak simpati dari sebagian masyarakat muslim. Ataukah kita harus
melawan segala bentuk hegemonisasi barat, walaupun tidak diketahui akar
permasalahan yang sebenarnya. Pemahaman inilah yang harus kita tinjau ulang.
Karena kalau kita bersikap seperti itu sama halnya kita telah taklid terhadap sesuatu
yang belum tentu benar dan salah. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. Bahwa
untuk tidak terjadi benturan yang telah diramalkan oleh Huntington dalam masalah
budaya, maka bisa dicegah dengan Civilizational Dialogues atau “dialog antar-
peradaban”. Sehingga di masa yang akan datang, antara peradaban yang satu dengan
peradaban lainnya bisa saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing
Untuk itu, maka paradigma yang tepat bagi hubungan internasional dan
khususnya antara Islam dan Barat dewasa ini adalah pendekatan dialogis, bukan
konflik atau benturan. Sebab, yang terakhir hanya akan mengakibatkan isolasi
intelektual dan mencerabut peradaban yang bersangkutan dari potensi penuh
perkembangan. Apa yang dibutuhkan oleh konstalasi peradaban dewasa ini adalah
apa yang disebut dengan hermeneutika baru dialog peradaban yang berbeda dengan
pendekatan subjektif dan individualistik yang tumbuh subur selama berabad-abad
dalam simbiosisnya dengan kolonialisme dan dewasa ini, dengan "paham dunia
baru" Barat. Tujuan ini hanya bisa dicapai dengan membangun dasar dan landasan
bagi "dialektika realisasi diri kultural" yang objektif. Dalam dialektika kultural yang
objektif seperti ini, sebuah kebudayaan (peradaban) hanya bisa berkembang
sempurna jika ia bisa menghubungkan diri dengan peradaban lain. Pemahaman diri
baik pada level individual maupun kolektif hanya mungkin lahir dari distingsi
terhadap yang lain. Dengan cara ini, "yang lain" berfungsi sebagai "pembenar"
pemahaman tentang dunia (life world) serta sistem nilai seseorang.
Dalam kerangka hubungan dialogis inilah, Barat di satu sisi, semestinya
tidak lagi memandang Islam dalam posisi yang zero-sum opposition terhadap nilai-
nilai dan peradabannya. Dalam banyak hal, termasuk dalam gagasan-gagasan
kemanusiaan seperti terkandung dalam Deklarasi HAM PBB, Islam dan Barat
memiliki banyak kesamaan dan kesesuaian. Seperti dinyatakan Hassan Hanafi,
"Islam bukanlah ancaman bagi bangsa Eropa karena semua nilai Eropa, khususnya
rasionalitas, kemajuan, HAM, kemajuan sosial, kesetaraan dan sebagainya, adalah
nlai-nilai Islam yang pernah diprak-tekkan pada masa keemasan Islam"
Di sisi lain, umat Islam juga seyogyanya tidak lagi terjebak dalam
kecurigaan berlebihan dengan menganggap segala sesuatu yang gencar didesakkan
oleh Barat, termasuk di dalamnya HAM, sebagai seperangkat nilai-nilai Barat
esensial yang hendak diekspor dengan skala global. Alih-alih, HAM merupakan
konsensus lintas agama dan budaya dalam upaya penegakan keadilan politik di
17

tengah-tengah ancaman yang sangat nyata dewasa ini, yakni kemungkinan


eksploitasi kekuasaan negara dan pasar modern.
Dengan menerima dan mengakui universalitas HAM dan membangun relasi
internasional yang lebih dialogis dan kooperatif, tinjauan kritis harus terus
dialamatkan kepada para aktor yang mengaku sebagai pembela dan pahlawan HAM,
khususnya negara-negara Barat. Ini penting dilakukan untuk mengurangi dan
menghindari standar ganda yang sering dilakukan oleh negara-negara tersebut,
khususnya Amerika, dalam menegakkan HAM .
Karena itu, Riffat Hasan menilai bahwa bagaimanapun compang--
campingnya kinerja HAM di banyak negara dan bagaimanapun rentannya nilai-nilai
HAM untuk dimanipulasi, nilai-nilai luhur HAM harus tetap terus dikumandangkan.
ia menyatakan bahwa: "Meskipun tidak diakui, dijalankan, atau didesakkan
pemberlakuan-nya secara universal, HAM amat penting. Meskipun banyak orang
tidak memahami atau mendesakkannya, hak-hak itu tetap merupakan hak-hak yang
tiap manusia harus memilikinya.30 Hak-hak itu berakar kuat dalam kemanusiaan
kita, sehingga tiap penolakan atau pelanggaran atasnya, adalah penegasian atau
pendegradasian atas manusia.
Era Globalisasi yang dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh
adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, tekhnologi, informasi
dan lain sebagainya yang terjadi di antara satu negara dengan negara lainnya, tanpa
menghilangkan identitas negara masing-masing. Penyatuan ini terjadi berkat
kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat menghubungkan atau
mengomunikasikan setiap isu yang ada pada suatu negara dengan negara lain.
Bagi umat Islam, era globalisasi dalam arti menjalin hubungan, tukar-
menukar dan transmisi ilmu pengetahuan, budaya, dan sebagainya sesungguhnya
bukanlah hal baru. Globalisasi dalam arti yang demikian, bagi umat Islam
merupakan hal biasa. Pada zaman klasik (abad ke-6 s.d. 13) umat Islam telah
membangun hubungan dan komunikasi yang efektif dengan berbagai pusat
peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, Cina, Persia,
Romawi, dan Yunani. Hasil dari komunikasi ini umat Islam telah mencapai
kejayaan, bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang
ilmu pengetahuan umum, kebudayaan, dan peradaban, yang warisannya masih dapat
dijumpai hingga saat ini, seperti di India, Spanyol, Persia, serta Turki. Selanjutnya,
pada zaman pertengahan (abad ke-13 hingga 18 M), umat Islam telah membangun
hubungan dengan Eropa dan Barat. Saat itu, umat Islam memberikan kontribusi
yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa penulis Barat, misalnya WC
Smith dan Thomas W Arnold, mengakui bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa
dan Barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Mereka telah mengadopsi
ilmu pengetahuan dan perabadan Islam tanpa harus menjadi orang Islam.
Pada zaman pertengahan itu, umat Islam hanya mementingkan ilmu agama saja.
Sementara itu, ilmu pengetahuan, seperti matematika, astronomi, sosiologi, dan
kedokteran tidak dipentingkan. Bahkan, dibiarkan untuk diambil oleh Eropa dan

30
Supriyanto Abdi, Memahami kembali hubungan islam dengan Barat dan Ham,
http://pusham.uii.ac.id (diakses, 14 Oktober 2017)
18

Barat. Pada zaman ini, Eropa dan Barat mulai bangkit mencapai kemajuan,
sementara umat Islam berada dalam keterbelakangan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan peradaban.
Pada zaman modern (abad ke-19 sampai dengan sekarang), hubungan
Islam dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Di zaman ini timbul kesadaran dari
umat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan,
pengkajian, dan penelitian. Umat Islam mulai mempelajari kembali berbagai
kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang
dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa yang
dahulu dimiliki umat Islam. Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan
Barat, sekarang keadaannya sudah jauh berbeda dengan hubungan Islam pada zaman
klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut di atas.
Selanjutnya tentang kenyataan dibalik peristiwa 11 september, dan ini
diakui oleh masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa yang sangat mengerikan
itu dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian
termotivasi untuk mengetahui Islam lebih jauh. Sebagian karena murni semata-mata
ingin mengetahui saja, sebagian lagi mempelajari dengan sebuah pertanyaan
dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman modern dan beradab ini agama
“mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing dengan ratusan korban tidak
berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal yang sama: ignorance of Islam
(ketidaktahuan sama sekali tentang Islam).Sebelumnya, sumber pengetahuan
masyarakat Barat (Amerika dan Eropa) tentang Islam hanya satu yaitu media yang
menggambarkan Islam tidak lain kecuali stereotip-stereotip buruk seperti teroris,
uncivilized, kejam terhadap perempuan dan sejenisnya.
Pegetahuan yang tidak lengkap (lack of knowledge) tentang agama dan
peradaban lain menjadi salah satu penyebab makin sulitnya membangun hubungan
yang bersahabat antar kelompok yang berbeda.Masing-masing merasa cukup dengan
informasi yang diterima, tanpa melalui proses check and balances.
Sejarah umat manusia memang adalah sejarah peradaban yang berbeda,
dimana berbagai budaya eksis. Kecongkakan budaya (cultural arrogance) yang
menilai bahwa sistem agama, budaya, dan peradaban yang dianutnya yang paling
unggul, membuat seseorang tidak berdaya untuk tidak mengecilkan sistem agama,
budaya dan peradaban lain. Identitas diri begitu kuat sehingga menafikan identitas
yang lain. Publik masih menganggap budaya dan peradaban mereka lebih maju,
lebih superior dibandingkan peradaban timur, dan selalu berusaha melalui
penguasaan berbagai media informasi untuk mencitrakan bahwa superioritas itu
adalah keniscayaan sejarah modern. Tradisi orientalisme (yang intinya memandang
the orient sebagai monolitik dan inferior adalah salah satu ekspresi superioritas itu).
Di sisi lain juga ada kendala teologis. Dimana barat begitu bangga dengan
karakter keagamaannya dan sekularismenya, sementara masyarakat muslim fanatik
dengan sistem budayanya yang kaffah (sempurna) dan diyakini bertentangan secara
diametral dengan peradaban barat. Untuk itu, di era globalisasi saat ini kebutuhan
akan jembatan-jembatan yang menghubungkan islam dengan barat makin mendesak.
Ada banyak jalan, tapi banyak pula hambatan.
19

Namun demikian, dengan pesatnya perkembangan umat Muslim di


Amerika, Eropa dan negara-negara maju lainnya, akan berpengaruh signifikan
terhadap hubungan Islam-Barat (Kristen) yang sudah mengalami ketegangan historis
berabad-abad. Demikian pula halnya, masyarakat Barat akan lebih dekat dan lebih
kenal dengan Islam melalui umat Islam yang ada di Barat sendiri. Mereka akan
menjembatani kesalahafahaman yang selalu terjadi terhadap Islam dan kaum
Muslimin31. Ketidaksukaan masyarakat Barat terhadap Islam, karena the ignorance
of Islam juga akan semakin berkurang. Umat Islam di Barat akan menjadi
komunikator yang efektif dan duta-duta yang handal untuk menjelaskan dan
memperlihatkan wajah Islam yang sesungguhnya di sana. Melalui mereka, nasib
umat Islam diluar Barat akan disuarakan dan penderitaan demi penderitaan negara-
negara Muslim akibat dominasi Barat yang kebijakannya sering tidak adil akan
berkurang. dan akibat dari ajaran Islam yang semakin tersosialisasi di Barat dan
suara politik kaum Muslimin semakin kuat, maka jembatan untuk terciptanya saling
memahami dan pengertian akan semakin kondusif dan menguat. Timur (Islam) dan
Barat (Kristen) mudah-mudahan akan masuk ke dalam sebuah babak baru sejarah
yang lebih adil, lebih fair dan lebih demokratis.

III. PENUTUP
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, sejak zaman klasik umat
Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens serta efektif dengan
berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia. Hasil dari
komunikasi ini umat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya dalam bidang
ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan,
dan peradaban. Selanjutnya, pada zaman pertengahan , umat Islam telah membangun
hubungan dengan Eropa dan Barat. Saat itu, umat Islam memberikan kontribusi
yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat.
Hubungan Islam - kristen pada abad modern sudah mencakup semua pilar
kehidupan, karena terjadi kontak langsung antar kedua komunitas setelah pasca
perang salib dengan ekspansi barat ke timur. Kemudian muncullah gerakan
pembaharuan islam ,hubungan tersebut sudah saling memberi dan menerima baik
melalui dialog-dialog antar agama maupun lewat penetrasi budaya dan seni, tetapi
dibalik semua itu masih ada yang menentang terutama lahirnya imperialisme dan
kolonialisme dari barat.
Perlu diingat bahwa hubungan yang terjalin antara kedua komunitas
agama yang terkadang nampak damai, tetapi tidak jarang sering terjadi ketegangan
yang menimbulkan kebencian dan kecurigaan, karena masing-masing fanatismenya.
Terbukti ketika terjadi pertentangan antara islam dengan barat (Amerika ) yang
berawal dari dasar ideologi dan diperparah setelah berkobarnya perang salib.
Terlebih lagi pasca tragedi 11 september yang membuat Amerika semakin anti islam
dan merebaknya pelecehan serta sentimen anti-Arab di negara-negara Barat dan

31
Moeflich H,Warga Amerika berislam,http://tjahajoe.blg.friendster.com, (14
Oktober 2017 )
20

Eropa, serta anti-Amerika, anti-Barat, dan anti-Kristen di negara-negara


berpenduduk Muslim.
Untuk itu perlu adanya upaya menciptakan keharmonisan hubungan,
diantaranya adalah kesadaran akan pentingnya dialog antar peradaban, dengan
melibatkan sebanyak banyaknya tokoh politik, cendekiawan dan masyarakat. Karena
selama ini tidak terjadi saling memahami antar dua peradaban yang kelihatan
bertolak belakang, padahal sesungguhnya memiliki kesamaan-kesamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik (Editor). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Van
Hoeve. 2002.
Ahmad, Akbar s, Rekonstruksi sejarah Islam, Ditengah Pluralitas Agama dan
Peradaban, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.
21

Ali, Muhammad, Teologi Pluralisme-Multi Kultural, Menghargai kemajemukan


Menjalin kebersamaan, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2003.
Azra, Azyumardi, Pergolakan Polotik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme
hingga Post Modernisme, Jakarta:Paramadina, 1996.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam 2, FAS-KAL Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Charles, Pangeran, Islam dan Barat, dalam Atas Nama Agama, : Wacana Agama
Dalam Dialog "Bebas" Konflik, Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998.
Fikri Z, Luluk, Metode Pendektatan dalam study Islam,http://elfikry.blogspot.com
diakses, 14 Oktober, 2017.
Husaini, Adian, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
Sekuler-Liberal, Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
K.Hitti, Philip, History of The Arab, T.t., t.p, t.th.
Moeflich , Warga Amerika berislam,http://tjahajoe.blg.friendster.com. (14 Oktober
2017)
Mujiono, Imam, Hubungan Muslim Kristen, http://Imamu.staff.uii.ac.id, 14 Oktober
2017.
Mukti Ro'uf, Abdul, “Memahami Kembali Hubungan Islam-
Barat”, www.islamlib.com, 16 Pebruari 2006, diakses tanggal 14 Oktober
2017.
Muzakki, Akbar , Dunia Islam, http:// Dunia,pelajar Islam.or.id.dunia. diakses,14
Oktober, 2017.
Nata, Abuddin Sejarah Pendidikan Islam Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2004.
P. Huntington, Samuel, Konflik Peradaban: Paradigma Dunia Pasca Perang
Dingin, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.
Rahul Mahajan, Melawan Negara Teroris (Dominasi Amerika Serikat terhadap Irak
dan kedaulatan Dunia), Jakarta: Mizan Publika, 2005.
Saiful Mujani dkk, Benturan Peradaban-Sikap dan Prilaku Islams Indonesia
Terhadap Amerika Serikat Jakarta: Nalar, 2005.
Sayyid al-Wakil, Muhammad, Wajah Dunia Islam dari Bani Umayah hingga
imprealisme Modern, diterjemahkan oleh Fadhli Bahri, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2005.
Sholeh, Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2003
Shihab, Alwi, Membedah islam di barat, Menipis Tudingan Meluruskan
Kesalahpahaman Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Sami‟un Jazuli, Ahzami, Fiqh al-Qur’an (Kajian atas tema-tema penting dalam al-
Qur’a) Jakarta: Kilau Intan, 2005.
Smith, Jane, Islam di Amerika, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 227.
Supriyanto Abdi, Memahami kembali hubungan islam dengan Barat dan Ham,
http://pusham.uii.ac.id 14 Oktober 2017.
22

95% Unique
Total 49432 chars (2000 limit exceeded) , 266
words, 11 unique sentence(s).
23

Essay Writing Service - Paper writing service you


can trust. Your assignment is our priority! Papers
ready in 3 hours! Proficient writing: top academic
writers at your service 24/7! Receive a premium
level paper!
Domains
Results Query
(original links)
Selanjutnya, pada zaman pertengahan
Unique , umat Islam membangun hubungan -
dengan Eropa dan Barat
Pada waktu itu, Islam memberikan
Unique kontribusi yang besar terhadap -
kemajuan Eropa dan Barat
Unique Kata Kunci: Relations, Islam, west -
Akibat paling nyata dari `luka' dan journal.uin-
1 results
trauma alauddin.ac.id
ABSTRAK Umat Islam telah mencapai
Unique kejayaan, bukan hanya dalam bidang -
ilmu agama Islam, melainkan dalam
Hubungan Islam kristen pada masa
modern meliputi semua pilar,
Unique -
dikarenakan terjadi kontak langsung
antar
penetrasi budaya dan seni, tetapi
dibalik semua itu masih ada yang
Unique -
menantang terutama lahirnya
imperialisme
tidak terjadi komunikasi yang baik
untuk saling memahami antar dua
Unique -
peradaban yang terlihat saling
bertolak
PENDAHULUAN Sulit dipungkiri
bahwa hubungan antara Islam dan
Unique -
Kristen (Barat) selama ini masih
sering
Unique Di lain sisi, berakhirnya masa perang -
24

dingin dan kecenderungan di Barat


untuk melihat dan
Ditambah lagi tulisan Huntington
yang sangat berpengaruh dalam
Unique -
mendorong terhadap kecenderungan
ini melalui teorinya
Dilain sisi, Islam hingga saat ini masih
Unique mewarisi 'luka' yang sulit dihapus -
akibat imperialisme

Top plagiarizing domains: journal.uin-alauddin.ac.id (1 matches);

ABSTRAK Umat Islam telah mencapai kejayaan, bukan hanya


dalam bidang ilmu agama Islam, melainkan dalam bidang ilmu
pengetahuan umum, kebudayaan, dan peradaban. Selanjutnya,
pada zaman pertengahan , umat Islam membangun hubungan
dengan Eropa dan Barat. Pada waktu itu, Islam memberikan
kontribusi yang besar terhadap kemajuan Eropa dan Barat.
Hubungan Islam kristen pada masa modern meliputi semua
pilar, dikarenakan terjadi kontak langsung antar kedua
komunitas agama, suku setelah pasca perang salib dengan
ekspansi barat ke timur. Hubungan tersebut telah saling
memberi dan menerima baik melalui dialog-dialog antar agama
maupun lewat penetrasi budaya dan seni, tetapi dibalik semua
itu masih ada yang menantang terutama lahirnya imperialisme
dan kolonialisme dari barat. Untuk itu perlu adanya upaya
mengharmoniskan hubungan keduanya, diantaranya adalah
pentingnya menciptakan kesadaran akan dialog antar
peradaban, dengan melibatkan sebanyak banyaknya tokoh
politik, cendekiawan dan masyarakat, karena selama ini tidak
terjadi komunikasi yang baik untuk saling memahami antar dua
peradaban yang terlihat saling bertolak belakang, padahal
sesungguhnya diantara keduanya memiliki beberapa
kesamaan.Kata Kunci: Relations, Islam, west.I>>.
PENDAHULUAN Sulit dipungkiri bahwa hubungan antara Islam
dan Kristen (Barat) selama ini masih sering diwarnai sikap saling
25

mencurigai dan memusuhi. Di lain sisi, berakhirnya masa perang


dingin dan kecenderungan di Barat untuk melihat dan
memposisikan Islam sebagai musuh dan ancaman baru
menggantikan komunisme yang sudah `berhasil' diruntuhkan.
Ditambah lagi tulisan Huntington yang sangat berpengaruh
dalam mendorong terhadap kecenderungan ini melalui teorinya
yang sangat terkenal tentang “benturan peradaban” (clash of
civiliza¬tions). Dilain sisi, Islam hingga saat ini masih mewarisi
'luka' yang sulit dihapus akibat imperialisme dan kolonialisme
Barat yang cukup lama mereka derita.

Anda mungkin juga menyukai