A. Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA. Istilah ini diadaptasi
dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA meliputi tiga unsur
yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut dengan pengertian (Yudarmawan, 2012),
sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan
batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
B. Etiologi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan
heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis
virus, bakteri, riketsia dan jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan mikrovirus
(termasuk di dalamnya virus influenza, virus pra-influensa dan virus campak), dan
adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya: streptokokus hemolitikus, stafilokokus,
pneumokokus, hemofils influenza, bordetella pertusis dan karinebakterium diffteria (Arifin,
2009). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan
bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak
yang kekebalan tubuhnya lemah.
Golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di
dalamnya virus para-influenza, virus influenza, dan virus campak) dan adenovirus. Virus
para-influenza merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan
penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar
terjadinya sidroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan
anak-anak, virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran
nafas bagian atas dari pada saluran nafas bagian bawah (Arifin, 2009).
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut sebagian besar terjadi pada anak. Infeksi
pernapasan akut mempengaruhi umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah
kesehatan yang ada (R.Haryono-Dwi Rahmawati H, 2012).
C. Gejala ISPA
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini
timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena
kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal
dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi
saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara umum
gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak
napas, mengi atau kesulitan bernapas.
E. Diagnosis ISPA
Pneumonia yang merupakan salah satu dari jenis ISPA adalah pembunuh utama balita
di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di
dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1
balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 di antaranya
disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia
disebut sebagai “pandemic yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun, tidak
banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh
Balita yang terlupakan atau “the forgotten killer of children” (Kemenkes RI, 2011). Diagnosis
etiologi pnemonia khususnya pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak biasanya
sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil
yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya
biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat
diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia. Pemeriksaan cara
ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia
pada balita, namun di sisi lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan
etika (terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan tersebut,
diagnosis bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia mendasarkan pada hasil
penelitian melalui publikasi WHO, menyatakan bahwa Streptococcus, Pnemonia dan
Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi
di negara berkembang.
Di negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus. Diagnosis pnemonia
pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai
peningkata frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur. Penentuan napas cepat dilakukan
dengan cara menghitung frekuensi pernapasan dengan menggunakan sound timer.
Batas napas cepat (Kemenkes RI, 2011) adalah :
1. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau
lebih.
2. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit
atau lebih.
3. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 40 kali per menit
atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan ditandai dengan
adanya napas cepat, yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan
penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernapas yang
disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis,
tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.
F. Klasifikasi ISPA
1. Klasifikasi berdasarkan umur (Kemenkes RI, 2011), sebagai berikut :
a. Kelompok umur <2 bulan, diklasifikasikan atas :
1) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang
tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam
(38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan
cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis
sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia: jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, diklasifikasikan atas :
1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan
sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak
kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada,
tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernapas) dan pernapasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernapas) tanpa
pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun
telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan
antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi
pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.
c. Kelompok umur dewasa yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena
pneumonia (Kurniawan dan Israr, 2009), yaitu :
1) Usia lebih dari 65 tahun
2) Merokok
3) Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4) Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
emfisema.
5) Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
6) Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7) Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obatobatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8) Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus.
2. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi (Depkes RI, 2005), sebagai berikut :
a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis media,
faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran napas, seperti epiglotitis,
laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia 200 di antaranya merupakan racun antara lain
Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2011a). Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al. (2009) serta
Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan asap
rokok dengan kejadian ISPA pada Balita.
i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011), partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5) dan
Partikel debu diameter 10μ (PM10) dapat menyebabkan pneumonia, gangguan
system pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke
dalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker
paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS). Secara umum
PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan manusia akibat
pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari dalam rumah antara lain dapat
berasal dari perilaku merokok, penggunaan energy masak dari bahan bakar
biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga
untuk melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga
sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah. Dinding berguna untuk
mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media bagi proses rising damp
(kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor penyebab
kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat
dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut tembok.
Dinding dari tembok akan dapat mencegah naiknya kelembaban dari tanah (rising
damp) Dinding dari anyaman bambu yang tahan terhadap segala cuaca
sebenarnya cocok untuk daerah pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak dapat
menahan lembab, sehingga kelembabannya tinggi.
k. Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu
individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap
penyakitnya merupakan hal yang penting dalam menangani penyakit tersebut.
Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan pengobatan
yang akan diterima oleh anaknya. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa
ib dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah. Ibu dengan
pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke fasilitas
kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati
sendiri ketika anak sakit ataupun berobat ke dukun. Ibu yang berpendidikan
minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini
disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit
yang diderita oleh balitanya.
H. Pencegahan
1. Berhati-hati dalam mencuci tangan dengan melakukannya ketika merawat anak yang
terinfeksi pernapasan.
2. Anak dan keluarga diajarkan untuk menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup
hidung dan mulutnya ketika batuk/bersin.
3. Anak yang sudah terinfeksi pernafasan sebaiknya tidak berbagi cangkir minuman, baju
cuci atau handuk.
4. Peringatan perawat : untuk mencegah kontaminasi oleh virus pernapasan, mencuci
tangan dan jangan menyentuh mata atau hidungmu.
5. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota keluarga
lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti
anak yang sehat tidur terpisah dengan dengan anggota keluarga lainyang sedang sakit
ISPA.
6. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
7. Hindari anak dari paparan asap rokok
(R.Hartono-Dwi Rahmawati H, 2012).
I. Penatalaksanaan ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana panderita ISPA pada anak adalah
anak dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas yaitu:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita.
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, Demam atau dingin. Tanda bahaya pada
umur 2 bulan sampai < 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
Stridor dan gizi buruk.
3. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur < 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera
dibawah ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai < 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat
dilakukan perawatan rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam
2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang
ada.
Penderita di rumah untuk penderita Pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun, meliputi :
a. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah
sembuh.
b. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian Asi.
c. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan, yang aman dan sederhana.
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia
berat segera dikirim ke rujukan, diberi antibiotik 1dosis serta analgetik sebagai penurun
demam dan wheezing yang ada.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan 2 hari. Jika
keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan
penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana
rujukan.
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480
mg, kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan sablet parasetamol 100 mg (
R.Hartono-Dwi Rahmawati H, 2012).
J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Khaidir Muhaj, 2008 :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia mudaa akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika, 2009).
c. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki – laki di
Negara Denmark (Anggana Rafika, 2009)
d. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet et
al (2013) membuktikan baha kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat. Diketahui penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah renahnya kualitas udara didalam rumah atauoun
di luar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah
yang kurang sempurna dan asap tungku didalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika,
2009).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi saat diperiksa)
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang
dialaminya sekarang)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
3. Pemeriksaan fisik
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
B1 (Breath)
1) Inspeksi
a) Membrane mukosa hidup faring tampak kemerahan
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema
c) Tampak batuk tidak produktif
d) Tidak ada jaringan parut pada leher
e) Tidak tampak penggunaan otot – otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
2) Palpasi
a) Adanya edema
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi
a) Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
a) Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
B2 (Blood) : kardioveskuler. Hipertermi
B3 (Brain) : penginderaan. Pupil isokor, biasanya keluar cairan pada telinga,
terjadinya gangguan penciuman
B4 (Bladder) : perkemihan. Tidak ada kelainan
B5 (Bowel) : pencernaan. Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis,
minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan
B6 (Bone) : warna kulit kemerahan (Benny, 2010).
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab), hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count), laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukosit dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
c. Pemeriksaaan foto thoraks jika diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anom, S. A. A. 2006. Determinan Sanitasi Rumah Dan Sosial Ekonomi Keluarag Terhadap
Kejadaian Penyakit ISPA Pada Anak Dan Balita Serta Manajemen
Penanggulangannya Di Puskesmas. Junal Kesehatan Lingkungan 3 (1) : 49 – 58
Arini. D. 2012. Hubungan Pola Pemberian ASI Dengan Frekuensi Kejadian Diare Dan ISPA
Pada Anak. Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya 3 (2) : 58 – 6
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik. Keperawatan,
112-113, Jakarta: EGC
Depkes RI. 2005. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia
Balita Tahun 2005 – 2009. Jakarta : Depkes RI
_________. 2007. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta ; Usaid
Kemenkes RI. 2011b. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta :
Kemenkes RI
Koch, A. et al. 2013. Risk Factors For Acute Respiratory. Am J Epidemiology, pp. 374 – 384
Kurniawan. L. Dan Yayan Akhyar Israr. 2009. Pneumonia Pada Dewasa Http://Www.Files-
Of-Drsmed.Ik. Diakses Tanggal 16 Agustus 2016
Marni. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Goysen Publishing
Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Naning, R. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.
Nindya, T. S., Dan Lilies Sulistyorini. 200. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan
2 (1) : 43 – 52
Nuryanto. 2012. Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita. Jurnal Pembangunan Manusia 6 (2) : 1 – 12
Rahmawati, Dwi & Haartono. 2012. Gangguan Pernafasan Pada Anak : ISPA. Yogyakarta
: Nuha Medika
Sarmia dan Suhartatik. 2014. Determinan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di RSUD
Labuang Baji Makassar. Jurnal Of Pediatric Nursing 1 (1) : 47 – 52
Sue Moorhead., Mario Johnson., Meridean L. Maas., Elizabeth Swanson. 2015 Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. United States of America: Mosby an
Imprint of Elsevier Inc
Widagdo. (2012). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto
Winarni. Basirun Al Ummah. dan Safrudin Agus Nur Salim. 2010. Hubungan Antara
Perilaku Merokok Orang Tua Dan Anggota Keluarga Yang Tinggal Dalam Satu
Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II
Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 6 (1) : 16
– 20
Yudarmawan, I.N. 2012. Pengaruh Faktor – Faktor Sanitasi Rumah Terhadap Kejadian
Penyakit ISPA Pada Anak Balita (Study Dilakukan Pada Masyarakat Di Desa Dangin
Puri Kangin Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2012)
K. Asuhan Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Domain 2 : Nutrisi NOC : NIC :
Kelas 1 : Makan Domain II : Kesehatan Fisiologi Domain 1 : Fisiologis : Dasar
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Level 2 Kelas K : Pencernaan & Nutrisi Level 2 Kelas D : Dukungan Nutrisi
dari kebutuhan tubuh Status Nutrisi (1004) Manajemen Nutrisi (1100)
Batasan Karakteristik : Status Nutrisi : Asupan Makanan & Cairan - Kaji adanya alergi makanan
- Berat badan 20% atau lebih (1008) - Berikan makanan yang terpilih (sudah
dibawah berat badan ideal Kriteria Hasil : dikonsulkan dengan ahli gizi)
- Bising usus hiperaktif 1. Adanya peningkatan berat badan - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Menghindari makan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
- Membrane mukosa pucat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
- Ketidakmampuan memakan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dibutuhkan pasien
makanan 4. Tidak terjadi penurunan berat badan yang - Anjurkan klien untuk meningkatkan protein
- Adanya iskemik / nekrotik drastis dan vitamin C
jaringan miokard - Monitor kalori dan asupan makanan
- Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan atau kenaikan berat badan
- Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
makanan
- Atur diet yang diperlukan
- Pastikan makanan disajikan dengan cara
yang menarik dan pada suhu yang paling
cocok untuk dikonsumsi secara optimal
- Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi
tegak di kursi, jika memugkinkan
- Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet
yang diperlukan
- Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
- Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi
- Atur diet yang diperlukan
- Berikan arahan diperlukan
Monitor Nutrisi (1160)
- Berat badan pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan rambut kusam dan
mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb
dan kadar Ht
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan
jaringan konjungtiva
- Kolaborasi pemberian cairan intravena
I. IDENTITAS
Nama : Bayi F
Tempat/tgl lahir : Klaten, 26 januari 2018
Nama ayah/ibu :Tn. F
Pekerjaan ayah :Swasta
Pendidikan ayah : D3
Pekerjaan ibu :IRT
Pendidikan ibu :SMA
Alamat / no.Tlp :Tibayan, jatinom
Suku :Jawa
Agama : Islam
II. KELUHAN UTAMA
Pasien Bayi F sejak tanggal 10 februari 2018 dengan keluhan utama batuk, pilek, nafas grok-grok, slim , netek kurang kuat
dan pada tgl 12 februari 2018 jam 08.00 wib dibawa ke IGD RSI klaten dengan keluhan yang sama.
V. RIWAYAT SOSIAL
A. Siatem pendukung/keluarga yang dapat dihubungi
Jika ada masalah kesehatan dalam keluarga selalu pergi ke Dokter atau Bidan. Keluarga yang dapat dihubungi adalah Ayah si
bayi.
B. Hubungan orang tua dengan bayi
Ibu Ayah
√ Menyentuh √
√ Memeluk √
√ Berbicara √
√ Berkunjung √
√ Kontak mata √
D. Lingkungan rumah
Keluarga bayi F tinggal dirumah sendiri di jatinom, rumah permanen, ubin keramik, WC sendiri, sumur dan tempat sampah
ada.
VI. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosa medik : ISPA
2. Tindakan operasi :-
3. Status nutrisi : Berat badan lahir 2900 gram, netek kurang kuat
4. Status cairan : netek ASI kurang kuat
5. Obat/terapi : os rhinos 3x 0,3 cc
Breathy tetes 3x 1tetes
Nebu Ventolin/12 jam
6. Aktivitas : Gerak anak aktif, membuka mata spontan, menangis kuat, reflek moro, memegang, menghisap +.
7. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan : Perawatan di box bayi
Chest fisioterapi pagi sore
8. Hasil laboratorium
Jenis pemeriksaan : Darah Lengkap Tgl : 10 Februari 2018 jam 11.30 wib
Hematologi Hasil Rujukan Unit
Jumlah sel darah
Leukosit 9,1 4.2 – 9.3 Ribu/mm3
Eritrosit 5.16 4.5 – 5.5 Juta/uL
Hemoglobin 16.4 13 – 18 g/dl
Hematokrit 48.3 40 – 54 %
Trombosit 213 150 – 450 Ribu/uL
Index
MCV 93.6 80 – 100 fl
MCH 31.8 26 – 34 pq
MCHC 34.0 32 – 36 %
Differential
Netrofil 41.0 36– 66 %
Limfosit 51.2 25 – 40 %
Basofil 7.8 0–1 %
1. Reflek
( √) Moro ( √) Menggenggam (√ ) Isap
2. Tonus / aktivitas
( √) Aktif
( √) Menangis keras
3. Kepala / leher
a. Fontanel anterior
(√ ) Lunak
( √) Menonjol
b. Sutura sagitalis
( √) Tepat
c. Gambaran wajah
(√ ) Simetris
d. Molding
(√) bersesuaian
e. ( √) Caput Succedaneum
f. (- ) Chepalohematoma
4. Mata
( √) Bersih
5. THT
a. Telinga ( √) Normal
b. Hidung ( √) Bilateral terpasang nasal kanul 1 liter/menit
c. Palatum (√ ) Normal terpasang selang OGT
6. Abdomen
(√ ) Lunak
Lingkar perut : 32cm
Liver : ( ) kurang dari 2 cm
( ) lebih dari 2 cm
7. Thoraks
( √) simetris
(√)Retraksi otot dada
(√ )Klavikula normal
8. Paru-paru
a. Suara nafas
( √) Wheezing
( √) Menurun
b. Respirasi
( √) Spontan, jumlah : 40 x/mnt
9. Jantung
(√ ) Bunyi jantun normal
(√ ) Nadi perifer
Brakhial (√ ) berat
Femoral ( √) berat
10. Ekstremitas
(√ ) Semua ektremitas bergerak normal
( √) Ekstremitas atas bawah simetris
11. Umbilikus
(√ ) Normal
12. Genetalia
( √) Laki-laki normal
13. Anus
(√ ) Paten
14. Spina
( √) Normal
15. Kulit
Warna
(√ ) Pink
16. Suhu
( √) Boks terbuka
VIII. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN/ REFLEK PRIMITIF
A. Kemandirian dan bergaul : -
B. Motorik halus : Bayi mampu menggerakkan keempat ektremitas secara bebas
C. Kognitif dan Bahasa : Bayi mampu menangis kuat apabila merasa tidak nyaman
D. Motorik kasar :-
Kesimpulan perkembangan :
( √) Menangis bila tidak nyaman
(- ) Membuat suara tenggorok yang pelan
( √) Memandang wajah dengan sungguh-sungguh
( √) Mengeluarkan suara
( √) Berespon secara berbeda terhadap obyek yang berbeda
( √) Dapat tersenyum
(√ ) Menggerakkan lengan dan tungkai sama mudahnya ketika telentang
( -) Memberi reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya
( -) Mengoceh dan memberi reaksi terhadap suara
(- ) Membalas senyuman
IX. INFORMASI LAIN
Terapi yang diberikan pada tanggal 12 februari 2018
Os rhinos 3x0.3cc
Breathy 3x1tetes
Nebu Ventolin/12 jam
Asi 8x10cc
Chest fisioterapi pagi sore
X. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS : - Produksi sputum berlebih Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
DO :
- Batuk+, slim+
- Pilek+, nafas grok-grok
- N : 140X/menit
- RR : 45X/menit
- S : 37◦C
- SPO2 94%
- Retraksi otot-otot dada
- Terpasang nasal kanul 1
liter/menit
XII. PERENCANAAN