Disusun oleh:
SURABAYA
2019
ii
LEMBAR PENGESAHAN
SEMINAR KEPERAWATAN GADAR KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN ACUTE LUNG EDEMA
CARDIOGENIC DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA ADALAH
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
DI RUANG CVCU PPJT Lt.6 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Laporan seminar kasus ini, dibuat dan diambil oleh mahasiswa B20 program profesi ners
di ruang ICU PPJT Lt.6 RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada masa praktik 9-14 September
2019.
Dr. Abu Bakar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB. Didit Supriyanto, S.Kep., Ns
NIP. 198004272009121002 NIP.196712301989031008
Mengetahui,
Kepala Ruang ICU PPJT Lt.6
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan umum ....................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan khusus ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi edema paru akut ............................................................................... 3
2.2 Etiologi edema paru akut ............................................................................... 3
2.3 Klasifikasi edema paru akut .......................................................................... 5
2.4 Manifestasi klinis edema paru akut ............................................................... 7
2.5 Patofisiologi edema paru akut ....................................................................... 8
2.6 WOC edema paru akut .................................................................................. 11
2.7 Pemeriksaan diagnostik edema paru akut...................................................... 12
2.8 Penatalaksanaan edema paru akut ................................................................. 19
2.9 Pencegahan edema paru akut......................................................................... 20
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................... 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian ..................................................................................................... 25
3.2. Analisa Data .................................................................................................. 33
3.3. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................................... 35
3.4. Rencana Intervensi ........................................................................................ 39
3.5. Implementasi dan evaluasi ............................................................................ 42
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 56
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 59
5.2 Saran ............................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru akut, pengobatan pada edema
paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi umumnya termasuk oksigen dan
obat-obatan (Mayo, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin menbahas tentang konsep asuhan
keperawatan kritis pada klien dengan edema paru akut kardiogenik.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan kritis pada klien dengan edema paru akut
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian edema paru akut
2. Mengetahui etiologi edema paru akut
3. Mengetahui klasifikasi edema paru akut
4. Mengetahui manifestasi klinis edema paru akut
5. Mengetahui patofisiologi edema paru akut
6. Mengetahui WOC edema paru akut
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik edema paru akut
8. Mengetahui penatalaksanaan edema paru akut
9. Mengetahui pencegahan edema paru akut
10. Mengetahui komplikasi edema paru akut
11. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien edema
paru akut
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru (Muttaqin, 2012).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus paru (Sylvia Price
,2006)
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang
ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal
cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam
jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke
vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Hollenberg, 2003, Nendrastuti &
Soetomo, 2010).
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan
edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler dan
jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun
penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).
2.2 Etiologi
Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi kardiogenik dan
nonkardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar-benar tegas. Ada tumpang tindih
pada penampilan klinis, patofisiologi dan tatalaksana kedua kelompok edema paru tersebut.
(Kidess, 1995; Subagiyo, 2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya sebagai
berikut :
1. Edema paru kardiogenik (hidrostatik),
2. Edema paru nonkardiogenik (permeability),
3. Edema paru campuran atau patogenesisnya belum diketahui
a. Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary edema/HAPE)
b. Edema paru neurogenik
3
4
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
4. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
6. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan reekspansi pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
7. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
8. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury, beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklamsia pada wanita
hamil.
7
e. Kenaikan berat badan yang cepat ketika edema paru berkembang sebagai akibat
dari gagal jantung kongestif, suatu kondisi di mana jantung memompa darah terlalu
sedikit untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berat badan adalah dari penumpukan
cairan dalam tubuh, terutama di kaki.
f. Bengkak di kaki dan pergelangan kaki
g. Kehilangan nafsu makan
h. Kelelahan
2.4.3 Gejala edema paru tahap lanjut, seperti: Headache, insomnia, retensi cairan, batuk, dan
sesak napas.
2.5 Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak
dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh
karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam
keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui
saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai berikut (Flick,
2000; Alpert 2002, Nendrastuti & Soetomo, 2010).)
Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli tipe
I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier reltif nonpermeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga (spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial
dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endothelium di tas
membrane basal, sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan
kolagen dan jaringan elastic, fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain (Muttaqin,
2012).
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah:
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan
interstisial.
9
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar 7
dan 12 mmHg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan ini
akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati
jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak
permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif
dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial
paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering
terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002):
a. Permeabilitas membran yang berubah.
b. Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
c. Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
d. Tekanan osmotik/onkotik mikrovaskuler yang menurun.
e. Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
f. Gangguan saluran limfe.
Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang
terjadi dalam 3 tahap:
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang interstisial tapi
masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan
dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstisial sekitar bronkioli,
arteriol dan venula (pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial)
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus. Pada tahap
ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas (Subagyo, 2012).
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan dibagi
menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut:
Stage I: Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam ruang
interstisial dan alveoli.
Stage II: Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai respons
seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis selular, hiperplasi
sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh trombosit.
10
Stage III: Fase fibrotic, pada pasien yang masih masih bertahan, proses perbaikan terjadi
ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi pembesaran
tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler (Subagyo, 2012).
11
2.6 WOC
12
c. Nilai jalan nafas pasien (Airway), Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti
apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor
d. Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan dinding dada,
dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas
e. Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-tanda
penurunan perfusi
2. Rapid trauma survey
Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman nyawa.
Penilaian yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE
S : Gejala (symptom)
A : Alergi (Allergies)
M : Pengobatan/terapi (Medication)
P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)
L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)
E : Kejadian sebelum insiden (Event)
c. Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut, panggul dan
ektrimitas
1. Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila mana vena leher
datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes dan battles sign.
2. Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada, meraba adanya
rasa nyeri (tenderness), instabilitas (instability), dan krepitasi (crepitation)
kemudian dengarkan suara nafas pada kedua lapang paru.
3. Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak.
4. Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan palpasi adanya
kekakuan dan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk atau luka
tembus.
6. Pemeriksaan ekstrimitas yaitu
17
3. Circulation
a. Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-16G) untuk resusitasi
cairan. Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie.
b. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh karena hipotermia
dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
c. Hindari cairan yang mengandung glukose.
d. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah.
4. Disability
a. Menilai kesadaran klien dengan cepat.
b. Perawatan lanjutan dan pemantauan.
c. Konsultasikan segera untuk intervensi operatif.
d. Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai.
e. Jangan membuang-buang waktu (golden hour). Bertindaklah cermat dan cepat,
utamakan nyawa daripada anggota gerak.
19
Penatalaksanaan spesifik
Periksa tanda klinis dari edema paru akut
Terapi:
a. Furosemide IV 0,5-1,0 mg/kg
b. Morphine IV 2-4 mg
c. Oksigen intubasi sesuai kondisi pasien
d. Nitroglycerin SL, berikan 10-20 mcg/min IV bila SBP 1st line
>100 mmHg of Action
e. Dopamin 5-15 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan muncul tanda dan gejala syok
f. Dobutamine 2-20 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan tidak muncul tanda dan gejala syok
Periksa tekanan
darah
Bila SBP
>100 mmHg dan <30 2nd line
mmHg dibawah nilai normal
of Action
ACE Inhibitors
Short acting,
misalnya captopril
(6,25 mg)
2.9 Pencegahan
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.Pencegahan jangka panjang
dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke
ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat
dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak
sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau
trauma yang berlimpahan.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan,
hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh pasien, antara lain sesak, takikardi,
stupor atau penurunan kesadaran.
c. Riwayat cedera atas dasar pada pasien sadar, pasien tidak sadar dengan
d. Airway
Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor.
e. Breathing
Lakukan “Look, listen and feel”. Look: lihat pergerakan dinding dada, listen: dengarkan
suara nafas, listen: rasakan hembusan nafas.
f. Circulation
Pemeriksaan terhadap nadi, warna kulit, perdarahan dan tanda-tanda penurunan perfusi
(keringat dingin, pucat, nadi cepat).
g. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat dengan AVPU, tidak dianjurkan mengukur Glasgow
Coma Scale.
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
21
V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar tapi
merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
h. Eksposure
Melepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar diketahui semua cedera yang mungkin
terjadi. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang maka imobilisasi harus
dikerjakan
i. Vital sign
Jika tekanan darah dibawah 80 mmHg menunjukkan tanda-tanda syok.
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Inspeksi adanya luka deformitas, asismetris, depresi dan perdarahan pada wajah dan
daerah kepala, keadaan sekitar mata, apakah pupil simetris, reaksi cahaya
2) Ketajaman penglihatan
3) Palpasi tulang wajah adanya deformitas, asimetris dan terderness
4) Inspeksi Warna bibir dan rongga mulut, status hidrasi, perdarahan, obstruksi,
adanya gigi yang patah, oedem lidah atau faring, atau memar pada lidah, luka bakar
pada wajah, alis, dan rambut, cairan atau darah dalam telinga, cairan atau darah dari
hidung
5) Pernafasan cuping hidung ada / tidak ada.
6) Inspeksi adanya deformitas, perdarahan atau luka pada leher
7) Deviasi trachea, subcutaneous emphysema, DVJ
8) Bruits arteri carotis
9) Tulang leher adanya tenderness, deformitas dan luka
b. Thorax
1) Deformitas, luka, perdarahan, benda yang menancap, kesimetrisan dinding dada
pada saat ventilasi
2) Jumlah, kedalaman dan usaha bernafas
3) Struktur tulang dada adanya deformitas, nyeri, udara subcutaneous
22
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Penurunan curah jantung
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Ketidakpatuhan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
NOC: Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange
23
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS
1. Nama : Ny S
2. Umur : 62 th
3. Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTA
6. Pekerjaan : Pensiunan
7. Alamat : Sidoharjo
8. Sumber Biaya : Bpjs
B. KELUHAN UTAMA
Keluhan Utama : klien terintubasi
25
26
2. System pernafasan(B1)
Jalan napas : Bebas
Obstruksi : Tidak
Benda Asing : Tidak
a. RR : 26x/Menit
b. Keluhan sesak : Tidak terkaji
Batuk : tidak Produktuf
Secret : kekuningan, Purulen
c. Pergerakan Dada : Simetris
d. Penggunaan otot bantu napas : Ya
Jenis : diafragma
e. Irama nafas : Teratur
f. Pleural friction rub : Ya
g. Pola napas : Cheyne Stoke
h. Suara Nafas : Rochi basah pada seluruh lapang paru
i. Suara Perkusi paru : Redup
j. Alat Bantu napas : Ya
Ventilator
Mode : ASV
FiO2 : 30%
PEEP : 8 CmH2O
Vol. tidal: 280 – 350 ml
I:E ratio: 1: 2
k. Penggunaan WSD : Tidak
l. Tracheostomy : Tidak
m. Data tambahan
Hari ke :6
g. Produksi Urine : 70 cc/ 24 jam
Warna : kuning keruh bau: amonia
h. Kandung kemih
Membesar : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
i. Intake cairan
Oral/ NGT : 1380 cc/ hari
k. Turgor :kurang
l. Luka operasi :tidak ada
m. ROM :pasif
n. Piting edema :ya, grade 2 pada ektremitas atas dan bawah
o. Eksoriasis :tidak
p. Urtikaria :tidak
8. System endokrin
a. Perbesaran Tiroid : tidak
b. Perbesaran kelenjar geah bening : tidak
c. Hipoglikemia : tidak
d. Hiperglikemia : ya,, 373 mg/ dl ( 09-9-2019/ 10.00 WIB)
G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Presepsi klien terhadap penyakit : Tidak Terkaji
31
Sumber: keluarga
I. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Sebelum sakit : sering beribadah
Selama sakit : tidak tampak aktifitas ibadah, klien bed rest terpasang intubasi
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi ( 8-9-2019)
No Parameter Hasil Satuan Rujukan
Hb 9.3 7.35-7.45
WBC 13.1
Gran 78.5
PLT 250.000
Kimia
BUN 55
SK 3,06
SGOT
SGPT
Bil Total
Bil Direk
Aib 3.3
Na 135
K 3.7
Cl 90
Mg
Ca 7.3
GDP/ 2jPP
GDA 514
BGA
pH 7.47 7.35-7.45
pCO2 43 mmHg
pO2 107 mmHg
HCO3 31.3 Mmol/l
32
BE + 7.6 -2.2
SaO2 98%
AaDO2 214
K. TERAPI
(09-09-2019)
Spironolacton 100 mg/ 24 jam/ p.o cefoperazone sulbactam 1g/12 jam/ pump
Lisinopril 5 mg/ 24 jam/ p.o furosemide sp 10mg/mi/i
Concor 1.25 mg/ 24 jam p.o omeprazole 40mg/ 12 jam/ syiring pump
Atorvastatin 40 mg/ 24 jam/p.o novorapid 10 iu/ 8 jam /sc (8-8-8)
CPG 75 mg/24 jam p.o Lovemir 10iu/ 24 jam/sc (0-0-10)
Paracetamol 500 mg/ 6 jam /p.o
ANALISA DATA
Do:
pCO2 : 60
pO2 : 107
pH arteri : 7.47
RR : 26x/Menit
nadi: 69x/menit
rochi pada seluruh lapang paru
2 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Bersihan jalan napas tidak
efektif
Do:
Batuk tidak efektif
Rochi pada seluruh lapang paru
Sputum berlebih, berwarna
kekuningan purulent
3 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Gangguan Penyapihan ventilator
Do:
Penggunaan Otot bantu napas:
diafragma
pCO2 : 60
pO2 : 107
pH arteri : 7.47
RR : 26x/Menit
nadi: 69x/menit
rochi pada seluruh lapang paru
4 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Perfusi Perifer Tidak efektif
Do:
Edema grade 2 pada kedua
ektremitas atas bawah
Akral dingin
Warna kulit pucat
Turgor menurun
5 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Ganguan Sirkulasi
Spontan
Do:
Nadi 69x/menit
RR 26x/Menit
T: 37,60C
Produksi Urin 70 cc/ 24/jam
6 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Defisit Perawatan Diri
34
Do:
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
Kekuatan otot
20
10
7 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Luka Tekan
Do:
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
Kekuatan otot
20
10
8 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Ketidakstabilan kadar glukosa
darah
Do:
Klien terintubasi
GDA acak 373 mmHg
Do:
Nadi 69x/menit
RR 26x/Menit
T: 37,60C
TD: 142/62 mmHg
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
10 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Penurunan Curah Jantung
DO:
Nadi 69x/menit,
RR 26x/Menit
T: 37,60C
TD: 142/62 mmHg
Edema Grade 2 pada ektremitas atas
bawah
CRT > 3 detik
Produksi urin 70 cc/ 24 jam
35
1. Ganguan Pertukaran Gas b.d perubahan membrane alveoli kapiler d.d PCO2 dan
PO2 meninkat, PH arteri meningkat dan suara napas tambahan [ D.0003]
2. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif b.d Hipersekresi jalan napas d.d sputum
berlebih [D.0001]
3. Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.dpenggunaan otot
bantu napas dan nilai gas darah arteri abnormal [D.0002]
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d ganguan toleransi glukosa darah d.d kadar
glukosa dalam darah tinggi [D.0027]
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler > 3 detik, akral
dingin dan turgor kulit turun [D.0009]
6. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload afterload d.d edema dan
nadi perifer teraba lemah [D.0011]
7. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplay dan kebuuhan oksigen
d.d dipsnea setelah aktifitas [D. 0056]
8. Deficit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler d.d tidak mampu melakukan
perawatan diri [D.0109]
9. Risiko luka tekan d.d edema, riwayat stroke, imobilisasi fisik [D.0144]
10. Risiko gangguan sirkulasi spontan dd hiperglikemia dan edema [D.0010]
39
P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 14.00 Mempertahankan posisi semi fowler 21.00 S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :136/58mmHg
R N : 68x/Menit
Td : 104/ 40mmHg RR: 28x/menit
N : 78 x/Menit T : 37.50C
RR: 26x/menit
43
RR: 18x/menit
T : 35.50C
18.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
18.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secre berwarna kekuningan, purulen
19.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
20.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N : 68x/Menit
RR: 24x/menit
T : 37.30C
21.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :136/58mmHg
N : 68x/Menit
RR: 28x/menit
T : 37.50C
3 14.00 meposisikan semi fowler 30 derajat 21.00 S : Pasien Terintubasi
R: klien tampak nyaman
14.30 Mengobservasi kemampuan disapih O:
R: RR : 26x/ menit
45
15.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
15.10 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
19.10 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 50 cc/ 3 jam
Obeservasi produksi urin A: Masalah gangguan
R: 20 cc/3 jam penyapihan ventilator belum
teratasi
P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Rabu 1 14.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien terintubasi 1
12-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
Siang R: klien tampak lebih nyaman O:
15.00 Miring kanan Dipsnea menurun
R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang
17.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.44
19.00 Terlentang Po2 : 40
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 26x/menit
R:-
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi
P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
46
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 14.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi 2
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :104/46mmHg
R N : 82x/Menit
Td : 144/ 56mmHg RR: 28x/menit
N : 87 x/Menit T : 37.30C
RR: 26x/menit Sputum berwarna putih
T : 36’70C kekuningan, konsitensi
15.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR purulent
dan Temperature setiap 1 jam
R A: Masalah bersihan jalan
Td : 106/52mmHg napas teratasi
N : 86x/Menit
RR: 24x/menit P: Pertahankan Intervesi
T : 36.90C a. Observasi tanda
15.45 Melakukan fisioterapi dada tanda vital
R: klien tampak batuk ringan b. Lakukan fisioterapi
15.50 melakukan pengisapan lender dada dan pengisapan
R: klien tampak tersengal dan batuk, lendir
secret berwarna kekuningan, purulen
16.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/59mmHg
N :89 x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.60C
47
T : 37.30C
21.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/46mmHg
N : 82x/Menit
RR: 28x/menit
T : 37.30C
3 14.00 meposisikan semi fowler 30 derajat S : Pasien Terintubasi 3
R: klien tampak nyaman
14.30 Mengobservasi kemampuan disapih O:
R: RR : 26x/ menit
15.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
15.10 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
19.10 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 320 cc/ 3 jam Urin 525 cc/ 8 jam
Obeservasi produksi urin
R: 205 cc/3 jam A: Masalah gangguan
penyapihan ventilator belum
teratasi
P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Kamis 1 08.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien Terintubasi
13-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
Pagi R: klien tampak lebih nyaman O:
09.00 Miring kanan Dipsnea menurun
49
P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 08.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
08.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :148/60mmHg
R N : 78x/Menit
Td : 104/ 40mmHg RR: 24x/menit
N : 78 x/Menit T : 36.60C Sputum
RR: 26x/menit berwarna pitih kekuningan,
T : 36’70C konsitensi purulent
09.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam A: Masalah bersihan jalan
R napas teratasi
Td : 93/42mmHg
N : 84x/Menit P: Pertahankan Intervesi
RR: 24x/menit
50
P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Jumat 1 08.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien Terintubasi
14-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
R: klien tampak lebih nyaman O:
09.00 Miring kanan Dipsnea menurun
R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang
11.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.47
13.00 Terlentang Po2 : 44
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 24x/menit
R:
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi
P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 08.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
08.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Td : 144/ 40mmHg
dan Temperature setiap 1 jam N : 87x/Menit
R RR: 26x/menit
Td : 144/ 40mmHg T : 36’70C
53
Td :118/ 52mmHg
N : 71x/Menit
RR: 18x/menit
T : 35.50C
12.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
12.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secret berwarna kekuningan, purulen
13.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
13.10 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N : 68x/Menit
RR: 24x/menit
T : 37.30C
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/60mmHg
N : 78x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.80C
3 08.00 meposisikan semi fowler 30 derajat S : Pasien Terintubasi
R: klien tampak nyaman
55
P: pertahankan intervensi
a. u
56
BAB IV
PEMBAHASAN
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak napas yang
bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat sakit jantung.
Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-tiba seperti pada kasus edema paru
akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala-
gejala umum lain yang mungkin ditemukan ialah: mudah lelah, lebih cepat merasa sesak napas
dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau
kelemahan. Tingkat oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien
dengan edema paru. Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang abnormal, seperti
ronki atau crakles (Warray & Matta, 2016)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu: 1.
Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan adanya
edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral dengan pola butterfly, gambaran
vaskular paru dan hilus yang berkabut serta adanya garis-garis Kerley b di interlobularis.
Gambaran lain yang berhubungan dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri
sering dijumpai. Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal
jantung kiri. 2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri,
pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark. 3. Ekokardiografi
dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi dari ventrikel kiri dan adanya
kelainan katup-katup jantung. 4. Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan
PO2 dan PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO2
semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai
hiperkapnia dan asidosis respiratorik (Warray & Matta, 2016).
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu penanganan
secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan
suportif yang ditujukan terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas,
perfusi organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin
bila memungkinkan (Mattu & Martinez, 2005). Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian
oksigen yang adekuat, restriksi cairan, dan mempertahankan fungsi kardiovaskular, perawatan
ventilator dan mempertahankan ADL klien secara holistik. Pertimbangan awal ialah dengan
evaluasi klinis, EKG, foto toraks, dan GDA (Mattu & Martinez, 2005)
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama bagi susunan saraf
pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu
suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan
56
57
pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi unit fungsional paru
sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi alveolar. Pada kasus ringan oksigen bisa
diberikan dengan kanul hidung atau masker muka (face mask). Continuous positive airway
pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien edema paru kardiogenik. Masip et al (2011)
mendapatkan bahwa penggunaan CPAP menurunkan kebutuhan akan intubasi dan angka
mortalitas. Pada pasien dengan edema paru kardiogenik akut, induksi ventilasi noninvasif
dalam gangguan pernapasan dan gangguan metabolik meningkat lebih cepat daripada terapi
oksigen standar tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas jangka pendek. Ventilasi non-
invasif dengan CPAP telah terbukti menurunkan intubasi endotrakeal dan kematian pada pasien
dengan edema paru akut kardiogenik. Menurut penelitian Agarwal et al (2009), noninvasive
pressure support ventilation (NIPSV) tampaknya aman dan berkhasiat sebagai CPAP, daripada
jika bekerja dengan titrasi pada tekanan tetap.19 Penelitian Winck et al. mendukung
penggunaan CPAP dan non-invasive positive pressure ventilation (NPPV) pada edema paru
akut kardiogenik. Kedua teknik tersebut dipakai untuk menurunkan need for endotracheal
intubation (NETI) dan kematian dibandingkan standard medical therapy (SMT), serta tidak
menunjukkan peningkatan risiko infark miokard akut. CPAP dianggap sebagai intervensi
pertama dari NPPV yang tidak menunjukkan khasiat yang lebih baik bahkan pada pasien
dengan kondisi lebih parah, tetapi lebih murah dan lebih mudah untuk diimplementasikan
dalam praktek klinis.20 Intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik dengan positive end-
expiratory pressure (PEEP) diperlukan pada kasus yang berat (Bestern, 2013).
Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik yang
mengalami hipotensi, yaitu dobutamin 2-20 µg/kg/menit atau dopamin 3-20 µg/kg/meni.
karidogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang memerlukan penanganan medis
secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen
yang adekuat, restriksi cairan, mempertahankan fungsi kardiovaskular dengan obat-obatan
inotropik, serta obat-obatan yang menurunkan preload (nitrat, morfin dan diuretik) dan
afterload (ACE inhibitor) (Nieminen et al, 2005)
Selain itu, masalah keperawatan dan intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan
panduan SDKI dan SIKI 2018. Pada pasien ALO akan muncul diagnosa keperawatan gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoli kapiler ditandai dengan pCO2,
pO2 dan pH meningkat atau dapat diintepretasikan alkalosis respiratory, kemudian muncul
diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperekskresi jalan napas
ditandai dengan sputum berlebih yang harus dilakukan close suction, muncul lagi diagnosa
gangguan penyapihan ventilator dikarenakan klien dengan ALO disertai pneumonia akan
mengalami dispnea hebat sehingga sangat dianjurkan penggunaan ventilator jika tidak kasus
58
ALO akan membuat distress napas. Dx pencetus dari ALO yaitu penurunan curah jantung juga
muncul sehingga lebih banyak intervensi farmakologi disertai dengan pemantauan ketat
balance cairan (PPNI, 2018).
59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler dan
jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit jantung
maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Pada
kasus Ny. S, edema paru akut disebabkan karena kardiomegali yang menurunkan curah
jantung dan diperparah dengan pnemonia stage 4.
2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat yaitu
menangani masalah kardio, pneumonia dan diabetes mellitus yang diderita. Selain
penanganan farmakologi, penggunaan ventilator juga sudah sangat baik karena sangat
diperlukan sehingga dapat membantu penggunaan otot bantu napas, tegangan karena
usaha napas yang berat yang semakin dapat memperberat kerja jantung.
3. Tindakan perawatan yang menyeluruh dikarenakan pasien bedrest total dan intoleran
dalam aktivitas seperti membantu ADL, memberikan kasur anti dekubitus dan perawatan
alat bantu hidup.
5.2 Saran
1. Bagi pihak klinik diharapkan agar memonitor penggunaan intubasi ETT untuk ventilator
dikarenakan lamanya penggunaan intubasi dapat menyebabkan infeksi yang dapat
memperparah kondisi pneumonia pada paru.
2. Sebaiknya diberikan tindakan selain medis yaitu spiritual, agar jika ada hal buruk yang
terjadi, keluarga maupun klien sudah siap menerima kondisi yang datang.
3. Sebaiknya bagi mahasiswa lebih kritis lagi dalam merawat pasien-pasien dari ALO baik
di bangsal biasa maupun kritis. Karena penyebab dari ALO sangat banyak dan bila
penatalaksanaannya tidak sesuai dengan etiologinya, maka tidak akan mengobati ALO
dan bahkan mengancam nyawa pasien.
59
60
DAFTAR PUSTAKA
60