Anda di halaman 1dari 60

i

SEMINAR KEPERAWATAN GADAR KRITIS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN ACUTE LUNG EDEMA
CARDIOGENIC DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA ADALAH
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
DI RUANG CVCU PPJT Lt.6 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh:

Fiqih Ardi Pradana (131823143023)

Dewi Masruroh (131823143033)

Zahrotul Fitria (131823143072)

Yeane Fiorola Ire (131823143073)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
ii

LEMBAR PENGESAHAN
SEMINAR KEPERAWATAN GADAR KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN ACUTE LUNG EDEMA
CARDIOGENIC DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA ADALAH
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
DI RUANG CVCU PPJT Lt.6 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Laporan seminar kasus ini, dibuat dan diambil oleh mahasiswa B20 program profesi ners
di ruang ICU PPJT Lt.6 RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada masa praktik 9-14 September
2019.

Surabaya, September 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Dr. Abu Bakar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB. Didit Supriyanto, S.Kep., Ns
NIP. 198004272009121002 NIP.196712301989031008

Mengetahui,
Kepala Ruang ICU PPJT Lt.6

Tri Budiyono, SST


NIP.196501071998031009
iii

DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan umum ....................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan khusus ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi edema paru akut ............................................................................... 3
2.2 Etiologi edema paru akut ............................................................................... 3
2.3 Klasifikasi edema paru akut .......................................................................... 5
2.4 Manifestasi klinis edema paru akut ............................................................... 7
2.5 Patofisiologi edema paru akut ....................................................................... 8
2.6 WOC edema paru akut .................................................................................. 11
2.7 Pemeriksaan diagnostik edema paru akut...................................................... 12
2.8 Penatalaksanaan edema paru akut ................................................................. 19
2.9 Pencegahan edema paru akut......................................................................... 20
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................... 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian ..................................................................................................... 25
3.2. Analisa Data .................................................................................................. 33
3.3. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................................... 35
3.4. Rencana Intervensi ........................................................................................ 39
3.5. Implementasi dan evaluasi ............................................................................ 42
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 56
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 59
5.2 Saran ............................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke
ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan
normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium
dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000, Hollenberg,
2003, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Edema paru akut merupakan keadaan darurat medis
yang membutuhkan perawatan segera. Meskipun edema paru kadang-kadang bisa berakibat
fatal (Mayo, 2011).
Edema paru adalah salah satu kondisi kegawatan yang tersering dan sangat
mengancam jiwa. Penatalaksanaan yang agresif harus segera dilakukan setelah dicurigai
diagnosis edema paru. Tanda dan gejala yang tampak adalah representasi perpindahan cairan
dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan interstisial dan selanjutnya ke dalam
alveoli. Kelainan kardiak dan nonkardiak dapat menyebabkan edema paru sehingga kita
harus mengetahui kondisi dasar yang mencetuskan edema paru agar penatalaksanaan yang
dilakukan tepat dan berhasil. Kadang masalahnya kompleks karena pada pasien selain
terdapat problem kardiak sekaligus terdapat juga problem nonkardiak (Subagyo, 2013).
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Angka kematian edema paru akut
karena infark miokard akut mencapai 38–57% sedangkan karena gagal jantung mencapai
30% (Haas, 2002, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Pengetahuan dan penanganan yang tepat
pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang rasional harus
berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi (Alpert, 2002, Nedrastuti dan Soetomo,
2010).
Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan
dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan racun dan obat-obatan
tertentu, dan berolahraga atau tinggal pada ketinggian tinggi (Mayo, 2011). Kondisi klien
dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat, bersama dengan pengobatan

1
2

untuk masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru akut, pengobatan pada edema
paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi umumnya termasuk oksigen dan
obat-obatan (Mayo, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin menbahas tentang konsep asuhan
keperawatan kritis pada klien dengan edema paru akut kardiogenik.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan kritis pada klien dengan edema paru akut
kardiogenik ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan kritis pada klien dengan edema paru akut
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian edema paru akut
2. Mengetahui etiologi edema paru akut
3. Mengetahui klasifikasi edema paru akut
4. Mengetahui manifestasi klinis edema paru akut
5. Mengetahui patofisiologi edema paru akut
6. Mengetahui WOC edema paru akut
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik edema paru akut
8. Mengetahui penatalaksanaan edema paru akut
9. Mengetahui pencegahan edema paru akut
10. Mengetahui komplikasi edema paru akut
11. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien edema
paru akut
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru (Muttaqin, 2012).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus paru (Sylvia Price
,2006)
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang
ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal
cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam
jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke
vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Hollenberg, 2003, Nendrastuti &
Soetomo, 2010).
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan
edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler dan
jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun
penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).

2.2 Etiologi
Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi kardiogenik dan
nonkardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar-benar tegas. Ada tumpang tindih
pada penampilan klinis, patofisiologi dan tatalaksana kedua kelompok edema paru tersebut.
(Kidess, 1995; Subagiyo, 2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya sebagai
berikut :
1. Edema paru kardiogenik (hidrostatik),
2. Edema paru nonkardiogenik (permeability),
3. Edema paru campuran atau patogenesisnya belum diketahui
a. Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary edema/HAPE)
b. Edema paru neurogenik

3
4

c. Re-expansion pulmonary edema


d. Overedosis narkotik
e. Tocolytic therapy
f. Uremia
Braundwauld (1997), Subagyo (2012) membagi edema paru berdasarkan mekanisme
pencetusnya sebagai berikut:
1. Ketidakimbangan Starling-Force
a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
1) Tanpa gagal ventrikel kiri (misal: stenosis mitral)
2) Sekunder karena gagal ventrikel kiri
b. Penurunan tekanan onkotik plasma, pada hipoalbuminemia
c. Peningkatan tekanan negative interstisial, pada tatalaksana pneumotoraks dengan
tekanan negative yang tinggi
2. Gangguan permeabilitas membrane kapiler alveoli
a. Pneumonia (bakteri, virus atau parasit)
b. Inhalasi toksin (NO, asap)
c. Pancreatitis hemoragik akut
d. Aspirasi asam lambung
e. Pneumonitis akut akibat radiasi
f. Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
g. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif
i. Shock-lung pada trauma bukan dada
j. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
3. Insufisiensi sistem limfe
a. Pasca transplantasi paru
b. Limfangitis karsinomatosis
c. Limfangitis fibrotic (silikosis)
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
a. High altitude pulmonary edema
b. Edema paru neurogenik
5

c. Overdosis obat narkotik


d. Emboli paru
e. Eklampsia
f. Pasca kardioversi
g. Pasca anestesi
h. Pasca bedah pintas jantung-paru
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri kronik.
2.3.1 Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal
dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
2.3.2 Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
6

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
4. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
6. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan reekspansi pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
7. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
8. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury, beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklamsia pada wanita
hamil.
7

2.4 Manifestasi Klinis


2.4.1 Manifestasi Umum
a. Perubahan dini edema paru adalah peningkatan aliran llimfatik, terjadi karena
saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru
dan saluran pernapasan yang kecil.
b. Obstruksi pada saluran nafas kecil
c. Hipoksemia ringan timbul karena adanya perubahan dalam distribusi ventilasi dan
perfusi
d. Menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik, namun ekskresi
Co² tidak terganggu
e. Gangguan difusi menyebabkan terjadinya peningkatan pintas kanan ke kiri melalui
alveoli yang tidak mengalami ventilasi (Muttaqin, 2012).
2.4.2 Manifestasi Akut
a. Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang memburuk ketika
berbaring
b. Perasaan mencekik atau tenggelam
c. Wheezing atau gasping
d. Kecemasan, kegelisahan atau rasa ketakutan
e. Batuk yang menghasilkan sputum berbusa yang dapat diwarnai dengan darah
f. Keringat berlebihan
g. Kulit pucat
h. Nyeri dada, jika edema paru disebabkan oleh penyakit jantung
i. Denyut jantung cepat, tidak teratur (palpitasi)
Edema paru dapat menjadi fatal jika tidak diobati, Jangka panjang (kronis):
a. Memiliki lebih sesak napas dari pada normal ketika klien aktif secara fisik.
b. Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, sering ketika klien berbaring datar
dibandingkan dengan duduk.
c. Wheezing
d. Bangun di malam hari dengan perasaan sesak nafas yang bisa dikurangi dengan
duduk
8

e. Kenaikan berat badan yang cepat ketika edema paru berkembang sebagai akibat
dari gagal jantung kongestif, suatu kondisi di mana jantung memompa darah terlalu
sedikit untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berat badan adalah dari penumpukan
cairan dalam tubuh, terutama di kaki.
f. Bengkak di kaki dan pergelangan kaki
g. Kehilangan nafsu makan
h. Kelelahan
2.4.3 Gejala edema paru tahap lanjut, seperti: Headache, insomnia, retensi cairan, batuk, dan
sesak napas.

2.5 Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak
dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh
karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam
keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui
saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai berikut (Flick,
2000; Alpert 2002, Nendrastuti & Soetomo, 2010).)
Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli tipe
I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier reltif nonpermeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga (spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial
dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endothelium di tas
membrane basal, sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan
kolagen dan jaringan elastic, fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain (Muttaqin,
2012).
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah:
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan
interstisial.
9

Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar 7
dan 12 mmHg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan ini
akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati
jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak
permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif
dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial
paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering
terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002):
a. Permeabilitas membran yang berubah.
b. Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
c. Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
d. Tekanan osmotik/onkotik mikrovaskuler yang menurun.
e. Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
f. Gangguan saluran limfe.
Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang
terjadi dalam 3 tahap:
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang interstisial tapi
masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan
dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstisial sekitar bronkioli,
arteriol dan venula (pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial)
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus. Pada tahap
ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas (Subagyo, 2012).
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan dibagi
menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut:
Stage I: Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam ruang
interstisial dan alveoli.
Stage II: Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai respons
seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis selular, hiperplasi
sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh trombosit.
10

Stage III: Fase fibrotic, pada pasien yang masih masih bertahan, proses perbaikan terjadi
ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi pembesaran
tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler (Subagyo, 2012).
11

2.6 WOC
12

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Tes yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis edema paru meliputi:
1. X-ray
Sebuah sinar-X dada kemungkinan akan menjadi tes pertama yang dlakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis edema paru.
2. Elektrokardiografi (EKG)
Tes non-invasif ini dapat mengungkapkan berbagai informasi tentang hati. Selama EKG,
patch melekat pada kulit menerima impuls listrik dari jantung. Ini dicatat dalam bentuk
gelombang pada kertas grafik atau monitor. Pola gelombang menunjukkan denyut jantung
dan irama, dan apakah bidang acara jantung berkurang aliran darah.
3. Ekokardiografi (USG jantung diagnostik ujian)
Tes non-invasif lain, ekokardiografi menggunakan perangkat tongkat berbentuk disebut
transducer untuk menghasilkan gelombang suara frekuensi tinggi yang tercermin dari
jaringan hati klien. Gelombang suara yang kemudian dikirim ke sebuah mesin yang
digunakan untuk menyusun gambar hepar pada monitor. Tes ini dapat membantu
mendiagnosa sejumlah masalah jantung, termasuk masalah katup, gerakan abnormal
dinding ventrikel, cairan di sekitar jantung (efusi perikardial) dan kelainan jantung
bawaan. Hal ini juga secara akurat mengukur jumlah darah ventrikel kiri menyemburkan
dengan setiap detak jantung (fraksi ejeksi, atau EF). Hal ini juga dapat memperkirakan
apakah ada peningkatan tekanan pada sisi kanan jantung. Meskipun EF rendah sering
menunjukkan penyebab jantung untuk edema paru, itu mungkin untuk memiliki edema
paru jantung dengan EF normal.
4. Transesophageal echocardiography (TEE)
Dalam pemeriksaan USG jantung tradisional, transduser tetap berada di luar tubuh pada
dinding dada. Namun dalam TEE, lembut, tabung fleksibel dengan ujung transducer
khusus dimasukkan melalui mulut dan masuk ke kerongkongan-bagian yang mengarah ke
perut. Kerongkongan terletak tepat di belakang hepar, yang memungkinkan untuk gambar
yang lebih dekat dan lebih akurat dari jantung dan arteri pulmonalis sentral. Pasien akan
diberi obat penenang untuk membuat lebih nyaman dan mencegah tersedak, mungkin
memiliki sakit tenggorokan selama beberapa hari setelah prosedur, dan ada sedikit risiko
perforasi atau perdarahan dari kerongkongan.
13

5. Kateterisasi arteri paru


Jika tes lainnya tidak mengungkapkan alasan untuk edema paru, dokter mungkin
menyarankan prosedur untuk mengukur tekanan dalam kapiler paru (tekanan
baji). Selama tes ini, balon kecil di ujung kateter dimasukkan melalui pembuluh darah di
kaki atau tangan ke dalam arteri pulmonalis. Kateter memiliki dua bukaan terhubung ke
transduser tekanan. Balon mengembang dan mengempis kemudian, memberikan
pembacaan tekanan.
6. Kateterisasi jantung
Jika tes seperti EKG atau ekokardiografi tidak mengungkap penyebab edema paru, atau
juga memiliki nyeri dada, dokter mungkin menyarankan kateterisasi jantung dengan
angiogram koroner. Selama kateterisasi jantung, sebuah tabung panjang dan tipis yang
disebut kateter dimasukkan ke dalam arteri atau vena di pangkal paha, leher atau lengan
dan berulir melalui pembuluh darah ke jantung. Jika dye disuntikkan selama pengujian,
itu disebut sebagai angiogram koroner. Selama prosedur ini, pengobatan seperti membuka
arteri yang tersumbat dapat dilakukan, yang dengan cepat dapat meningkatkan aksi
pemompaan ventrikel kiri. Kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengukur
tekanan dalam bilik jantung Anda, menilai katup jantung Anda, dan mencari penyebab
edema paru.

Gambar 2.1 : Edema Intesrtitial


14

Gambar 2.2 : Kardiomegali dan edema paru

Gambar 2.3 : Bat’s Wing


2.7 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapi dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi tekanan hidrostastik yang menyebabkan edema paru. Tujuan terapi yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas adalah untuk menghilangkan faktor
penyebab perlukan paru, perbaikan keadaan umum dan member kesempatan pada paru
untuk membaik, serta mengurangi tekanan yang menyebabkan pergeseran cairan
melalui barrier yang terluka.
1. Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)
a. Suport
Mencari dan menterapi penyebabnya. yang harus dilakukan adalah: Suport
Kardiovaskular, Terapi Cairan, Renal Suport, Pengelolaan Sepsis
b. Ventiasi
15

Menggunakan Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS.


2. Penatalaksanaan Edema Paru kardiogenik
Sasarannya adalah:
a) Mencapai oksigenisasi adekuat
b) Memelihara stabilitas hemodinamik
c) Mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan afterload
Penatalaksanaan:
a) Posisi setengah duduk d) Diuretik
b) Oksigen terapi e) Inotropik
c) Morphin IV 2,5mg f) Nitroglycerine
Bukti penelitan menunjukkan bahwa pilihan terapi yang terbaik adalah:
Vasodilator intravena sedini mungkin (Nitroglycerine, nesiride, nitropruside) dan
diuretik dosis rendah. Nitroglycerine merupakan terapi lini pertama pada semua
pasien AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100mmHg dengan dosis 20μg/min
sampai 200μg /menit (Rekomensi ESC IA). Bahkan dosis yang sangat rendah
(<0,5μg/kg/min) dari nitroglycerin akan menurunkan LVED (Mayo Clinic staff,
2011)
2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan Gawat Darurat
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan edema paru akut antara lain:
1. Penilaian awal (primary survey), adalah penilaian untuk menentukan prioritas
penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa. Pemeriksaan ini dilakukan
dalam waktu kurang dari 2 menit. Urutan pemeriksaan dalam primary survey adalah:
a. Periksa keadaan umum penderita
b. Evaluasi tingkat kesadaran awal sambil menstabilkan tulang leher. Untuk melihat
tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan skala AVPU:
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar
tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
16

c. Nilai jalan nafas pasien (Airway), Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti
apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor
d. Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan dinding dada,
dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas
e. Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-tanda
penurunan perfusi
2. Rapid trauma survey
Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman nyawa.
Penilaian yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE
S : Gejala (symptom)
A : Alergi (Allergies)
M : Pengobatan/terapi (Medication)
P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)
L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)
E : Kejadian sebelum insiden (Event)
c. Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut, panggul dan
ektrimitas
1. Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila mana vena leher
datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes dan battles sign.
2. Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada, meraba adanya
rasa nyeri (tenderness), instabilitas (instability), dan krepitasi (crepitation)
kemudian dengarkan suara nafas pada kedua lapang paru.
3. Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak.
4. Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan palpasi adanya
kekakuan dan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk atau luka
tembus.
6. Pemeriksaan ekstrimitas yaitu
17

1. Memeriksa DCAP-BTLS adanya perubahan bentuk (deformitas), memar


(contosio), lecet (abration), luka tembus (penetration), luka bakar (burn),
rasa nyeri (tenderness), laserasi, atau pembengkakan (swelling). Jika ada
krepitasi atau gesekan fragmen tulang merupakan tanda pasti adanya
fraktur. Bila ada tanda ini segara imobilisasi untuk mencegah cedera
jaringan lunak yang lebih parah
2. Memeriksa persendian apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan sendi
3. Periksa dan catat nadi, motorik, dan sensorik daerah distal.
d. Balut dan bidai, bila ditemukan trauma
e. Monitor terus menerus
Pendekatan ABCD dan imobilisasi tulang leher jika diindikasikan:
1. Airway management
a. Bicara pada pasien. Pasien yang menjawab tanda bahwa jalan nafasnya bebas, jika
tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan.
b. Bebaskan jalan nafas pasien dengan Chin lift/jaw thrust
c. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau non-rebreathing
d. Melakukan suction jika tersedia
e. Siapkan untuk intubasi trakea sesuai indikasi. Intubasi endotrakeal (ET) mungkin
diperlukan jika jalan napas tidak dapat diperbaiki dengan langkah-langkah di atas
atau jika pasien tidak mendapatkan ventilasi yang cukup
f. Kritotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak berhasil, jika ada
kemungkinan kuat cedera vertebrae cervicales, atau pada kasus trauma wajah
massif.
2. Breathing
a. Menilai pernafasan cukup.
b. Jika pernafasan tidak ada lakukan pernafasan buatan.
c. Periksa dada untuk bukti sucking chest wound, pneumothorax, fail chest, dan
sebagainya.
d. Dekomresi rongga pleura, dan tutup jika ada luka robek dinding dada.
e. Berikan oksigen jika ada.
18

3. Circulation
a. Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-16G) untuk resusitasi
cairan. Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie.
b. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh karena hipotermia
dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
c. Hindari cairan yang mengandung glukose.
d. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah.
4. Disability
a. Menilai kesadaran klien dengan cepat.
b. Perawatan lanjutan dan pemantauan.
c. Konsultasikan segera untuk intervensi operatif.
d. Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai.
e. Jangan membuang-buang waktu (golden hour). Bertindaklah cermat dan cepat,
utamakan nyawa daripada anggota gerak.
19

Penatalaksanaan spesifik
Periksa tanda klinis dari edema paru akut

Terapi:
a. Furosemide IV 0,5-1,0 mg/kg
b. Morphine IV 2-4 mg
c. Oksigen intubasi sesuai kondisi pasien
d. Nitroglycerin SL, berikan 10-20 mcg/min IV bila SBP 1st line
>100 mmHg of Action
e. Dopamin 5-15 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan muncul tanda dan gejala syok
f. Dobutamine 2-20 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan tidak muncul tanda dan gejala syok

Periksa tekanan
darah

Bila SBP
>100 mmHg dan <30 2nd line
mmHg dibawah nilai normal
of Action

ACE Inhibitors
Short acting,
misalnya captopril
(6,25 mg)

Tindakan dignostik selanjutnya


- Pulmonary artery chateter 3rd line
- Echocardiography of Action
- Angiography untuk MI/ischemia
- Pemeriksaan dignostik tambahan
20

2.9 Pencegahan
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari
pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil.Pencegahan jangka panjang
dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke
ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat
dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak
sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau
trauma yang berlimpahan.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan,
hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh pasien, antara lain sesak, takikardi,
stupor atau penurunan kesadaran.
c. Riwayat cedera atas dasar pada pasien sadar, pasien tidak sadar dengan
d. Airway
Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor.
e. Breathing
Lakukan “Look, listen and feel”. Look: lihat pergerakan dinding dada, listen: dengarkan
suara nafas, listen: rasakan hembusan nafas.
f. Circulation
Pemeriksaan terhadap nadi, warna kulit, perdarahan dan tanda-tanda penurunan perfusi
(keringat dingin, pucat, nadi cepat).
g. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat dengan AVPU, tidak dianjurkan mengukur Glasgow
Coma Scale.
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
21

V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar tapi
merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
h. Eksposure
Melepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar diketahui semua cedera yang mungkin
terjadi. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang maka imobilisasi harus
dikerjakan
i. Vital sign
Jika tekanan darah dibawah 80 mmHg menunjukkan tanda-tanda syok.
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Inspeksi adanya luka deformitas, asismetris, depresi dan perdarahan pada wajah dan
daerah kepala, keadaan sekitar mata, apakah pupil simetris, reaksi cahaya
2) Ketajaman penglihatan
3) Palpasi tulang wajah adanya deformitas, asimetris dan terderness
4) Inspeksi Warna bibir dan rongga mulut, status hidrasi, perdarahan, obstruksi,
adanya gigi yang patah, oedem lidah atau faring, atau memar pada lidah, luka bakar
pada wajah, alis, dan rambut, cairan atau darah dalam telinga, cairan atau darah dari
hidung
5) Pernafasan cuping hidung ada / tidak ada.
6) Inspeksi adanya deformitas, perdarahan atau luka pada leher
7) Deviasi trachea, subcutaneous emphysema, DVJ
8) Bruits arteri carotis
9) Tulang leher adanya tenderness, deformitas dan luka
b. Thorax
1) Deformitas, luka, perdarahan, benda yang menancap, kesimetrisan dinding dada
pada saat ventilasi
2) Jumlah, kedalaman dan usaha bernafas
3) Struktur tulang dada adanya deformitas, nyeri, udara subcutaneous
22

4) Suara pernafasan, adanya suara tambahan


5) Batuk (produktif/nonproduktif), sputum (warna, konsistensi, bau)
6) Penggunaan otot bantu pernafasan
7) Pemeriksaan bunyi jantung tambahan
c. Abdomen
1) Observasi adanya pernapasan perut dan adanya bekas luka pembedahan
2) Periksa adanya distensi, bruising
3) Auskultasi bising usus dan bruit aorta abdomen
4) Palpasi semua kuadran untuk mendeteksi nyeri, dinding perut tegang atau supel
5) Hepar untuk menentukan ukuran
d. Pelvis
1) Palpasi untuk melihat adanya nyeri tekan atau massa pada pelvis.
2) Observasi adanya kesulitan berkemih.
3) Lakukan pemeriksaan pada rektal, adakah perdarahan, rigiditas
e. Ekstremitas
4) Observasi adanya kelemahan dan cepat lelah
5) Palpasi tonus otot dan adanya nyeri otot
6) Deformitas, luka, perdarahan, oedem, dan memar
7) Catat bagian distal warna, temperature, CRT, pergerakan dan sensasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Penurunan curah jantung
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Ketidakpatuhan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
NOC: Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange
23

No Indikator Severe Substantial Moderate Mild No


.
1. Respiratory rate
2. Suara perkusi
3. Penggunaan otot bantu
pernapasan
4. Retraksi dada
5. Gangguan ekspirasi
6. pH arteri
7. Sianosis
8. Samnolen
9. Gangguan kognisi
10. Temuan abnormal pada
x-ray dada

NIC : Oxygen Therapy, Vital Signs Monitoring


No. Aktifitas
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Atur peralatan oksigenasi
3. Monitor aliran oksigen
4. Pertahankan posisi pasien
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor TD, nadi, suhu, RR
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor sianosis perifer

b. Gangguan pertukaran gas


NOC : Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas Exchange
24

No. Indikator Sever Substantial Moderate Mild No


e
1. Respiratory rate
2. Respiratory rhythm
3. Tidal volume
4. Tes fungsi pulmonal
5. Orthopnea
6. pH arteri
7. Sianosis
8. Samnolen
9. Gangguan kognisi
10. Temuan abnormal pada
x-ray dada

NIC : Respiratory Monitoring


No. Aktivitas
1. Observasi warna kulit, membran mukosa dan CRT, adanya sianosis
2. Observasi status mental
3. Monitor HR, suhu tubuh, TD, status pernapasan
4. Tinggikan posisi kepala, pertahankan bedrest
5. Kaji tingkat kecemasan
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan kondisi
7. Monotor BGA dan pulse oximetry
25

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Mrs : 8 Agt 2019 Jam Masuk : 10. 45 WIB


Tanggal Pengkajian: 9 Sept 2019 No RM : 12. 77. Xx. xx
Jam Pengkajian : 20.00 WIB Diagnosa Medis: ALO + Pneumonia
ICH+ Ischemic
CArdiomiopay, AKI,
DM tipe 2

A. IDENTITAS
1. Nama : Ny S
2. Umur : 62 th
3. Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTA
6. Pekerjaan : Pensiunan
7. Alamat : Sidoharjo
8. Sumber Biaya : Bpjs

B. KELUHAN UTAMA
Keluhan Utama : klien terintubasi

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah Dirawat :Ya
2. Riwayat penyakit kronik dan menular : Ya, (DM, HT, Stroke)
Riwayat kontrol: klien tidak pernah kontrol
Riwayat penggunaan obat: klien tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum sakit
3. Riwayat Alergi:
Obat : Tidak
Makanan : Tidak
Lain-lain : Tidak
4. Riwayat Operasi
Jenis operasi : Post CVA ( 2015, 2017)
5. Data tambahan

D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga rata- rata menderita hipertensi, untuk DM dan stroke hanya klien yang
mengalami
Sumber : keluarga

25
26

E. PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan
 Alcohol : Tidak
 Merokok : Tidak
 Obat : Tidak
 Olah raga : Tidak

F. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda tanda vital
S: 376 0C N: 69 x/ menit TD:142/62 mmHg RR:26 x/Menit
Kesadaran : Composmentis
Keluhan nyeri : Tidak
27

2. System pernafasan(B1)
Jalan napas : Bebas
Obstruksi : Tidak
Benda Asing : Tidak
a. RR : 26x/Menit
b. Keluhan sesak : Tidak terkaji
Batuk : tidak Produktuf
Secret : kekuningan, Purulen
c. Pergerakan Dada : Simetris
d. Penggunaan otot bantu napas : Ya
Jenis : diafragma
e. Irama nafas : Teratur
f. Pleural friction rub : Ya
g. Pola napas : Cheyne Stoke
h. Suara Nafas : Rochi basah pada seluruh lapang paru
i. Suara Perkusi paru : Redup
j. Alat Bantu napas : Ya
Ventilator
Mode : ASV
FiO2 : 30%
PEEP : 8 CmH2O
Vol. tidal: 280 – 350 ml
I:E ratio: 1: 2
k. Penggunaan WSD : Tidak
l. Tracheostomy : Tidak
m. Data tambahan

3. System kardivaskuler (B2)


Nadi Karotis : Teraba, Kuat
Nadi Perifer : Teraba, Lemah
Pendarahan : Tidak Ada
Keluhan nyeri dada : Tidak terkaji
Irama Jantung : Ireguler
Suara Jantung : Mur-Mur
Ictus cordis : Teraba
CRT : >3 detik
Turgor : Turun
Akral : dingin, Basah, Pucat
Sirkulasi Perifer : Menurun
JVP : tidak ada peningkatan JVP
28

CVP : Tidak ada peningkatan CVP


CTR : Tidak terkaji
ECG dan Interpretasi
Normal Sinus Rhythm
T wave abnormality, Considers inferior ischemia
Prolonged QT
Abnormal ECG

4. System persyarafan (B3)


a. GCS : E4 Vx M6
b. Reflek fisiologis : patella, triceps, biceps
c. Reflek patologis : tidak ada
d. Keluhan pusing : tidak terkaji
e. Pemeriksaan saraf Kranial
NI : Tidak dikaji
N2 : Tidak dikaji
N3 : Tidak dikaji
N4 : Tidak dikaji
N5 : Tidak dikaji
N6 : Tidak dikaji
N7 : Tidak dikaji
N8 : Tidak dikaji
N9 : Tidak dikaji
N10: Tidak dikaji
N11: Tidak dikaji
N12: Tidak dikaji
f. Pupil : isokor
g. Tanda PTIK : tidak ada
h. Curiga fraktur Cervikal : tidak ada
i. Tanda Fraktur basis cranii : tidak ada
j. Istirahat/ Tidur : Cukup
k. ICP : tidak dikaji

5. System Perkemihan (B4)


a. Kebersihan Genetalia : Bersih
b. Secret : Tidak ada
c. Ulkus : Tidak ada
d. Kebersihan meatus Uretra : Bersih
e. Keluhan kencing : Tidak ada
f. Kemampuan berkemih : dengan alat bantu
Jenis : Dower cateter
Ukuran : 22
29

Hari ke :6
g. Produksi Urine : 70 cc/ 24 jam
Warna : kuning keruh bau: amonia
h. Kandung kemih
Membesar : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
i. Intake cairan
Oral/ NGT : 1380 cc/ hari

6. System pencernaan (B5)


a. TB: Tidak dikaji BB: 60 kg
b. IMT: Tidak dikaji Interpretasi: -
c. LOLA: Tidak dikaji
d. Mulut : Kotor
e. Membrane Mukosa : Kering
f. Tenggorokan
Sakit menelan
Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil
Nyeri tekan
Lain- lain : tidak terkaji
g. Abdomen : lingkar abdomen tidak dikaji
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Luka operasi : tidak ada luka operasi
h. Peristaltic : 10 x / menit
i. BAB : 1x sehari terahir tanggal : 9 – 9 – 2019
j. Konsistensi : cair, darah
k. Diet : Cair
l. Diet khusus : sonde Diabetasol 6 x 200ml/ sonde
7. System musculoskeletal (B6)
a. Pergerakan Sendi : terbatas
b. Kekuatan Otot 2 0
1 0

c. Kelainan ektremitas : tidak ada


d. Kelainan Tulang belakang : tidak ada
e. Fraktur : tidak ada
f. Traksi : tidak erpasang traksi
g. Penggunaan Spalk/Gips : tidak ada penggunaan spalk/ gips
h. Sirkulasi perifer : menurun
i. Kompartemen syndrome : tidak ada
j. Kulit :pucat
30

k. Turgor :kurang
l. Luka operasi :tidak ada
m. ROM :pasif
n. Piting edema :ya, grade 2 pada ektremitas atas dan bawah
o. Eksoriasis :tidak
p. Urtikaria :tidak

PEMERIKSAAN RISIKO JATUH


Morse Fall Scale ( MSF)
Faktor Risiko Skala Poin Skor Kesimpulan
Pasien
Riwayat Jatuh Ya 0
25
Tidak 25
Diagnosis sekunder (≥ Ya 0
15
diagnosis medis) Tidak 15
Perabot 30
Tongkat/ alat 15
penopang
Alat bantu 0
Tidak ada/ kursi 0
roda/ perawat/ irah
baring
Ya 20
Terpasang infus 20
Tidak 0
Terganggu 20
Lemah 10
Gaya Berjalan 0
Normal/ tirah baring/ 0
Imobilisasi
Sering lupa akan 15
keterbatasan yang
dimiliki
Status mental Orienasi baik 0 15
terhadap
kemampuan diri
sendiri
Catatan Total 75 Risiko Tinggi

8. System endokrin
a. Perbesaran Tiroid : tidak
b. Perbesaran kelenjar geah bening : tidak
c. Hipoglikemia : tidak
d. Hiperglikemia : ya,, 373 mg/ dl ( 09-9-2019/ 10.00 WIB)

G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Presepsi klien terhadap penyakit : Tidak Terkaji
31

Ekpresi klien terhadap penyakit : Tidak Terkaji


Gangguan konsep diri : Tidak terkaji

H. PERSONAL HIGINE DAN KEBIASAAN


Sebelum sakit klien mampu memenuhi kebutuhan higine secara mandiri, saat sakit dalam
pemenuhan higine klien dibantu total oleh perawat dan keluarga.

Sumber: keluarga

I. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Sebelum sakit : sering beribadah
Selama sakit : tidak tampak aktifitas ibadah, klien bed rest terpasang intubasi

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi ( 8-9-2019)
No Parameter Hasil Satuan Rujukan
Hb 9.3 7.35-7.45
WBC 13.1
Gran 78.5
PLT 250.000

Kimia
BUN 55
SK 3,06
SGOT
SGPT
Bil Total
Bil Direk
Aib 3.3
Na 135
K 3.7
Cl 90
Mg
Ca 7.3
GDP/ 2jPP
GDA 514

BGA
pH 7.47 7.35-7.45
pCO2 43 mmHg
pO2 107 mmHg
HCO3 31.3 Mmol/l
32

BE + 7.6 -2.2
SaO2 98%
AaDO2 214

Foto thorak AP (20-08-2019)


Kesan :
Efusi Pleura bilateral
Konsolidasi di pehillar kanan kiri dapat merupakan gambaran DD/:
1. Lung edema
2. Pneumonia
Foto Thorak AP/PA ( 19-08-2019)
Kesimpulan:
Cardiomegaly dengan edema pulmonal dan efusi pleura bilateral

K. TERAPI
(09-09-2019)
Spironolacton 100 mg/ 24 jam/ p.o cefoperazone sulbactam 1g/12 jam/ pump
Lisinopril 5 mg/ 24 jam/ p.o furosemide sp 10mg/mi/i
Concor 1.25 mg/ 24 jam p.o omeprazole 40mg/ 12 jam/ syiring pump
Atorvastatin 40 mg/ 24 jam/p.o novorapid 10 iu/ 8 jam /sc (8-8-8)
CPG 75 mg/24 jam p.o Lovemir 10iu/ 24 jam/sc (0-0-10)
Paracetamol 500 mg/ 6 jam /p.o

L. DATA TAMBAHAN LAIN


33

ANALISA DATA

NO TANGGAL DATA MASALAH


1 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Gangguan Pertukaran Gas

Do:
pCO2 : 60
pO2 : 107
pH arteri : 7.47
RR : 26x/Menit
nadi: 69x/menit
rochi pada seluruh lapang paru
2 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Bersihan jalan napas tidak
efektif
Do:
Batuk tidak efektif
Rochi pada seluruh lapang paru
Sputum berlebih, berwarna
kekuningan purulent
3 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Gangguan Penyapihan ventilator

Do:
Penggunaan Otot bantu napas:
diafragma
pCO2 : 60
pO2 : 107
pH arteri : 7.47
RR : 26x/Menit
nadi: 69x/menit
rochi pada seluruh lapang paru
4 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Perfusi Perifer Tidak efektif

Do:
Edema grade 2 pada kedua
ektremitas atas bawah
Akral dingin
Warna kulit pucat
Turgor menurun
5 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Ganguan Sirkulasi
Spontan
Do:
Nadi 69x/menit
RR 26x/Menit
T: 37,60C
Produksi Urin 70 cc/ 24/jam
6 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Defisit Perawatan Diri
34

Do:
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
Kekuatan otot
20
10
7 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Luka Tekan

Do:
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
Kekuatan otot
20
10
8 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Ketidakstabilan kadar glukosa
darah
Do:
Klien terintubasi
GDA acak 373 mmHg

9 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Intoleransi Akivitas

Do:
Nadi 69x/menit
RR 26x/Menit
T: 37,60C
TD: 142/62 mmHg
Klien terintubasi
Bedrest Total
Post stroke
10 9-9-2-19 Ds: pasien terintubasi Risiko Penurunan Curah Jantung

DO:
Nadi 69x/menit,
RR 26x/Menit
T: 37,60C
TD: 142/62 mmHg
Edema Grade 2 pada ektremitas atas
bawah
CRT > 3 detik
Produksi urin 70 cc/ 24 jam
35

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Ganguan Pertukaran Gas b.d perubahan membrane alveoli kapiler d.d PCO2 dan
PO2 meninkat, PH arteri meningkat dan suara napas tambahan [ D.0003]
2. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif b.d Hipersekresi jalan napas d.d sputum
berlebih [D.0001]
3. Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.dpenggunaan otot
bantu napas dan nilai gas darah arteri abnormal [D.0002]
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d ganguan toleransi glukosa darah d.d kadar
glukosa dalam darah tinggi [D.0027]
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler > 3 detik, akral
dingin dan turgor kulit turun [D.0009]
6. Risiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload afterload d.d edema dan
nadi perifer teraba lemah [D.0011]
7. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplay dan kebuuhan oksigen
d.d dipsnea setelah aktifitas [D. 0056]
8. Deficit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler d.d tidak mampu melakukan
perawatan diri [D.0109]
9. Risiko luka tekan d.d edema, riwayat stroke, imobilisasi fisik [D.0144]
10. Risiko gangguan sirkulasi spontan dd hiperglikemia dan edema [D.0010]
39

RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

No Hari/ Tanggal Diagnosa Keperawatan Intervensi


Ganguan Pertukaran Gas [ D.0003] Manajemen Ventilasi Mekanik [I.01013]
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Terapeutik
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan - Atur posisi kepala 45-60 untuk mencegah aspirasi
pertukaran gas meningkat dengan KH: - Reposisi setiap 2 jam
Pertukaran gas [L.01003] - Lakukan perawatan mulut secara rutin
1. Dipsnea menurun - Siapkan BVM disamping tempat tidur untuk antisipasi
2. Bunyi napas tambahan menurun kerusakan mesin
3. PCO2, Po2 dan Ph arteri membaik - Dokumentasi respon terhadap ventilator
4. Pola napas membaik Kolaborasi
- Kolaborasi pemberin mode ventilator
- Kolaborasi pemberian analgesic
- Kolaborasi penggunaan PEEP untuk memminimalkan
hipoventilasi alveolus
Observasi
- Periksa indikasi ventilator mekanik (kelelahan otot
naps
- Monitor efek ventilator terhadap status oksigenasi
(bunyi paru, x-ray, AGD, Sao2, Svo2, repon subjective
pasien
- Monitor kriteria perlunya pernyapihan ventilator
- Monitor evek negative ventilator (defiasi trakea,
penurunan curha jantung, didtesi gaster
- Monitor gejala penigkatan pernapasan
- Monitor AGD secara rutin
Bersihan Jalan Napas Tidak efektif Manajemen jalan napas [I. 01001]
[D.0001] Terapeutik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan - Pertahankan kepatenan jalan napas
keperawatan selama 15- 30 menit - Posisikan semi fowler atau fowler
40

diharapkan bersihan jalan napas meningkat - Lakukan fisioterapi dada


dengan KH - Lakukan pengisapan lender tiap 3 jam
Bersihan jalan napas [L.01001] Kolaborasi
1. Produksi Sputum menurun - Kolaborasi pemberian bronkodilator mukolitik
2. Dipnea menurun Observasi
3. Gelisah menurun - Monitor pola napas
4. Frekuensi nafas membaik - Monitor bunyi napas tambahan
RR: 12-20 x/menit - Monitor sputum
Gangguan penyapihan ventilator Penyapihan ventilator mrkanik [I.01021]
[D.0002] Terapeutik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan - Posisikan semi fowler
keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan - Lakukan ujicoba penyapihan 30 s.d 120 menit dengan
kemampuan beradaptasi dengan napas spontan
pengurangan bantuan ventilator mekanik - Hidari pemberian sedasi farmakologi
meningkat : - Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan
Penyapihan ventilator [L.01002] kepatenan jalan napas
1. Penggunaan otot bantu napas Observasi
menurun - Periksa kemampuan untuk disapih ( hemodinamik
2. Frekuensi napas membaik stabil, bebas infeksi)
RR: 12-20 x/menit - Monitor predictor kemampuan untuk memperoleh
3. Gas darah arteri membaik penyapihan ( tingkat kemampuan bernafas, kapasitas
4. Upaya napas membaik vital, monitor tanda tanda keletihan otot penapasan,
5. Auskultasi suara inspirasi membaik kenaikan PACo2 mendadak, napas cepat dangkal
abdomen paradok) saat penyapihan
- Monitor status cairan dan elektrolit
Ketidakstabilan kadar glukosa darah Manajemen Hiperglikemi [ i.03114]
D.0027] Terapeutik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan - Tinggikkaan kepala
keperawatn selama 1 x24 jam diharpkan - Batasi asupan cairan dan garam
kadar glukosa darah stabil dengan KH Kolaborasi
Kestabilan kadar glukosa darah [L. - Kolaborasi pemberian deuretik
03022] - Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
41

1. Kesadaran meningkat Observasi


2. Mulut kering menurun - Periksa tanda dan gejala hipervolemi (Dipsnea edema
3. Kadar glukosa dalam darah jvp/cvp meningkat, suara napas tambahan)
membaik - Identfikasi penyebab hipervolemi
4. Jumlah urin membaik - Monitor status hemodinamik
- Monitor intake dan output
- Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar natrium,
BUM, hemtokrit, berat jenis urin )
42

IMPLEMETASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tgl/ No. Dx Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Shif
Selasa 1 14.00 Mempertahankan posisi kepala semi 21.00 S: Pasien Terintubasi
10- 09-2-19 fowler untuk mencegah aspirasi
Siang R: klien tampak lebih nyaman O:
15.00 Miring kanan Dipsnea menurun
R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang
17.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.47
19.00 Terlentang Po2 : 44
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 24x/menit
R:
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi

P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 14.00 Mempertahankan posisi semi fowler 21.00 S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :136/58mmHg
R N : 68x/Menit
Td : 104/ 40mmHg RR: 28x/menit
N : 78 x/Menit T : 37.50C
RR: 26x/menit
43

T : 36’70C Sputum berwarna pitih


15.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR kekuningan, konsitensi
dan Temperature setiap 1 jam purulent
R
Td : 93/42mmHg A: Masalah bersihan jalan
N : 84x/Menit teratasi
RR: 24x/menit
T : 36.60C P: Pertahankan Intervesi
15.45 Melakukan fisioterapi dada a. Observasi tanda
R: klien tampak batuk ringan tanda vital
15.50 melakukan pengisapan lender b. Lakukan fisioterapi
R: klien tampak tersengal dan batuk, dada dan pengisapan
secre berwarna kekuningan, purulen lendir
16.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :68 x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.60C
17.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :142/58mmHg
N : x/Menit
RR: x/menit
T : 0C
18.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :118/ 52mmHg
N : 71x/Menit
44

RR: 18x/menit
T : 35.50C
18.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
18.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secre berwarna kekuningan, purulen
19.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
20.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N : 68x/Menit
RR: 24x/menit
T : 37.30C
21.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :136/58mmHg
N : 68x/Menit
RR: 28x/menit
T : 37.50C
3 14.00 meposisikan semi fowler 30 derajat 21.00 S : Pasien Terintubasi
R: klien tampak nyaman
14.30 Mengobservasi kemampuan disapih O:
R: RR : 26x/ menit
45

15.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
15.10 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
19.10 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 50 cc/ 3 jam
Obeservasi produksi urin A: Masalah gangguan
R: 20 cc/3 jam penyapihan ventilator belum
teratasi

P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Rabu 1 14.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien terintubasi 1
12-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
Siang R: klien tampak lebih nyaman O:
15.00 Miring kanan Dipsnea menurun
R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang
17.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.44
19.00 Terlentang Po2 : 40
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 26x/menit
R:-
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi

P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
46

b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 14.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi 2
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :104/46mmHg
R N : 82x/Menit
Td : 144/ 56mmHg RR: 28x/menit
N : 87 x/Menit T : 37.30C
RR: 26x/menit Sputum berwarna putih
T : 36’70C kekuningan, konsitensi
15.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR purulent
dan Temperature setiap 1 jam
R A: Masalah bersihan jalan
Td : 106/52mmHg napas teratasi
N : 86x/Menit
RR: 24x/menit P: Pertahankan Intervesi
T : 36.90C a. Observasi tanda
15.45 Melakukan fisioterapi dada tanda vital
R: klien tampak batuk ringan b. Lakukan fisioterapi
15.50 melakukan pengisapan lender dada dan pengisapan
R: klien tampak tersengal dan batuk, lendir
secret berwarna kekuningan, purulen
16.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/59mmHg
N :89 x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.60C
47

17.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR


dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :142/58mmHg
N : 98x/Menit
RR: 26x/menit
T : 37.50C
18.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :108/ 52mmHg
N : 70x/Menit
RR: 24x/menit
T : 36.80C
18.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
18.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secret berwarna kekuningan, purulen
19.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :140/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
20.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :145/50mmHg
N : 68x/Menit
RR: 24x/menit
48

T : 37.30C
21.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/46mmHg
N : 82x/Menit
RR: 28x/menit
T : 37.30C
3 14.00 meposisikan semi fowler 30 derajat S : Pasien Terintubasi 3
R: klien tampak nyaman
14.30 Mengobservasi kemampuan disapih O:
R: RR : 26x/ menit
15.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
15.10 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
19.10 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 320 cc/ 3 jam Urin 525 cc/ 8 jam
Obeservasi produksi urin
R: 205 cc/3 jam A: Masalah gangguan
penyapihan ventilator belum
teratasi

P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Kamis 1 08.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien Terintubasi
13-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
Pagi R: klien tampak lebih nyaman O:
09.00 Miring kanan Dipsnea menurun
49

R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang


11.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.47
13.00 Terlentang Po2 : 44
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 24x/menit
R:-
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi

P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 08.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
08.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Klien tampak tenang
dan Temperature setiap 1 jam Td :148/60mmHg
R N : 78x/Menit
Td : 104/ 40mmHg RR: 24x/menit
N : 78 x/Menit T : 36.60C Sputum
RR: 26x/menit berwarna pitih kekuningan,
T : 36’70C konsitensi purulent
09.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam A: Masalah bersihan jalan
R napas teratasi
Td : 93/42mmHg
N : 84x/Menit P: Pertahankan Intervesi
RR: 24x/menit
50

T : 36.60C a. Observasi tanda


09.45 Melakukan fisioterapi dada tanda vital
R: klien tampak batuk ringan b. Lakukan fisioterapi
09.50 melakukan pengisapan lender dada dan pengisapan
R: klien tampak tersengal dan batuk, lendir
secret berwarna kekuningan, purulen
10.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :68 x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.60C
11.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :142/58mmHg
N : 54x/Menit
RR:20 x/menit
T : 36.70C
12.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :118/ 52mmHg
N : 71x/Menit
RR: 18x/menit
T : 35.50C
12.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
12.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secret berwarna kekuningan, purulen
51

13.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR


dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
13.10 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :148/60mmHg
14.00 N : 78x/Menit
RR: 24x/menit
T : 36.60C

3 08.00 meposisikan semi fowler 30 derajat S : Pasien Terintubasi


R: klien tampak nyaman
09.45 Mengobservasi kemampuan disapih O:
R: RR : 26x/ menit
09.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
09.00 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
12.00 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 200 cc/ 3 jam Produksi urin 450 cc/8 jam
Obeservasi produksi urin
R: 250 cc/3 jam A: Masalah gangguan
penyapihan ventilator belum
teratasi
52

P: pertahankan intervensi
a. Observasi
kemampuan disapih
b. Observasi upaya
napas
Jumat 1 08.00 Mempertahankan posisi kepala semi S: Pasien Terintubasi
14-9-19 fowler untuk mencegah aspirasi
R: klien tampak lebih nyaman O:
09.00 Miring kanan Dipsnea menurun
R: klien tampak miring kanan Ronchi pada seluruh lapang
11.00 Miring Kiri paru
R: klien tampak miring kiri PCO2: 7.47
13.00 Terlentang Po2 : 44
R:klien tampak terlentang Ph arteri: 7.46
Kolaborasi Pemeriksaan darah arteri RR: 24x/menit
R:
A: Masalah Pola Nafas
belum teratasi

P: Pertahankan Intervensi
a. Pertahankan posisi
semi fowler/Fowler
b. Kolaborasi
pemeriksaan gas
darah arteri
2 08.00 Mempertahankan posisi semi fowler S: Pasien Terintubasi
30 derajat
R: klien tampak nyaman O:-
08.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR Td : 144/ 40mmHg
dan Temperature setiap 1 jam N : 87x/Menit
R RR: 26x/menit
Td : 144/ 40mmHg T : 36’70C
53

N : 87x/Menit Sputum berwarna pitih


RR: 26x/menit kekuningan, konsitensi
T : 36’70C purulent
09.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam A: Masalah bersihan jalan
R napas teratasi
Td : 93/42mmHg
N : 84x/Menit P: Pertahankan Intervesi
RR: 24x/menit a. Observasi tanda
T : 36.60C tanda vital
09.45 Melakukan fisioterapi dada b. Lakukan fisioterapi
R: klien tampak batuk ringan dada dan pengisapan
09.50 melakukan pengisapan lender lendir
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secretberwarna kekuningan, purulen
10.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :68 x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.60C
11.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :142/58mmHg
N : x/Menit
RR: x/menit
T : 0C
12.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
54

Td :118/ 52mmHg
N : 71x/Menit
RR: 18x/menit
T : 35.50C
12.45 Melakukan fisioterapi dada
R: klien tampak batuk ringan
12.55 melakukan pengisapan lender
R: klien tampak tersengal dan batuk,
secret berwarna kekuningan, purulen
13.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N :67 x/Menit
RR: 26x/menit
T :36.9 0C
13.10 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :139/59mmHg
N : 68x/Menit
RR: 24x/menit
T : 37.30C
14.00 Melakukan observasi TD, Nadi, RR
dan Temperature setiap 1 jam
R
Td :104/60mmHg
N : 78x/Menit
RR: 26x/menit
T : 36.80C
3 08.00 meposisikan semi fowler 30 derajat S : Pasien Terintubasi
R: klien tampak nyaman
55

09.45 Mengobservasi kemampuan disapih O:


R: RR : 26x/ menit
09.45 RR: 26x/menit, klien belum mampu Tampak Otot bantu napas :
bernafas spontan Diafragmma
09.00 Kemampuan bernafas spontan: Terdengar suara napas
RR: 26x/menit tambahan rochi pada
12.00 Obeservasi produksi urin seluruh lapang paru
R: 50 cc/ 3 jam
Obeservasi produksi urin A: Masalah gangguan
R: 20 cc/3 jam penyapihan ventilator belum
teratasi

P: pertahankan intervensi
a. u
56

BAB IV
PEMBAHASAN
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak napas yang
bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat sakit jantung.
Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-tiba seperti pada kasus edema paru
akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala-
gejala umum lain yang mungkin ditemukan ialah: mudah lelah, lebih cepat merasa sesak napas
dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau
kelemahan. Tingkat oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien
dengan edema paru. Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang abnormal, seperti
ronki atau crakles (Warray & Matta, 2016)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu: 1.
Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan adanya
edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral dengan pola butterfly, gambaran
vaskular paru dan hilus yang berkabut serta adanya garis-garis Kerley b di interlobularis.
Gambaran lain yang berhubungan dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri
sering dijumpai. Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal
jantung kiri. 2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri,
pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark. 3. Ekokardiografi
dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi dari ventrikel kiri dan adanya
kelainan katup-katup jantung. 4. Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan
PO2 dan PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO2
semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai
hiperkapnia dan asidosis respiratorik (Warray & Matta, 2016).
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu penanganan
secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan
suportif yang ditujukan terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas,
perfusi organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin
bila memungkinkan (Mattu & Martinez, 2005). Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian
oksigen yang adekuat, restriksi cairan, dan mempertahankan fungsi kardiovaskular, perawatan
ventilator dan mempertahankan ADL klien secara holistik. Pertimbangan awal ialah dengan
evaluasi klinis, EKG, foto toraks, dan GDA (Mattu & Martinez, 2005)
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama bagi susunan saraf
pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu
suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan

56
57

pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi unit fungsional paru
sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi alveolar. Pada kasus ringan oksigen bisa
diberikan dengan kanul hidung atau masker muka (face mask). Continuous positive airway
pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien edema paru kardiogenik. Masip et al (2011)
mendapatkan bahwa penggunaan CPAP menurunkan kebutuhan akan intubasi dan angka
mortalitas. Pada pasien dengan edema paru kardiogenik akut, induksi ventilasi noninvasif
dalam gangguan pernapasan dan gangguan metabolik meningkat lebih cepat daripada terapi
oksigen standar tetapi tidak berpengaruh terhadap mortalitas jangka pendek. Ventilasi non-
invasif dengan CPAP telah terbukti menurunkan intubasi endotrakeal dan kematian pada pasien
dengan edema paru akut kardiogenik. Menurut penelitian Agarwal et al (2009), noninvasive
pressure support ventilation (NIPSV) tampaknya aman dan berkhasiat sebagai CPAP, daripada
jika bekerja dengan titrasi pada tekanan tetap.19 Penelitian Winck et al. mendukung
penggunaan CPAP dan non-invasive positive pressure ventilation (NPPV) pada edema paru
akut kardiogenik. Kedua teknik tersebut dipakai untuk menurunkan need for endotracheal
intubation (NETI) dan kematian dibandingkan standard medical therapy (SMT), serta tidak
menunjukkan peningkatan risiko infark miokard akut. CPAP dianggap sebagai intervensi
pertama dari NPPV yang tidak menunjukkan khasiat yang lebih baik bahkan pada pasien
dengan kondisi lebih parah, tetapi lebih murah dan lebih mudah untuk diimplementasikan
dalam praktek klinis.20 Intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik dengan positive end-
expiratory pressure (PEEP) diperlukan pada kasus yang berat (Bestern, 2013).
Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik yang
mengalami hipotensi, yaitu dobutamin 2-20 µg/kg/menit atau dopamin 3-20 µg/kg/meni.
karidogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang memerlukan penanganan medis
secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen
yang adekuat, restriksi cairan, mempertahankan fungsi kardiovaskular dengan obat-obatan
inotropik, serta obat-obatan yang menurunkan preload (nitrat, morfin dan diuretik) dan
afterload (ACE inhibitor) (Nieminen et al, 2005)
Selain itu, masalah keperawatan dan intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan
panduan SDKI dan SIKI 2018. Pada pasien ALO akan muncul diagnosa keperawatan gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoli kapiler ditandai dengan pCO2,
pO2 dan pH meningkat atau dapat diintepretasikan alkalosis respiratory, kemudian muncul
diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperekskresi jalan napas
ditandai dengan sputum berlebih yang harus dilakukan close suction, muncul lagi diagnosa
gangguan penyapihan ventilator dikarenakan klien dengan ALO disertai pneumonia akan
mengalami dispnea hebat sehingga sangat dianjurkan penggunaan ventilator jika tidak kasus
58

ALO akan membuat distress napas. Dx pencetus dari ALO yaitu penurunan curah jantung juga
muncul sehingga lebih banyak intervensi farmakologi disertai dengan pemantauan ketat
balance cairan (PPNI, 2018).
59

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang ekstra vaskuler dan
jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat terjadi karena penyakit jantung
maupun penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik). Pada
kasus Ny. S, edema paru akut disebabkan karena kardiomegali yang menurunkan curah
jantung dan diperparah dengan pnemonia stage 4.
2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang tepat yaitu
menangani masalah kardio, pneumonia dan diabetes mellitus yang diderita. Selain
penanganan farmakologi, penggunaan ventilator juga sudah sangat baik karena sangat
diperlukan sehingga dapat membantu penggunaan otot bantu napas, tegangan karena
usaha napas yang berat yang semakin dapat memperberat kerja jantung.
3. Tindakan perawatan yang menyeluruh dikarenakan pasien bedrest total dan intoleran
dalam aktivitas seperti membantu ADL, memberikan kasur anti dekubitus dan perawatan
alat bantu hidup.
5.2 Saran
1. Bagi pihak klinik diharapkan agar memonitor penggunaan intubasi ETT untuk ventilator
dikarenakan lamanya penggunaan intubasi dapat menyebabkan infeksi yang dapat
memperparah kondisi pneumonia pada paru.
2. Sebaiknya diberikan tindakan selain medis yaitu spiritual, agar jika ada hal buruk yang
terjadi, keluarga maupun klien sudah siap menerima kondisi yang datang.
3. Sebaiknya bagi mahasiswa lebih kritis lagi dalam merawat pasien-pasien dari ALO baik
di bangsal biasa maupun kritis. Karena penyebab dari ALO sangat banyak dan bila
penatalaksanaannya tidak sesuai dengan etiologinya, maka tidak akan mengobati ALO
dan bahkan mengancam nyawa pasien.

59
60

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal R, Aggarwal AN, Gupta D, 2009. Is noninvasive pressure support ventilation as


effective and safe as continuous positive airway pressure in cardiogenic pulmonary
oedema? Singapore Med J.;50(6):595-603
Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld. Heart
Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 2010. 6th edition. WB Saunders; 7:553,
Guyton and Hall 2007. Textbook of Medical Physiology. 7th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.. pp 622 - 633
Hall & Guyton, 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC,
Masip J, Roque M, Sanchez B, Fernandez R, Subirana M, Exposito JA, 2005. Noninvasive
ventilation in cardiogenic pulmonary edema: systematic review and meta-analysis.
JAMA.;294:3124-32.
Mattu A, Martinez JP, Kelly BS, 2005. Modern management of cardiogenic pulmonary edema.
Emerg Med Clin N Am.;23:1105-25.
Mayo, Staff. 2011. Pulmonary Edema. Diakses melalui http://www.mayoclinic.com/health/
pulmonary-edema/DS00412/DSECTION=symptoms pada tanggal 16 September 2019,
jam 22.15 wib.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Salemba Medika: Jakarta
Nendrastuti & Soetomo, 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non Kardiogenik. Majalah
Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010.
Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR, Drexler H, Filippatos GS, Jondeau G, 2005. Executive
summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute heart failure. Eur
Heart J.;26:384-416
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Subagyo, Ahmad. 2013. Edema Paru, Kelainan Akut Atau Kronik. Diakses melalui
http://www.klikparu.com/2013/02/edema-paru-kelainan-akut-atau-kronik.html tanggal
16 September 2019, jam 22.01 wib.
Ware LB, Matthay MA. 2005. Acute pulmonary edema. N Engl J Med.;353:2788- 96.

60

Anda mungkin juga menyukai