Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TERAPI BERMAIN ANAKMEWARNAI GAMBAR


DI RUANG BERMAIN BANGSAL ANAK LT.3
RSUP DR M.DJAMIL PADANG

SIKLUS KEPERAWATAN ANAK

OLEH : KEL. L 19

Risky Firmansyah, S. Kep


Rima Anggreni, S. Kep
Lentina Sosomar, S. Kep
Firma Nelis Emi, S. Kep
Sri Aria Indah Putri, S. Kep
Kodariyah, S. Kep
Prima Wiasari, S. Kep
Adek Suci Ramadhani, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2019
SATUAN ACARA PENGAJARAN TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Terapi Bermain Mewarnai Gambar


Sub Pokok Bahasan : Terapi Aktivitas Kelompok Mewarnai Gambar
Sasaran : Anak Usia 3 sampai 7 tahun
Tempat : Ruang Bermain Bangsal Anak Lt.3 RSUP DR.
M.Djamil Padang
Waktu : 30 Menit

A. Latar Belakang
Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan, bukan ordes mini, juga bukan merupakan harta atau
kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan masa
depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak
membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dan untuk belajar mandiri. Anak sebagai orang atau manusia yang
mempunyai pikiran, sikap, perasaan dan minat yang berbeda dengan orang
dewasa dengan segala keterbatasan.

Anak sakit yang dirawat di Rumah Sakit umumnya mengalami krisis oleh
karena seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi perubahan lingkungan
serta anak mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress. Krisis ini dipengaruhi
oleh berbagai hal yaitu usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang
penyakit, perpisahan atau perawatan di rumah sakit, support system serta
keseriusan penyakit dan ancaman perawatan. Suatu proses yang memiliki alasan
yang berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal dirumah
sakit, menjalani terapi dan perwatan sampai pemulangannya kembali ke rumah di
namakan hosptalisasi. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat
mengalami kejadian yang menurutbeberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul
yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wulandari dan erawati, 2016).

Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan bagi anak,


misalnya membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman,
dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya terlambat (Wong,
2000).Kecemasan dan stress yang dialami anak saat hospitalisasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor dari petugas kesehatan (perawat, dokter dan
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru dan keluarga yang mendampingi
selama perawatan (Nursalam, dkk, 2008). Biasanya anak akan melontarkan
beberapa pertanyaan karena bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di
sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar
darah atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa
prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.Semakin
muda usia anak, semakin kurang kemampuannya beradaptasi, sehingga timbul hal
yang menakutkan. Semakin muda usia anak dan semakin lama anak mengalami
hospitalisasi maka dampak psikologis yang terjadi salah satunya adalah
peningkatan kecemasan yanng berhubungan erat dengan perpisahan dengan
saudara atau teman-temannya dan akibat pemindahan dari lingkungan yang sudah
akrab dan sesuai dengannya (Whaley and Wong, 2001).

Terjadinya stres hospitalisasi pada anak dapat berpengaruh terhadap


perawatan anak selama di rumah sakit dan dapat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak bersifat individual
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimiliki (Supartini, 2004). Anak yang mengalami stres selama dalam
masa perawatan, dapat membuat orang tua menjadi stres dan stres orang tua akan
membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004).
Stress yang dialami seorang anak saat dirawat di Rumah Sakit perlu
mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat di rawat seorang anak
mengetahui dan kooperatif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat di
rawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan terutama mengurangi rasa
stres karena perlukaan atau rasa sakit akibat tindakan invasif yang harus
dilakukannya adalah bermain.

Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak


secara optimal. Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkan konflik dari dirinya. Bermain tidak sekedar mengisi waktu,
tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih,
dan lain sebagainya. Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk
kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.

Mengurangi dampak akibat hospitalisasi yang dialami anak selama


menjalani perawatan, diperlukan suatu media yang dapat mengungkapkan rasa
cemas salah satunya terapi bermain (Dayani, Budiarti & Lestari,2015).Terapi
bermain adalah suatu bentuk permainan yang direncanakan untuk membantu anak
mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi kecemasan dan ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Bermain pada masa pra
sekolah adalah kegiatan serius, yang merupakan bagian penting dalam
perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak.Hampir sebagian besar
dari waktu mereka dihabiskan untuk bermain (Elizabeth B Hurlock, 2000).Dalam
bermain di rumah sakit mempunyai fungsi penting yaitu menghilangkan
kecemasan, dimana lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang tidak
dapat dihindarkan (Sacharin, 2003).

Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Terapi bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak
untuk menghilangkan batasan, hambatan dalam diri stress, frustasi serta
mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak
sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering di ajak bermain
akan lebih kooperatif dan mudah di ajak kerja sama dalam masa perawatan (Yusuf
dkk 2013).

Terapi bermain menggambar juga dapat digunakan sebagai media bermain


anak dirumah sakit. Melalui kegiatan menggambar dapat membantu
mengespresikan pikiran dan perasaan anak tanpa melalui kata-kata. Gambar dapat
memberikan makna jika dihubungkan dengan anak-anak yang terluka,
mengasingkan diri, kecewa, dan tidak dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan
kepada orang lain. Selain itu menggambar juga dapat membantu anak
mengespresikan kebencian, penolakan, frustasi dan kemarahan dengan cara yang
aman, membebaskan anak dari perasaan terluka karena tindakan menyakitkan,
membebaskan anak dari rasa malu, dan menghalangi anak yang suka
mengasingkan diri (Mutmainnah, 2015). Terapi bermain mewarnai gambar juga
merupakan salah satu jenis terapi bermain yang efektif untuk merubah perilaku
anak dalam menerima perawatan dirumah sakit.Melalui pemberian terapi bermain
mewarnai, anak dapat mengespresikan pikiran, perasaan, fantasi, dan dapat
mengembangkan kreativitas anak. Melalui aktivitas bermaian mewarnai gambar
dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman serta stress dan ketegangan
dapat dihindarkan (Atisina, 2015).

Menggambar atau mewarnai merupakan salah satu permainan yang


memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik
(sebagai permainan penyembuh). Anak dapat mengekspresikan perasaannya
dengan cara menggambar, ini berarti menggambar bagi anak merupakan suatu cara
untuk berkomunikasi tanpa menggunakan katakata. Dengan menggambar atau
mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa senang karena pada dasarnya anak
usia pra sekolah sudah sangat aktif dan imajinatif selain itu anak masih tetap dapat
melanjutkan perkembangan kemampuan motorik halus dengan menggambar
meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit. Tujuan pengembangan
motorik halus untuk anak prasekolah adalah dapat menunjukkan kemampuan
menggerakkan anggota tubuh dan terutama terjadinya koordinasi mata dan tangan
sebagai persiapan untuk menulis (Hasni, 2017).

Terapi mewarnai gambar sendiri merupakan salah satu permainan yang


sesuai dengan perinsip rumah sakit dimana secara psikologis permainan ini dapat
membantu mengekspresikan perasaan pikiran cemas, takut, sedih, tertekan dan
emosi. Selain itu pada usia prasekolah (3-7 tahun) tumbuh kembang anak berada
dalam masa bermain dimana setiap waktu anak diisi dengan bermain, oleh karena
itu terapi bermain sangat efektif diberikan pada usia ini karena sesuai dengan
tingkatan usia anak (Tedjasaputra, 2009). Prinsip bermain di rumah sakit itu
sendiri yaitu permainan yang tidak banyak menggunakan energi, tidak menganggu
pengobatan dan yang terpenting yaitu sesuai dengan usia perkembangan anak.
Terapi mewarnai gambar lebih efektif dalam menurunkan kecemasan daripada
terapi berman puzzle. Mewarnai gambar memberikan dampak yang positif pada
anak, dimana kegiatan mewarnai gambar dapat memberikan efek rileks pada
responden karena aktivitasnya yang mengasikkan dimana anak mengenali gambar
dan memilih warna yang yang cocok untuk diberikan pada gambar tersebut
Soetjianingsih (2015).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Anak


(kronis) dari 10 pasien yang di rawat 7 diantaranya mengatakan merasa takut
ketika banyak tindakan medis. Anak yang dirawat di ruangan anak lantai 3
sebagian besar pasien berusia 3 - 7 tahun. Berdasarkan latar belakang di atas
untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan pada anak, maka kamiakan
mengadakan terapi bermain mewarnai gambar dengan sasaran anak usia3-7tahun
yang berada di ruang rawat inap anak lantai 3 RSUP Dr.M. Djamil Padang.

B. Tujuan

a. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembang-
kan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain mewarnai gambar dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.

b. Tujuan Khusus
1. Anak mampu untuk berkenalandengan teman sebaya walaupun dalam rawatan
2. Anak mampu melakukan kegiatan mewarnai dan
3. membubuhkan warna dengan tepat pada gambar dengan rapi tanpa keluar dari
garis
4. Anak mampu menggerakkan jari jemari dan secara optimal sehingga dapat
mewarnai dengan rapi
5. Anak tampak bahagia, tampak senyum dan tampak senang selama menjalani
perawatan di RS
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain


a. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Wong, 2013).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak.Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan
ank itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan ras senang sehingga semua
kegiatan bermain yang menyenangkan, akan menghasilkan proses belajar pada
anak ( Diana, 2010).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif
untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan
emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan
tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain
anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas
motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar
memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal
mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin
terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya
menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan
etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang
ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai
dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah,
permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang
tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi Terapeutik
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi
antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan
dirumah sakit.Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi
nonverbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi
yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.

c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
a) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang
lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil
tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya
misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat
dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke
botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukannya sehingga susah dihentikan
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan.
Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d) Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor.Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya.Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada
di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya
sebagai alat permainan.Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
situasi serta lingkungannya tersebut.

f) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sebagai
orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru
orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya
yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan
ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .

2. Berdasarkan Karakter Sosial


a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temannya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya,
tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama
lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.

e) Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis
ini, juga tujuan dan pemimpin permainan.Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.Misalnya,
pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama,
yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.

d. Bermain Mewarnai Gambar


a. Definisi
Mewarnai adalah proses memberi warna pada suatu media. Mewarnai
gambar diartikan sebagai proses memberi warna pada media yang sudah
bergambar. Mewarnai gambar merupakan terapi permainan yang kreatif
untuk mengurangi stress dan kecemasan serta meningkatkan komunikasi
pada anak.
b. Manfaat
1) Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan sangat
terapeutik (sebagai permainan penyembuh/”therapeutic play”).
2) Dengan bereksplorasi menggunakan gambar, anak dapat membentuk,
mengembangkan imajinasi dan bereksplorasi dengan ketrampilan motorik
halus.
3) Mewarnai gambar juga aman untuk anak usia toddler, karena
menggunakan media kertas gambar dan crayon.
4) Anak dapat mengeskpresikan perasaannya atau memberikan pada anak
suatu cara untuk berkomunikasi, tanpa menggunakan kata.
5) Sebagai terapi kognitif, pada anak menghadapi kecemasan karena proses
hospitalisasi, karena pada keadaan cemas dan stress, kognitifnya tidak
akurat dan negative.
6) Bermain mewarnai gambar dapat memberikan peluang untuk
meningkatkan ekspresi emosinal anak, termasuk pelepasan yang aman
dari rasa marah dan benci.
7) Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang merupakan
metode penyuluhan kesehatan untuk merubah perilaku anak selama
dirawat di rumah sakit.

B. Teori-teori Perkembangan Anak Pra Sekolah


Teori-teori perkembangan anak pra sekolah dapat dibagi menjadi :
1. Perkembangan kognitif (Piaget)
a. Tahap pra oprasional (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan
kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalkan apa
yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak
masih bersifat egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget anak selalu
menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran
yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif
menganggap semuanya sama, seperti seorang pria dikeluarga adalah ayah
maka semua pria adalah ayah, pikiran yang kedua adalah pikiran
animisme selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabila anak
terbentur benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut
(Hidayat, Aziz Alimul, 2005).
b. Tahun ketiga berada pada fase pereptual, anak cenderung egosentrik
dalam berfikir dan berperilaku, mulai memahami waktu, mengalami
perbaikan konsep tentang ruang, dan mulai dapat memandang konsep dari
perspektif yang berbeda.
c. Tahun keempat anak berada pada fase inisiatif, memahami waktu lebih
baik, menilai sesuatu menurut dimensinya, penilaian muncul berdasarkan
persepsi, egosentris mulai berkurang, kesadaran sosial lebih tinggi,
mereka patuh kepada orang tua karena mempunyai batasan bukan karena
memahami hal benar atau salah.
d. Pada akhir masa prasekolah anak sudah mampu memandang perspektif
orang lain dan mentoleransinya tetapi belum memahaminya, anak sangat
ingin tahu tentang factual dunia (Zae, 2000).
2. Perkembangan psikosexual anak (Freud)
a. Tahap oedipal/phalik terjadi pada umur 3-5 tahun dengan perkembangan
sebagai berikut kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic
yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
erogennya, suka pada lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada
ibunya dari pada ayahnya demikian sebaliknya anak perempuan senang
pada ayahnya (Hidayat, Aziz Alimul, 2005).
b. Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak mulai mengenal
perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak juga akan
mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua sehingga mempunyai
kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa di sekitarnya
(Nursalam dkk, 2005).
C. Perkembangan psikososial anak (Erikson)
1. Tahap inisiatif, rasa bersalah terjadi pada umur 4-6 tahun (prasekolah)
dengan perkembangan sebagai berikut anak akan memulai inisiatif dalam
belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan
aktivitasnya, dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah maka
akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak (Hidayat, Aziz Alimul,
2005).
2. Menurut Erikson pada usia (3-5 tahun) anak berada pada fase inisiatif vs
rasa bersalah. Pada masa ini, anak berkembang rasa ingin tahu (courius)
dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala
sesuatu disekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua
mematikan inisiatif anak, maka hal tersebut akan membuat anak merasa
bersalah. Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dengan
konkret, sehingga orang tua sering menganggap bahwa anak berdusta,
padahal anak tidak bermaksud demikian (Nursalam dkk, 2005).

C. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,
kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal
BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan bermain

Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema “mengurangi
stress efek Hospitalisasi”.Kegiatan ini anak diajak untuk mewarnai kertas yang sudah
disediakan sebgai bentuk keceriaan walaupun dalam rawatan.

B. Media dan Alat


1. Karpet
2. Pensil warna atau Krayon
3. Kertas bergambar

C. Sasaran
a. Kelompok anak usia3 sampai 7 tahun
b. Kriteria inklusi:
1. Anak yang di rawat inap
2. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
3. Anak dengan kemampuan baik dalam mengikuti terapi bermain
Kriteria ekslusi :
1. Anak yang terpasang infus
2. Anak yang terpasang kateter
3. Anak yang terpasang oksigen
4. Anak yang sedang dilakukan tindakan atau terapi

D. Waktu Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Selasa, 06 Agustus 2019
Waktu : 10.00 s/d 10.30 WIB
Tempat : Ruang Bermain Anak Irna Anak Lt. 3 RSUP Dr. M. Djamil
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu pada
saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur,lamanya
bermain adalah sekitar 30 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan
permainan tersebut.

E. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab : Risky Firmansyah, S.Kep
2. Leader : Lentina Sosomar, S.Kep
3. Co Leader : Rima Anggreni, S.Kep
4. Fasilitator : Kodariyah, S.Kep
5. Observer :Sri Aria Indah P, S.Kep
Adek Suci Ramadhani, S.Kep
Prima Wiasari, S.Kep
Firma Nelis Emi, S.Kep

F. Setting tempat

Keterangan :

: Leader : Klien : Observer

: Co. Leader : Fasilitator


G. Pembagian Tugas
1) Co-Leader, tugasnya:
a) Membuka acara permainan.
b) Memperkenalkan diri dan anggota kelompok.
c) Menjelaskan tujuan dari kegiatan.
d) Kontrak waktu dan acara.
e) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai.
f) Mengarahkan permainan.
g) Memandu proses permainan.
2) Leader, tugasnya:
a) Menyampaikan pelaksanaan dari TAK yang akan dilakukan.
3) Fasilitator, tugasnya:
a) Mengkoding anak sesuai dengan kriteria inklusi
b) Membimbing anak bermain.
c) Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam mewarnai.
d) Memperhatikan respon anak saat mewarnai.
4) Observer, tugasnya:
a) Mengawasi jalannya permainan.
b) Mencatat proses kegiatan dari awal hingga akhir permainan.
c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain.
d) Mengevaluasi kegiatan.
e) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan.
H. Susunan Kegiatan

No Waktu Terapis Anak Ket


1 5 menit Pembukaan :
1. Co-Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri terapis Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan
4. Meminta anak untuk Memperkenalkan diri
memperkenalkan diri
5. Menjelaskan tujuan kegiatan Mendengarkan
terapi bermain mewarnai Mendengarkan
6. Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
7. Mempersilahkan Leader
2 20 Kegiatan bermain :
menit
1. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
2. Membagikan kertas dan krayon Menerima permainan
3. Fasilitator memotivasi anak Bermain
untuk mewarnai Bermain
4. Fasilitator
memperhatikanrespon anak Mengungkapkan
saat mewarnai. perasaan
5. Menanyakan perasaan untuk
mngetahui kondisi anak
3 5 menit Penutup :
1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
setelah mewarnai perasaan
3. Melihat hasil mewarnai Anak Mendengarkan
4. Memberikan reinforcement Senang
positif kepada anak
5. Memberikan hadiah pada anak Senang
yang cepat menyelesaikan
gambarnya dan bagus
6. Membagikan souvenir/kenang- Senang
kenangan pada semua anak
yang bermain
7. Co-leader menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam

I. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
a) 70 % Anak mampu untuk berkenalan dengan teman sebaya walaupun
dalam rawatan
b) 70 % Anak mau melakukan kegiatan mewarnai sampai selesainya
kegiatan.
c) 70 % Anak mampu membubuhkan warna dengan tepat pada gambar
dengan rapi tanpa keluar dari garis.
d) 70 % Anak tampak bahagia, tampak tersenyum dan tampak senang
selama menjalani perawatan di RS
Beri tanda ceklis pada kolom ya / tidak, kalau tindakan dilakukan sesuai proses
beri tanda ceklis di kolom ‘ya’, jika tidak dilakukan beritanda ceklis di kolom
‘tidak’.

Evaluasi Ya Tidak Keterangan


Evaluasi Co-Leader
1. Co-Leader membuka dan mengucapkan √
salam
2. Memperkenalkan diri terapis √
3. Memperkenalkan pembimbing √
4. Meminta anak untuk memperkenalkan diri √
5. Memberikan reinforcement positif kepada √
anak
6. Menjelaskan tujuan kegiatan √
7. Kontrak waktu dengan anak √
8. Mempersilahkan LeaderCo-leader menutup √
acara
9. Mengucapkan salam √
Evaluasi Leader
1. Leader menjelaskan cara permainan √
2. Membagikan alat permainan √
3. Menanyakan perasaan anak √
4. Leader menghentikan permainan √
5. Melihat hasil mewarnai anak √
6. Memberikan reinforcement positif kepada √
anak
7. Memberikan hadiah pada anak yang cepat √
menyelesaikan gambarnya dan bagus
8. Membagikan souvenir/kenang-kenangan pada √
semua anak yang bermain
9. Menanyakan perasaan anak √
Evaluasi Fasilitator
1. Mengkoding anak sesuai dengan kriteria √
inklusi
2. Membimbing anak bermain. √
3. Memberi motivasi dan semangat kepada anak √
dalam mewarnai.
4. Memperhatikan respon anak saat mewarnai. √
Evaluasi Observator
1. Mengawasi jalannya permainan. √
2. Mencatat proses kegiatan dari awal hingga √
akhir permainan.
3. Mencatat situasi penghambat dan pendukung √
proses bermain.
4. Mengevaluasi kegiatan. √
5. Menyusun laporan dan menilai hasil √
permainan.

Evaluasi struktur :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap √
2. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana √
Evaluasi proses
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar √
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan √
baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan √
terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama √
dan bekerja sesuai tugasnya

Evaluasi hasil capaian tujuan khusus:


1. 70 % Anak mampu untuk √
berkenalandengan teman sebaya walaupun
dalam rawatan
2. 70 % Anak mampu membubuhkan warna √
dengan tepat pada gambar dengan rapi
tanpa keluar dari garis
3. 70 % Anak mampu menggerakkan jari √
jemari dan secara optimal sehingga dapat
mewarnai dengan rapi
4. 70 % Anak tampak bahagia, tampak √
tersenyum dan tampak senang selama
menjalani perawatan di RS
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang


mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut,
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam bermain anak
akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu
kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah
sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang diasakan
oleh anak.Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh kembangnya tanpa
terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B. Saran

1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi
poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor
keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak.Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus
melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. D. (2013). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak.Jakarta:

Selemba Medika

Atisina, A. F. J. (2015). Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat

Kooperatif Anak Usia Prasekolah Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit

Prof. dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.

Dayani, N. E., Budiarti, L. Y., Lestari, D. R., (2015). Treapi Bermain ClayTerhadap

Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 tahun) yangMenjalani

Hospitalisasi di RSUD Banjarmasin. DK Vol.3. UniversitasLambung

Mangkkurat.

Hasni, A. (2017). Keterampilan Motorik Halus Dalam Kegiatan Mewarnai Anak

Kelompok B Di Tk Aisyiyah Segugus Madania Kecamatan Polokarto

Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 6.

Muthmainah, (2015).Peran terapi menggambar sebagai katarsis emosi anak.Jurnal

pendidikan anak vol. IV, edisi 1 FIP.Universitas Negri Yogyakarta.

Nursalam,dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta : Salemba

Medika.

Stuart, Gail and Laraia, Michele.(1998). Principles and practice of psychiatric

nursing. St. Louis: Mosby.

Internet.http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-

penyandang-autisme-1/.

Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.


Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai