Anda di halaman 1dari 10

A.

Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan


Kesejahteraan Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang
yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah
terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai
masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986, World Health
Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama
bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi
ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah
dokumen penting yang disebut Ottawa Charter (Piagam Ottawa). Piagam
ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap negara,
termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah
proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan
meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and to improve, their health, WHO,
1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri
orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka
sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri
mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau
kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya
untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya).
Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya
pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik.
Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari
sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk
kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur
dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan
adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa
kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor,
2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan menginformasikan
kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap
kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-
informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan
fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat.
Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan aturan-aturan
tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya aturan
penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai
berikut (Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya
pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang
berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan
peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor,
sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai
sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace),
perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food),
pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber
daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan
dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya
peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat
tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan
promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam
Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means.
Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
4. Strategi Promosi Kesehatan
a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan
kepada masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan
penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun
sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat. Dengan demikian, para pembuat keputusan akan
mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan
bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika
sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif
dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik
dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari
advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-
pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan,
penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan.
( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative baru,
namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi
sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah
gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between individuals,
groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement
as necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan
adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau
tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang
komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali
terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi
baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh
WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di
Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan
upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan
kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari
dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai
keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan
operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui
pertemuan, kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program
kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai
keadaan, masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa
yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu
sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan
dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.
Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir
dalam konteks relasi sosial antara manusia. Kekuasaan tercipta dalam
relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat
berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan
sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat
berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir
sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep
pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah
begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian
presepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan
pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita
mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an,
dan kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai
decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul
bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme, Phenomelogi,
Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang New-
Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan
Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit,
kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur,
legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini,
perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran
pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam
kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif
memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga dibutuhkan
perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya
pencegahan penyakit (http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika
dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community
organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak
perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program
dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen; perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n (Organising),
pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk
program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan derajad kesehatan masyarakat (Notoadmojo, 2003).

5. Promosi Kesehatan Pada Dewasa Lanjut/Lansia (Diatas 65 Tahun)

Promosi Kesehatan Untuk Lanjut Usia

Tes dan Skrining Kesehatan  Factor nutrisi dan olahraga yang


dapat menyebabkan penyakit
 Seperti pada individu paruh kardiovaskuler (mis., obesitas,
baya asupan kolesterol dan lemak
Keamanan kurang olahraga
 Program olahraga moderat yang
 Tindakan keselamatan dirumah dilakukan secara teratur guna
guna mencegah bahaya jatuh, mempertahankan mobilitas
kebakaran, terbakar, luka bakar, sendi, tonus otot, dan klasifikasi
dan tersengat listrik tulang
 Dukungan keselamatan
berkendara, terutama saat
mengemudi dimalam hari Interaksi social
 Tindakan kewaspadaan uuntuk
mencegah kecelakaan pada  Kegiatan intelektual dan reaksi
pejalan kaki pendukung
 Hubungan personal pendukung
yang membantu upaya diskusi
Nutrisi dan Olahraga mengenai perasaan,
kekhawatiran dan rasa takut
 Penting nya diet seimbang  Ketersediaan pusat komunitas
dengan jumlah kalori yang lebih social dan program-program
sedikit untuk mengakomodasi bagi lansia
laju metabolic yang lebih rendah
serta aktivitas fisik yang
menurun Eliminasi
 Pentingnya vitamin D dan
kalsium dalam jumlah yang  Pentingnya serat yang adekuat
mencukupi guna mencegah dalam diet, olahraga yang
osteoporosis cukup, dan cairan sedikitnya 8
gelas sehari untuk mencegah
konstipasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Careno, Abhay. 2018. Isu-isu Lansia. Diakses melalui


https://www.academia.edu/10807168/makalah_akbaria_noor. Diakses
tanggal 19 September 2019.
2. Maryam, R siti.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2008. Jakatra:
Salemba Medika.
3. Mubarak Wahid iqbal,dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. 2006. Jakarta:
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai