Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu
diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas
penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan
kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas
sumber daya manusia. Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit
penyakit ini. ( Kepmenkes No: 424/MENKES/SK/VI, 2006:1 ).

Infeksi cacing masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang
sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing Di era
globalisasi seperti saat ini suatu negara dituntut untuk dapat mengejar ketinggalan agar tidak
tersisihkan dari persaingan global. Karena hal tersebut pemerintah wajib untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, faktor yang sangat menentukan kemajuan suatu negara adalah
faktor kesehatan masyarakatnya. Namun masih banyak hambatan untuk menyehatkan
masyarakat salah satunya adalah masih tingginya kasus penyakit infeksi seperti penyakit
infeksi

yang disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah. Hal ini disebabkan oleh
iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi serta kondisi sanitasi yang buruk dan beberapa
kebiasaan yang berhubungan dengan kebudayan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

 Diagnosa Parasit
 Obat-obat penenggulangan Parasit
 Cara Pencegahan Parasit
 Macam – macam Parasit
 Siklus hidup Parasit
 Gejala terkena Parasit

C. Tujuan

Memahami Pengertian Parasit, siklus hidup, cara penularan, penyebab dan bagaimana cara
pengobatan penderita cacing pada umumnya. Serta berusaha sebaik mungkin untuk
mencegah terinfeksi cacing Parasit.

D. Metode pengumpulan data

Data-data penunjang makalah ini diperoleh dari buku-buku mikrobiologi yang menjelaskan
tentang cacing serta dari Internet.

BAB II
PEMBAHASAN CACING

I. Cacing Darah dan Jaringan

1. Wuchereria branchofti (filarial worm)

A.Klasifikasi

Ø Phylum : Nemathelminthes

Ø Class : Nematoda

Ø Subclass : Secernemtea

Ø Ordo : Spirurida

Ø Super famili : Onchocercidae


Ø Genus : Wuchereria

Ø Species : Wuchereria Bancrofti

B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini

Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke
Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia dapat ditemukan
di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik selatan. Di
belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Penyakit
ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari Afrika melalui kota Charleston,
Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu. Frekuensi filariasis yang bersifat
periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena
Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori
dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi
filiariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi daripada di desa-
desa besar karena vector terpenting ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya
hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin,
terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung
terhadap nyamuk, mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk asli.

C. Morfologi

Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing betina


berukuran 90-100x0,25 mm ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya
berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor melingkar dan
dilengkapi dua spikula.

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8 mikron.


Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi, tetapi
pada waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria. Cacing ini mempunyai periodisitas
nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada malam hari,
sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ visceral (jantung,
ginjal, paru-paru dan sebagainya). Di daerah pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai
periodisitas subperiodik diurnal. Di Thailand terdapat mikrofilaria dengan periodisitas
subperiodik nokturna.
D. Siklus hidup

Untuk melengkapi siklus hidupnya, W. bancrofti membutuhkan manusia (hospes definitif)


dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria yang terisap
bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya
dan berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2), dan larva stadium 3 (L-3)
dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki panjang 135-375 mikron, bentuk
seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa perkembangannya 0,5-5,5 hari (di
toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih
panjang daripada L-1, ekor pendek membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara
6,5-9,5 hari (di toraks dan kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat
sekali, kadang-kadang ditemukan di probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan
ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.

E. Diagnosis

Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang berhubungan
dengan vektor di daerah emdemis dan di konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam hari. Sediaan darah tetes tebal
yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya
mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk menetapkan spesies filarial
dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal dan halus tipis yang diwarnai dengan
larutan Giemsa atau Wright.

F. Patologi dan gejala klinis

Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria.
Cacing dewasa pada stadium akut menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dan
dalam waktu 10-15 tahun menjadi obstruktif. Microfilaria tidak mengakibatkan kelainan,
namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult filariasis. Patogenesis filariasis bancrofti
dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremi, stadium akut, dan kronis. Ketiga
stadium ini tidak menunjukkan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang
tindih.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian


Kelompok yang mudah terserang adalah umur dewasa muda, terutama yang status social
ekonominya rendah. Obat DEC kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh karena itu
pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk. Preparat antinom dan arsen
dapat membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan dilakukan dalam waktu yang
lama. Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil karbamasin sitrat (DEC).

2. Brugia Malayi (Wuchereria)

A. Klasifikasi

Ø Phylum : Nemathelminthes

Ø Class : Nematoda

Ø Subclass : Secernemtea

Ø Ordo : Spirurida

Ø Super famili : Wuchereria

Ø Genus : Brugia

Ø Species : Brugia malayi dan Brugia timori

B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini

Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina,
India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan infeksi
filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah distribusinya sepanjang
pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama yaitu nyamuk
Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam yang
bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan nyamuk tersebut di atas.
Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat di daerah
luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat di daerah kota
dan sekitarnya.

C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada
ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4
buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus,
vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk
saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya
terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor
terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula yang panjangnya tidak sama.

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177-230 mikron, letak tubuh
kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya
mempunyai 1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. PeriodisitasBrugia
malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan nonperiodik.

D. Siklus hidup

Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirosrtis. Brugia
Malayi yang hidup pada manusia dan mamalia lainnya ditularkan oleh Mansonia sp.Brugia
timori, sedangkan yang hanya hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirostris.

Kedua cacing ini mempunyai siklus hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek bila
dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereri bancrofti. Masa pertumbuhan larva di dalam
tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva mengalami pergantian kulit dan berkembang
menjadi L-1, L-2, dan L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa mencapai 3 bulan. Pada
tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai pola hidup yang sama
seperti Wuchereria bancrofti.

E. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dikonfirmasi dengan menemukan


mikrofilaria dalam darah perifer. Pada stadium awal, belum ditemukan mikrofilaria dalam
darah perifer. Untuk mengetahui potongan cacing dewasa, dapat dilakukan pemeriksaan dari
bahan biopsi kelenjar limfe yang membengkak.

Untuk keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih dalam
penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.

F. Patologi dan gejala klinis


Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung berbulan-
bulan, bahkan sampai bertahun-tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering tidak
menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan mikrofilaria.

Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe
inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati.
Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde. Peradangan pada
saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang
ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah penderita membengkak dan
mengalami limfedema. Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul dan apabila pecah akan
membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan meninggalkan bekas
berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya objektif filariasis limfatik.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian

Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara
pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.

Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya lebih
berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk
pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.

3. Dracunculus medinensis

A.Klasifikasi

Ø Phylum : Nemathelminthes

Ø Class : Nematoda

Ø Subclass : Onchocercidae

Ø Ordo : Camallanidea

Ø Super famili : Dracunculoidea


Ø Genus : Dracunculus

Ø Species : Dracunculus medinensis

B. Epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi penyakit terkini

Parasit terdapat pada manusia di Afrika Utara, Barat dan Tengah, di daerah barat daya Asia,
timur laut Amerika Utara dan Tiongkok. Di India sebelah barat terdapat presentase tinggi dari
penduduk kebanyakan berumur di bawah 20 tahun, telah terkena infeksi oleh air dari sumber
air minum. Pada sumber ini tidak disediakan tali atau ember, tetapi orang masuk hingga lutut
atau pergelangan kaki ke dalam air sambil mengisi tempat air mereka. Pada waktu itu cacing
dewasa mengeluarkan larva-larvanya Cyclops yang mengandung parasit terambil dalam air.

C. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk seperti tali, silindris .Betina : 500-1200 x 0,9-17 mm, usia sampai
12-18 bulan, Jantan : 12-29 x 0,4 mm ; ujung anterior membulat , posterior agak runcing &
melengkung ke ventral.

D. Siklus hidup

Cacing dewasa hidup di dalam jaringan subkutis dan kulit, dan menjadi dewasa dalam 10
minggu. Seekor cacing betina dapat hidup sampai 12-18 bulan. Di dalam waktu kira-kira satu
tahun cacing betina yang pindah ke jaringan subkutis tungkai, lengan, pundak dan tubuh
bagian bawah yang banyak bersentuhan dengan air. Bila waktunya untuk mengeluarkan
larva, bagian kepala cacing membentuk benjolan kecil pada kulit yang berindurasi, kemudian
benjolan itu menjadi vesikel dan dapat menjadi ulkus. Bila permukaan ulkus terkena air maka
lekuk uterus, yang telah menjulur keluar melalui bagian anterior cacingyang pecah,
mengeluarkan larva yang dapat bergerak ke dalam air.

E. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan bentuk luka setempat adanya cacing dan larva. Bentuk cacing
di bawah kulit dapat dilihat dengan penyinaran cahaya. Cacing yang telah mengalami
perkapuran dapat ditemukan tempatnya dengan pemeriksaan sinar Rontgen. Pengeluaran
larva dapat dirangsang dengan mendinginkan daerah ulkus. Reaksi kulit, dengan memakai
ekstrak cacing sebagai antigen, adalah positif pada kebanyakan penderita.
F. Patologi dan gejala klinis

Bila cacing tidak sampai pada kulit maka akan mati dan mengalami desintegrasi,diserap atau
mengalami perkapuran. Adanya di dalam jaringan mesenterium dapat menerangkan gejala
psedoperitoneal dan manifestasi alergi.

Bila cacing sampai pada permukaan tubuh dilepaskan zat toksin yang menimbulkan reaksi
raang seempat sebagai vesikel streil angbeisi eksudat serosa. Cacing terdapat di dalam
terowongan subkutis dengan bagian anterior di bawah lepuh yang mengandung cairan kuning
jernih. Kelainan ini dapat tampak dengan adanya indurasi dan endema. Vesikel dapat timbul
pada tiap tempat yang dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam air, biasanya pada
tungkai, pergelangan kaki dan di sela-sela jari kaki, dan sangat jarang pada lengan atau tubuh.
Kontaminasi lepuh yang dapat menimbulkan abses, selulitis, ulkus yang besar dan nekrosis.

Gejala-gejala mulai tepat sebelum cacing sobek. Urtikaria, eritem, sesak nafas, muntah, gatal,
pusing, merupakan gejala alergi. Gejala itu timbul biasanya pada waktu cacing sobek, tetapi
kadang-kadang timbul lagi selama pengeluaran cacing. Dikarenakan zat-zat yang dikeluarkan
cacing masuk ke dalam jaringan.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian

Pengobatan meliputi pengeluaran atau penghancuran cacing ini. Cara kuno dengan
menggulung cacing pada sebatang kayu untuk mengelluarkannya beberapa sentimeter setiap
hari masih dipakai di Asia dan Afrika. Dapat terjadi radang yang hebat dan pengelupasan
jaringan bila cacing patah pada usaha tersebut. Lebih baik dilakukan operais dengan anestesi
prokain, membuat insisi yang luas bila tempat cacing telah diketahui dengan sinar Rontgen
dan suntikan kolargol.

Tiabendazol, sebanyak 50-100 mg/kg bb setiap hari untuk 1 hari telah dikemukakan member
hasil baik terhadap Dracunculus. Niridazol (Ambilhar) 30 mg/kg, per ons setiap hari untk
setiap hari, dapat menghilangkan cacing secara spontan atau memudahkan mengeluarkan
secara manual. Gejala samping pengobatan ini tidak banyak atau tidak berat. Trimelarsan
juga dapat dipakai dengan hasil yang baik.
4. Onchocerca voolvulus

A. Klasifikasi

Ø Phylum : Nemathelminthes

Ø Class : Nematoda

Ø Subclass : Onchocercidae

Ø Ordo : Spirurida

Ø Super famili : Filariodea

Ø Genus : Onchocerca

Ø Species : Onchocerca voolvulus

B. Epidemologi, Distribusi geografis dan Kondisi penyakit terkini

Tempat perindukan vector (simulium) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air
sungai yang deras. Vektor ini pun jarang berpindah tempat melampaui 2-3 mil dari perairan.
Manusia merupakan sumber infeksi tunggal. Lalat ini suka menggigit manusia di tempat
perindukannya. Pada hari yang cerah lalat betina hanya menggigit pada waktu pagi dan sore
hari, tetapi ditempat yang rindang atau bila langit berawan dia menggigit sepanjang hari.
Infeksi yang menahun sering kali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk
yang berdekatan dengan sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh
karena itu penyakit ini dikenal dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan
menghindari gigitan lalat simulium atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh
tubuh.

Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai Barat Sierra Leone menyebar
ke Republik Kongo, Anggola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di
dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukkan lalat Simulium. Di Ameraka Selatan
terdapat di dataran tinggi Guatemala, dan bagian timur Venezuella.

Kondisi penyakit terkini ialah onkoserkosis, river blindness, blinding filariasis.

C. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat; melingkat satu dengan yang lainnya seperti benang
kusut dalam benjolan (tumor).Cacing betina berukuran 33,5-50 cm x 270-400 mikron dan
cacing jantan 19 x 42 mm x 130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih,
opalesen dan transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam
jaringan subkutan, kemudian microfilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari jalan ke
kulit.

D. Siklus hidup

Hospes perantara utama ialah lalat hitam genus simulium. Bila lalat simulium menusuk kulit
dan menghisap darah manusia maka microfilaria akan terhisapoleh lalat, masuk kedalam otot
toraks. Setelah 6-8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif
masuk ke dalam proboscis lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva
masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan
microfilaria.

E. Diagnosis

Klinis : adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul (
leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbitis, uveitis dan adanya
mikrofilaria dalam kornea. Parasitologik : menemukan microfilaria atau cacing dewasa dalam
benjolan subkutan.Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni
menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam atau pisau tajam kira-kira 2 – 5 mm bujur
sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa.
Untuk menemukan cacing dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor),
microfilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan
untuk menunjang diagnosis onkoserkosis.Ultrasonografi nodul : untuk menentukan beratnya
infeksi (worm burden).Pelacak DNA : menggunakan teknik multiplikasi DNA (polymerase
Chain Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.Mazotti test :
dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1-24 jam untuk mengetahui
adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.

F. Patologi dan gejala klinik

Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing
dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang
mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh microfilaria yang dikeluarkan oleh cacing
betina dan ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi
mengenai kulit dan mata. Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa merupakan
benjolan-benjolan yang dikenal sebagai onkoserkoma dalam jaringan subkutan. Ukuran
benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar lemon. Letak benjolan biasanya
diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga, tengkorak, siku-siku, Krista iliaka
lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan kosmetik. Kedua kelainan yang ditimbulkan
oleh microfilaria lebih hebat daripada cacing dewasa karena microfilaria dapat menyerang
mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optic dan retina mata.

G. Pencegahan, pengobatan dan pengendalian

Pencegahan meliputi pengeluaran benjolan, meniadakan sumber infeksi, pemberantasan


fektor dan melindungi orang yang suseptibel. Kombinasi pembedahan untuk mengeluarkan
cacing dewasa dan menghancurkan microfilaria dengan dietilkarbamazin mengurangi daya
infeksi pengandung. Selain itu dengan pemberantasan vector tergantung pada penghancuran
larva didalam air dengan larvasida. Orang melindungi dirinya dengan pakaian penutup kepala
dan “repellent”.

ü Invermectin merupakan obat pilihan dengan dosis 150 ug/kg badan, diberikan satu atau dua
kali pertahun pada pengobatan masal. Untuk pengobatan individu, diberikan pada dosis 100-
150 ug/kg berat badan dan diulangi setiap dua minggu, bulan atau 3 bulan hingga mencapai
dosis total 1,8 mg/kg berat badan.

ü Suramin merupkan satu-satunya obat yang membunuh cacing dewasa O.volvulusteapi jarang
dipakai karena penggunaanya yang relative sulit dan toksisitasnya tinggi.

II. Cacing Perut

a) Cacing tambang
Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar
tubuh manusia, yang kemudian masuk kembali ke tubuh korban menembus kulit telapak kaki
yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan di dalam tubuh melalui peredaran
darah yang akhirnya tiba di paru paru lalu dibatukan dan ditelan kembali. Gejala meliputi
reaksi alergi lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen.
Hospes parasitini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya
melekat padamucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari.
Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira- kira 0,8 cm, cacing
dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur
hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah
1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar
3 hari larva tumbuh menjadilarva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan
hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40mi kron,
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva
rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya
kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larvaikut aliran darah ke jantung terus ke
paru-paru.

b) Cacing pita
Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada tiga jenis cacing pita yang
menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:

Æ Cacing pita sapi (Taenia sagita)


Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa
mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini
berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak
berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1X1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup
sampai 25 tahun di dalam usus inangnya.

Æ Cacing pita babi (Taenia solium)


Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama,
namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi
berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia saginata (3-4 m
panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang hanya membentuk
kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan kista di tubuh manusia yang
menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga
menyebabkan masalah serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium
yang terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang juga
mengganggu kesehatan.
Æ Cacing pita ikan
Infeksi Cacing Pita Ikan (Difilobatriasis) merupakan infeksi usus karena cacing pita dewasa
Diphyllobothrium latum.
Infeksi ini banyak ditemukan di Eropa (terutama Skandinavia), Jepang, Afrika, Amerika
Selatan, Kanada dan Amerika (terutama Alaska dan daerah Great Lake). Infeksi sering terjadi
akibat memakan ikan air tawar mentah atau dimasak belum matang betul.
Cacing pita dewasa dinamakan Diphyllobothrium latum.
Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan
panjangnya sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan
dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan embrio, yang
akan termakan oleh krustasea (binatang berkulit keras seperti udang, kepiting). Selanjutnya
krustasea dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang
mentah atau yang dimasak belum sampai matang.

c) Cacing tanah
Cacing tanah adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas
dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida. Cacing tanah jenis
Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan
klitelum yang terletak pada segmen 27-32 Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis
yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa
menyamai atau melebihi jenis lain.
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak
pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah
keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot
dan cacing kalung.

d) Cacing Filaria
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filaria. Pernahkah Anda mendengar penyakit kaki
gajah (elephantiasis). Terlihat kaki penderita menjadi bengkak, mengapa hal tersebut dapat
terjadi?
Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat
menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini
menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang
disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat
berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang
menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam
otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat
penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya.

e) Cacing Pipih
Tubuhnya memipih badan berbentuk pita. Cacing ini simetris bilateral, mempunyai sisi kanan
dan kiri, permukaan dorsal dan ventral, bagian anterior dan posterior. Tipe simetris semacam
ini dikaitkan dengan gerakan yang aktif. Cacing pipih yang hidup di air tawar misalnya
Plenaria, dapat bergerak cepat. Bila planaria berada pada permukaan substrat/tanah
mengeluarkan lendir di bawah tubuhnya, dan bergerak maju di atas lendir ini menggerakkan
silianya. Bila planaria berada di dalam air dapat berenang dengan cara menggerakkan
tubuhnya seperti gelombang. Dengan demikian planaria dapat bergerak bebas sehingga dapat
mencari makanan secara aktif.

f) Cacing Kremi
Cacing yang memegang peranan disini adalah Enterobius vermikularis yang sering banget
terjadi pada anak kecil. Cacing dewasa akan tinggal di usus besar. Cacing betina yang akan
bertelur meninggalkan usus besar menuju anus yang merupakan tempat bertelur yang paling
ideal. Saat inilah si anak akan menangis karena lubang anusnya gatal. Secara kasat mata,
cacing ini akan terlihat sebesar parutan kelapa disekitar lubang anus. Transmisi cacing ini
seperti halnya cacing perut masuk langsung melalui mulut baik dengan perantara makanan
maupun dimasukan secara tidak sengaja oleh penderita yang habis menggaruk lubang
anusnya yang gatal. Sehingga pada anak anak sering terjadi reinfeksi akibat tindakan itu.

g) Cacing Cambuk
Cacing dewasa akan tinggal di usus bagian bawah dan melepaskan telurnya ke luar tubuh
manusia bersama kotoran. Telur yang tertelan selanjutnya akan menetas di dalam usus halus
dan hidup sampai dewasa disana. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara
lain nyeri abdomen, diare dan usus buntu.
h) Cacing Gelang
Biasanya disebabkan oleh keluarga cacing Askaris lumbricoides yang merupakan cacing
yang paling sering menginfeksi manusia. Cacing dewasa hidup di dalam usus manusia bagian
atas, dan melepaskan telurnya di dalam kotoran manusia. Infeksi pada manusia terjadi
melalui jalan makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung telur cacing. Telur
yang tertelan akan mengeluarkan larva. Larva ini akan menembus dinding usus masuk ke
aliran darah yang akhirnya sampai ke paru paru lalu akan dibatukan keluar dan ditelan
kembali ke usus. Penyulit yang timbul dari infeksi ini antara lain anemia, obstruksi saluran
empedu, radang pankreas dan usus buntu.

i) Cacing jantung
Cacing jantung atau nama ilmiahnya Dirofilaria immitis merupakan penyakit serius bagi
anjing dan kucing dan sering kali membawa maut bila tak dirawat. Cacing yang disebar
melalui vektor nyamuk Anopheles, tinggal di dalam arteri pulmonari menyebabkan
kerusakan kepada jantung dan paru-paru.
Obat kelas avermectin digunakan secara meluas untuk mencegah penularan, tetapi American
Heartworm Society memperkirakan sekitar 27 juta anjing di Amerika Serikat tidak
dirawat.Kasus Dirofilaria immitis dijumpai di seluruh negara bagian di AS dan survey yang
dilakukan oleh para dokter hewan pada 2002 melaporkan 244.000 kasus menunjukkan positif
untuk uji cacing jantung (heartworm).

A. Siklus hidup cacing

a. Siklus hidup cacing tambang


Cacing tambang dewasa berada dalam usus kecil manusia, di mana mereka melekatkan diri di
dinding usus dengan mulut mereka. Mereka makan darah dan menyebabkan perdarahan di
usus yang ditempati.
Cacing betina memproduksi telur cacing, yang dikeluarkan lewat tinja. Jika tinja jatuh ke
tanah, dan cuaca hangat, telur cacing akan menetas menjadi larva dalam waktu sekitar dua
hari. Larva kemudian menjadi dewasa dalam seminggu, dan dapat bertahan untuk waktu yang
lama jika kondisi mendukung. Larva yang mendapatkan kontak dengan kaki telanjang
manusia akan menembus kulit kaki dan masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva
kemudian bergerak ke saluran udara menuju tenggorokan dan tertelan. Mereka menuju ke
usus kecil. Larva lalu melekat pada dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Pada sekitar usia lima bulan, cacing mulai memproduksi telur. Infeksi cacing tambang
biasanya tidak memberikan gejala spesifik. Anemia (kekurangan darah) dan keluhan terkait
peradangan usus seperti mual, sakit perut dan diare adalah beberapa gejala yang mungkin
timbul.

b. Siklus hidup cacing kremi


Telur cacing kremi dapat menempel pada tangan Anda melalui kotoran manusia. Ketika
tangan Anda yang tercemar masuk ke mulut Anda, telur dapat masuk ke dalam tubuh,
menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar. Di sana cacing kremi melekat
pada dinding usus dan makan. Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah dan bertelur pada
kulit berlipat di sekitar dubur. Saat itulah Anda mungkin curiga terkena cacingan karena
merasakan gatal-gatal di sekitar anus (pruritus) yang biasanya lebih intens di malam hari.
Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan dari menelan telur cacing ke merasakan gatal-gatal di
anus. Cacing kremi dewasa berukuran 3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang.
Telur cacing kremi dapat bertahan hidup hingga tiga minggu. Karena bentuknya yang sangat
kecil, Anda tidak dapat melihatnya sehingga bisa tanpa sengaja tertulari ketika menggunakan
baju, kasur, bantal, mainan anak, uang kertas, peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet.
Untuk memastikan apakah gatal-gatal disebabkan oleh cacing kremi, Anda dapat
meletakkan sepotong selotip di anus. Semua cacing atau telur akan menempel ke selotip. Lalu
bawalah selotip itu ke dokter untuk diperiksa.

c. Siklus hidup cacing tanah


Cacing tanah merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan
mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi
mikroorganisme patogen di lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama
sekitar 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular
mekanisme. Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih
dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologis sebagai berikut: cytolytic, proteolitik,
antimikroba, hemolitik, hema glutinating, tumorolytic, dan kegiatan mitogenic. Cairan dari
selom foetida Eisenia Andrei telah diteliti memiliki sebuah aktivitas antimikroba terhadap
Aeromonas hydrophila dan Bacillus megaterium yang dikenal sebagai patogen cacing tanah
Setelah itu diperoleh dua protein, bernama Fetidins, dari cairan selom cacing tanah dan
menegaskan bahwa aktivitas antibakteri ini disebabkan karena fetidinsLumbricus rubellus
juga memiliki dua agen antibakteri bernama Lumbricin 1 dan Lumbricin 2. Baru-baru ini, dua
jenis faktor antibakteri yang mempunyai aktivitas seperti lisozim dengan aktivitas hemolitik
serta pengenalan pola protein bernama selom cytolytic faktor (CCF) telah diidentifikasi
dalam foetida Eisenia cacing tanah. Lysenin protein yang berbeda dan Eisenia foetida
lysenin-seperti protein memiliki beberapa kegiatan yang diberikan cytolytic hemolitik,
antibakteri dan membran-permeabilizing properti.

d. Siklus hidup cacing pita


Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang
definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif
dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif
(manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan
mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing
yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis
yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu
jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang
rusuk.
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis adalah penyakit
akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari
hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies
Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi. sementara Taenia saginata dikenal juga
sebagai cacing pita sapi.

e. Siklus hidup Taenia saginata


Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang
tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen
ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh
sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot
yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi
darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing
cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau
setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing.
Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5
meter dalam waktu tiga bulan. Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya
menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
f. Siklus hidup cacing cambuk
Manusia terinfeksi karena memakan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang
terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk ke usus kecil, menembus
mukosa, dan menjadi dewasa dalam 6-8 hari. Cacing betina dewasa melepaskan larva yang
bisa bertahan hidup sampai 6 minggu. Larva yang baru lahir bermigrasi melalui aliran darah
dan jaringan tubuh, tetapi akhirnya hanya bertahan di sel otot rangka lurik. Larva mengkista
(encyst) sepenuhnya dalam 1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit
intraselular. Larva yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. Siklus ini terus berlanjut hanya
jika larva mengkista dicerna oleh karnivora lain.
Gejala awal infeksi cacing cambuk termasuk edema, nyeri otot, dan demam.

g. Siklus hidup cacing filaria


Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat
menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini
menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang
disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat
berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang
menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam
otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat
penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya.

h. Siklus hidup cacing pipih


Tubuh planaria terdiri dari tiga lapisan embrional. Lapisan terluar disebut ekstoderm, lapisan
dalam disebut endoderm. Endoderm membatasi rongga gastrovaskuler. Diantara ekstoderm
dan endoderm terdapat lapisan mesoderm. Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar.
Pada mesoderm terdapat organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina.

Filum ini terdiri atas 6000 spesies yang digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu :

1. kelas Cestoda
Cestoda atau cacing pita juga hidup secara parasit. Cacing pita dewasa hidup di dalam usus
inang dan menghisap sari makanan. Bentuk Cestoda seperti pita terdiri dari untaian
progtogled masing progtogled hidup sendiri. Untaian progtogled dapat mencapai panjang
lebih dari 30 meter.
Dalam siklus hidupnya sebagian besar cacing pita membutuhkan dua atau lebih inang. Kalau
daging yang mengandung cacing pita tidak dimasak sempurna kemudian termakan oleh
orang, maka orang tersebut akan terserang cacing pita. Cacing pita tidak memiliki alat
pencernaan dan indra. Dalam evolusi mungkin hewan ini hasil perkembangan dari cacing pita
yang hidup secara bebas. Dalam proses perkembangannya, alat pencernaan dan alat indera
tidak lagi sesuai dengan cara hidup parasit.

2. kelas Turbellaria
Semua cacing berambut getar yang termasuk tubellaria hidup secara bebas. Sebagian besar
hewan yang termasuk mempunyai susunan tubuh yang sederhana. Cacing-cacing ini dapat
kita temukan pada tanah-tanah lembab dan juga di perairan baik asin maupun tawar.

3. kelas Trematoda
Semua anggota kelas ini hidup secara parasit. Cacing menghisap makanan dari inang dengan
mempergunakan batil penghisap yang terdapat di permukaan ventral. Kebanyakan larva dari
cacing ynag termasuk termatroda hidup secara parasit. Inang yang ditumpangi larva berbeda
dengan inang yang ditumpangi cacing dewasa. Inang dari larva biasanya siput-siputan.
Cacing hati merupakan parasit yang berbahaya bagi domba dan lembu. Schistosoma dan
cacing paru-paru merupakan parasit yang berbahaya bagi manusia yang hidup di daerah
tropis.

B. Gejala terkena cacing


Secara umum gejala yang terjadi apabila seseorang mengalami kecacingan adalah:
Pantat gatal, merupakan salah satu gejala untuk jenis cacing Enterobius vermicularis. Pada
spesies cacing ini, indung cacing keluar dari lubang anus, biasanya di malam hari ketika kita
tidur, dan meletakkan telurnya di daerah peri-anal (sekeliling anus). Dengan menggunakan
selotip, contoh telur-telur dapat diambil dan dapat dilihat dengan bantuan mikroskop untuk
diagnosa.

a) Cacing Tambang
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan
darah pada usus halus secara kronik. Jumlah darah yang hiIang setiap hari tergantung pada :

ü Jumlah cacing : terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan
kapiler arteri.
ü Species cacing : seekor A. Duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x
lebih banyak darah.

ü Lamanya infeksi. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang
hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan.

Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

Æ Infeksi ringan dengan kehilangan darahyang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita
mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.

Æ infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita
kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang
baik.

Æ infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaanfisik buruk dan payah jantung dengan segala
akibatnya.

b) Cacing Kremi
Gejalanya berupa:

Æ Rasa gatal hebat di sekitar anus

Æ Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)

Æ Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina
dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana)

Æ Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi
yang berat)

Æ Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam
vagina)

Æ Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

c. Cacing gelang
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva,
Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan
sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas,
eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3
minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke
saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian
masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

d. Cacing pita
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis.
Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah:

Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)

Gatal-gatal pada anus (77%)

Mual (46%)

Pusing (42%)

Peningkatan nafsu makan (30%)

Sakit kepala (26%)

Diare (18%)

Lemah (17%)

Merasa lapar (16%)

Sembelit (11%)

Penurunan berat badan (6%)

Rasa tidak enak di lambung (5%)

Letih (4%)

C. Diagnosa Cacing
a. Cacing Pita
Pada infeksi cacing dewasa, telur bisa ditemukan disekeliling dubur atau di dalam tinja.
Proglotid atau kepala cacing harus ditemukan di dalam tinja dan diperiksa dengan mikroskop
untuk membedakannya dari cacing pita lainnya. Kista hidup di dalam jaringan (misalnya di
otak) dan bisa dilihat dengan CT atau MRI. Kadang-kadang kista bisa ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium dari jaringan yang diambil dari bintil di kulit. Juga bisa dilakukan
pemeriksaan antibodi terhadap parasit.

b. Cacing Kremi
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu
1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis
rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara
menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun.
Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.

E. Pengobatan cacing

a. Cacing kremi
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat anti-parasit
mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah
harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada
yang lainnya.
Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus
sebanyak 2-3 kali/hari. Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang
masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian,
seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang
tersisa.

b. Cacing Gelang
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, aspirin,
paracetamol, decolgen.
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai
700 hingga 999%.

c. Cacing Pita
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya.
Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan
melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. Beberapa obat
cacing yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel.
Sedangkan untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone.
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan
peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak.

F. Cara pencegahan terkena cacing


Cacingan bisa dicegah dengan, cara :

Æ mencuci badan, terutama tangan dan kaki dengan air dan sabun dengan bersih.

Æ jika salah satu anggota keluarga terkena cacingan, maka semua orang di rumah harus dirawat.

Æ Seprai, handuk dan pakaian yang dipakai pada dua hari sebelumnya harus dicuci dengan
dengan air hangat dan detergen.

Æ Hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama pada tempat-tempat
dimana sanitasi masih kurang.

Anda mungkin juga menyukai