Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya
manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di
rumah sakit. Pengaturan K3RS dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.
Keselamatan kerja dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan
kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek
kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.
Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari risiko
akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan
manusia dengan jabatannya.
Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas medis
lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang
ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan
kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap
penanganan limbah medis, penyakit infeksi maupun non-infeksi, penggunaan alat
pelindung diri dan lain sebagainya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dan pengolahan limbah
berkaitan erat dengan kesehatan masyarakat maupun pekerja di rumah sakit tersebut.
Rumah Sakit sebagai salah satu penghasil limbah terbesar, potensial menimbulkan
pencemaran bagi lingkungan sekitarnya yang akan merugikan masyarakat bahkan
Rumah Sakit itu sendiri (Adisasmito, 2008).
Beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai risiko untuk mendapat
gangguan karena buangan Rumah Sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit
untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok
1
ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas sehari- harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan
sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung /pengantar orang sakit yang berkunjung ke
Rumah Sakit, risiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat,
masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebihlebih lagi bila Rumah Sakit
membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan
sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan
akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan
tersebut. Oleh karena itu, Rumah Sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan
Rumah Sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan sanitasi Rumah
Sakit (WHO, 2005).
Kecelakaan kerja yang terjadi pada petugas kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, Faktor penyebab yang sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun
sudah tersedia serta kurangnya motivasi kerja dan tingginya stres kerja yang dialami
oleh pekerja rumah sakit
Sehingga untuk meminimalkan resiko terjangkit penyakit dibuatlah Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disebut
SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan
dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktifitas proses kerja di
Rumah Sakit guna terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan
nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

I.1. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja serta pengolahan
limbah di rumah sakit?
2. Apa tujuan dan manfaat kesehatan dan keselamatan kerja serta pengolahan limbah
di rumah sakit?
3. Bagaimana sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja serta pengolahan
limbah di rumah sakit?

2
I.2. Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian, tujuan dan manfaat kesehatan dan keselamatan
kerja serta pengolahan limbah di rumah sakit
 Untuk mengetahui upaya dan komponen K3
 Untuk mengetahui sistem manajemen kesehatan dan keselamatan serta
pengolahan limbah di Rumah sakit

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit, pengertian Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat.
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit
yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.

II.2. Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit, Berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus.Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum Kelas D

II.3. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi (Kepmenkes RI No:
1087 / MENKES / SK / VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit)

4
Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit adalah terciptanya cara
kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan karyawan RS.
Manfaatnya yaitu:
 Untuk rumah sakit : meningkatkan mutu pelayanan, mempertahankan
kelangsungan operasional, meningkatkan citra rumah sakit
 Untuk karyawan rumah sakit : melindungi karyawan dari Penyakit Akibat
Kerja (PAK), dan mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
 Untuk pasien dan pengunjung : mendapatkan mutu pelayanan yang baik, dan
kepuasan pasien dan pengunjung
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menurut WHO bertujuan untuk peningkatan
dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya
bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan
pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan
kondisi fisiologi dan psikologisnya.

II.4. Standar Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Standar pelayanan kesehatan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
(PerMenKes RI No.72 tahun 2016)

II.4.1. Standar Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Setiap rumah sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti
tercantum dalam pasal 23 UU kesehatan No.36 tahun 2009. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi pekerja.
b. Melakukan pendidikan dan penyuluhan/ pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik
fisik maupun mental bagi pekerjanya
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang
menderita sakit

5
e. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan
pindah kerja
f. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
g. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
h. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah
kerja rumah sakit.

II.4.2. Standar Pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit


Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,
prasarana dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang
standar penerapan K3 untuk Rumah Sakit (K3RS) adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/ keamanan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan
b. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
kesehatan
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi air
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
f. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
g. Memberi rekomendasi/ masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat
kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/ keamananan
h. Pembinaan dan pengawasan manajemen sistem penanggulangan kebakaran
i. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur rumah sakit dan unit terkait di wilayah
kerja rumah sakit

II.4.1. Standar K3 Sarana, Prasarana dan Peralatan di Rumah Sakit


Standar Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat
terlihat oleh mata dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya
merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,
jendela). Sedangkan prasarana adalah seluruh jaringan/ instansi listrik, gas medis,

6
komunikasi dan pengkondisian udara dan lain-lain (Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Penerapan K3 untuk Rumah
Sakit).

II.5. Upaya dan Komponen K3


Upaya K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Meliputi; peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan.
Kinerja setiap petugas merupakan hasil dari tiga komponen K3 yakni:
1. Kapasitas kerja : kemampuan pekerja menyesuaikan pekerjaannya dengan baik
pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu
2. Beban kerja: kondisi yang membebani pekerja secara fisik / non fisik dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
3. Lingkungan kerja: kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisika,
kimia, biologi, ergonomi, psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya.

II.6. Bahaya Potensial di Rumah Sakit


Bahaya potensial adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan system kerja.
Adapun faktor-faktor yang merupakan bahaya potensial di rumah sakit:
1. Faktor fisika: suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi.
 Kebisingan : Kebisingan dapat menyebabkan penurunan pendengaran dan
gejala lain diluar system pendengaran seperti tekanan darah naik.
 Getaran : Pajanan getaran yang berlebihan dan terus- menerus akan
menyebabkan kelainan pada otot, urat, tulang dan saraf tepi. Kebanyakan
terjadi pada bagian tangan dan lengan.
 Suhu : Temperatur yang sangat tinggi akan menyebabkan heat stroke/
exhaust, sedangkan temperature yang sangat rendah akan menimbulkan
frostbite (luka dan kulit melepuh) dan chilblain (rasa nyeri pada tangan dan
kaki)

7
 Cahaya atau penerangan: penerangan di tempat kerja yang tidak mencukupi
standar akan membuat mata cepat lelah ketika membaca atau ketika berada di
depan computer sehingga akan mengganggu penglihatan.
 Radiasi elektromagnetik : Pajanan radiasi yang berlebihan dapat
menyebabkan gangguan pada jaringan kulit, saraf, bahkan pembentukan sel
darah.
2. Faktor kimia: antiseptik, gas anastesi, zat kemoterapi, radio nuklir.
Semua bahan kimia yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang
terdapat dalam lingkungan kerja. Dari zat kimia ini dapat menyebabkan
gangguan kesehatan ringan seperti gatal – gatal dikulit karena alergi terhadap
bahan kimia yang digunakan, sampai gangguan kesehatan yang serius, sebagai
contoh keganasan/ kanker sel darah putih (leukemia).
3. Faktor biologi: virus, bakteri, jamur, serangga, parasite, cacing dan binatang
yang dapat ditemui selama bekerja. Para pekerja kesehatan (dokter, perawat atau
tenaga laboratorium) justru yang sering terancam dari hazard biologis ini, karena
beresiko tertular bakteri/ virus yang berasal dari darah atau cairan tubuh lain dari
pasien (missal hepatitis B atau HIV/ AIDS)
4. Faktor ergonomi : cara kerja, alat kerja, penataan tempat kerja, desain tempat
kerja, beban kerja dan posisi kerja yang tidak benar pada saat bekerja
merupakan hazard dari golongan ini. Kasus yang sering ditemui adalah bila pada
saat bekerja mengangkat beban berat dengan posisi yang salah dapat
menyebabkan sakit pinggang (low back pain), spasme otot atau bahkan cedera
punggung.
5. Faktor psikososial: Besarnya tuntutan pekerjaan, kerja yang selalu monoton,
hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak sesuai, tempat kerja yang terpencil
dan jaminan masa depan yang meragukan dapat menyebabkan stress kerja.

II.7. Sistem Tanggap Darurat di Rumah Sakit


Keadaan darurat dapat disebabkan karena perbuatan manusia maupun oleh alam
dapat terjadi setiap saat dan dimana saja, untuk itu disemua unit kerja perlu
mempersiapkan suatu cara penanggulangannya bila terjadi keadaan darurat.
Bilamana terjadi bencana (disaster), maka Rumah Sakit perlu memikirkan
kemungkinan terjadinya dampak kerugian. Setiap aktifitas dalam suatu Rumah

8
Sakit dapat dipastikan akan melibatkan risiko kecelakaan maupun kesakitan dari
pekerjanya.
Keberadaan program ini disetiap tempat kerja yang berisiko tinggi, merupakan
keharusan dalam rangka mengantisipasi terjadinya gawat daruratan dibidang medis.
Penanganan ini tidak hanya merupakan tanggung jawab pihak kesehatan, namun
perlu ditangani secara terpadu dengan melibatkan semua departemen yang ada di
perusahaan. Kedaruratan merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan
kematian atau luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat atau dapat
menutup kegiatan usaha, mengganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik
lingkungan ataupun mengancam finansial atau citra rumah sakit.
Sehubungan dengan hal diatas, maka usaha-usaha keselamatan kerja harus
terintegrasi dengan rencana operasi perusahaan secara keseluruhan, atau dengan
kata lain bahwa usaha-usaha keselamatan kerja adalah merupakan tanggung jawab
setiap karyawan.
Rencana Tanggap Darurat adalah rangkaian tindakan yang harus dilakukan oleh
petugas atau penghuni bagian/industri yang telah ditunjuk sebelumnya, baik dalam
penanggulangan awal maupun lanjut dalam upaya penyelamatan penghuni
bangunan, asset termasuk tindakan yang menyangkut komunikasi darurat, medical
evacuation/emergency dan sebagainya.
Keadaan daurat dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu;
1. Keadaan darurat tingkat I (Tier I)
Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi
mengancam bahaya manusia dan harta benda (asset), yang secara normal dapat
diatasi oleh personil jaga dan suatu instalasi/pabrik dengan menggunakan
prosedur yang telah diperisapkan, tanpa perlu adanya regu bantuan yang
dikonsinyir.
2. Keadaan darurat tingkat II (Tier II)
Keadaan darurat tingkat II (Tier II) ialah suatu kecelakaan besar dimana
semua karyawan yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material yang
tersedia di instalasi/pabrik tersebut, tidak mampu mengendalikan keadaan
darurat tersebut, seperti kebakaran besar, ledakan dahsyat, bocoran bahan
berbahaya dan beracun yang kuat dan lain-lain, yang mengancam nyawa
manusia atau lingkungannya dan atau aset dan instalasi tersebut dengan dampak
bahaya atas karyawan / daerah / masyarakat sekitar.
9
3. Keadaan darurat tingkat III (Tier III)
Keadaan darurat tingkat III (Tier III) ialah keadaan darurat berupa
malapetaka/ bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan dengan
Tier II, dan memerlukan bantuan, koordinasi pada tingkat nasional.

Dalam pelaksanaan tanggap darurat, memiliki prosedur keadaan darurat yang


harus dipedomani. Secara umum jenis prosedur keadaan darurat dapat dibagi
menjadi 2 kategori:
1) Prosedur keadaan darurat intern (local standing procedure), pedoman
pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat untuk masing-masing
fungsi/unit. Pedoman ini hanya digunakan untuk unit/fungsi bersangkutan
untuk menanggulangi keadaan darurat yang terjadi diunitnya dalam batasan
masih mampu ditanggulangi.
2) Prosedur keadaan darurat umum (utama), Pedoman perusahaan secara
menyeluruh didalam menanggulangi keadaan darurat yang cukup besar atau
dapat membahayakan unit kerja lain.

Pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat, memiliki target yang ingin dicapai.


Hal tersebut antara lain:
1) Memastikan adanya suatu organisasi keadaan darurat yang lengkap dengan
semua sasaranya
2) Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang diperlukan atau dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kejadian.
3) Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan manajemen

Pelaksanaan K3RS diperlukan karena:


a. Kebijakan pemerintah tentang Rumah Sakit di Indonesia; meningkatkan akses,
keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman di Rumah Sakit.
b. Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3 Rumah Sakit serta tindak
lanjut, yang merujuk pada SK Menkes No.432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit dan OHSAS 18001 tentang Standar Sistem
Manajemen K3.
c. Sistem manajemen K3 Rumah Sakit adalah bagian dari sistem manajemen Rumah
Sakit.
10
d. Rumah Sakit kompetitif di era global; tuntutan pengelolaan program K3 di Rumah
Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat
sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun
karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi
standar.

II.8. Definisi Limbah

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, maka definisi limbah rumah sakit dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
 Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis
padat dan non medis.
 Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekan dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
 Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
 Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
 Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti insinetor, dapur, perlengkapan generator,
anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
 Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

11
 Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan
sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah
diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
 Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

12
BAB III
PEMBAHASAN

III.1. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit


Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Adapun tujuan dan sasaran SMK3
adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman, efisien dan
produktif (ILO 2015).

III.1.1. Komitmen dan Kebijakan Rumah Sakit


Di Rumah Sakit komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy)
tertulis, jelas, dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan
Rumah Sakit. Manajemen Rumah Sakit mengidentifikasi dan menyediakan
semua sumber daya seperti pendanaan, tenaga K3, dan sarana untuk
terlaksananya program K3 di Rumah Sakit. Kebijakan K3 di Rumah Sakit
diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi Rumah Sakit.
Strategi dalam pelaksanaan komitmen dan kebijakan K3 Rumah Sakit antara
lain :
1. Advokasi dan sosialisai program K3RS
2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM profesional dibidang K3RS pada setiap unit kerja di
lingkungan Rumah Sakit
5. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak atau pemilik
Rumah Sakit

13
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif dan berkesinambungan
7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala

III.1.2. Perencanaan K3 Rumah Sakit


Rumah Sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat diukur. Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko :
Rumah Sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya,
penilaian serta pengendalian faktor risiko yang berada di lingkungan Rumah
Sakit.
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2. Jenis kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja yang mungkin dapat
terjadi
b. Penilaian faktor risiko artinya proses untuk menentukan ada tidaknya
risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan
c. Pelaksanaan pengendalian faktor risiko dimulai melalui 4 tingkatan
pengendalian risiko yakni menghilangkan bahaya, mengganti sumber
risiko dengan sarana/ peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /
tidak ada, administrasi dan alat pelindung diri (APD)
2. Membuat peraturan : Rumah Sakit harus membuat peraturan, menetapkan
dan melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan
peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.
SOP tersebut harus dievaluasi, diperbarui dan harus dikomunikasikan serta
disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
3. Tujuan dan sasaran : Rumah Sakit harus mempertimbangkan peraturan
perundang-undangan, tentang bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa
diukur, satuan / indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu
pencapaian.
14
4. Indikator kinerja : indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian
kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan
pencapaian Strategi Manajemen K3 di Rumah Sakit.
5. Program K3 : Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program
K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan
pencatatan serta pelaporan

III.1.3. Langkah-langkah Penyelenggaraan K3RS


Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di rumah sakit, maka perlu
langkah-langkah penerapannya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a) Menyatakan komitmen : komitmen harus dimulai dari direktur utama/
direktur RS (manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen
puncak tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga harus dengan tindakan
nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh
seluruh staf dan petugas Rumah Sakit.
b) Menetapkan cara penerapan K3 di Rumah Sakit: menetapkan cara
penerapan K3RS dapat menggunakan jasa konsultan atau tanpa
menggunakan jasa konsultan jika Rumah Sakit memiliki personil yang
cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang.
c) Pembentukan organisasi/ unit pelaksana K3RS.
d) Membentuk kelompok kerja penerapan K3 : anggota kelompok kerja
sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, misalnya
manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok
kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah
anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan Rumah Sakit.
e) Menetapkan sumber daya yang diperlukan : sumber daya disini mencakup
orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan dana.

15
2. Tahap Pelaksanaan
a) Penyuluhan K3 ke semua petugas Rumah Sakit.
b) Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok
di dalam organisasi Rumah Sakit. Fungsinya memproses individu dengan
perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan
sebelumnya sebagai produk akhir dan pelatihan.
c) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kesehatan petugas
2. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatam kerja
3. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat
4. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
5. Pengobatan pekerja yang menderita sakit
6. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui
monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada
7. Melaksanakan biological monitoring
8. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja.

3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi


Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di Rumah Sakit adalah salah
satu fungsi manajemen K3 Rumah Sakit yang berupa suatu langkah yang
diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan
K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
dari suatu kegiatan K3RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
a) Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan
Rumah Sakit (SPRS)
 Pencatatan dan pelaporan K3
 Pencatatan semua kegiatan K3
 Pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
 Pencatatan dan pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b) Inspeksi dan pengujian

16
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3secara
umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di Rumah Sakit dilakukan
secara berkala terutama oleh petugas K3 Rumah Sakit sehingga kejadian
KAK (kecelakaan akibat kerja) dan PAK (penyakit akibat kerja) dapat
dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap
lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja beresiko seperti
biological monitoring (pemantauan secara biologis)
c) Melaksanakan audit K3
Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan
pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan
dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi
dan pengendalian. Tujuan audit K3 :
1) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
2) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan
3) Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,
identifikasi, penilaian risiko direkomendasi kepada manajemen puncak.
Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam
pencapaian kebijakan dan tujuan K3 di Rumah Sakit.

III.2. Kegiatan K3 di Rumah Sakit


Beberapa contoh Kegiatan K3 di rumah sakit adalah :
1. Mengetahui dan Menempatkan Simbol-simbol K3 di tempat yang tepat.
Beberapa simbol dikenal sebagai simbol yang berhubungan dengan aspek
K3, seperti simbol tengkorak untuk bahan beracun, simbol kipas untuk
menandakan bahaya radiasi, tanda-tanda seperti awas jalan licin, jika terjadi
hujan yang menyebabkan jalan basah dan sebagainya.
2. Menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri) di saat yang tepat.
Misalnya ketika akan kontak dengan pasien, atau masuk ke daerah pasien
dengan penyakit menular atau kerja aseptis harus menggunakan APD yang

17
tepat. APD bisa terdiri dari masker dan sarung tangan saja, ada juga yang full
suit misal untuk kerja aseptis atau handling sitostatika.
3. Menghindari tindakan-tindakan yang berpotensi bahaya
Seperti berdiri di dekat benda yang ditumpuk tinggi, bekerja di pencahayaan
yang sedikit, mengangkat barang dengan posisi membungkuk, atau bercanda
saat sedang memegang jarum suntik
4. Memahami penggunaan APAR
Cara menggunakan APAR adalah dengan Alat Pemadam Api Ringan, bukan
Alat Pemadam Kebakaran, menggunakan teknik TATA, yaitu :
T : Tarik ==> Tarik Kunci Pengaman dari APAR
A: Arahkan ==> Arahkan ke dasar api, jangan lupa yang dipegang adalah
daerah di dekat ujung noozle
T : Tekan ==> Tekan gagang untuk mengeluarkan isi APAR
A: Ayunkan ==> Ayunkan searah gerakan angin, tujuannya adalah agar arah
api dan isi APAR tidak mengenai kita jika kita searah
gerakan angin.

Gambar 3.1 Alat Pemadam Api Ringan

5. Mengetahui Pintu darurat, jalur evakuasi, atau titik kumpul jika ada bencana.
6. Mengetahui cara pengolahan limbah medis yang baik untuk meningkatkan
keselamatan kerja, dan mengurangi resiko yang tidak di inginkan.

18
III.3. Pengolahan Limbah di Rumah Sakit

III.3.1 Persyaratan Limbah Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, maka persyaratan limbah rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Limbah Medis Padat


a. Minimisasi Limbah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai
dari pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
b. Pemilihan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan
limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah
yang tidak dimanfaatkan kembali.
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti
bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
4) Jarum dan syringes harus dipissahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.
5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi sesuai dengan tabel di bawah ini. Untuk menguji
efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes
Bacillus subtilis.

19
Tabel. Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali

6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.


Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatnkan kembali
setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi (Lihat Tabel. Metode
Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali).
7) Pewadahan limbah medis padat harus melalui persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label:
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan di rumah sakit kecuali untuk pemulihan
perak yang dihasilkan dari proses film sinar X
9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor dan
diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”.
c. Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di
Lingkungan Rumah Sakit
1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan
khusus.

20
e. Pengolahan dan Pemusnahan
1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan insinerator.
2. Limbah Non Medis Padat
a. Pemilahan dan Pewadahan
1) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
2) Tempat pewadahan
a) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik
warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang
“domestik” warna putih.
b) Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua)
ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian lalat.
b. Pengumpulan, Penyimpanan dan Pengangkutan
1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari
20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian.
2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan
binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.
c. Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai
persyaratan kesehatan.
3. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau
lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MENLH/12/1995 atau peraturan
daerah setempat.

21
4. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat
dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

III.3.2 Tata Laksana Limbah Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, maka tata laksana limbah rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Limbah Medis Padat


a. Minimisasi Limbah
1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3) Menggunakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
5) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai
menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
6) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
8) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan daur Ulang
1) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekan dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi.

22
2) Tempat pewadahan limbah medis padat:
 Terbuat dari bahan yang cukup kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
 Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah denga limbah padat non-medis.
 Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3
bagian telah terisi limbah.
 Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box) seperti botol atau karton yang aman.
 Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang
tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan
larutan disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan
untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan
limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
3) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes,
botol gelas dan kontainer.
4) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi
adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi
seperti pins, needles atau seeds.
5) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide
maka tanki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene
oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi harus
dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiaannya tetapi kurang efektif
secara mikrobiologi.
6) Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran
spongiform encephalopathies.
c. Tempat Penampungan Sementara
1) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus
membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis
padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain
23
atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan
selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
d. Transportasi
1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun
binatang.
3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri
yang terdiri dari:
a) Topi/helm;
b) Masker;
c) Pelindung mata;
d) Pakaian panjang (coverall);
e) Apron untuk industri;
f) Pelindung kaki/sepatu boot; dan
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau duty gloves).

III.4. Standar dan Prosedur Pengelolaan Limbah Medis Rumah Saki

Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan diantaranya melaksanakan


kegiatan dalam kategori diagnosa dan pengobatan, perawatan bahkan tindakan
rehabilitasi. Rumah sakit dari aspek kesehatan lingkungan dapat berpotensi, antara
lain:

1. Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas
maupun pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di
dalam lingkungan rumah sakit
2. Sebagai penghasil sampah dan limbah yang berdampak bagi kesehatan
masyarakat dan lingkungan sekitar

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

24
Sakit, maka ruang lingkup kesehatan lingkungan sesuai Permenkes 1204 tahun 2004
antara lain :

1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit


2. Hygiene sanitasi makanan dan minuman
3. Penyehatan air
4. Pengelolaan limbah
5. Penyehatan tempat pencucian linen (laundry)
6. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu
7. Dekontaminasi melalui sterilisasi dan disinfeksi
8. Pengamanan dampak radiasi

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk mewujudkan lingkungan


rumah sakit baik in door ataupun out door yang aman, nyaman, dan sehat bagi para
pasien, pekerja, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit. Sehingga kejadian
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rumah sakit
dapat ditekan sekecil mungkin atau bila mungkin dihilangkan.

Pengelolaan limbah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan


terhadap limbah mulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan,
penyimpanan serta tahap pengolahan akhir yang berarti pembuangan atau
pemusnahan.

Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah dari
tindakan preventif dalam bentuk pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang
dikeluarkan ke lingkungan atau minimisasi limbah. Beberapa usaha minimisasi
meliputi beberapa tindakan seperti usaha reduksi pada sumbernya, pemanfaatan
limbah, daur ulang, pengolahan limbah serta pembuangan limbah sisa pengolahan.

III.4.1. Limbah Padat Rumah Sakit

Penggolongan limbah padat medisiklinis berdasarkan potensi bahaya yang terkandung


didalamnya terdiri dari limbah padat infeksius (benda tajam, jaringan tubuh, alat
kesehatan, bangkai binatang, kultur laboratorium, verban, dan yang berhubungan
dengan pasien isolasipenyakit menular atau berkaitan dengan tindakan perawatan,

25
bedah, invasif), limbah farmasi, limbah sitotoksik, limbah radioakitf, dan limbah
kimia. Adapun sarana pengelolaan limbah di rumah sakit salah satunya adalah dengan
menggunakan insinerator. Dengan adanya sebuah unit insinerator diharapkan selain
dapat mengurangi volume sampahsebelum dibuang juga dapat menghilangkan sifat
berbahaya dan beracunnya. Sedangkan untukl imbah padat domestik dibuang pada
tempat pembuangan sampah sementara. Sehingga denganpenanganan dan pengolahan
limbah padat yang telah dilakukan dapat menjaga kondisilingkungan sekitar dari
pencemaran.
1. Limbah Padat Medis
Tidak semua limbah padat medis membahayakan, tetapi sebagian besar
membahayakan sehingga memerlukan prosedur penanganan tertentu sehingga
tidak menimbulkan ancaman saat penanganan, penampungan dan pengangkutan
serta pemusnahannya karena alasan sebagai berikut:
a. Volume limbah yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya.
b. Beberapa diantara limbah itu berpotensi menimbulkan bahaya kepada
personil yang terlibat dalam pembuangan, apabila tidak ditangani dengan
baik.
Limbah ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan bila mereka dibuang
secara sembarangan dan akhirnya membahayakan atau mengganggu kesehatan
masyarakat.
Masalah utama dalam mengatasi limbah infeksius adalah resiko penularan oleh
agen infeksius yang berasal dari limbah ini. Resiko penularan akan muncul saat
pembuangan dari sumbernya, proses pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan
hingga penanganan baik onsite maupun offsite.
Bahaya terbesar adalah terjadinya kontak langsung tubuh dengan benda-benda
tajam (seperti jarum, pisau, pecahan kaca dan gelas). Benda tajam ini
menyebabkan luka, goresan bahkan resiko terpotong. Saat tubuh tidak terlindungi
dan dalam kondisi lemah akan mudah terinfeksi oleh agen penyakit. Untuk itu
perlu prosedur dalam menanganinya, antara lain:
a. Pewadahan yang tepat.
b. Mencegah terjadinya kontak fisik dengan limbah.
c. Menggunakan alat keselamatan (sarung tangan, masker, goggles, dan lain-lain).
d. Membatasi jumlah petugas yang menangani limbah.
e. Menghindari tumpahan dan kemungkinan kecelakaan penanganan.
26
 Pemilahan dan Pengumpulan
Cara penting dalam mengurangi resiko dalam menangani limbah adalah
menggunakan pembungkus atau pewadahan yang tepat yaitu dengan menangani
limbah sejak dari sumbertimbulnya ke suatu wadah (kontainer). Bila hal ini
dilaksanakan maka kontak selama pananganan limbah seperti saat sorfing dan
repacking yang beresiko terjadi penularan dapat dihindari.
Faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan wadah atau kontainer untuk
limbah infeksius adalah:
a. Jenis limbah.
b. Prosedur dalam penanganan.
c. Prosedur dalam pengumpulan.
d. Prosedur dalam penyimpanan.
e. Pengolahan limbah.
f. Transport limbah bila menggunakan pengolahan offsite.
Pertimbangan pertama adalah megetahui tipe limbah infeksius, dimana dapat
digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu: limbah benda tajam, limbah padat, dan cair.
Ketiganya memiliki perbedaan besar secara fisik, kimia dan resiko yang dapat
ditimbulkan sehingga persyaratan dalam pewadahan dan penanganannyapun
berbeda.
Tempat sampah dalam penggunaannya harus dilapisi dengan kantong plastik,
sehingga lebih mudah untuk koleksi dan tidak secara langsung mencemari tempat
sampah, dan sampah harus dicuci setiap hari sehingga lebih higienis.
Keuntungan dengan menggunakan kantong plastik, antara lain, dapat mengurangi
kejadian bau, lalat menghindari, memperpanjang umur sampah dan utama untuk
mencegah penyebaran penyakit. Sampah dari kegiatran medis di Rumah Sakit
dilapisi dengan kantong kuning berukuran 60 x 100 cm di dalamnyayang dapat
ditemui di klinik ruang perawatan, ruang operasi, radiologi, ruang medis, dan
farmasi. Juga untuk limbah benda tajam dikumpulkandalam wadah terpisah
sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik. Wadah memiliki persyaratanyang
kuat, kedap air, bentuk tetap serta penandaan (pelabelan).
 Pengangkutan
Penanganan khusus diperlukan dalam kegiatan pengumpulan limbah medis.
Dalam rangka meminimisasi resiko penularan, sangat penting untuk
memperhatikan proses pewadahan ataupengepakan hingga pengumpulan. Hal ini
27
untuk mencegah situasi bahaya seperti sobeknya kantongplastik, kebocoran,
tumpahan yang berpotensi dalam penularan agen infeksius.Kereta dorong sering
digunakan dalam pemindahan limbah medis ke tempat pengolahansecara onsite
(insinerator).
Jenis kereta dorong yang digunakan tergantung dengan jenis limbahyang diangkut
dan kontainernya. Adapun syarat dari pengumpul antara lain:
a. Penjadwalan secara rutin pembersihan dan disinfeksidarikereta pengumpul.
b. Mengatur pengumpulan berdasarkan waktu pembuangan, kapasitas
penyimpanan, dan kapasitas pengolahan.
c. Membuat rute pengumpulan yang sederhana.
d. Kereta dorong yang digunakan harus:
1) Sesuai dengan tipe container limbah dan dilengkapi cover.
2) Tidak digunakan untuk mengumpulkan selain limbah medis.
3) Mudah dipindahkan tanpa menimbulkan tumpahan, kecelakaan, luka.
4) Diberi pelebelan atau warna.
Sedangkan untuk pengolahan offsite diperlukan prosedur pelaksanaan yang tepat
dan harus diikuti oleh semua petugas yang terlibat. Untuk limbah medis harus
diangkut dengan kontainer sesuai persyaratan kontainer. Untuk pengangkutannya
diperlukan kendaraan yang hanya dipakai untuk mengangkut limbah medis saja.
Persyaratannya antara lain, kendaraan hendaknya mudah memuat dan
membongkar serta mudah dibersihkan dan dilengkapi dengan alat pengumpul
kebocoran. Ruang sopir secara fisik harus terpisah dari limbah. Desain kendaraan
sedemikian rupa sehingga sopir dan masyarakat terlindung bila sewaktu-waktu
terjadi kecelakaan. Kendaraanjuga harus dipasang kode atau tanda peringatan.
 Penyimpanan
Pada prinsipnya limbah medis harus sesegera mungkin ditreatment setelah
dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas akhir bila limbah benar-benar
tidak dapat langsung diolah. Limbah tidak boleh terlalu lama disimpan karena
pada suhu kamar dapat mendorong pertumbuhanagen penyakit, selain itu juga
kerena pertimbangan estetika. Beberapa faktor penting dalam penyimpanan
limbah medis:
a. Melengkapi tempat penyimpanan dengan cover atau penutup.
b. Menjaga agar areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan
limbah non-medis.
28
c. Membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area.
d. Lebeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat
 Pengolahan Limbah Medis
Dalam strategi pengolahan dan pembuangan limbah rumah sakit terdapat
beberapa sistem,antara lain:
a. Autoclaving
Autoclaving sering digunakan untuk perlakuan limbah infeksius dengan
prinsip pemanasan dengan uap di bawah tekanan. Perlakuan dengan suhu
tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri dan mikroorganisme
yang membahayakan. Kekurangannya adalah tidak dapat digunakanuntuk
volume limbah yang besar
b. Desinfeksi dengan bahan kimia
Peranan desinfeksi untuk institusi yang besar terbatas penggunaannya.
Limbah medis dalam jumlah kecil dapat didesinfeksi dengan bahan kimia
seperti hipoclorite atau permanganate. Tetapi kemampuan desinfeksi untuk
terserap limbah, akan menambah bobot sehingga menimbulkanmasalah
dalam penanganan.
c. Insinerator
Dalam pengolahan limbah rumah sakit dilihat dari aspek ekonomi, teknis,
lingkungan, sosial dan adanya partisipasi dari pihak swasta maka yang paling
direkomendasikan adalah denganinsinerator Tapi dalam pengoperasiaanya
perlu perhatian lebih terhadap residuyang dihasilkan baik ke udara maupun
abu yang dibuang ke landfill. Berdasar lokasinya, insineratordapat bersifat
onsite maupun offsite.

III.4.2. Limbah Cair

Limbah cair rumah sakit adalah seluruh buangan cair yangberasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan
kamar mandi, dapur,air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air
limbahyang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka,
cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya.Air limbah rumah sakit yang
berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya
mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan

29
proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang
berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila
air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat
tersebut dapat menggagu proses pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air
limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan
ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan
bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses
pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara
umum dapat dilihat seperti di bawah ini:

Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum

Teknologi Pengolahan Air Limbah


Untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya menggunakan
teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis
dengan proses kimia fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada
kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi
anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses
biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang
sangat tinggi.

30
Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses
biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan
sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem
pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan
senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime yang digunakan dibiakkan
secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan
sistem ini antara lain: proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated
sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam
oksidasi sistem parit) dan lainnya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana
mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain: trickling filter atau biofilter,
rotating biological contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan
lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah
dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal
yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara
alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses
penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam
proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah
kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon
tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan
tersuspensi.
Berdasarkan beberapa macam proses pengolahan air limbah seperti uraian di atas,
untuk proses pengolahan air limbah Rumah Sakit tipe kecil (RS Tipe D dan
Puskesmas) sampai sedang (RS Tipe C) proses pengolahan yang paling sesuai yakni
proses pengolahan dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob dan Aerob. Beberapa
keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain
yakni:
 Pengelolaannya sangat mudah.
 Biaya operasinya rendah.
 Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
31
 Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan
euthropikasi.
 Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
 Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
 Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

1. Pengolahan air Limbah Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob


Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal
dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah
sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak
kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik,
kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta mencegah
padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar
tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. Dari bak kontrol, air limbah
dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi dua buah
ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup
dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow. Air limpasan dari bak pengurai anaerob
selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut
terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk
sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa
polutan yang ada di dalan air limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air
hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah
dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat
dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai
atau saluran umum.
2. Penguraian Anaerob
Air limbah yang dihasilkan dari proses kegiatan rumah sakit atau puskesmas
dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk
memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur
atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak
pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan
diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan dan H2S.
Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturunkan
sampai kira-kira 400-500 ppm (efisiensi pengolahan + 60-70 %). Air olahan tahap
32
awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter
anaerob-aerob.
3. Proses Pengolahan Lanjut
Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa
bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah
yang berasal dari proses penguraian anaerob dialirkan ke bak pengendap awal,
untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai
bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai
senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan
penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke
bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam
bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media plastik berbentuk sarang tawon.
Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas
dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam
air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa
hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film
mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang
belum sempat terurai pada bak pengendap. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob
dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan
media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat,
sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada
akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan
menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak
dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada
permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian
zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi
penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan Aerasi
Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir.
Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme
diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa
sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi.
Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor
33
untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar
setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.
Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat
organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan
lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi BOD dalam
air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 20-30 ppm.

III.5. Simbol – Simbol yang Digunakan di Rumah Sakit

III.5.1 Simbol Keselamatan Kerja

Gambar 3.2 Simbol-simbol yang umumnya ada di laboratorium.

Simbol ini harus diperhatikan dan dipahami supaya Anda mengetahui bahaya
yang ada pada suatu benda atau zat kimia.Berikut adalah penjelasan simbol-simbol
tersebut.

1. Animal hazard adalah bahaya yang berasal dari hewan. Mungkin saja hewan
itu beracun karena telah disuntik bermacam-macam zat hasil eksperimen atau
dapat menggigit dan mencakar Anda.

34
2. Sharp instrument hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang
tajam. Benda itu jika tidak digunakan dengan benar maka dapat melukai Anda.
3. Heat hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang panas. Tangan Anda
akan kepanasan jika menyentuh benda tersebut dalam keadaan aktif atau
menyala.
4. Glassware hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah pecah.
Biasanya berupa gelas kimia.
5. Chemical hazard adalah bahaya yang berasal dari bahan kimia. Bisa saja bahan
kimia itu dapat membuat kulit kita gatal dan iritasi.
6. Electrical hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang
mengeluarkan listrik. Hati-hati dalam menggunakannya supaya tidak tersengat
listrik.
7. Eye & face hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang dapat
membuat iritasi pada mata dan wajah. Gunakan masker atau pelindung wajah
sebelum menggunakan bahan tersebut.
8. Fire hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah terbakar.
Contohnya adalah kerosin (minyak tanah) dan spiritus.
9. Biohazard adalah bahaya yang berasal dari bahan biologis. Bahan tersebut bisa
dapat menyebabkan penyakit mematikan seperti AIDS. Contohnya adalah
tempat pembuangan jarum suntik.
10. Laser radiation hazard adalah bahaya yang berasal dari sinar laser.
11. Radioactive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda radioaktif. Benda
ini dapat mengeluarkan radiasi dan jika terpapar terlalu lama maka akan
menyebabkan kanker.
12. Explosive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah meledak.
Jauhkan benda tersebut dari api.

35
Gambar 3.3 Simbol-simbol K3

36
III.5.2 Jenis Label dan Wadah Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

No Kategori Warna Kontainer/ Lambang Keterangan


Kantong Plastik
1 Radioaaktif Merah  Kantong boks
timban dengan
simbol
radioaktif

2 Sangat Kuning  Kantong plastik


Infeksius kuat anti bocor
atau kontainer
yang dapat
disterilisasi
dengan otoklaf

3 Limban Kuning  Plastik kuat anti


Infeksius, bocor atau
Patologi dan kontainer
Anatomi

4 Sitotoksis Ungu  Kontainer


plastik kuat dan
anti bocor

5 Limbah Coklat -  Kantong plastik


Kimia dan atau kontainer
Farmasi

37
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
1. Tujuan Kesehatan dan Keselamatan kerja Rumah Sakit adalah terciptanya cara
kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan karyawan Rumah Sakit
2. Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit :
a) Untuk rumah sakit : meningkatkan mutu pelayanan, mempertahankan
kelangsungan operasional, meningkatkan citra rumah sakit
b) Untuk karyawan rumah sakit : melindungi karyawan dari Penyakit Akibat
Kerja (PAK), dan mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
c) Untuk pasien dan pengunjung : mendapatkan mutu pelayanan yang baik, dan
kepuasan pasien dan pengunjung
3. Pengelolaan K3RS dapat berjalan dengan baik, bila pimpinan puncak atau
direktur RS punya komitmen yang tinggi terhadap jalannya pelaksanaan K3 di
RS.
4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan akibat kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK),
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
2. ILO. 2015. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Penerbit : Geneva
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman
Menejemen K3 di Rumah Sakit
4. Kepmenkes RI No 1204/ Menkes/Sk/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
5. UU kesehatan No.36 tahun 2009
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang
Standar Penerapan K3 untuk Rumah Sakit (K3RS).
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
9. UU Nomor 23 tahun 2003 tentang kesehatan
10. OHSAS 18001 tentang Standar Sistem Manajemen K3.
11. World Health Organization, 2006. Wastes From Health Care Activities.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/menkes/sk/iv/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah
Sakit
13. www.konsultanK3.com/training/simbol-simbol-k3-di-rumah-sakit.html
14. https://hermashinta.files.wordpress.com/2012/10/symbolicsafety1.jpg
15. https://ecs7.tokopedia.net/img/product-1/2017/2/2/1030276/1030276_a7817053-
4b0b-49c9-968e-8b869fd47ddc_2000_2000.jpg
16. Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat Secara Terpadu Di Rumah Sakit.Adel
Muftah Amro Ati Magister llmu Lingkungan, Unive rsitas Diponegoro Semarang
17. KMK RI No 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

39

Anda mungkin juga menyukai