Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana
sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Untuk menghindari berbagai
permasalahan diperlukan penanganan fraktur sedini mungkin. Umumnya penanganan
fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif (penanganan tanpa pembedahan)
dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF. maka dilakukan penatalaksanaan
untuk mencegah infeksi dan injury pada orif (Open Reduction Internal Fixation) pada
fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa
mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka
yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk mencegah injury dalam
penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ORIF?
2. Apasajakah jenis alat yang digunakan pada pemasangan ORIF?
3. Apa peran perawatpadabedah ORIF?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ORIF
2. Untuk mengetahui jenis alat yang digunakan pada pemasangan ORIF
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam bedah ORIF

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PEMBEDAHAN ORIF


1. Pengertian
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) merupakan reposisi secara operatif
yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa
plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna
dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur bagian
distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan dengan neurovascular
compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral ekstrimitas bawah,
irreducible fractures, dan fraktur patologis (Thomson & Jonna, 2014)
ORIF merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti
letak asalnya. Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur
adalah teputusnya jaringan tulang-tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenal stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner &
Suddart, 2000)
Fraktur femur yaitu terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang femur.

2
2. Tujuan Tindakan
- Untuk membantu klien berjalan
- Untuk membantu klien bergerak
- Menjaga supaya tidak terjadi fraktur lagi

Selain itu ada beberapa tujuan dilakukannya ORIF antara lain:

- Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas


- Mengurangi nyeri
- Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam linkup
keterbatasan klien
- Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstermitas yang terkena
- Tidak ada kerusakan kulit
(T.M.Marelli, 2007)

3. Indikasi
a. Pasien penderita dan pasca stroke
b. Pasien yang menderita kelumpuhan
c. Pasien yang menderita fraktur
- Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi

3
- Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur yang ditarik
terpisah oleh kerja otot
- Fraktur yang penyatuannya kurang sempurnadan perlahan-lahan terutama
fraktur pada leher femur
- Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan
- Fraktur multiple bila fiksasi dini mengurangi resikokomplikasi umum dan
kegagalan organ pada bagian system
- Frakturpada pasin yang sulit perawatannya

4. Kontra Indikasi
a. Pasien dengan penurunan kesadaran
b. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
c. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

5. Etiologi
Menurut Oswari E (1993)
a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot

Menurut Barbara C Long (1996)


a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih

6. Patofisiologi
Setelah fraktur dapat terjadi kerusakan pada sumsum tulang, endosteum dan
jaringan otot. Pada fraktur cruris dan femur dextra upaya penanganan dilakukan
tindakan operasi dengan menggunakan internal fiksasi. Pada kasus ini, hal pertama
yang dapat dilakukan adalah dengan incisi. Dengan incisi maka akan terjadi

4
kerusakan pada jaringan lunak dan saraf sensoris. Apabila pembuluh darah terpotong
dan rusak maka cairan dalam sel akan menuju jaringan dan menyebabkan oedema.
Oedema ini akan menekan saraf sensoris sehingga akan menimbulkan nyeri
pada sekitar luka incisi. Bila terasa nyeri biasanya pasien cenderung untuk malas
bergerak. Hal ini akan menimbulkan perlengketan jaringan otot sehingga terjadi
fibrotik dan menyebabkan penurunan lingkup gerak sendi (LGS) yang dekat dengan
perpatahan dan potensial terjadi penurunan nilai kekuatan otot.
Waktu penyembuhan pada fraktur sangat bervariasi antara individu satu
dengan individu lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur
antara lain : usia pasien, jenis fraktur, banyaknya displacement, lokasi fraktur,
pasokan darah pada fraktur dan kondisi medis yang menyertai (Garrison, 1996). Dan
yang paling penting adalah stabilitas fragmen pada tulang yang mengalami
perpatahan. Apabila stabilitas antar fragmen baik maka penyembuhan akan sesuai
dengan target waktu yang dibutuhkan atau diperlukan.
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali
setelah terjadi perpatahan pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang
dibagi dalam 5 tahap yaitu
1. Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di
dalam fraktur (Apley, 1995). Hal ini mengakibatkan gangguan aliran darah
pada tulang yang berdekatan dengan fraktur dan mematikannya (Maurice
King, 2001).
2. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel
di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Hematoma
yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus
berkembang ke dalam daerah itu (Apley, 1995).
3. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum menghasilkan
callus yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan pergerakan yang
lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur tersebut (Maurice
King, 2001).
4. Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus. Fragmen
yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada ujung

5
dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya
mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi tulang padat (Maurice
King, 2001). Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal (Apley, 1995).
5. Remodelling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan struktur
normal (Appley, 1995). Semakin sering pasien menggunakan anggota
geraknya, semakin kuat tulang baru tersebut (Maurice King, 2001).
Perubahan patologi setelah dilakukan operasi adalah :
a. Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah
akibat dari incisi, sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar
dan tidak dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan sehingga timbul
bengkak.
b. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena adanya rangsangan nociceptor akibat incisi
dan adanya oedema pada sekitar fraktur.
c. Keterbatasan LGS
Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri, oedema, kelemahan
pada otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas.
Keadaan ini dapat menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan
lingkup gerak sendi (Apley, 1995).
d. Potensial terjadi penurunan kekuatan otot
Pada kasus ini potensial terjadi penurunan kekuatan otot karena adanya
nyeri dan oedema sehingga pasien enggak menggerakkan dengan kuat.
Tetapi jika dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini
akan benar-benar terjadi

6
7
7. Tanda dan Gejala
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

9. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan
fiksasi cenderung aman. Komplikasi akan terjadi bila ada penyakit penyerta dan
gangguan pada proses penyambungan tulang.

10. Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan adalah :
a. Mobilisasi berupa latihan-latihan seluruh sistem gerak untuk mengembalikan
fungsi anggota badan seperti sebelum patah.
1) Static contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot secara isometrik untuk
mempertahankan kestabilan tanpa disertai gerakan (Priatna, 1985).
Dengan gerakan ini maka akan merangsang otot-otot untuk melakukan
pumping action sehingga aliran darah balik vena akan lebih cepat.
Apabila sistem peredaran darah baik maka oedema dan nyeri dapat
berkurang.

8
2) Latihan pasif
Merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar
sedangkan otot penderita rileks (Priatna, 1985). Disini gerakan pasif
dilakukan dengan bantuan terapis.
3) Latihan aktif
Latihan aktif merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh otot-otot
anggota tubuh pasien itu sendiri. Tujuan latihan aktifmeningkatkan
kekuatan otot (Kisner, 1996). Gerak aktif tersebut akan meningkatkan
tonus otot sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi makanan akan
diedarkan oleh darah. Dengan adanya oksigen dan nutrisi dalam darah,
maka kebutuhan regenerasi pada tempat yang mengalami perpatahan
akan terpenuhi dengan baik dan dapat mencegah adanya fibrotik.
4) Latihan jalan
Salah satu kemampuan fungsional yang sangat penting adalah berjalan.
Latihan jalan dilakukan apabila pasien telah mampu untuk berdiri dan
keseimbangan sudah baik. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan bila
perlu dapat menggunakan walker. Selain itu dapat menggunakan kruk
tergantung dari kemampuan pasien. Pada waktu pertama kali latihan
biasanya menggunakan teknik non weight bearing (NWB) atau tanpa
menumpu berat badan. Bila keseimbangan sudah bagus dapat
ditingkatkan secara bertahap menggunakan partial weight bearing
(PWB) dan full weight bearing (FWB). Tujuan latihan ini agar pasien
dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan alat
bantu.
b. Mencegah infeksi pada daerah luka jahitan.
c. Keuntungan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu :
1. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
2. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
3. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
4. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
5. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
6. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta
kekuatan otot selama perawatan fraktur.

9
d. Kerugian ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) yaitu :
1) Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan
kematian akibat dari tindakan tersebut.
2) Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan
pemasangan gips atau traksi.
3) Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu
sendiri.
4) Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan
struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong
atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

B. PERSIAPAN ALAT INSTRUMEN

Instrumen Instrumen Tambahan


Basic set : Selang suction
Bengkok 1 Benang cide 2/0, cromik 0, dexon(surgicryl)
Nailpuder 2 Jarum tapper dan silinder
Klem arteri bengkok 10 Bisturi 22
Kom 2 Duk sedang 2
Skapel 2 Duk lobang 1
Kooker 6 Duk kaki 1
Gunting jaringan 2 Bor
Gunting benang 2 Mata bor
Pinset anatomis 2 Respatrium
Pinset srirugis 2 Nagle tang
Klem arteri lurus 10 Cobra
Pinset srilugis manis 1 Kuret
Wound hakgigi 2 Reduction
Elize 2 Drifer
Ohak 2 Bone klem
Duk klem 5 Hak besar
Langen hak 2 Tang

10
Kanul section 1 Pengukur
Klem ovarium 2 Baut
Plat

C. PERAN PERAWAT PADA BEDAH ORIF


1. PROSES KEPERAWATAN PRAOPERATIF BEDAH FRAKTUR FEMUR
a) Patofisiologi

Fraktur femur terbuka. Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar
untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami
jatuh dari ketinggian. Biasanya, pasien ini mengalami trauma multiple yang
menyertainya. Secara klinis, pada fraktur femur terbuka biasanya akan ditemukan
juga kerusakan neurovaskuar, kondisi ini akan memberikan manifestasi peningkatan
risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap patah satu
tulang femuur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskular), maupun
syok neurogenik disebabkan rasa nyeri yang sangat akibat kompresi atau kerusakan
saraf yang berjalan di bawah tulang femur.

Kerusakan fragmen tulang femur memberikan manifestasi pada hambatan


monilitas fisik dan akan diikuti dengan adanya spasme otot paha yang memberikan
manifestasi deformitas khas pada paha yaitu pemendekan tungkai bawah dan apabila
kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal maka akan memberikan
risiko terjadinya malunion pada tulang femur. Kondisi klinik dari fraktur tulang femur
terbuka pada fase awal akan memberikan implikasi pada berbagai masalah
keperawatan pada pasien, meliputi respons nyeri hebat akibat rusaknya jaringan lunak
dan kompresi saraf, risiko tinggi injuri pada jaringan akibat kerusakan vaskular
dengan pembengkaka lokal, risiko syok hipovolomik yang merupakan sekunder dari
cedera vaskular denganperdarahan hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder dari
kerusakan fragmen tulang serta adanya risiko tinggi infeksisekunder akibat port de
entree luka terbuka. Pada fase lanjutdari fraktur femur terbukamemberikan implikasi
pada kondisi terjadinya malunion, nonunion, dan deleyed union akibat dari cara
mobilisasi yang salah.

11
Fraktur femur tertutup. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.
Kerusakan fragmen tulang femur akan diikut dengan adanya spasme otot paha yang
memberikan manifestasi deformitskhas pada paha yaitu pemendekan tungkai bawah,
dan apBiasanya, pasien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya. Pada
kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktr patologis dengan tidak adanya riwayat trauma yang memadai
untuk mematahkan tualng femur. Kerusakan neurovakular akan memberikan
manifestasi peningkatan risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah
banyak ke dalam jaringan,maupun syok neurogenik disebabkan rasa nyeri yang
sangat hebat yang dialami oleh pasien.abila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan
intervensi yang optimal maka akan memberikan risiko terjadinya malunion pada
tulang femur.

b) Anamnesis

Fraktur femur mengidentifikasi harus dilakukannya fiksasi internal reduksi


terbuka. Pengkajian difokusikan pada riwayat trauma dan area yang mengalami
fraktur. Keluhan utama pada pasien fraktur femur, baik yang terbuka maupun tertutup,
adalah nyeri akibat kompresi saraf atau pergerakan fragmen tulang, kehilangan fungsi
ekstremitas yang mengalami fraktur, dan hambatan mobilisasi fisik.

Pengkajian riwayat kesehatan diperlukan untuk menghindari komplikasi pada


intraoperatif dan pascaoperatif. Pasien yang mempunyai rwayat peningkatan kadar
glukosa darah dan hipertermi perlu dikoreksi dalam pembedahan. Kaji adanya riwayat
alergi obat-obatan.

Pengkajian psikologis dilakukan untuk menilai tingkat kecemasan dan


pengetahuan pasien tentang pembedahan dan pengetahuan penatalaksanaan
pascabedah

c) Pemeriksaan Fisik Fokus

Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Seting didapatkan


keluhan meliputi nyeri pada luka terbuka.

12
Look. Pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha
dengan deformitas yang jelas. Kaji beberapa luas kerusakan jaringan lunak yang
terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan
apakah terdapat adanya kerusakan pada arteri yang berisiko meningkatkan
respons syok hipovolemik. Pada fase awal trauma sering didapatkan adanya
serpihan di dalam luka, terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas darat yang
mengantarkan pada risiko tinggi infeksi.

Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan hilangnya fungsi,


deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kontarsi otot, krepitasi,
pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. Pasien fraktur femur mempunyai
komplikasi delayed union, nonunion, dan malunion. Kondisi yang paling sering
didapatkan di klinik adalah terdapatnya intervensi dari dukun patah tulang. Pada
pemeriksaan look akan didapatkan adanya pemendekan ekstremitas. Pemendekan
akan tampak jelas derajatnya dengan cara mengukur kedua sisi tungkai dari spina
iliaka ke maleolus.

Feel. Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.

Move. Daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakkan karena akan
memberikan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang
yang patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha
yang patah.

d) Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik rutin yang diperlukan hampir sama seperti


pada diagnostik praoperasi pada umumnya. Pemeriksaan darah rutin dan
radiologi pada area fraktur diperlukan sebagai bahan persiapan koreksi
pemasangan fiksasi internal.

13
e) Diagnosa Keperawatan Praoperatif

Diagnosa keperawatan yang secara umum biasa ada pada pasien


prabedah baik fraktur femur terbuka dan tertutup atau tidak pada fase awal
dan kondisi malunion, meliputi:

1) Nyeri berhubungan dengan kompresi akar saraf, spasme otot sekunder


dari perubahan struktur muskuloskletal.
2) Risiko tinggi syok hipovoleik berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskular dan cedera pada pembuluh darah.
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entree dari luka
fraktur terbuka.
4) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan cedera jaringan lunak
sekunder dari fraktur kruris terbuka.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya respons nyeri,
kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
6) Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kelumpuhan
gerak, rencana pembedahan.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi,
tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis
situasional.

f) Rencana Intervensi Praoperatif


Rencana intervensi disesuaikan dengan keluhan dan daerah yang
mengalami fraktur. Fokus intervensi adalah optimalisasi pembedahan agar
dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk rencana intervensi persiapan
prabedah secara umum hampir sama dengan rencana intervensi bedah
lainnya. Seperti persiapan informed consent, pembersihan dan pencukuran
area bedah, puasa 6 jam sebelum pembedahan, dan persiapan pemeriksaan
diagnostik prabedah.
Fokus pada rencana intervensi, meliputi manajemen nyeri
keperawatan, penurunana risiko syok hipovolomik, penurunan risiko
cedera, penurunan respons kecemasan, dan pemenuhan pengetahuan
praoperatif.

14
Penuruanan respons nyeri dengan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi pengaturan posisi fisiologis, intervensi skletal atau traksi kulit,
istirahatkan pasien, pengaturan lingkungan, relaksasi nafas dalam, metode
distraksi, dan manajemen sentuhan. Kolaborasi pemberian analgetik secara
intravena dilakukan untuk nyeri sedang dan berat.
Penurunan syok hipovolemik dengan melakukan pemantauan TTV
dan output urine, pemberian cairan intravena, atau pemberian transfusi
darah sesuai derajat banyaknya darah yang keluar dengan parameter kadar
hemoglobin darah.
Untuk intervensi kerusakan integritas jaringan, penurunan risiko
cedera dan hambatan mobilitas fisik dengan intervensi kolaborasi untuk
dilakukan reduksi terbuka fiksasi internal (ORIF).
Rencana intervensi penurunan respons kecemasan dan pemenuhan
pengetahuan praoperatif secara umum hampir sama dengan rencana
praoperatif lainnya.

Di ruang sementara
Asuhan keperawatan di ruang sementara hampir sama dengan bedah
lainnya dengan fokus intervensi terhadap praindikasi anestesi saat pasien
masih sadar.

2. PROSES KEPERAWATAN INTRA OPERATIF BEDAH FRAKTUR


FEMUR

Di Kamar Operasi
Asuhan keperawatan pada kondisi pemberian anestesi pada prinsipnya sama
dengan asuhan keperawatan pada saat pemberian anestesi secara umum.
a. Patofisologi ke Masalah Keperawatan
Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai prosedur.
Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan
prosedur bedah fraktur femur akan memberikan implikasi pada masalah
keperawatan yang akan muncul.
Efek dari anestesi umum akan memberikan respons depresi atau
iritabiliitas kardiovaskular, depresi pernapasan, dan kerusakan hati serta ginjal.

15
Penurunan suhu tubuh akibat suhu di ruang operasi yang rendah, infus dengan
cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, luka terbuka pada tubuh,
aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, obat yang digunakan (vasodilator,
anestesi umum) mengakibatkan penurunan laju metabolisme. Efek anestesi akan
mempengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal, sehingga mempunyai risiko
terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume
efektif yang berimplikasi pada penurunan curah jantung. Efek intervensi bedah
dengan adanya cedera vaskular dan banyaknya jumlah volume darahyang keluar
dari vaskular memberikan adalah terjadinya penurunan perfusi perifer serta
perubahan suplai hanya untuk organ vital.
Respons pengaturan posisi bedah telentang akan menimbulkan
peningkatan risiko cedera peregangan pleksus brakialis, tekanan berlebihan pada
tonjolan-tonjolan tulang yang berada di bawah (bokong. Skapula, kalkaneus),
tekanan pada vena femoralis atau abdomen, dan cedera otot tungkai. Efek
intervensi bedah fraktur femur membuat suatu pintu masuk kuman (port de
entree) sehingga menimbulkan masalah risiko infeksi intraoperasi. Respons
intervensi bedah pinggul juga akan meningkatkan adanya cedera jaringan lunak
(vaskular, otot, saraf) prosedur fiksasi internal serta kehilangan banyak darah
intraoperasi. Intervensi bedah dengan menggunakan instrumen dan peralatan
lstrik memunculkan masalah risiko cedera intra operasi yang perlu perawat
peroperatif waspadai.

b. Pengkajian
Pengkajian intraoperatis fiksasi internal reduksi terbuka (ORIF) pada
femur secara ringkas dilakukan berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian
kelengkapan pembedahan terdiri atas hal-hal sebaga berikut:
1) Data laboratorium dan laporkan temuanyang abnormal
2) Radiologis area fraktur femur yang akan dilakukan ORIF
3) Transfusi darah (cek kesamaan golongan darah dan rhesus pasien dengan
donor)
4) Kaji kelengkapan sarana pembedahan (benang, cairan intravena, obat
antibiotik profilaksis) sesuai dengan kebijakan institusi.

16
5) Pastikan bahwa sistem fiksasi internal, instrumentasi, dan peranti keras
(seperti sekrup kompresi, metal, dan pen bersonde multiple) dan alat seperti
bor dan mata bor telah tersedia dan berfungsi dengan baik.

c. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma
prosedur pembedahan
2) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka
pembedahan dan penurunan imunits sekunder efek anestesi

17
Patofisologi intraoperatif bedah ORIF femur ke masalah keperawatan

Prosedur intraoperatif bedah


ORIF femur

Pemberian anestesi Posisi bedah lateral Tindakan


invasif bedah
Cedera jarigan
Anestesi umum Risiko cedera
lunak
peregangan pleksus Port de entree
brakialis, tekanan
(vaskular, otot,
prosedur bedah
berlebihan pada saraf, prosedur
Risiko efek samping obat
tonjolan-tonjolan fiksasi internal)
anestesi, termasuk
tulang yang berada di Risiko infeksi
diantaranya depresi atau
bawah (sisi panggul,
iritabilitas kardiovaskular, lutut, maleolus),
depresi pernapasan, dan tekanan pada vena
kerusakan hatiserta ginjal. femoralis
Penurunan suhu tubuh akibat atauabdomen, cedera
otot tungkai.
Risiko Penurunan
subu di ruang operasi rendah,
cedera fungsi fisiologis
infus dengancairan yang
secara umum
dingin, luka terbuka pada
sekunder efek
tubuh, ktivitas ototyang
anestesi umum.
menurun, usia yang lanjut,
obat-obatan yang digunakan
Prosedur bedah listrik, risiko
(vasodolator, anestesi
tertinggalnya alat, kasa,intrumen
umum), penurunan laju
metabolik.

18
d. Intervensi

Tujuan utama keperawatan pada jenis pembedahan bedah fraktur femur


adalah menurunkan risiko cedera, mencegah kontaminasi intraoperatif, dan
optimalisasi hasil pembedahan. Kriteria yang diharapkan, misalnya: pada saat
masuk ruang pemulihan kondisi TTV dalam batas normal,tidak terdapat
adanya cedera tekan sekunder dari pengaturan posisi bedah, dan luka
pascabedah tertutup kasa.
Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan pada baik pada risiko
cedera maupun risiko infeksi sebagai berikut:

Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien dan pemeriksaan Perawat ruang operasi memerika kembali
diagnostik identitas dan kardeks pasien. Lihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan diagnostik.
Pastikan bahwa alat protese dan barang
berharga telah dilepas dan periksa kembali
rencana perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawatan intraoperatif.
Tindakan persiapan meja bedah dan sarana Meja bedah ORIF femur disesuaikan denga
pendukung. posisi bedah yang akan dilakukan. Perawat
sirkuler melakukan pengujian setiap fungsi
dari kemampuan meja bedah dan
mempersiapkan kelengkapan pendukung
seperti sabuk. Penahan lengan dari meja
bedah dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam pengaturan posisi.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik
untuk desinfeksi area bedah reduksi terbuka
fiksasi internal, caran antiseptik untuk cuci
tangan pada tempatnya, gaun yang terdiri dari

19
gaun edap air dan baju bedah steril, duk
penutup dan duk berlubang dalam kondisi
lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen bedah fiksasi internal Manajemen instrumen dari perawat scrub
reduksi terbuka pada femur sebelum pembedahan. Perawat instruen
bertanggung jawab terhadap kelengkapan
instrumen bedah fiksasi internal reduksi
terbukapada femur dan sebagai antisipasi
diperlukan insrumen cadangan dalam suatu
tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan
alat isntrumen.

Perawat instrumen mempersiapkan instrumen yang diperlukan pada meja bedah dan dalam
kondisi sebelum scrub. Ujung pengisap Yankauer (2), forsep (4), gunting mayo (2), gunting
Metzembaum (2), pinset (4), skalpel dengan pisau besar dan kecil (2), refraktor gigi empat
(1), refraktor senn (2), refraktor USA(1), refraktor bergarpu enam (2). Korentang (2), cawan
berisi iodine povidum (1), cawan kecil berisi alkohol 70% (1), klem arteri panjang (2), klem
pendek (1), penjepit duk kecil (4), penjepit duk panjang(1).

Perawat instrumen mempersiapkan istrumen yang diperlukan pada meja bedah yang masih
belum ditata secara optimal dandalam kondisi sebelum scrub. Alat tersebut adalah : beberapa
elevator dan kuret, refraktor, pemegang tulang, berbagai Rongeur dan bor tulang, set fiksasi
intenal, set hemostatis, forsep,tumpukan spons, dan benang jahit.
Siapkan sarana pendukung pembedahan Sarana pendukung seperti kateter urine
lengkap, alat pengisap (suction) lengkap, dan
spons dalamkondisi siap pakai.
Siapkan alat hemostatis dan alat cadangan Alat hemostatis merupakan fondasi dari
dalam kondisi siap pakai tindakan operasi untuk mencegah terjadinya
perdarahan serisu akibat kerusakan pembuluh
darah arteri.perawat memriksa kemampuan
alat tersebut siap pakai untuk menghindari

20
cedera akibat perdarahan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan untuk pemberian Obat-obat anestesiyang dipersiapkan meliputi
anestesi umum. obat pelemas otot dan obat anestesi umum.
Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunakan untuk
menjaga kepatenan jalan nafas intraoperasi.
Penata anestesi memeriksa kondisi lampu
pada laringoskop. Kondisi selang endotrakeal
harus berfungsi optimal sebelum pemasangan
dilakukan.
Siapkan obat dan peralatan emergensi Selain pemantau, peralatan darurat
dasar,obat-obatan, dan protokol pengobatan
juga harus tersedia. Juga harus ada
defibrilator yang berfungsi baik. Peralatan
jalan napas juga diperlukan termasuk
laringoskop, elang endotrakeal, dan
jalannafas oral dan nasal faringeal. Selain itu,
maker dan kantong resusitasi self-inflating
(ambu type) adalah alat yang penting dan
harus mudah diakses.
Lakukan pemasangan manset tekanan darah Manset tekanan darah dapat melihat
dan monitor dasar dan pertahankan perkemangan konisi hemodinamika
kelancaran intravena. intraoperasi.
Beri dukungan praanestesi Hubungan emosional yang baik antara penata
anestesi dan pasien akan memengaruhi
penerimaan anestesi.
Hindari pembicaraan tentang pembedahan Apabila pasien masih sadar setelah dilakukan
prainduksi, perawat harus berhati-hatiuntuk
tidak membicarakan tentang pembedahan
yang pasien bisa mengeri agar proses induksi
dapat berjalan dengan optimal.
Bantu ahli anestesi dalam pemsangan selang Penata anestesi akan membantu melakukan
endotrakeal penekanantulang rawan krikoid (perasat
Sellick) dan menahan konektor saat perasat

21
intubasi endotrakeal dilakukan oleh ahli
anestesi.
Lakukan pemasangan kateter urine Kateter foley harus dipasang sebelum pasien
diberi posisi telungkup. Gunakan
teknikaseptik untuk pemasangan
kateter.cegah terjadinya tekukan atau tekanan
pada kateter selama proses pemindahan
trsebut. Periksa kepatenan sistem drainase
kateter.
Lakukan pemantauan status pernapasan, Untuk menjaga kepatenan jalan napas selama
status hemodinamika, dan perdarahan. pengaturan posisi.
Pasang hasil pemeriksaan radiologi pada alat Pemasangan hasil pemeriksaan radiologi
penerang hasil radiologi dilakukan pada area yang memudahkan akses
pada ahli bedah dalam melakukan intervensi
fiksasi internal reduksi terbuka.
Lakukan pengaturan posisi bagian kaki Pasien diatur dengan posisi lateral.
yangdi intervensi fiksasi internal reduksi Pengangkatan posisi ekstremitas yang akan
terbuka dipasang penggi. dilakukan intervensi fiksasi internal reduksi
terbuka akan mempermudah pajanan pada
area bedah.
Perawat sirkuler meninggikan kaki yang akan diintervensi, kemudian memfiksasi alat
peninggi dan kaki dengan sabuk pengaman. Pada bagian bokong diberi penahan pinggul dan
dipasang sesuai dengan posisi yaang optimal.
Beri alas pada bawah kaki yang diamputasi Pemasangan alas dilakukan sebelum srcub
pada area bedah.
Lakukan mamajemen asepsis prabedah Manajemen asepsis selalu berhubungan
dengan pembedahan dan perawatan
perioperatif. Asepsis prabedah meliputi
teknik aseptik atau penatalaksanaan
scrubbing cuci tangan.
Lakukan manajemen asepsis bedah Manajemen asepsis bedah dilakukan untuk
menghindari kontak dengan zonasteril,
meliputi pemakaian baju bedah dan sarung

22
tangan.
Lakukan manajemen asepsis intraoperasi - Manajemen asepsis dilakukan untuk
menghindari kontak dengan zona steril
meliputi baju bedah, pemakaian sarung
tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan perawat
instrumen dengan perawat sirkuler.
- Manajemen asepsis intraoperasi
merupakan tanggung jawab perawat
instrumen dengan mempertahankan
integritas lapangan steril selama
pembedahan dan bertanggung jawab
untuk mengomunikasikan kepada tim
bedah setiap pelaggaran teknik aseptik
atau kontaminasi yang terjadi selama
pembedahan.
Perawat instrumen yang sudah srcub melakukan desinfeksi pada area bedah dengan iodine
povidum. Desinfeksi dilakuan pada keseluruhan are atas dab bawah dari ujung jari kaki
sampai dengan lipat paha pada area yang akan dilakukan intervensi reduksi terbuka fiksasi
internal. Perawat sirkuler membantu dengan mengangkat kaki untuk memudahkan akses
desinfeksi.
Perawat instrumen memasang duk awal. Perawat sirkuler membantu mengangkat kaki
dengan tidak menyenth area steril. Perawat instrumen melakukan tenik pemasanganduk
berlubang untuk membuat area bedah.
Lakukan optimalisasi akses bedah Akses bedah pada intervensi fiksasi internal
reduksi terbukaa dilakukansesuai dengan area
bedah untuk memudahkan pajanan bagi ahli
bedah.
Psang penutup pada bagian kaki Sarung tangan karet ukuran besar (biasanya
no. 8) sering digunakan untuk menutup area
kaki. Perlu keterampilan khusus dalam teknik
memasang penutup area kaki agar sarung
tangan bisa menutup pada keseluruhan kaki

23
dan tidak sobek.
Lakukanperan perawat sirkuler dalam Perawat sirkulermenfokuskan aktivitas
mendukung pembedahan amanjemen kamar perasi agar kelancaran
pembedahan spina dapat dilaksanakan
optimal, sejak pengaturan posisi bedah
sampai dokter bedah melakukan penutupan
luka.
Lakukan persiapkan alat bedah secara scrub Persiapan alat setelah perawat mengalami
srcub merupakan tanda bahwa pembedahan
sudah bisa dimulai.
Lakukan swabbing untuk membersihkan sisa Swabbing atau menggosok area bedah
iodine povidum dengan alkohol dengan povidum iodine merupakan intervensi
teknik aseptik dan memudahkan pajanan
bedah.
Lakukan persiapan instrumen fiksasi internal Persiapan instrumen fiksasi internal pada saat
pada saat scrub scrub dilakukan untukmeningkatkn efisiensi
dan efektivitas dalam melakukan kegiatan
intrabedah. Perawat instrumen melakukan
klasifikasi pada ahli bedah terkait jenis dan
ukuran dari piranti keras yang akan
digunakan dalam melakukan fiksasi internal
reduksi terbuka pada fraktur femur.
Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi Insisi adalah memerlukan skalpel (alat
penjepit)dan pisau bedah yang sesuai dengan
area yang kan dilakukan insisi. Perawat
instrumen bertanggung jawab menyerahkan
alat. Asisten pertama berperan melakukan
pembersihansisa darah pascainsisi
Bantu ahli bedah pada saat insisi dan Perawat instrumen bertanggung jawab
membuka jaringan menyerahkan alat pengisap Yaungkee dan
alat hemostatis. Asisten pertama berperan
dalam melakukan pengisapan darah dan
menggunakan alat hemostatis pada saat ahli

24
bedah melakukan penjepitan pada area yang
putus.
Bantu ahli bedah dalam mencapai akses Perawat instrumen menyerakna dua refraktor
bedah tulang yng digunakan pada kedua sisi kepada asisten
bedah dan ahli bedah. Perawat asisten bedah
melakukan penarikan dengan menggunakan
refraktor, sedangkan perawat instrumen
melakukan pengsapan pada keseluruhan area
bedah. Perawat instrumen kemudian
menyerahkan elevator periosteum pada ahli
bedah dan perawat asisten bedah melakukan
penarikan sisi area bedah untuk memudahkan
pajanan pada ahli bedah.
Optimalisasi peranperawat instrumen dan Dalam pembedahan fiksasi internal femur
perawat asisten bedah diperlukan minimal dua perawat scrub untuk
membantu ahli bedah.manajemen pengaturan
meja instrumen sangat penting untuk
menjamin intervensi intraoperatif efisien dan
efektif.
Bantu ahli bedah pada saat akses bedah Perawat instrumen menyerahkan Rongeur
tercapai untuk membersihkan serpihan tulang dan dua penjepit tulang. Perawat asisten
dan menjepit fragmen tulang bedah menggunakan Rongeur untuk menjepit
fragmen tulang yang terpisah.
Bantu ahli bedah mempersiapkan kedua Kedua ujung fragmen tulang harus
fragmen dibersihkan dari jaringan lemak dan serpihan
tulang yang mengganggu proses
penyambungan tulang. Perawat asisten
bedah menggunakan kuret untuk
membersihkan sisi ujung fragmen tulang.
Bantu ahli bedah untuk melakukan reduksi Tujuan dari bedah ORIF adalah melakukan
tulang reduksi (usaha untuk menempatkan kedua
ujung fragmen tulang dalam posisiyang
paling optimal). Perawat instrumen

25
menyerahkan dua buah pemegang tulang
untuk kedua sisi fragmen. Perawat asisten
bedah membantu menarik refraktor dan
membantu mengangkat tungkai untuk
mengoptimalisasikan reduksi.
Bantu ahli bedah dalam pemasangan fiksasi Tujuan bedah utama dengan
internal memasangfiksasi internal adalah agar kedua
ujung fragemen tulang tidak bergerak.
Perawat instrumen menyerahkan piranti keras
yang sesuai dengan kondisi frsktur atau atas
arahan dari ahli bedah. Perawat asisten bedah
membantu membuka jaringan dengan
refraktor dan menahan sisi lain dari peranti
fiksasi internal.
Bantu ahli bedah alam membuat drainase Pembedahan femur menyisakan banyaksisa
darah pasacabedah. Dengan dipasangnya
sistem drainase akan memudahkan
pengeluaran sisa darah pascabedah femur.
Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan - Prosedur penutpan jaringan dilakukan
setelah tujuan pembedahan sudah selesai
dilaksanakan. Penutupan dilakukan lapis
demi lapis sesuai area jaringan yang telah
dilakukan pembedahan.
- Perawt instrumen menurunkan risiko
cedera dengan mempersiapkan dan
memilih saran penjahitan dengan
memperhatikan ketajaman jarum jahit.
Kemudian benang jahitan yang akan
digunakan sesuai jaringan yang dijaahit dan
kondisi atau kelayakan instrumen agar
kerusakan jaringan dapat minimal.
- Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau
asisten bedah. Apabila dilakukan ahli

26
bedah, maka asisten bedah membantu
penutupan jaringan agar dapat terlaksana
secara efektif dan efisen agar kerusakan
jaringan dapat minimal.
Lakukan penutupan luka bedah Sebelumnya, area bedah bekas darah dan
lainnya didesinfeksi dan dibersihkan.
Kemudian perawat mengangkat duk dan luka
ditutup dengan kasaa dan difiksasi.
Lakukan pemasangan verbanelastis pada area Pemasangan verban elastspada area
pascabedah fiksasi internal reduksi terbuka. pascabedah fiksasi internal reduksi terbuka
dilakukan dengan tujuan untuk
mengimobilisasi kondisi fragmen tulang yang
masih lemah.
Lakukan penghitungan jumlah kasa dan Penghitungan yang tepat akan mencegah
instrumen yang telah digunakan. tertinggalnya kasa pada area bedah sehingga
menurunkan risiko cedera pada pasien.
Rapikan dan bersihkan instrumen Instrumen dibersihkan di tempat pembersihan
dengan air yang mengalir. Perawat
membersihkanseluruh bagian instrumen dari
sisa pembedahan. Instrumen yang telah
dikeringkan kemudian dipaket untuk
disterilisasi kembali.
Lakukan dokumentasi intraoperaif Catatan keperawatan intraoperatif diisi
lengkap sebelum pasien dipindahkan keruang
pulih sadar agar asuhan keperawataan
yangdiberikan berkesinambungan.

27
3. PROSES KEPERAWATAN PASCA OPERATIF PEMBEDAHAN ORIF

Asuhan keperawatan pascaoperatif ORIF bertujuan untuk mengembalikan


fungsi fisiologis secara optimal dimana terdiri dari asuhan di ruang pulih sadar dan di
ruang rawat inap.
a) Di Ruang Pulih sadar

Asuhan keperawatan pascabedah fiksasi internal reduksi terbuka pada


femur di ruang pulih sadar (recovery room) secara umum sama dengan asuhan
keperawatan pascabedah dengan anestesi umum lainnya

b) Di Ruang Rawat Inap


Setelah kondisi pasien stabil dari ruang pulih sadar,pasienakan mendapat
perawatan lanjutan di ruang inap. Fokus asuhan di ruang rawat inap adalah
sebagai berikut:
1) Manajemen nyeri keperawatan
2) Manajemen penurunan risiko infeksi luka pascabedah
3) Manajemen penurunan risiko cedera, ambulasi dini, dan lathan gerak.

Penurunan risiko cedera dilakukan dengan menjaga imobilisasi daerah


pascabedah ORIF. Pasien pascabedah ORIF pada tulang panjang seperti femur
biasanya dibebat dengan verban elastis yang bertujuan untuk mengimobilisasi dua
sendi dari tulang yang mengalami fraktur. Untuk menurunkan risiko cedera
pasien pascabedah ORIF biasanya selalu dilakukan evaluasi radiologi untuk
melihat keberhasilan operasi.

Ambulasi dini disesuaikan dengan kondisi pasien. Peningkatan mobilisasi


dilakukan secara bertahap, dimulai dengan latihan rentang gerak sendi sampai
latihan mobilisasi umum. Latihan mobilisasi dilakukan dimulai dari hal
sederhana, dimana pasien diajarkanlatihan ROM terutama pada sendi-sendi
bagian distal seperti jari-jari kaki. Pada hari ke-2,pasien dilatih melakukan fleksi
pada lutut area pembedahan, yang dimulai dengan meletakkan dua bantal pada
sisi awah lutut. Pada hari ke-3,pasien dapat melakukan latihan menjuntaikan kaki
pada sisi tempat tidur.

28
Gambar

29
30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara konservatif
(penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi operasi ORIF dan OREF.
maka dilakukan penatalaksanaan untuk mencegah infeksi dan injury pada oref (Open
Reduction External Fixation) pada fraktur dengan cara Perawatan luka merupakan
tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik
pada luka yang bersih maupun luka yang kotor untuk mencegah infeksi. Dan untuk
mencegah injury dalam penatalaksanaan dilakukan dengan traksi dan latihan aktif.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
agar dapat memahami konsep pencegahan infeksi dan injury pada ORIF maupun
penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi perawatannya. Hal ini diharapkan
mampu meningkatkan kinerja dan kualitas perawat di indonesia dalam menangani
berbagai kasus penyakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga
tercapainya visi indonesia sehat 2015.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ranirahayu. 2015. Tindakan Pemasanagn Orif. diaksesPada Tanggal15oktober 2016.


Dari: http://document.tips/download/link/tindakan-pemasangan-orif

Potter, Patricia A and Perry,Anne Griffin.(2005).Buku Ajar Fundamental


Keperawatan (edisi ke4).Jakarta : EGC
Gruendemann, Barbara J. dan Billie Fernsebner. 2005. Keperawatan Perioperatif.
Jakarta : EGC
Marrelli, T.M. 2007. Buku saku Dokemtasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
Moca Media
Taylor, Cynthia M. Taylor. 2002. Diagnosa keperawatan dengan Rencana Asuhan.
Jakarta : EGC

32

Anda mungkin juga menyukai