Anda di halaman 1dari 9

Resume Naskah Akademik Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Masyarakat

Adat

Oleh

Rizka Nabila (170110170101)

Pada dasarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari komunitas-komunitas adat yang
ada diseluruh Indonesia bahkan sudah mendapat pengakuan sejak zaman penjajahan colonial
Belanda. Konstitusi negara, UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen juga mengakui
keberadaan masyarakat adat, terlihat dalam pasal 18 serta penjelasan II Pasal 18 UUD 1945
(sebelum amandemen) dan Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal I ayat (3) UUD 1945. Namun demikian,
pengakuan dan perlindungan konstitusional terhadap masyarakat adat masih menghadapi
persoalan.

Prioritas negara pada pembangunan industri-industri berbasis sumber daya alam terutama sejak
orde baru telah menyebabkan masyarakat adat kehilangan hak sekaligus akses atas sumberdaya
alam. Belum lagi dengan permasalahan lain yang mempertemukan masyarakat adat dengan swasta
seperti izin yang diberikan negara kepada swasta sehingga bebas untuk melakukan penebangan
hutan yang berakibat kepada tersingkirnya masyarakat adat dari hutan sehingga menurunnya
kesejahteraan mereka. Komnas HAM pada tahun 2014 pernah melakukan proses inkuiri nasional
dimana dalam proses tersebut komnas HAM melakukan penyelidikan terhadap 40 kasus yang
mewakili ratusan kasus yang terdaftar atau pernah diadukan ke Komnas HAM.

Komnas HAM diakhir penyelidikan tersebut merekomendasikan banyak hal. Salahh satunya
adalah agar DPR RI bersama dengan pemerintah segera mengesahkan RUU pengakuan dan
perlindungan hak-hak masyarakat adat. Permasalahan lain yang belum terselesaikan adalah
masalah kemiskinan, keterbelakangan Pendidikan, minimnya akses terhadap pelayanan pubik
utamanya infrastruktur pembangunan, ketertinggalan informasi, serta pengabaian terhadap hak-
hak politik, ekonomi, hukum dan budaya. Beberapa permasalahan pokok dalam pengaturan
masyarakat adat yang diangkat oleh naskah akademik RUU tentang Masyarakat Adat, antara lain
:
1. Istilah yang digunakan konstitusi untuk menyebutkan tentang kelompok masyarakat adata,
terbagi menjadi dua, yaitu istilah kesatuan masyarakat adat dan istilah masyarakat
tradisional, dimana kedua istilah ini dalam banyak hal berbeda satu dengan yang lainnya.
Selain itu, beberapa pengaturan tentang masyarakat adat kurang menggamabarakan
identitas kolektif masyarakat adat.
2. Hak-hak masyarakat adat baik yang bersifat asal-usul maupuun hak sebagai warga negara
belum mendapatkan pengakuan dan perlindungan negara sebagaimana seharusnya
sehingga masyarakat adat semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan.
3. Proses Pembentukan hukum dalam rangka pengakuan terhadap masyarakat adat selama ini
sulit dijangkau oleh masyarakat adat. Selain itu, prosesnya sangat politis dan berbelit-belit.
4. Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dalam hokum disamping tidak diatur secara
memadai, juga tumpeng tin=dih dan sektoral.
5. Belum adanya pemberdayaan kepada masyarakat adat dalam rangka meningkatkan sumber
daya manusia kelompok
6. Konflik terkait hak masyarakat adat adalah konflik berdimensi structural yang bersumber
dari lahirnya kebijakan-kebijan negara.

Pengumpulan data diambil dari Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Papua . Beberapa hal
penting yang diperoleh darihasil pengumpulan data terkait penyusunan naskah akademik dan RUU
tentang Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat mencakup keberadaan masyarakat adat,
pemenuhan hak masyarakat adat, masyarakat adat dan pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat adat.

a. Keberadaan masyarakat adat

Masyarakat tadat di Indonesia dikenal dalam beberapa istilah untuk menggambarkan masyarakat
itu sendiri, yakni masyarakat adat, masyarakat hukum adat, dan masyarakat tradisional.

b. Pemenuhan hak masyarakat adat

Masyarakat adat merupakan bagian dari masyarakat bangsa, setiap individu dari mereka juga
memiliki hak dan kewajiban seperti halnya warga negara lainnya. Perlu bagi pemerintah untuk
melindungi hak dari masyarakat adat sebab, hak mereka terkait dengan hak kosmologinya terhadap
wilayah hutannya. Hak kosmolologi inilah yang kemudian melahirkan dan erat kaitannya dengan
hak-hak lainnya seperti hak ekonomi,hak social, hak budaya ,hak politik, dan hak untuk mengelola
hutan. Akan tetapi pada kenyataannya masyarakat adat termarginalkan dalam upaya menerima
haknya , baik itu hak tradisional maupun hak-haknya dalam kehidupan berbangsa.

c. Masyarakat adat dan pembangunan

banyak yang berfikir bahwa masyarakat adat anti terhadap pembangunan, padahal hal tersebut
tidaklah benar. Mereka hanya memerlukan sosialisasi mengenai program tersebut.

d. Pemberdayaan masyarakat adat

Pemberdayaan masyarakat adat telah diupayakan oleh pemerintah namun belum maksimal. Seperti
halnya di Provinsi Papua pemberdayaan masyarakat adat tidak dilaksanakan dengan baik. Disisi
lain, masyarakat adat hidup terpencil sehingga menyulitkan pemerintah daerah untuk menjangkau.

e. materi muatan yang perlu diatur dalam RUU

Materi muatan yang perlu diatur dalam RUU yaitu tentang mekanisme identifikasi dan verifikasi
masyarakat adat dalam peraturan perundang-undangan, memastikan masyarakat adat
mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dengan anggota masyarakat yang lain, menghapus
kesenjangan social ekonomi, kedudukan hokum adat tidak subordinasi atas hukum positif, peran
dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah terhadap keberadaan masyarakat adat.

Pada naskah akademik ini juga dijelaskan landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan
Sosiologis dari pembentukan RUU Masyarakat Adat. Berdasarkan landasan filosofis adanya
norma di dalam batang tubuh UUD 1945 yang ditarik dari dasar konstitusional sehingga
pengaturan mengenai masyarakat hukum adat tidak dapat dilepaskan dari Pasal 18B ayat (2) dan
Pasal 28I ayat (3) dan pasal 32 ayat (1) dan (2). Menurut landasan sosiologis RUU harus dapat
mengatur dan mengakomodir keberagaman yang ada oleh sebab itu harus didasari oleh fakta yang
empiris sesuai dengan kondisi dan permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat adat.
Sedangkan menurut landasan Yuridis, RUU dibentuk karena dirasa perlu untuk mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada.

Selain itu, Jangkauan dan arah dari pada peraturan ini adalah untuk memastikan bahwa masyarakat
adat mendapatkan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan yang sesuai dengan
perkembangan zaman. Walaupun sebenarnya sudah ada pengakuan dan penghormatan dari Negara
yang tercantum pada UUD 1945 pasal 18B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 akan tetapi peraturan
tersebut tidak mencakup pemeberian perlindungan terhadap masyarakat adat.

Dalam mempelajari tentang pengakuan dan perlindungan dari masyarakat adat penting untuk
memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan atau yang mengatur mengenai keberadaan
masyarakat hukum adat, yaitu:

A. UUD 1945
Pasal pada UUD 1945 yang berkaitan dengan masyarakat adat yaitu pasal 18 B ayat 2 dan
pasal 28 I ayat 3.

B. TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam.
Tap ini memuat perintah kepada pemerintah untuk melakukan peninjauan terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sumber daya alam,
menyelesaikan konflik agrarian dan sumber daya alam.

C. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria


Dalam undang-undang ini, negara memiliki tanggung jawab untuk pengakuan atas hak
tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat selama tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Oleh sebab itu, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
tidak boleh secara semena-mena merampas hak masyarakat adat tersebut tanpa ada
persetujuan dari mereka.

D. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensional Internasional


mengenai keanekaragaman hayati
Pasal 8 menyebutkan bahwa keharusan untuk menghormati,melindungi, dan
mempertahankan pengetahuan, inovasi, dan praktik-praktik yang dilakukan oleh
masyarakat adat.

E. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 6 menyebutkan bahwa masih berlakunya hak masyarakat hukum adat yang patut
untuk dilinduungi oleh pemerintah.

F. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Disebutkan pada pasal 6 ayat 2 bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan tanpa
mengabaikan hak masyarakat hukum adat setempat.

G. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan


Undang-undang ini mengatur bahwa yang memiliki kepentingan atas suatu wilayah
tertentu haruslah terlebih dahulu melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat
yang memiliki ha katas wilayah tersebut.

H. Undang-Undang 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

I. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan


J. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
K. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
L. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
M. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi provinsi Papua

Keberadaan dari masyarakat adat memang sudah diakui oleh negara yang tertera pada Pasal 18 B
ayat (2) UUD 1945 “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republiik Indonesia, yang diatur dengan Undang-Undang.” Juga
disebutkan dalam Pasal 28I ayat (3)UUD 1945, “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. Kedua pasal tersebut telah
membuktikan bahwa pemerintah tidak melupakan keberadaaan masyarakat adat dan masyarakat
adat mempunyai basis hukum yang kuat untuk mendapatkan perlindungan sosial. Selain UUD
1945, Indonesia juga turut berkomitmen dalam Komitmen Internasional pada 13 September 2007
tentang pengakuan hak-hak masyarakat adat yaitu United Nation Declaration on The Rights of
Indigeneous People (UNDRIP) yang berisi amanat bahwa masyarakat adat memiliki hak yang
sama terkait penghidupan, Pendidikan, mempertahankan identitas, dan bebas dari segala bentuk
diskriminasi. Tidak hanya itu, RPJMN 2014-2019 juga memuat prioritas akan pemenuhan
kebutuhan dasar, aksesibilitas dan pelayanan dasar bagi warga masyarakat adat. Focus nya berupa
percepatan pembangunan daerah tertiinggal dengan perekonomian lokal melalui peningkatan
kapasitas, produktivitas, dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal. Program ini
didukung oleh sarana prassarana yang disesuaikan dengan karakteristik ketertinggalan suatu
daerah secara berkesinambungan.

Akan tetapi, pada realisasinya upaya pemerintah tersebut terkait dengan masyarakat adat masih
memiliki persoalan yang menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah seperti luasnya
wilayah negara kita dengan karakteristik masing-masing wilayah yang berbeda, infrastrukur,
kondisi sosial-politik lokal, Sumber Daya Alam. Sehingga masih banyak Hak-hak masyarakat adat
yang terabaikan baik yang bersifat asal-usul maupun hak sebagai warga negara. Hak-hak tersebut
belum mendapatkan pengakuan dan perlindungan negara sebagaimana seharusnya. Sehingga tidak
jarang menimbulkan konflik, seperti pada tahun 2013 Dari dokumen Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) terdapat konflik antara perusahaan dengan masyarakat adat yang
menimbulkan korban 13.301 jiwa dan sebanyak 12.193 kepala keluarga, dengan luas lahan konflik
kurang lebih 8.451.194 hektar. Pada tahun sesudahnya yaitu 2014 terdapat konflik teritorial yang
seringkali melibatkan masyarakat adat dengan negara maupun swasta. Komnas HAM pada tahun
2014 melakukan penyelidikan terhadap 40 kasus yang mewakili ratusan kasus yang terdaftar atau
pernah diadukan ke komnas HAM. Kasus-kasus tersebut berkaitan dengan konflik hak masyarakat
adat, mencakup investasi Hak Pengusahaan Hutan, Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan
dan juga pertambangan. Kasus-kasus tersebut tidak berkurang bahkan sampai tahun 2018 saja
terdapat 326 konflik masyarakat adat yang berkaitan dengan sumberdaya alam dan agraria. Yang
mana konflik-konflik tersebut melibatkan tiga golongan yaitu antara pemerintah, masyarakat, dan
swasta. Mereka memperebutkan sumber-sumber yang berupa lahan, bahan tambang dan sumber
air. Baik itu pemerintah ataupun masyarakat mengklaim bahwa sumber-sumber agrarian ialah
milik mereka. Dari konflik vertikal tersebut kita dapat mengetahui adanya fakta-fakta sebagai
berikut,

1. terdapat kepentingan yang berbeda atas suatu objek yang sama;

2.Terdapat penggunaan dua sistem hukum yang berbeda yaitu hukum adat dan hukum positif oleh
pihak-pihak yang bersengketa;

3. Terdapat marginalisasi hukum adat oleh hukum negara, dimana hukum adat dipinggarkan oleh
negara padahal hukum adat adalah hukum yang dianggap penting dan berharga bagi masyarakat
adat dan negara membuatnya menjadi hukum kosong.

Konflik tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan swasta atau pemerintah, tetapi juga sesama
masyarakat adat yang berasal dari persekutuan yang berbeda. Seperti Konflik masyarakat Adat
Dayak Bahau dengan Bentian di Kalimantan, konflik masyarakat adat Amungme dengan Dani di
Irian. Jika konflik-konflik tersebut dibiarkan terus menerus, tidak hanya menimbulkan korban
jiwa tapi juga bisa mengancam stabilitas keamanan negara. Untuk itu, saya setuju adanya UU
yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat sehingga dapat
mengakhiri permasalahan masyarakat adat , salah satunya konflik-konflik yang ada.
Sesungguhnya UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan 28 I ayat 3 sudah jelas mengakui keberadaan dan
hak dari masyarakat adat, namun norma yang terkonstruksi dalam pasal-pasal tersebut bersifat
fakultatif. Norma yang sifatnya merupakan pelengkap , sifat pemberlakuannya bergantung pada
syarat-syarat lain itulah yang disebut norma fakultatif. Sedangkan norma Imperatif adalah yang
perintah dan larangannya dapat memaksa selain implementasinya.

Selain Konflik-konflik seperti yan dijelaskan diatas, Permasalahan sosial budaya juga terjadi pada
masyarakat adat, permasalahan tersebut berupa masyarakat adat yang seringkali dipaksa untuk
mengikuti proses penyatuan sosial dalam budaya mayoritas. Seperti praktik-praktik agama
masyarakat adat, pola hidup mereka yang nomaden, dan kehidupan yang bergantung pada hutan
dan alam seringkali dianggap menyimpang dari budaya utama. Padahal dari pola hidup seperti
itulah mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mulai dari makanan sampai kepada
pengelolaan alam. Menurut hasil riset Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di enam
wilayah komunitas adat memperlihatkan, nilai ekonomi pengelolaan sumber alam lestari
menghasilkan Rp. 159,21 miliar pertahun, dan jasa lingkungan sampai Rp.170,77 miliar pertahun,
dan ini baru enam wilayah adat. Dari riset ini tampak bahwa masyarakat adat itu sebenarnya
mereka bisa memenuhi keperluan sehari-hari mulai makanan hingga tempat tinggal dari mengelola
alam.bahkan juga obat-obatan. Tentu saja hal tersebut dapat diwujudkan jika pemerintah mengakui
dan melindungi hak-haknya. Oleh sebab itu lah perlunya peraturan yang melindungi masyarakat
adat, sebab pertama, untuk menjamin hak mereka atas tanah, wilayah, budaya dan sumberdaya
alam yang diperoleh secara turun-temurun yang merupakan warisan dari leluhur mereka. Kedua
untuk memastikan mereka terlindungi dari tindakan diskriminasi dan kekerasan. Ketiga,
memastikan mereka mendapatkan hak-hak yang sama dengan masyarakat lainnya.

Disisi lain, terkait dengan pemberdayaan, pemerintah memang sudah mengupayakan untuk
melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat adat , hanya saja pemberdayaan yang dilakukan
belum memiliki standar yang sama antara pusat dan daerah , sehingga program yang dijalankan
belum optimal. Terlebih banyaknya masyarakat adat yang hidup tersebar di wilayah-wilayah yang
sulit dijangkau oleh pemerintah. Upaya pemerintah dapat terlihat pada program pemberdayaan
masyarakat adat dilakukan dalam bentuk penyediaan pangan dan rumah layak huni, kemudahan
akses Pendidikan dan kesehatan., serta Kemandirian melalui program kewirausahaan. Namun
program tersebut tidak terkoordinasi dengan baik serta tidak adanya pemantauan dan evaluasi
secara berkesinambungan , sehingga tidak dapat diukur tingkat keberhasilan dari program tersebut.
Untuk itu, sekali lagi ditekankan bahwa masyarakat adat butuh peraturan tentang pengakuan dan
perlindungan masyarakat adat sehingga hak-hak mereka akan Pendidikan, kesehatan , sosial dan
ekonomi ditangani dengan serius oleh pemerintah.

Ada beberapa prinsip yang penting untuk dimasukkan ke dalam RUU pengakuan dan perlindungan
masyarakat adat yaitu,

1. Prinsip partisipasi

Dilibatkannya masyarakat adat dalam setiap tahapan-tahapan pengakuan dan perlindungan hak-
hak mereka.

2. Prinsip Keadilan

Memperlakukan masyarakat dengan adil. Terutama pada proses peradilan yang harus dilakukan
dengan jujur dan tegas tanpa membeda-bedakan masyarakat adat dengan masyarakat lainnya.
3. Prinsip Transparansi

Tidak menutup-nutupi informasi yang berkaitan dengan rencana, pelaksanaan dan evaluasi
terhadap program yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat.

4. Prinsip kesetaraan

Mayoritas masyarakat adat tidak memiliki jenjang Pendidikan formal, kemampuan Bahasa
terbatas, keterampilan akan teknologi yang juga minim. Berbeda halnya dengan masyarakat kota
yang sudah memiliki Pendidikan tinggi, dan penguasaan yang baik terhadap teknolohi.
Ketimpangan ini hanya dapat diatasi oleh pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah diharapkan untuk
tidak mendiskriminasi masyarakat adat.

5. Penghormatan terhadap HAM

Setiap masyarakat baik masyarakat adat maupun warga negara lainnya wajib hukumnya untuk
dipenuhi hak asas manusia. Hal ini sudah tertera pada UUD 1945 sebelum dan sesudah
amandemen. Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab harus dimaknai dan dipahami.

Anda mungkin juga menyukai