Anda di halaman 1dari 8

ETIKA BISNIS DALAM MANAJEMEN OPERASIONAL (PRODUKSI)

MAKALAH

Disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Etika Bisnis

Dosen Pengampu: Dian Hadian Sp.Mm

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Ade Misbah 2018020

Neng Dewi Susanti 201802021

Nida Aulia 210802

Resti 20180202

Mega Fitria 20180202

Anis Khoerunisa 20180202

Pitriyani 20180202

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI CIPASUNG

TASIKMALAYA

2019
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah kami yang berjudul “Etika Bisnis Dalam
Manajemen Operasional (Produksi)” dapat tersusun dengan baik sebagaimana yang
kita harapkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia dimuka bumi
dan menyempurnakan akhlak dan budi pekerti yang mulia.
Kami juga tak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini penulis
banyak menemukan kesulitan tetapi dengan ketekunan dan bantuan dari beberapa
pihak sehingga makalah ini dapat tersusun. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
Kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun
guna kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ketika para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka maknanya
adalah:
1) Penghindaran terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas kerja
seseorang;
2) Tindakan penghindaran terhadap perlawanan hukum sipil yang dilakukan
perusahaan
3) Penghindaran terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.
Bisnis biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah mengalami kerugian
dan reputasi perusahaan mulai menurun. Munculnya kasus-kasus yang
melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya, seperti adanya
kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan orang lain, hadirnya
tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang melahirkan konflik
perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan antara tujuan
perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan antara
kepentingan atasan dan bawahannya.
Terdapat 3 hal penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dalam berbisnis:
1. Transparansi
Masyarakat ingin mengetahui tentang operasi perusahaan. Posisi etis dari
perusahaan harus jelas bagi para pembeli agar mereka dapat menilai. Hal
ini biasanya bisa dilakukan pada perusahaan yang sudah menjadi
perusahaan publik.
2. Kejujuran
Ketidakjujuran adalah aspek kritis terbesar dalam etika bisnis. Pemberian
label yang salah atau tidak lengkap, harga yang membingungkan dapat
merugikan konsumen. Kejujuran ini juga meliputi perilaku perusahaan,
staf dan personil lainnya yang berkaitan dengannya.
3. Kerendahan Hati
Perusahaan harus mencegah untuk menggunakan kekuatan atau uangnya
untuk mengamankan posisinya.
Di Indonesia sendiri hak konsumen dilindungi oleh Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Pasal 2 UUPK yang menyebutkan
bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Sedangkan Hak konsumen menurut pasal 4 UUPK, adalah sebagai berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkon-sumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan jasa yang
dia gunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyel saian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggam
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya;
Namun demikian konsumen juga mempunyai kewajiban, sbb (pasal 5):
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemak; atau
pemanfaatan barang dan /atau jasa demi keamanan dan lamatan.
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan; jasa;
c) Membayar dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etika Produksi
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai
menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat
menciptakan benda. Kegiatan produksi mempunyai fungsi menciptakan barang
dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu, harga dan
jumlah yang tepat.
Dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan agar produk yang
dihasilkannya mengeluarkan biaya yang termurah, melalui peng-kombinasian
penggunaan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, tentu saja tanpa mengabaikan
proses inovasi serta kreasi. Secara praktis, ini memerlukan perubahan dalam cara
membangun. Yakni dari cara produksi konvensional menjaai cara produksi
dengan menggunakan sumber daya alam semakin sedikit, membakar energi
semakin rendah, menggunakan ruang-tempat lebih kecil, membuang limbah dan
sampah lebih sedikit dengan hasil produk yang setelah dikonsumsi masih bisa
didaur ulang.
Pola produksi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup dunia usaha yang
merangsang diterapkannya secara lebih meluas ISO-9000 dan ISO-14000. ISO-
9000 bertujuan untuk peningkatan kualitas produksi. Sedangkan ISO-14000
bertujuan untuk peningkatan pola produksi berwawasan ling-kungan,
membangun pabrik atau perusahaan hijau (green company) dengan sasaran
"keselamatan kerja, kesehatan, dan lingkungan" yang maksimal dan pola
produksi dengan "limbah-nol" (zero waste), mendorong penjualan dengan
pengepakan barang secara minimal dan bisa dikembalikan untuk didaur-ulang
kepada penjual, merangsang perusahaan asuransi mengem-bangkan "risiko
lingkungan" dan mendorong Bursa Jakarta mengembangkan semacam "Dow
Jones Sustainable Development Index".
Langkah-langkah tersebut memerlukan ditegakkannya kode etika "tanggung
jawab dan akuntabilitas korporasi" (corporate responsibility and accountability)
yang diawasi ketat oleh asosiasi-asosiasi perusahaan dan masyarakat umum.
Kualitas produk pun bisa dikorbankan demi pemangkasan biaya produksi.
Hukum harus menjadi langkah pencegahan (precautionary measures) yang
ketat bagi perilaku ekonomi. Perilaku ekonomi yang membahayakan keselamatan
publik harus diganjar seberat-beratnya. Ini bukan sekadar labelisasi "aman" atau
"tidak aman" pada barang konsumsi. Karena, itu amat rentan terhadap kolusi.
Banyak pengusaha rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi.
Seharusnya pengusaha membayar miliaran rupiah atas perbuatannya yang
membahayakan keselamatan publik. Hukum harus menjadi pencegah dan bukan
pemicu perilaku ekonomi tak etis.
1. Sebagai contoh kasus di luar negeri yang terjadi pada biskuit Arnotts di
Australia. Pada suatu saat perusahaan ditelpon oleh seseorang yang
hendak memeras perusahaan tersebut bahwa salah satu kemasan
produknya berisi biskuit yang beracun tidak diketahui kecuali oleh si
pemeras tersebut. Perusahaan dihadapkan pada dua pilihan yaitu
membayar orang yang memeras tersebut untuk menunjukkan produk mana
yang beracun, atau menarik seluruh peredaran biskuit tersebut.
Namun perusahaan lebih memilih untuk menanggung kerugian yang besar
dengan menarik seluruh produk-produknya dan memusnahkannya.
Ternyata itu menanamkan kepercayaan konsumen kepada perusahaan,
walaupun pada saat itu perusahaan menanggung kerugian yang cukup
besar, namun ternyata enam bulan kemudian pendapatan perusahaan naik
tiga kali lipat.
2. Contoh kasus yang ada di Indonesia terjadi pada kasus Ajinomoto, dimana
saat dinyatakan oleh MUI bahwa produknya tidak halal, Ajinomoto
menarik semua produknya, dan perusahaan pun menanggung banyak
kerugian.
Namun dengan mengindahkan himbauan dari MUI dan dengan melakukan
pendekatan dengan para ulama, kinerja keuangan yang semula menurun
tajam lama kelamaan naik.
3. Kasus obat anti nyamuk HIT, dimana PT Megahsari Makmur ketahuan
memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan kanker pada manusia di
dalam produk barunya, walau zat tersebut sudah dilarang penggunaannya
sejak tahun 2004 lalu.
4. Atau produsen makanan terutama untuk makanan anak-anak, mereka
kebanyakan menggunakan pemanis buatan untuk menekan ongkos
produksinya, namun dalam kemasannya mereka tidak mencantumkan
batas penggunaan maksimal yang dapat dikonsumsi, mengingat efek yang
ditimbulkannya sangat berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit
kanker dan keterbelakangan mental.
5. Untuk produk kosmetik juga dengan maraknya penggunaan bahan
mercury dengan khasiat untuk memutihkan kulit dalam jangka waktu yang
tidak terlalu lama, namun efek yang ditimbulkannya malah sangat
berbahaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perusahaan akan berlomba-lomba menanamkan image produknya dengan kuat
kepada konsumen melalui iklan yang ditayangkan. Fenomena yang terjadi di
Indonesia juga banyak iklan yang dibuat semenarik mungkin dengan
mengabaikan tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia, yang tentunya
melanggar juga etika dan moral.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini supaya bisa membantu teman – teman untuk lebih
mengetahui penjelasan yang akan di pelajari
DAFTAR PUSTAKA
1. Keraf, Sony A, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta,
Edisi Baru, 1998.
2. Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional, 1998.
http://apriyantihusain.blogspot.com/2012/04/etika-produksi-dan-pemasaran.html
http://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2012/10/makalah-etika-produksi-dan-
pemasaran.htmlhttp://kmplnmakalah.blogspot.co.id/2012/10/makalah-etika-produksi-
dan-pemasaran.html

Anda mungkin juga menyukai