Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan kelompok usia yang rentan mengalami perubahan dan

kemunduran baik secara fisik maupun psikis pada proses menua. Perubahan

fisik yang terjadi dapat dilihat dari tanda-tanda seperti, kulit semakin

mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran

dan penglihatan mulai berkurang, mudah lelah, gerakan lambat, dan terjadi

penimbunan lemak terutama didaerah perut dan pinggul (Sutikno, 2015).

Sedangkan perubahan psikis yang terjadi pada lansia yaitu, menurunnya

gairah dan minat terhadap penampilan, serta peningkatan sensitifitas

emosional, mudah tersinggung, cemas, keputusasaan, kesepian, demensia,

gangguan tidur, depresi. Perubahan yang terjadi dapat menimbulkan masalah,

baik secara fisik maupun mental (Indriana, Desiningrum, & Kristiana, 2011).

Permasalahan atau akibat yang ditimbulkan yaitu penurunan derajat

kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit. Penyakit ini merupakan

proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua

yaitu penyakit degenerative yang terdiri dari, gangguan sirkulasi darah,

misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah di otak (koroner), ginjal, dan

lainnya, gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid, gangguan pada persendian,

misalnya osteoartritis, gout artritis, maupun penyakit kolagen, serta kebutaan

dan gangguan penglihatan. Kondisi yang dialami lansia ini dapat

mempengaruhi kualitas hidup lansia (Misnaniarti, 2017).

1
2

Kualitas hidup lansia dapat dipengaruhi juga karena adanya penyakit

kronis yang telah bertahun-tahun diderita. Selain itu penyakit kronis

merupakan penyakit yang penyembuhannya jarang sembuh secara total.

Penyakit kronis yang diderita selama bertahun-tahun dapat menyebabkan

komplikasi apabila tidak ditangani secara tepat. Permasalahan medis, sosial,

dan psikologis dapat muncul diakibatkan penyakit kronis sehingga kualitas

hidup mengalami penurunan (Bestari, 2016)

World Health Organization (WHO) Hipertensi merupakan masalah

kesehatan besar di seluruh dunia, hipertensi juga berhubungan dengan

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Tingginya prevalensi sekitar 972

juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini

kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta

pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di

negara berkembang (Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017). Kematian akibat

penyakit tidak menular yang bersifat kronis terus meningkat di seluruh dunia,

sebesar 59% kematian disebabkan oleh penyakit kronis. Lebih dari dua

pertiga (sekitar 80%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit

kronis tidak menular (Zulfitri, 2015).

Morbiditas penyakit tidak menular ini diprediksi akan terus meningkat

jika faktor risiko yang ada pada lansia tidak dapat dikendalikan. Faktor risiko

tersebut antara lain perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada proses menua

yang ditandai dengan munculnya penyakit degeneratif sehingga

mengakibatkan penurunan fungsi sel tubuh dari keadaan normal menjadi

lebih buruk dan menderita penyakit kronis. Adapun faktor lainnya yaitu
3

kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan tidak seimbang,

gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok ,gangguan mental emosional,

dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera (Anorital, 2015).

Di Indonesia angka kesakitan lansia berdasarkan data Kementrian

Kesehatan (2017) angka kesakitan lansia sebesar 28,62%, artinya bahwa dari

setiap 100 orang lansia terdapat sekitar 28 orang diantaranya mengalami sakit

(Bestari, Wati, 2016). Lansia yang menderita satu penyakit, sisanya sekitar

28% dengan dua penyakit, 14,6 % dengan tiga penyakit, 6,2% dengan empat

penyakit, 2,3% dengan lima penyakit, dan 0,8% dengan enam pennyakit atau

lebih. Lansia yang menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi

fisiologis pada orang yang menderitanya. Lansia yang tidak sehat secara fisik

mempunyai peluang tidak sehat secara mental 20 kali lebih tinggi daripada

lansia yang sehat secara fisik. Hasil suatu survei yang dilakukan di 60 negara

dengan jumlah responden sebanyak 245.404 orang menyatakan bahwa

sebanyak 9,3-23,0% responden yang mempunyai satu atau lebih penyakit

mengalami gangguan mental (Sutikno, 2015).

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering dialami

seseorang yang berusia di atas 60 tahun dan merupakan penyakit yang paling

umum dengan tampilan gejala yang tidak spesifik atau tidak khas pada

populasi lanjut usia. Pravelensi gangguan mental emosional berdasakan

kelompok umur 55-64 tahun 0,7%, 65-74 tahun 10,0%. (Rau, Rompas, 2017)

Kondisi multipatologi dengan berbagai penyakit kronik dan polifarmasi

semakin meningkatkan kejadian depresi pada lanjut usia. Prevalensi depresi

pada lanjut usia 12-36%, sedangkan pada lanjut usia yang menderita penyakit
4

fisik 12-24%, pada rawat jalan 30%, dan pada rawat inap dengan penyakit

kronik dan perawatan lama 30-50% (Ballo, Kaunang, Munayang & Elim,

2012).

Menurut Wadianingrum, (2016) Depresi merupakan gangguan alam

perasaan yang berat dan ditandai dengan gangguan fungsi fisik dan fungsi

sosial yang hebat, lama menderita dan menetap pada lansia tersebut.

Penderita depresi tidak dapat sembuh sendiri, jadi bila tidak diobati depresi

yang dialami dapat bertambah berat. Depresi dapat sebagai simptom,

sindrom, dan diagnosis serta sejauh mana stresor psikososial dapat

mencetuskan gangguan jiwa.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) terdapat sekitar 35 juta orang

terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa

saat ini adalah 236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari

populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantara

mengalami pasung. Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah

gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada

urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil.

Lansia dengan mengalami masalah kesehatan dapat mempengaruhi

kesulitan dalam beradaptasi, bersosialisasi dengan lingkungan. Sehingga

menjadi beban pikiran bagi lansia, mengalami kesedihan yang berlarut-larut

dan mendalam, sering menangis, merasa kesepian, kehilangan rasa humor

bahkan kehilangan kepuasan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat

dan marasa tidak berdaya, parasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan
5

putus asa (Handayani, Oktaviani, 2018). Dampak negatif yang ditimbulkan

meliputi sulit memulai pembicaraan, afek tumpul atau datar, kurangnya

motivasi dan atensi, pasif, apatis dan penarikan diri secara sosial dan rasa

tidak nyaman.

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam, (2018) Nagari Batu

Taba merupakan satu nagari dari Kecamatan Ampek Angkek yang

mempunyai 6 jorong dengan jumlah penduduk 6.235 jiwa. Salah satunya

yaitu Jorong Sungai Rotan dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 365

orang. Berdasarkan rekapitulasi laporan orang dengan gangguan jiwa di

wilayah Puskesmas Biaro, sebanyak 68 orang pada tahun 2016 dan pada

tahun 2017 sebanyak 84 orang. Sedangkan data lansia degan masalah

kesehatan di wilayah Puskesmas Biaro, di Jorong Sungai Rotan diperoleh

sebanyak 249 orang terhitung dari bulan Januari - Oktober pada tahun 2018.

Terjadi peningkatan pada bulan september sebanyak 10 orang dan pada bulan

oktober sebanyak 20 orang.

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan terhadap 8 orang Lansia

di Jorong Sungai Rotan didapatkan 5 orang resiko gangguan jiwa yang diukur

dengan kuoisiner kesehatan jiwa DepKes-RI, apabila dari 20 Pertanyaan

dijawab “Ya” lebih dari 6 maka seseorang tersebut mengalami resiko

gangguan jiwa, dan apa bila di jawab “Ya” kurang dari 6 maka seseorang

tersebut mengalami sehat jiwa, terdapat 3 orang yang sehat jiwa.

Melihat kondisi yang dihadapi oleh lansia akibat permasalahan fisik dan

resiko gangguan jiwa, maka perlu usaha menurunkan jumlah orang dengan

gangguan jiwa harus dimulai dari akarnya, yaitu pencegahan risiko gangguan
6

kejiwaan. Perlindungan kelompok berisiko gangguan jiwa bukan hanya tugas

pemerintah sebagai penanggung jawab kesejahteraan negara ini, tetapi juga

menjadi kewajiban masyarakat yang menjadi lingkungan terdekat bagi

kelompok risiko. Oleh karena itu perlu diidentifikasikan kelompok lansia

yang berisiko terhadap gangguan jiwa sebagai langkah awal pencegahan

terjadinya gangguan jiwa, kondisi seperti ini sangat diperlukan perhatian dan

bimbingan mental secara intensif yang kemudian dipelajari, dihayati dan

diamalkan oleh lansia dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya

bimbingan mental maka akan mengembalikan kesehatan jiwa orang yang

gelisah dan bisa menjadi benteng dalam menghadapi goncangan jiwa

(Andina,2013).

Beberapa upaya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial para lansia

Pelayanan keagamaan dan mental spiritual. Kemudian memberikan pelayanan

kesehatan yang mana tujuannya untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan dan kemampuan lansia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya

dapat berfungsi secara wajar serta dukungan dari keluarga, masyarakat sangat

mempengaruhi kualitas hidup lansia (Misnaniarti, 2017)

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang Gambaran Kesehatan Jiwa Pada Lansia di

Jorong Sungai Rotan Nagari Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek

Kabupaten Agam Tahun 2018.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat rumusan masalahnya yaitu

Bagaimana Kesehatan Jiwa Pada Lansia di Jorong Sungai Rotan Nagari Batu

Taba Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Tahun 2018.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Gambaran

Kesehatan Jiwa pada Lansia di Jorong Sungai Rotan Nagari Batu Taba

Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Tahun 2018?

2. Tujuan khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi sehat jiwa pada lansia di Jorong Sungai

Rotan Nagari Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam

tahun 2018.

b. Diketahui distribusi frekuensi resiko gangguan jiwa lansia di Jorong

Sungai Rotan Nagari Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten

Agam tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis

maupun praktis, antara lain :

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak Puskesmas Biaro

dalam upaya menjaga dan meningkatkan perkembangan kesehatan jiwa

pada lansia .
8

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

peneliti dalam memperoleh informasi tentang kesehatan jiwa pada lansia .

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi

kepustakaan bagi institusi serta dapat digunakan untuk menambah wawasan

dan masukan bagi Program Studi Pendidikan Ners Fort De Kock dan sebagai

bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai kesehatan jiwa pada lansia .

4. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi dan masukan bagi masyarakat untuk dapat

berperan secara aktif dalam menjaga kesehatan jiwa .

E. Ruang Lingkup

Metode penelitian yang digunakan adalah Deskripitive dengan

pendekatan Cross Sectional yang meneliti tentang Gambaran Kesehatan Jiwa

pada Lansia di Jorong Sungai Rotan Nagari Batu Taba Kecamatan Ampek

Angkek Kabupaten Agam Tahun 2018. Penelitian ini dilakukan pada bulan

desember 2018 – januari 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

lansia yang berada di Jorong Sungai Rotan Nagari Batu Taba Kecamatan

Ampek Angkek Kabupaten Agam yaitu sebayak 365 orang. Sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling sehingga

didapatkan sampel sebanyak 78 sampel. Pengambilan tempat dan variabel

penelitian didasari oleh fenomena yang ditemukan di Jorong Sungai Rotan


9

Nagari Batu Taba Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument kuesioner

kesehatan jiwa KemenKes-RI dan analisa data penelitian meliputi analisis

univariat.

Anda mungkin juga menyukai