Anda di halaman 1dari 52

LP CEDERA KEPALA BERAT

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan
serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau
trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia
dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan
otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik
dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare
2001).
B. Penyebab Cedera Kepala
Cedera kepala disebabkan oleh
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan
cerebros piral keluar dari
4. telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
5. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
6. Penurunan kesadaran.
7. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

D. Patofisiologi Cedera Kepala


Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan
permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak
cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut,
yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local,
maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu
saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan
yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral
Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan
durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral.

E. Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda
tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak
bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
(IKABI, 2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri
dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii.
Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat
longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang
tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika
gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang
kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang
mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada
bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia
dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum
epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen
dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung
mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat
menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi
dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula
interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat
pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada
perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani
lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada
tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal
yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes
sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis kranii
fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering
terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf
pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi
pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah
batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar
lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada
tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke
posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak
difus Cedera otak fokal yang meliputi.
1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH) adalah
adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan
durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya
interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa
hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara
lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3
hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu
setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang
sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk
bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi
fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau
likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran
semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk
kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit
neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat
didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih
dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan
disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya
kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan
manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai
dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau
rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000)

F. Komplikasi Cedera Kepala


Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera
kepala meliputi
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas
berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun,
sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita
masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali kejang
pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang
menjadi epilepsy
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.

4. Hilangnya kemampuan kognitif


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan
sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan
cedera.

G. Penatalaksanaan Cedera Kepala


Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1. .Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2
melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula
diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang.
Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera kepala
dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid
),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada
semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin (
Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada
cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht,
periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR,
CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan
intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis
tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena
dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis
semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila
terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala
terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

H. Nursing Care Plaing


Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cederadan mungkin di
persulit oleh cedera tambahan pada organ vitala.
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :
a. Perubahan kesadaran, letargi
b. Hemiparese
c. ataksia cara berjalan tidak tegap
d. masalah dlm keseimbangan
e. cedera/trauma ortopedi
f. kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac.
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguanfungsie.
5. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelanf.

6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil,
Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman lemah tidak seimbang,
Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat, merintihh.
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengii.
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna, tanda batledi sekitar telinga, adanya aliran cairan dari
telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri Deteksi dini untuk memprioritaskan
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologis/tanda-
individu/penyebab koma/penurunan perfusi tanda kegagalan untuk menentukan
jaringan dan kemungkinan penyebab perawatan kegawatan atau tindakan
peningkatan TIK. pembedahan.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolic) maka
dibarengi dengan peningkatan tekanan darah
intrakrinial. Adanya peningkatan tekanan
darah, bradikardi, disritmia, dispnea
merupakan tanda terjadinya peningkatan
TIK.
Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
reaksi terhadap cahaya. bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
Reaksi pupil diatur oleh saraf III cranial
(okulomotorik) yang menunjukkan
keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan
kombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolism dan
O2 akan menunjang peningkatan TIK/ICP
(Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/leher pada posisi yang Perubahan kepala pada satu sisi dapat
netral, usahakan dengan sedikit bantal. menimbulkan penekanan pada vena jugularis
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada dan menghambat aliran darah otak
kepala. (menghambat drainase pada vena serebral),
untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intracranial.
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan yang terus-menerus dapat
perawatan dan batasi lamanya prosedur. meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman seperti masase punggung, effect) dapat mengurangi respons psikologis
lingkungan yang tenang. Sentuhan yang dan memberikan istirahat untuk
ramah, dan suasana / pembicaraan yang tidak mempertahankan TIK yang rendah.
gaduh.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan
maneuver. intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan
intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkat laku. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
indikasi peningkatan TIK atau memberikan
refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
yang tidak menurun dapat meningkatkan
TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, Dapat meningkatkan repons otomatis yang
pertahankan drainase urine secara paten jika potensial menaikkan TIK.
di gunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) Meningkatkan kerja sama dalam
dan keluarga tentang sebab-sebab TIK meningakatkan perawatan klien dan
meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral, volume
darah, dan menaikkan TIK.
Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah
darah dari dalam intracranial. dilakukan bila kemungkinan terdapat tanda-
tanda deficit neurologis yang menandakan
peningkatan ntrakranial.
Berikan cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah, tekanan
darah dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic contohnya : Diuretic mungkin digunakan pada fase akut
manitol, furoscide. untuk mengalirkan air dari sel otak dan
mengurangi edema serebral dan TIK.
Berikan steroid contohnya : dexamethason, Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan
methyl prenidsolon. mengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik contoh : kodein. Mungkin di indikasikan untuk mengurangi
nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk
mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.
Berikan antipiretik contohnya : asetaminofen. Mengurangi/mengontrol hari dan pada
metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED. efektifitas pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali
efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Rasionalisasi
Berikan posisi yang nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal,
dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk pada sisi yang tidak sakit.
sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada
perubahan tanda-tanda vital. tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkan
terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
dilakukan untuk menjamin keamanan. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien Membantu klien mengalami efek fisiologi
untuk control diri dengan menggunakan hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
pernapasan lebih lambat dan dalam. sebagai ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias
difungsikan. Jangan mematikan alarm. dilihat dan didengar misalnya alarm kadar
oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Tarulah kantung resusitasi disamping tempat Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat
tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu- berguna untuk mempertahankan fungsi
waktu dapat digunakan. pernapasan jika terjadi gangguan pada alat
ventilator secara mendadak.
Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan Melatih klien untuk mengatur napas seperti
jika ventilator tiba-tiba berhenti. napas dalam, napas pelan, napas perut,
pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dan
system pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara Memerhatikan letak dan fungsi ventilator
rutin. sebagai kesiapan perawat dalam memberikan
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tindakan pada penyakit primer setelah
tekanan oksigen dalam tabung, monitor menilai hasil diagnostik dan menyediakan
manometer untuk menganalisis batas/kadar sebagai cadangan.
oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
§ Pemberian antibiotik. pengembangan parunya.
§ Pemberian analgesic.
§ Fisioterapi dada.
§ Konsul foto thoraks.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mucus,
perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi
dari endotracheal/tracheostomy tube yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan suara
suara napas pada kedua paru (bilateral). napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat
terjadi pada pneumonia/atelektasis akan
menimbulkan perubahan suara napas seperti
ronkhi atau wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beri Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam
tanda batas bibir. bronchus kanan, menyebabkan obstruksi
Lekatkan tube secara hati-hati dengan jalan napas ke paru-paru kanan dan
memakai perekat khusus. mengakibatkan klien mengalami
Mohon bantuan perawat lain ketika pneumothoraks.
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak Selama intubasiklien mengalami refleks
napas, suara alarm dari ventilator karena batuk yang tidak efektif, atau klien akan
tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret mengalami kelemahan otot-otot pernapasan
melalui endotracheal/tracheostomy tube, (neuromuscular/neurosensorik),
bertambahnya bunyi ronkhi. keterlambatan untuk batuk. Semua klien
tergantung dari alternatif yang dilakukan
seperti mengisap lender dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan
batasi durasi pengisapan dengan 15 detik terus-menerus, dan durasinya pun dapat
atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
sesuai, cairan fisiologis steril. Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih
Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan dari 50% diameter endotracheal/tracheostomy
pengisapan dengan ambu bag tube untuk mencegah hipoksia.
(hiperventilasi). Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat mencegah
terjadinya atelektasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret
selama pengisapan seperti waktu bernapas dari saluran napas.
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
2jam). segmen paru-paru, mengurangi risiko
atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret,
memungkinkan. mempermudah pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan Pengetahuan yang diharapkan akan
batuk efektif dan mengapa terdapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
penumpukan sekret di saluran pernapasan. terhadap rencana terapeutik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat Batuk yang tidak terkontrol adalah
untuk pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif, dapat
menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi
napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahap napas selama 3-5 detik kemudian Meningkatkan volume udara dalam paru,
secara perlahan-lahan, dikeluarkan sebanyak mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
mungkin melalui mulut.
Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan Pengkajian ini membantu mengevaluasi
dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek keefektifan upaya batuk klien.
dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan
batuk. dapat menyebabkan sumbatan mucus, yang
mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret
viskositas sekresi. : mempertahankan hidrasi atau mosa pada saluran napas pada bagian
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan atas.
1000-1500 cc/hari bila tidak ada
kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
baik setelah batuk. kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan Ekspektoran untuk memudahkan
fisioterapi. mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
§ Pemberian ekspektoran. perbaikan kondisi klien atas pengembangan
§ Pemberian antibiotic. parunya.
§ Fisioterapi dada.
§ Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
seperti postural drainage, perkusi/penepukan. pengeluaran sekret.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol karena relaksasi muscle/bronchospasme.
sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosol).

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologi dan non- dan nonfarmakologi lainnya telah
invasif. menunujukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga
otot rangka, yang dapat menurunkan kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi dan akan mengurangi nyerinya.
masase.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal
yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan
nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah
setelah pemberian obat analgesic untuk kemungkinan komplikasi dan melakukan
mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam intervensi yang tepat.
setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga
analgetik. nyeri akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi,


nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat
d minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan
motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda
peningktan TIK,
Intervensi Rasional
Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
klien dan status relirologis klien kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangankerusakan ssp.
Monitor tekanan darah, catat adanya Peningkatan tekanan darah sistemik yang
hipertensi sistolik secara teratur dan tekanan diikuti penurunan tekanan darah distolik (nadi
nadi yang makin berat, obs, ht, pada klien yang
yang mengalami trauma multiple. membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
berhubungan
dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht
(yang berhubungan dengan trauma multiples)
dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral.
Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi, Perubahan pada ritme (paling sering
takikardi atau bentuk disritmia lainya. bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang
encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang otak
pada pasien yang tidak mempunyai kelainan
jantung sebelumnya.
Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme, Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
seperti periode apnea setelah hiperventilasi gangguan
(pernafasan cheyne – stokes). serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan
intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.
Kaji perubahan pada penglihatan ( Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh
penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang kerusakan mikroskopik pada otak,
menyempit merupakan konsekuensi terhadap keamanan
dan kedalaman persepsi. dan juga akan mempngaruhi pilihan
intervensi
Pertahankan kepala / leher pada posisi Kepala yang miring pada salah satu sisi
tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan menekan vena jugularis dan menghambat
handuk kecil / aliran darah lain yang selanjutnya akan
bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar meningkat TIK.
pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 – Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,
45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. sehingga mengurangi kongesti dan edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
Indikasi menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : · Untuk menurunkan air dari sel otak,
- Diuretik menurunkan edema otak
- Steroid TIK.
- Analgetik sedang · Menurunkan inflasi, yang
- Sedatif selanjutnya menurunkan edema
jaringan.
· Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat Θ
pada TIK tetapi harus digunakan dengan
hasil untuk mencegah gangguan
pernafasan.
· Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas

DX 6 : gangguan nutrisi : kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan


kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan
berat badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.
Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan tracheostomy tube mungkin
Evaluasi kemampuan makan klien sulit untuk makan, tetapi klien dengan
endotracheal tube dapat menggunakan mag
slang atau memberi makanan parenteral.
Observasi/timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan
memungkinkan. kekurangan intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.
Catat pemasukan peroral jika diindikasikan. Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
anjurkan klien untuk makan yang masuk pun berkurang. menganjurkan
klien memilih makanan yang di senangi
dapat dimakan ( bila sesuai anjuran).
Berikan makanan kecil dan lunak Mencegah terjadinya kelelahan,
memudahkan masuknya makanan, dan
mencegah gangguan pada lambung.
Kolaborasi Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat
Aturlah diet yang diberikan sesuaii keadaan diperlukan selama pemasangan ventilator
klien untuk mempertahankan fungsi otot-otot
respirasi. karbohidrat dapat berperan dan
penggunaan lemak meningkat untuk
mencegah terjadinya produksi co2 dan
pengaturan sisa respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat tentang
diindikasikan seperti serum, keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.
transverin,BUN/kreatinin dan glukosa.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html
ASKEP CKB ( CIDERA KEPALA BERAT )
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Cedera kepala berat adalah gangguan traumatik otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi tanpa diikuti terput
usnya kontunuitas otak di tandai dengan :
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam
c. Tanpa neurologis fokal
d. Disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakarnial
B. ETIOLOGI / PENYEBAB CKB

1. Akselerasi
Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam
2. Deselerasi
Terjadi jika membentur objek yang sedang tidak bergerak

C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukana berat ringannya
konsekuensi patofisiologi dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam, sepe
rti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala membentur obyek yang sec
aa relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungki
n terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan tiba-
tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kas
ar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada k
epala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan b
atang otak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada perm
ukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemorargi. Sebagai akibat
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi a
tau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volu
me darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, s
emua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan TIK (penin
gkatan intrakranial). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekund
er meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi. Gannaralli dan kawan-
kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori ced
era kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Ceder
a fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hemato
ma intra serebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkna oleh perluasan m
assa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan ker
usakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu : cedera a
ksonmenyebar, kerusakan otak hipoksi, pembengkakan otak mnenyebnar, hemorarg
i kecil multiple pada seluruh otak. Jenis ini menyebabkan koma bukan karena kompr
esi pada batang otak tetapi cedera menyebar pada hemisper serebral, batang otak a
tau kedua-duanya.

PATHWAY CKB
II. PENGKAJIAN
A. DATA SUBYEKTIF
1. Sakit kepala yang hebat
2. Penglihatan kabur
3. Mual
B. DATA OBYEKTIF
1. Adanya memar otak
2. Gangguan kesadaran
3. Gejala TIK meningkat
a. Gelisah, disorientasi
b. Sakit kepala
c. Hemiparise kontralateral
d. Pupil melebar
e. Penglihatan kabur, ketajaman penglihatan berkurang
f. Kadang disertai muntah
g. Bila berlanjut disertai perubahan TTV
4. Adanya perdarahan
5. Ptechie dan rusaknya jaringan syaraf
6. Edema jaringan otak, rusaknya corteks
7. Amnesia retrograd lebih berat dan jelas
8. Bisa disertai pernafasan cheyne-stokes
9. Laserasi : jaringan otak robek akibat fragmen tajam atau kekuatan yang merobek.
C. DATA PENUNJANG
1. Radiologi : foto thorak
2. CT Scan
3. MRI
4. EKG
5. Pemeriksaan lab
6. Inform consent

III. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT


1. Perbaiki jalan nafas
2. Perbaiki oksigenasi
3. Pertahankan normovolemi dan normatensi untuk mempertahankan sirkulasi cerebral
4. Berikan terapi jika terjadi peningkatan TIK bila perlu ulang CT Scan
5. Berikan terapi terhadap cedera lain
6. Lakukan pembedahan jika terdapat hematoma
7. Awasi adanya komplik sistemik
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN, DAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWAT
AN
1. Perfusi jaringan tidak efektif (cerebral) bd edema jaringan cerebral, penurunan perfusi
sistemik atau hilangnya perfusi cerebral
Tujuan
Tingkat kesadaran pasien membaik atau dipertahan
Rencana tindakan
a. Ukur TIK secara kontinu
b. Elevasi kepala 30 derajat
c. Amati keadaan neurologis menggunakan GCS
d. Monitor tiap 1 jam : kesadaran, pupil, TTV
e. Hindari peningkatan TIK cegah batuk, valsava manuver, muntah
f. Jika ventilasi dikontrol dengan ventilator mekanik awasi settingnya
g. Berikan terapi kortikosteroid sesuai order
h. Berikan diuretik sesuai order
i. Pertahanakn intake output
j. Antisipasi dehidrasi
k. Berikan sedative dan muscel relaxsan sesuai order
l. Berikan sedative sebelum melakukan isap lendir
2. Kerusakan pertukaran gas bd kelemahan otot pernafasan
Tujuan
Oksigenasi adekuat dan dapat dipertahankan
Rencana tindakan
a. Kaji frekwensi nafas, ekspensi dada
b. Kaji bunyi nafas
c. Monitor saturasi oksigen
d. Monitor setting ventilator, pantau AGD
e. Pertahankan humidifikasi
f. Berikan oksigen sesuai dengana indikasi
g. Kolaborasi pemberian obat depresan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan
Potensi jalan nafas dapat dipertahankan
Rencana tindakan
a. Atur posisi pasien 30 derajat
b. Pertahankan jalan nafas oral, nasal, trachea
c. Pertahankan humidifikasi
d. Dengarkan suara paru
e. Isap lendir sesuai kebutuhan
4. Defisit volume cairan bd dampak terapi diuretik, kebutuhan metabolisme yang tinggi
Tujuan
Kebutuhan cairan terpenuhi, out put adekuat dapat dipertahankan
Rencana tindakan
a. Pantau TTV
b. Pantau intake output tiap 3 jam
c. Pantau elektrolit
d. Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan
e. Kolaborasi pemberian cairan parental
5. Resiko infeksi bd trauma
Tujuan
Infeksi nosokomial tidak terjadi
Rencana tindakan
a. Pantau TTV
b. Kaji tanda-tanda infeksi
c. Jaga kebersihan lingkungan
d. Bila ada luka, rawat luka dengan teknik steril
e. Mencuci tangan pre dan post tindakan
f. Kolaborasi terapi antibiotika
6. Resiko peningkatan TIK bd penumpukan cairan di otak
Tujuan
Tidak terjadi peningkata TIK
Rencana tindakan
a. Monitor kesadaran GCS tiap 3 jam
b. Monitor reaksi pupil
c. Monitor TTV
d. Monitor intake out put
e. Anjurkan pasien untuk menghindari meneran, batuk

sumber: arsip icu RS AISYIYAH Muntilan


Diposkan oleh sidiq adi di 2:07 AM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.F


DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG
INSTALASI CARE UNIT (ICU) RSUD SARAS
HUSADA PURWOREJO
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga
berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cidera
kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus
ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf
pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi
ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit (Sjahrir, 2004).
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan Cedera Kepala Berat di Ruang ICU (Intensive
Care Unit) Rumah Sakit Saras Husada Purworejo Jawa Tengah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala
berat.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan dengan
cedera kepala ringan berat.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan cedera kepala berat.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan cedera kepala berat.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan cedera kepala berat.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan cedera kepala berat.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan cedera
kepala berat.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur
yang ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut
:
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi
dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho,
2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia,
dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak
(Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda
tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan
jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
Gambar 1. Gambaran Umum Cedera Kepala
B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan
(pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma Scale (
Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien sadar
dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi
alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak terdapat
fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi dan
stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah
sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi, amnesia paska
trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan derajat
kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis
fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah
raga, kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru
(Corwin, 2000).

D. Patofisiologi dan Pathway


Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia
otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer
dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan
otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat
dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak
(Tarwoto, 2007).
ADO
Suplay nutrisi ke otak
Suplay oksigen ke otak
Cedera Kepala
Kerusakan Syaraf Otak
Laserasi
Resiko Infeksi
Kecelakaan
Pukulan
Jatuh dari Ketinggian
Tusukan
Tembakan
Cedera Kepala Ringan
Cedera Kepala Sedang
Cedera Kepala Berat

Asam laktat
Perubahan metabolisme anaerob
hipoxia
Produk atp
Edema jaringan otak
Energi <
Fatigue
Vasodilatasi serebri
Nyeri Akut
Peningkatan TIK
Defisit self care
ADO
Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Penurunan kesadaran
Penumpukan sekret
Pola nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Gambar 2. Pathway Cedera Kepala Berat
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.

F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000
tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.

Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:


1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).

I. Konsep Asuhan keperawatan


Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment

1. Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan
tidak tegang.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi,
pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral, peningkatan TIK
b. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula oblongata/cedera
jaringan otak
c. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
d. Trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan faktor resiko infeksi
e. Defisit self care b/d kelemahan fisik, penurunan kesadaran.
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitoring tekanan intrakranium:
perfusi jaringan asuhan a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
penurunan perfusi serebral: gangguan
cerebral b.d edema keperawatan ….
mental, pingsan, reaksi pupil,
serebral, jam klien penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan
peningkatan TIK menunjukan status bola mata.
sirkulasi dan tissue b. Hindari tindakan valsava manufer
perfusion cerebral (suction lama, mengedan, batuk terus
menerus).
membaik dengan c. Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
KH: d. Lakukan tindakan bedrest total
-TD dalam rentang e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari
normal (120/80 badan (30-40 derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
mmHg)
g. Monitor Vital Sign serta tingkat
-Tidak ada tanda kesadaran
peningkatan TIK h. Monitor tanda-tanda TIK
-Klien mampu i. Batasi gerakan leher dan kepala
bicara dengan j. Kolaborasi pemberian obat-obatan
untuk meningkatkan volume
jelas, menunjukkan intravaskuler sesuai perintah dokter.
konsentrasi,
perhatian dan
orientasi baik
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran
membaik (GCS 15,
tidak ada gerakan
involunter)
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukana. Kaji status pernafasan klien
b. Kaji penyebab ketidakefektifan pola
efektif b.d asuhan
nafas
gangguan/kerusakan keperawatan ….c. Beri posisi head up 35-45 derajat
pusat pernafasan di jam kliend. Monitor perubahan tingkat kesadaran,
medula menunjukan pola status mental, dan peningkatan TIK
e. Beri oksigen sesuai anjuran medik
oblongata/cedera nafas yang efektif
f. Kolaborasi dokter untuk terapi, tindakan
jaringan otak dengan KH: dan pemeriksaan
-Pernafasan 16-
20x/menit, teratur
-suara nafas bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi O2:≥ 95%
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
keperawatan ….
dan faktor presipitasi).
Jam tingkatb. Observasi reaksi nonverbal dari
kenyamanan klien ketidaknyamanan.
meningkat, nyeric. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
terkontrol dg KH: untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
-Klien melaporkand. Kontrol faktor lingkungan yang
nyeri berkurang dg mempengaruhi nyeri seperti suhu
scala nyeri 2-3 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
-Ekspresi wajahe. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
tenang
(farmakologis/non farmakologis).
-klien dapatg. Ajarkan teknik non farmakologis
istirahat dan tidur (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
-v/s dbn nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
4. Trauma, tindakan Setelah dilakukan Konrol infeksi :
invasife, asuhan a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain.
immunosupresif, keperawatan …
b. Batasi pengunjung bila perlu.
kerusakan jaringan jam infeksic. Lakukan cuci tangan sebelum dan
faktor resiko infeksi terdeteksi dg KH: sesudah tindakan keperawatan.
-Tdk ada tanda-d. Gunakan baju, masker dan sarung
tanda infeksi tangan sebagai alat pelindung.
e. Pertahankan lingkungan yang aseptik
-Suhu normal ( 36- selama pemasangan alat.
37 c ) f. Lakukan perawatan luka, drainage,
dresing infus dan dan kateter setiap hari,
jika ada.
g. Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit dan WBC.
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
d. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
f. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
5. Defisit self care b/d Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, askep … jam kliena. Monitor kemampuan pasien terhadap
perawatan diri yang mandiri
penurunan dan keluarga dapat
b. Monitor kebutuhan akan personal
kesadaran. merawat diri : hygiene, berpakaian, toileting dan
dengan kritria : makan, berhias
-kebutuhan klienc. Beri bantuan sampai klien mempunyai
sehari-hari kemapuan untuk merawat diri
d. Bantu klien dalam memenuhi
terpenuhi (makan, kebutuhannya sehari-hari.
berpakaian, e. Anjurkan klien untuk melakukan
toileting, berhias, aktivitas sehari-hari sesuai
hygiene, oral kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas perawatan diri
higiene)
secara rutin
-klien bersih dang. Dorong untuk melakukan secara
tidak bau. mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
h. Anjurkan keluarga untuk ikutserta
dalam memenuhi ADL klien

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Nn. F
Umur : 14 tahun
Alamat : Doplang RT 05/03 Purworejo
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Belum bekerja
Diagnosa medis : Cedera kepala berat
Tanggal masuk RS : 30 Januari 2013 jam 18.00 wib
Tanggal pengkajian : 31 Januari 2013 jam 07.00 WIB
No RM : 264623/1071353
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : swasta
Alamat : Doplang RT 05/03 Purworejo
Hubungan dengan klien : Ayah

B. Primary survey
Airway :
C. Keluhan utama
Penurunan kesadaran tingkat kesadarn koma
D. Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 30 januari 2013 jam 17.00 terjadi kecelakaan sepeda motor, korban dibawa oleh
penolong ke IGD RS Saras Husada. Klien datang dengan kondisi tidak sadarkan diri, terdapat
luka lecet dibawah lutut kanan, hematom ± 12 cm dahi kanan, deformitas tangan kiri,
terdapat bula dikaki kanan. Tekanan darah : 90/60, Nadi : 60x/i, RR : 22 x/i, S : 36,4 °C. Dari
IGD klien dipindahkan ke ruang ICU jam 19.00 guna mendapatkan perawatan intensive.

E. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga mengatakan bahwa baru kali ini klien masuk rumah sakit dan klien tidak pernah
menderita penyakit seperti DM, Hipertensi dan TBC yang mengharuskan klien dirawat di
rumah sakit, dan hanya menderita penyakit seperti pilek, demam dan setelah minum obat
biasanya langsung sembuh.
F. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular atau
penyakit generative seperti diabetes, Tb atau sebagainya.
G. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : jelek BB/TB : 42 Kg / 150 cm
Kesadaran : Coma
Tanda – Tanda Vital :
Tekanan darah : 123/69 mmHg Nadi : 132x/m
0
Suhu : 37,2 C Pernafasan : 28x/m

1. Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat darah yang
mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2. Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi kanan ±12 cm
3. Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil anisokor,
reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4. Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen,tidak ada pengeluaran
darah maupun cairan.
5. Hidung dan sinus
Lubang hidung simetris, septum hidung tepat di tengah, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung, tidak terdapat pengeluaran cairan atau darah dari hidung, oksigen terpasang 3 lpm
dengan nasal kanul, terpasang NGT
6. Mulut dan tenggorokan
Bibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering, terdapat luka pada
bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital, terdapar sekret pada
tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah jatuh, mulut klien berbau tidak
sedap, suara nafas gargling
7. Leher
Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8. Thorak
 Inspeksi thoraks
Thoraks simetris, klien tidak menggunakan otot bantu nafas (retraksi dada), pergerakan
dinding dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
 Palpasi
Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur
thorak.
 Perkusi thoraks
Perkusi paru resonan.
 Auskultasi thoraks
Tidak terdapat suara tambahan di paru-paru
9. Jantung
Heart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak
10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan di sekitar
payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis,
tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider nevy, bising
usus 10x /menit, perkusi timpani.
12. Genetalia dan perineal
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat penyebaran sedikit
rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan mayora simetris, tidak berbau
dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal, terdapat anus.
13. Ekstremitas
 Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas
 Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak terdapat edema.
H. Pengkajian pola sistem
1. Pola persepsi dan managemen terhadap kesehatan
Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien
mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan dapat
kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.
2. Pola nutrisi dan metabolic (diit dan pemasukan makanan)
Makanan
Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk pauk dan
sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak sadarkan diri klien
dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20 tts/menit.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan Saat
sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin keluar 300 cc per 12 jam.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien banyak menghabiskan waktunya di
luar rumah untuk bermain dengan teman-temanya. Klien dapat memenuhi kebutuhanya
sehari-hari tanpa dibantu keluarga. Saat sakit klien dengan tidak sadarkan diri hanya
berbaring di tempat tidur dengan kondisi lemah, semua kebutuhan sehari-harinya di bantu
oleh perawat dan keluarga.
5. Pola istirahat : tidur
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut malam
klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa tidur pukul 23.00-
07.00, tidur siang kadang-kadang. Saat ini klien dalam keadaan tidak sadar
6. Pola kognitif dan persepsi
Keluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu di luar
rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Keluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak pada dahi
sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang dipikirkan saat ini yaitu
kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah berkumpul dengan keluarga.
8. Pola peran hubungan
Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan lingkungan, baik
kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien dirawat dirumah sakit pun
keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk klien.
9. Pola seksual dan reproduksi
Keluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur 13 tahun.
10. Pola koping dan toleransi terhadap stress
Keluarga klien mengatakan semenjak ibunya klien meninggal klien lebih tertutup dan
cenderung menghabiskan waktu di luar rumah
11. Pola nilai kepercayaan
Keluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam. aktifitas
ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.

J. DATA PENUNJANG
Laboratorium 30 januari 2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa sewaktu 166 mg/dl 70-140
Urea 32 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2
SGOT 23 u/L 0-31
SGPT 12 u/L 0-32
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Na 140 Mmol/L 135-155
Cl 93 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
WBC 14,59 [10^3/uL] 4,8-10,8
RBC 3,99 [10^6/uL] 4,2-5,4
HGB 10,3 [g/dL] 12-16
HCT 32,6 [%] 37-47

Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan Hasil Normal


Warna Kuning Kuning muda-kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat jernih 1025 1015-1030
PH 6 4,0-78
Protein +1 Negatif
Sedimen - Negatif
Sell epitel + +1
Leukosit 2-4 0-5/LPB
Eritrosit 10-15 0-2/LPB

GCS : Eye 1
Verbal 1
Motorik 2
Unisokor ¾
RP (+ / + )
Oksigen : 3 ml (nasal kanul)

Terapy obat

Nama obat Golongan Indikasi Dosis


Cefotaxim antibiotic Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh 2x1 gr
golongan
kuman antara lain:
sefalosporin
 Infeksi saluran pemafasan bagian bawah
(termasuk pneumonia).
 Infeksi kulit dan struktur kulit.
 Infeksi tulang dan sendi.
 Infeksi intra-abdominal.
 infeksi saluran kemih
Piracetam nootropic Pengobatan infark serebral 3x1 gr
agents
Ranitidin Antasid Terapi untuk tukak lambung 2x1 amp
Keterolac Analgesik Terapi jangka pendek untuk nyeri akut 3x30 mg
berat
Phenytoin Natrium Anti kejang, antiaritmia. 2x1 amp
Fenitoin
Kalnex tranexamic untuk membantu menghentikan kondisi 3x500mg
acid
perdarahan
Manitol Untuk menurunkan TIK, menurunkan 4x125ml
edema otak.
RL Mengembalikan keseimbangan elektrolit 20 tts/i
pad dehidrasi

K. Analisa Data

Analisa data Etiologi Masalah


DS : - Adanya penumpukan Ketidakefektifan bersihan
DO : Ku:jelek, kesadaran: coma, sekresi di tenggorokan jalan nafas
GCS: E1V1M2, terpasang O2 dan mulut
dengan nasal
kanul=3L, Pernafasan:28x/m,
terdapat secret ditenggorokan dan
mulut, suara nafas gargling,
terpasang mayo, klien tampak
gelisah
DS : - Kerusakan pola Ketidak efektifan pola
DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, pernafasan dimedula nafas
GCS : E1V1M2, terpasang O2 oblongata, cedera
dengan nasal kanul=3 L, NGT, cidera otak.
Pernafasan : 28x/m, terdapat secret
ditengorokan, terpasang mayo,
suara nafas gargling..

DS : - Edema serebral, Ketidak efektifan perfusi


DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, peningkatan TIK, jaringan cerebral
GCS : E1V1M2, klien terpasang penurunan O2 ke
infus, terpasang O2 dengan nasal serebral
kanul 3 lpm, Tekanan darah :
123/69 mmHg, Nadi: 132x/m,
Suhu : 37,20C, Pernafasan :
28x/m, klien tampak gelisah, pupil
anisokor.

DS :- Penurunan kesadaran, Defisit self care


DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, kelemahan fisik
GCS : E1V1M2, rambut klien kotor
terdapat bercak darah dirambut, bau
mulut tidak sedap, kulit tubuh
tampak kotor

L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya penumpukan sekresi di tenggorokan dan
mulut.
2. Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata, cedera
cidera otak.
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d Edema serebral, peningkatan TIK, penurunan
O2 ke serebral
4. Defisit self care b/d Penurunan kesadaran, kelemahan fisik

M. Intervensi

No Diagnosa NIC NIC


1. Ketidak efektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan Monitoring teka
cerebral b.d edema serebral, keperawatan 3 x 24 jam klien
intrakranium:
peningkatan TIK menunjukan status sirkulasi
a. Kaji, observasi, eval
dan tissue perfusion cerebral
tanda-tanda penurunan per
membaik dengan KH:
serebral: gangguan mental, ping
-TD dalam rentang normal
reaksi pupil, penglihatan ka
(120/80 mmHg)
nyeri kepala, gerakan bola mata.
-Tidak ada tanda
b. Hindari tindakan vals
peningkatan TIK
manufer (suction lama, menged
-Klien mampu bicara dengan
batuk terus menerus).
jelas, menunjukkan
c. Berikan oksigen se
konsentrasi, perhatian dan
instruksi dokter
orientasi baik
d. Lakukan tindakan bed
-Fungsi sensori motorik
total
cranial utuh : kesadaran
e. Posisikan pasien kep
membaik (GCS 15, tidak ada
lebih tinggi dari badan (30
gerakan involunter)
derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
g. Monitor Vital Sign s
tingkat kesadaran
h. Monitor tanda-tanda TIK
i. Batasi gerakan leher dan kepala
j. Kolaborasi pemberian obat-oba
untuk meningkatkan volu
intravaskuler sesuai perintah dok
2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan a. Kaji status pernafasan kli
gangguan/kerusakan pusat b.Kaji penyebab ketidakefektifan p
keperawatan 3 x 24 jam klien
pernafasan di medula nafas
oblongata/cedera jaringan otak menunjukan pola nafas yang c. Beri posisi head up 35
efektif dengan KH: derajat
-Pernafasan 16-20x/menit, d.Monitor perubahan ting
teratur kesadaran, status mental,
peningkatan TIK
-suara nafas bersih e. Beri oksigen sesuai anju
-pernafasan vesikuler medic
-saturasi O2: ≥ 95% f.Melakukan suction jika diperluka
g.Kolaborasi dokter untuk ter
tindakan dan pemeriksaan
3. Defisit self care b/d kelemahan Setelah dilakukan askep 3 x Bantuan perawatan diri
fisik, penurunan kesadaran.
24 jam klien dan keluarga a. Monitor kemampuan pa
dapat merawat diri : dengan terhadap perawatan diri y
kriteria : mandiri
-kebutuhan klien sehari-hari b.Monitor kebutuhan akan perso
terpenuhi (makan, hygiene, berpakaian, toileting
berpakaian, toileting, makan, berhias
berhias, hygiene, oral c. Beri bantuan sampai k
higiene) mempunyai kemapuan un
-klien bersih dan tidak bau. merawat diri
d.Bantu klien dalam memen
kebutuhannya sehari-hari.
e. Anjurkan klien un
melakukan aktivitas sehari-
sesuai kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas perawa
diri secara rutin
g.Dorong untuk melakukan sec
mandiri tapi beri bantuan ke
klien tidak mampu melakukanny
h.Anjurkan keluarga untuk ikut s
dalam memenuhi ADL klien
N. Implementasi dan Evaluasi

No Tangga Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Para


. l
f
1 31-1-13 Ketidak 08.01. Mengkaji KU dan VS S:
0 2. Mengkaji,observasi, O:
efektifan
08.1 evaluasi tanda-tanda Ku : jelek, kesadaran
perfusi 5 penurunan perfusi : coma, GCS :
jaringan serebral E1V1M2, klien
cerebral b/d 3. Memonitoroksigen terpasang infuse Rl
Edema 08.4 sesuai instruksi dokter 20 tpm, terpasang
5 4. Mengkaji KU dan VS O2 3 lpmdengan
serebral, 5. Mengatur posisi tidur nasal
peningkata 09.0 yang nyaman bagi kanul,terpasang NGT
n TIK, 0 klien , DC, klien tampak
penurunan 09.36. Mengkaji KU dan VS gelisah, pupil
0 7. Mengkaji KU dan VS anisokor.
O2 ke
8. Mengkaji KU dan VS A : Masalah
serebral 10.09. MelakukanKolaborasi ketidakefektifan
0 pemberian obat- perfusi jaringan
11.0 obatan (injeksi iv cerebral belum
0 Piracetam 1 gr, injeksi teratasi
12.0 iv Kalnex 500 mg, P : Intervensi
0 injeksi ivPheenytoin 1 dilanjutkan
12.0 amp) 1. Kaji, observasi,
5 10. Mengkaji KU dan VS. evaluasi tanda-tanda
11. Mengkaji KU dan VS penurunan perfusi
12. Mengkaji KU dan VS serebral
13. Mengkaji tingkat 2. Pertahankan
13.0 kesadaran, pemberian oksigen
0 danMemonitor tanda- sesuai instruksi
14.0 tanda TIK dokter
0 14. Mengkaji KU dan VS 3. Posisikan pasien
15.015. Mengkaji KU dan VS kepala lebih tinggi
0 16. Mengkaji KU dan VS dari badan
15.317. Mengkaji KU dan VS 4. Monitor Vital Sign
0 18. Mempertahankan serta tingkat
pemberian O2 dengan kesadaran
16.0 menambahkan cairan5. Monitor tanda-tanda
0 humidifier TIK
17.019. Mengkaji KU dan VS 6. Kolaborasi
0 20. MelakukanKolaborasi pemberian obat-
18.0 pemberian obat- obatan
0 obatan (kalnex 3 x 500
19.0 mg dan piracetam 3x1
0 gr)
19.321. Mengkaji KU dan VS
0 22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Mengkaji KU dan VS
20.025. MelakukanKolaborasi
0 pemberian obat-
20.0 obatan(Phenitoin
5 2x1amp)
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
21.028. Mengkaji KU dan VS
0 29. Mengkaji KU dan VS
22.030. Melakukan kolaborasi
0 pemberian obat-obatan
23.0 (Piracetam 3x1gr dan
0 Kalnex 3x500gr)
24.031. Mengkaji KU dan VS
0 32. Mengkaji tingkat
24.0 kesadaran,
5 danMemonitor tanda-
tanda TIK
01.033. Mengkaji KU dan VS
0 34. Mengkaji KU dan VS
02.0
0
03.0
0
04.0
0
04.0
5

05.0
0
05.3
0

06.0
0
07.0
0
31-1- Ketidak 08.01. Mengkaji KU dan VS S:
2013 0 2. Mengkaji status O:
efektifan
08.1 pernafasan klien Ku : jelek, kesadaran
pola nafas 5 3. Mengkaji penyebab : coma, GCS :
b/d 08.3 ketidakefektifan pola E1V1M2, klien
Kerusakan 0 nafas terpasang infus,
pola 4. Melakukan terpasang O2 3
08.3 pemasangan mayo lpm dengan nasal
pernafasan 5 5. Melakukan suction kanul, NGT,
dimedula 08.46. Memonitoroksigen DC, klien terpasang
oblongata, 0 sesuai instruksi dokter mayo, klien tampak
cedera 08.57. Mengkaji KU dan VS gelisah, pupil
cidera otak 5 8. Mengatur posisi tidur anisokor, sekret di
yang nyaman bagi tenggorokan (+)
09.0 klien berkurang
0 9. Mengkaji KU dan VS A : Masalah
09.310. Mengkaji KU dan VS ketidakefektifan pola
0 11. Mengkaji KU dan VS nafas belum teratasi
12. Mengkaji KU dan VS. P : Intervensi
10.013. Mengkaji tingkat dilanjutkan
0 kesadaran, 1. Kaji status
11.0 danMemonitor tanda- pernafasan klien
0 tanda TIK 2. Beri posisi head up
12.014. Mengkaji KU dan VS 35-45 derajat
0 15. Mengkaji KU dan VS 3. Monitor perubahan
13.016. Mengkaji KU dan VS tingkat kesadaran,
0 17. Mengkaji KU dan VS status mental, dan
13.218. Mengkaji KU dan VS peningkatan TIK
5 19. Mempertahankanposis4. Pertahankan
i head up 35-45 pemberian oksigen
14.0 derajat 5. Melakukan suction
0 20. Mengkaji KU dan VS jika diperlukan.
15.021. Mempertahankan
0 pemberian O2 dengan
16.0 menambahkan cairan
0 humidifier
17.022. Mengkaji KU dan VS
0 23. Mengkaji KU dan VS
18.024. Mengkaji KU dan VS
0 25. Mengkaji KU dan VS
18.126. Mengkaji KU dan VS
5 27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
19.029. Mengkaji KU dan VS
0 30. Mengkaji KU dan VS
19.331. Mengkaji KU dan VS
0 32. Mengkaji tingkat
kesadaran,
danMemonitor tanda-
20.0 tanda TIK
0 33. Mengkaji KU dan VS
21.034. Mengkaji KU dan VS
0
22.0
0
23.0
0
24.0
0
01.0
0
02.0
0
03.0
0
04.0
0
05.0
0
05.3
0

06.0
0
07.0
0
31-1-13 Defisit self 08.11. Membantu oral S:
5 hygiene klien O:
care b/d
13.02. Membantu BAB dan Ku : jelek, kesadaran
Penurunan 0 BAK klien : coma, GCS :
kesadaran, 14.03. Membantu mengubah E1V1M2, rambut
kelemahan 0 posisi klien klien berkurang
fisik 4. Membantu kotornya, tidak
15.0 memandikan klien terdapat bercak darah
0 5. Menganjurkan dirambut, bau mulut
16.1 keluarga untuk tidak sedap
0 ikut serta dalam berkurang, kulit
memenuhi ADL klien tubuh tampak bersih,
6. Membantu membuang mandi (+), NGT (+),
20.0 balance cairan (urine) urine (+), DC (+),
0 7. Membantu mengubah OH (+)
posisi klien A : Masalah defisit
21.0 self care teratasi
0 8. Membantu sebagian
memandikan klien P : Intervensi
dilanjutkan
05.0 1. Bantu pemenuhan
0 adl klien
2. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
adl klien
2 1-2-13 Ketidak 08.0
1. Mengkaji KU dan VS S:
0 2. Mengkaji,observasi, O:
efektifan
08.1 evaluasi tanda-tanda Ku : jelek, kesadaran
perfusi 5 penurunan perfusi : coma, GCS :
jaringan serebral E1V1M3, klien
cerebral b/d 3. Memonitoroksigen terpasang infus,
Edema 08.4 sesuai instruksi dokter terpasang O2 3
5 4. Mengkaji KU dan VS lpm dengan nasal
serebral, 5. Mengatur posisi tidur kanul, NGT,
peningkata 09.0 yang nyaman bagi DC, klien tampak
n TIK, 0 klien gelisah, pupil
penurunan 09.3 6. Mengkaji KU dan VS anisokor.
0 7. Mengkaji KU dan VS A : Masalah
O2 ke
8. Mengkaji KU dan VS ketidakefektifan
serebral 10.0
9. MelakukanKolaborasi perfusi jaringan
0 pemberian obat- cerebral tidak efektif
11.0 obatan(Piracetam 3 x belum teratasi
0 1 gr, phenytoin 2 x 1 P : Intervensi
12.0 amp, kalnex 3x500mg, dilanjutkan
0 manitol 4x125ml) 1. Kaji, observasi,
12.0
10. Mengkaji KU dan VS. evaluasi tanda-tanda
5 11. Mengkaji tingkat penurunan perfusi
kesadaran, serebral
danMemonitor tanda-2. Pertahankan
tanda TIK pemberian oksigen
13.0
12. Mengkaji KU dan VS sesuai instruksi
0 13. Mengkaji KU dan VS dokter
13.2
14. Mengkaji KU dan VS3. Pertahankan
5 15. Mengkaji KU dan VS posisi pasien kepala
16. Mengkaji KU dan VS lebih tinggi dari
14.0
17. Mengkaji KU dan VS badan
0 18. Mengkaji KU dan VS4. Monitor Vital Sign
15.0
19. MelakukanKolaborasi serta tingkat
0 pemberian obat- kesadaran
16.0 obatan(Piracetam 3 x5. Monitor tanda-tanda
0 1 gr, phenytoin 2 x 1 TIK
17.0 amp, kalnex 3x500mg,6. Kolaborasi
0 manitol 4x125ml) pemberian obat-
18.0
20. Mengkaji KU dan VS obatan
0 21. Mengkaji KU dan VS
19.0
22. Mengkaji KU dan VS
0 23. Mengkaji KU dan VS
20.0
24. MelakukanKolaborasi
0 pemberian obat-
20.0 obatan(phenitoin
5 2x1amp)

25. Mengkaji KU dan VS


26. Mengkaji KU dan VS
21.0
27. Mengkaji KU dan VS
0 28. Mengkaji KU dan VS
22.0
29. MelakukanKolaborasi
0 pemberian obat-
23.0 obatan(Piracetam 3 x
0 1 gr, phenytoin 2 x 1
24.0 amp, kalnex 3x500mg,
0 manitol 4x125ml)
24.0
30. Mengkaji KU dan VS
5 31. Mengkaji tingkat
kesadaran, dan
memonitor tanda-
01.0 tanda TIK
0 32. Mengkaji KU dan VS
02.0
33. Mengkaji KU dan VS
0
03.0
0
04.0
0
04.0
5

05.0
0
05.3
0

06.0
0
07.0
0
1-2- Ketidak 08.01. Mengkaji KU dan VS S:
2013 0 2. Mengkaji status O:
efektifan
08.1 pernafasan klien Ku : jelek, kesadaran
pola nafas 5 3. Memberi posisi head : coma, GCS :
b/d 08.4 up 35-45 derajat E1V1M3, klien
Kerusakan 5 4. Memonitoroksigen terpasang infus,
pola sesuai instruksi dokter terpasang O2 3
08.45. Mengkaji KU dan VS lpm dengan nasal
pernafasan 5 6. Mengatur posisi tidur kanul, NGT,
dimedula yang nyaman bagi DC, klien tampak
oblongata, 09.0 klien gelisah, pupil
cedera 0 7. Mengkaji KU dan VS anisokor, terpasang
09.38. Mengkaji KU dan VS mayo, suara nafas
cidera otak
0 9. Mengkaji KU dan VS vesikuler,
10. Mengkaji KU dan VS. A : Masalah
10.011. Mengkaji tingkat ketidakefektifan pola
0 kesadaran, nafas belum teratasi
11.0 danMemonitor tanda- P : Intervensi
0 tanda TIK dilanjutkan
12.012. Mengkaji KU dan VS 1. Kaji status
0 13. Mengkaji KU dan VS pernafasan klien
13.014. Mengkaji KU dan VS 2. Beri posisi head up
0 15. Mengkaji KU dan VS 35-45 derajat
13.216. Mengkaji KU dan VS 3. Monitor perubahan
5 17. Melakukan suction tingkat kesadaran,
18. Mengkaji KU dan VS status mental, dan
14.019. Mengkaji KU dan VS peningkatan TIK
0 20. Mengkaji KU dan VS 4. Pertahankan
15.021. Mempertahankan pemberian oksigen
0 posisi head up 35 5. Melakukan suction
16.0 sampai 45 derajat jika diperlukan.
0 22. Mengkaji KU dan VS
17.023. Mengkaji KU dan VS
0 24. Mengkaji KU dan VS
18.025. Mengkaji KU dan VS
0 26. Mengkaji KU dan VS
18.127. Mengkaji KU dan VS
5 28. Mengkaji KU dan VS
19.029. Mempertahankan
0 pemberian o2 dengan
20.0 menambahkan cairan
0 di humidifier
21.030. Mengkaji KU dan VS
0 31. Mengkaji KU dan VS
21.332. Mengkaji KU dan VS
0 33. Mengkaji tingkat
kesadaran,
22.0 danMemonitor tanda-
0 tanda TIK
23.0
0
24.0
0
01.0
0
02.0
0
03.0
0
04.0
0
04.3
0

05.0
0
06.0
0
07.0
0
07.1
5
1-2-13 Defisit self 08.0
1. Membantu dalam S:
0 pemenuhan ADL klien O:
care b/d
2. Membantu oral Ku : jelek, kesadaran
Penurunan 08.1 hygiene klien : coma, GCS :
kesadaran, 5 3. Membantu mengubah E1V1M3, rambut
kelemahan 09.0 posisi klien klien tampak lebih
0 4. Membantu BAB dan bersih, bau mulut
fisik
BAK klien tidak sedap
13.0
5. Membantu berkurang, kulit
0 memandikan klien tubuh tampak bersih,
15.0
6. Membantu NGT (+), mandi (+),
0 membuang balance OH (+), urine (+),
20.0 cairan (urine) DC (+)
0 7. Membantu mengubah A : Masalah defisit
posisi klien
self care teratasi
21.0
8. Membantu
0 memandikan klien sebagian
P : Intervensi
05.0 dilanjutkan
0 1. Bantu pemenuhan
adl klien
2. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
adl klien

2-2-13 Ketidak 08.0


1. Mengkaji KU dan VS Subjektif : -
0 2. Mengkaji,observasi, Objektif :
efektifan
08.1 evaluasi tanda-tanda Ku : jelek, kesadaran
perfusi 5 penurunan perfusi : coma, GCS :
jaringan serebral E1V1M3, klien
cerebral b/d 3. Memonitoroksigen terpasang infuse RL
Edema 08.4 sesuai instruksi dokter 20 tpm, terpasang
5 4. Mengkaji KU dan VS O2 3 lpmdengan
serebral, 5. Mengkaji KU dan VS nasal kanul, NGT,
peningkata 09.0
6. Mengkaji KU dan VS DC, klien tampak
n TIK, 0 7. Mengkaji KU dan VS gelisah, pupil
penurunan 10.0
8. MelakukanKolaborasi anisokor.
O2 ke 0 pemberian obat- A : Masalah
serebral 11.0 obatan(Piracetam 3 x ketidakefektifan
0 1 gr, phenytoin 2 x 1 perfusi jaringan
12.0 amp, kalnex 3x500mg, cerebral belum
0 manitol 4x125ml) teratasi
12.0
9. Mengkaji KU dan P : Intervensi
5 VS. dilanjutkan
10. Mengkaji tingkat 1. Kaji, observasi,
kesadaran, evaluasi tanda-tanda
danMemonitor tanda- penurunan perfusi
13.0 tanda TIK serebral
0 11. Mengkaji KU dan VS2. Pertahankan
13.2
12. Mengkaji KU dan VS pemberian oksigen
5 13. Mengkaji KU dan VS sesuai instruksi
14. Mengkaji KU dan VS dokter
14.0
15. Mengkaji KU dan VS3. Pertahankan
0 16. Mengkaji KU dan VS posisi pasien kepala
15.0
17. Mengkaji KU dan VS lebih tinggi dari
0 18. MelakukanKolaborasi badan
16.0 pemberian obat-4. Monitor Vital Sign
0 obatan(Piracetam 3 x serta tingkat
17.0 1 gr, phenytoin 2 x 1 kesadaran
0 amp, kalnex 3x500mg,5. Monitor tanda-tanda
18.0 manitol 4x125ml) TIK
0 19. Mengkaji KU dan VS6. Kolaborasi
19.0
20. Mengatur posisi tidur pemberian obat-
0 yang nyaman bagi obatan
20.0 klien
0 21. Mengkaji KU dan VS
20.0
22. Mengkaji KU dan VS
5 23. Mengkaji KU dan VS
24. MelakukanKolaborasi
pemberian obat-
obatan(phenitoin
21.0 2x1amp)
0
21.1
25. Mengkaji KU dan VS
5 26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
22.0
28. Mengkaji KU dan VS
0 29. MelakukanKolaborasi
23.0 pemberian obat-
0 obatan(Piracetam 3 x
24.0 1 gr, phenytoin 2 x 1
0 amp, kalnex 3x500mg,
24.0 manitol 4x125ml)
5 30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji tingkat
kesadaran, dan
01.0 memonitor tanda-
0 tanda TIK
02.0
32. Mengkaji KU dan VS
0 33. Mengkaji KU dan VS
03.0
0
04.0
0
04.0
5

05.0
0
05.3
0

06.0
0
07.0
0
02-2- Ketidak 08.01. Mengkaji KU dan VS S:
2013 0 2. Mengkaji status O:
efektifan
08.1 pernafasan klien Ku : jelek, kesadaran
pola nafas 5 3. Memberi posisi head : coma, GCS :
b/d 08.3 up 35-45 derajat E1V1M3, klien
Kerusakan 0 4. Memonitoroksigen terpasang infus,
pola sesuai instruksi dokter terpasang O23
08.45. Mengkaji KU dan VS lpm dengan nasal
pernafasan 5 6. Mengatur posisi tidur kanul, NGT,
dimedula yang nyaman bagi DC, klien tampak
oblongata, 09.0 klien gelisah, pupil
cedera 0 7. Mengkaji KU dan VS anisokor, suara nafas
09.38. Mengkaji KU dan VS vesikuler, terpasang
cidera otak
0 9. Mengkaji KU dan VS mayo
10. Mengkaji KU dan VS. A : Masalah
10.011. Mengkaji tingkat ketidakefektifan pola
0 kesadaran, nafas belum teratasi
11.0 danMemonitor tanda- P : Intervensi
0 tanda TIK Dilanjutkan
12.012. Mengkaji KU dan VS 1. Kaji status
0 13. Mengkaji KU dan VS pernafasan klien
13.014. Mengkaji KU dan VS 2. Beri posisi head up
0 15. Mengkaji KU dan VS 35-45 derajat
13.216. Mengkaji KU dan VS 3. Monitor perubahan
5 17. Melakukan suction tingkat kesadaran,
18. Mengkaji KU dan VS status mental, dan
14.019. Mengkaji KU dan VS peningkatan TIK
0 20. Mengkaji KU dan VS 4. Pertahankan
15.021. Mempertahankan pemberian oksigen
0 posisi head up 35
16.0 sampai 45 derajat
0 22. Mengkaji KU dan VS
17.023. Mengkaji KU dan VS
0 24. Mengkaji KU dan VS
18.025. Mengkaji KU dan VS
0 26. Mengkaji KU dan VS
19.027. Mengkaji KU dan VS
0 28. Mengkaji KU dan VS
20.029. Mempertahankan
0 pemberian o2 dengan
21.0 menambahkan cairan
0 di humidifier
22.030. Mengkaji KU dan VS
0 31. Mengkaji KU dan VS
22.1
0

23.0
0
24.0
0
01.0
0
02.0
0
03.0
0
04.0
0
05.0
0
05.3
0

06.0
0
07.0
0
02-02- Defisit self 08.1
1. Membantu oral S:
2013 5 hygiene klien O:
care b/d
11.0
2. Membantu mengubah Ku : jelek, kesadaran
Penurunan 0 posisi klien : coma, GCS :
kesadaran, 3. Membantu BAB dan E1V1M3, rambut
kelemahan 13.0 BAK klien klien berkurang
fisik 0 4. Membantu kotornya, bau mulut
15.0 memandikan klien tidak sedap
0 5. Memberikan diit berkurang, diit
14.0 entrasol per ngt entrasol 250 cc,
0 6. Membantu mandi (+), OH (+),
20.0 membuang balance urine (+), NGT (+)
0 cairan (urine) A : Masalah defisit
7. Membantu mengubah self care teratasi
21.0 posisi klien sebagian
0 8. Membantu P : Intervensi
memandikan klien dilanjutkan
05.0 1. bantu adl klien
0 2. libatkan keluarga
dalam pemenuhan
adl klien

Diposkan oleh satria dwi priangga di 05.32


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai