Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERKEMBANGAN DAN KEMUNDURAN PERPUSTAKAAN


PADA MASA KLASIK

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Aldo Anggara (1654400006)


2. Resya Pitria (1614400084)
3. Sari Puspita Setiawati (1654400098)

Dosen Pengampu :

Dr.Herlina, S.Ag., SS., M.Hum

PRODI ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum ditemukan kertas, orang Mesir telah menemukan bahan tulis berupa papyrus,
terbuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Selain itu, kulit kambing,
biri-biri, sapi yang disebut parchment digunakan pula untuk menulis, sebagaimaan juga
tanah liat. Keadaan ini mendorong orang-orang Islam membutuhkan teknologi pembuatan
kertas yang ditemukan oleh orang Cina. Ketika kertas semakin populer di wilayah
kekuasaan Islam, maka pencatatan-pencatatan pun mulai dilakukan pada kertas yang dijilid
menjadi sebuah buku.
Buku akan diam selama anda membutuhkan kesunyian dan keheningan; akan fasih
berbicara kapan pun anda menginginkan wacana; ia tidak pernah menyela anda jika anda
sedang berbicara, tetapi jika anda merasa kesepian maka ia akan menjadi teman yang baik.
Ia adalah teman yang tidak pernah mencurangi atau memuji anda; dan ia adalah teman dan
bahkan saudara yang tidak pernah membosankan anda. Begitulah ketika al-Ja>hiz (159 –
255 H) seorang penyair Arab masa ‘Abbassiyah menggambarkan tentang pentingnya buku
dalam goresan bait syairnya.
Pada zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di masa klasik,
buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai
macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Para ulama
sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku-buku bidangnya
masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut
ilmu, dan bahkan para ulama dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para
penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan pribadi mereka.1
Di samping itu, berkembang pula perpustakaan yang bersifat umum, yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau merupakan berupa wakaf dari para ulama dan sarjana.
Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid, merupakan salah
satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan
Bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, dan
berbagai macam buku terjemahan dari berbagai bahasa seperti Yunani, Persia, India, Qibty

1
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Askara dan Departemen Agama,2006),h. 98

2
dan Aramy Perpustakaan-perpustakaan dalam dunia Islam pada masa jayanya dikatakan
sudah menjadi aspek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber
pengembangan ilmu pengetahuan.2
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dipaparkan bagaimana perkembangan
perpustakaan masa klasik dan faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemajuan dan
kemundurannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan perpustakaan di masa klasik serta kemajuan-kemajuan pada
masa itu?
2. hal-hal apasaja yang mempengaruhi kemunduran perpustakaan di masa klasik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan perpustakaan di masa klasik serta kemajuan-
kemajuan pada masa itu
2. Untuk mengetahui hal-hal apasaja yang mempengaruhi kemunduran perpustakaan di
masa klasik

2
A. Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),h. 92-93

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan diadakan atau didirikan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya, serta secara tidak langsung akan
dapat meningkatkan mutu kehidupan penggunanya itu sendiri. Istilah perpustakaan berasal
dari kata pustaka yang kemudian membutuhkan gedung atau ruangan tempat pustaka itu
berada. Dalam Undang-Undang No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan pasal 1 adalah
institusi pengelola koleksi karya tulis,cetak,dan karya rekam secara professional dengan
sistem yang baku memenuhi kebutuhan pendidikan,penelitian, pelestarian,informasi dan
rekreasi dari para pemustaka.3
Dalam bahasa arab kata perpustakaan diistilahkan dengan al-maktabah yang berasal
dari kata kataba-yaktubu-kataban-wakitaban yang diartikan menulis (buku/kitab).
Sedangkan al-maktabah itu merupakan masdar dari kata kataba yang memiliki dua
pengertian yaitu pertama,sebagai tempat jual beli buku peralatan menulis atau dalam istilah
lain adalah toko buku danalat tulis. Kedua sebagai tempat menyimpan dan memelihara
buku. Dari kedua pengetian ‘maktabah’ tersebut, semuanya menunjukkan pada sebuah
gedung yang menunjukkan tempat sesuatu atau barang itu diletakkan.
Pengertian perpustakaan yang menunjukkan gedung, gudang atau ruangan tempat
menyimpan buku dan terbitan lainnya sudah ada (ke arah pengertian tersebut) sejak dahulu
kala ketika Islam mulai masuk ke wilayah Arab sampai abad sekarang ini. Di dalam Islam
sudah terdapat kata khazain al-kitab, bayt al-hikmah, dar al-hikmah, di mana semua kata
tersebut meunjukkan gedung atau ruangan. Masjid yang merupakan tempat berlangsungnya
kegiatan keagamaan dan pendidikan, juga difungsikan sebagai tempat penyimpanan buku.
Perpustakaan Islam pada masa Daulah Abbasiyyah (masa berkembang pesatnya
perpustakaan) merupaka tempat beratus-ratus hingga beribu-ribu dalam berbagai jenisnya.

3
Undang-Undang No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, (jakarta:Perpustakaan Nasional,2008),h.2.

4
B. Sejarah Perpustakaan Islam
Praktik kepustakawanan yang berupa tradisi penulisan dan pelestarian informasi
dalam suatu media tertentu sebenarnya telah berkembang sejak kelahiran islam, yaitu
berupa penulisan wahyu al-quran, dan pelestariannya dalam media penyimpanan informasi
seperti kulit binatang, batu, daun, dan lain-lain. Nabi Muhammad Saw, baik sebagai rosul
maupun pemimpin masyarakat. Sangat memperhatikan terhadap perlunya menyimpan dan
melestarikan dokumen. Selain untuk keperluan pencatatan wahyu, nabi juga menaruh
perhatian terhadap perlunya membuat catatan-catatan tertulis sebagai bagian dari kegiatan
administrasi.ada beberapa hal yang melatarbelakangi pembuatan dan pengelolaan
perpustakaan, antara lain4:
1. Setelah pengkodifikasian Al Qur’an ke dalam bentuk mushaf, muncul keinginan umat
muslim pada masa itu, khususnya yang hidup jauh dari Rasulullah SAW untuk
mempelajari dan memahami Al Qur’an serta ajan Islam sesuai dengan apa yang
dipahami dan dilakukan oleh rasul sendiri. hal itu membuat sebagian ulama untuk
membukukan sabda-sabda Rasulullah. Meski mendapat tentangan dari sebagian yang
lain, yang berpedoman pada Hadits yang mengatakan untuk melakukan penulisan
terhadap segala hal yang bersumber dari Rasul selain wahyu Al Qur’an, namun Umar bin
Abdul Aziz (wafat 675 M) memerintahkan Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri
al-Madani (wafat 695 M) agar mengumpulkan hadits untuk kemudian menuliskannya ke
sebuah buku. Dirinya beralasan bahwa Rasul melarang penulisan hadits karena merasa
khawatir akan tercampur dengan wahyu yang ada di dalam Al Qur’an. Padahal, pada
masa itu, Al Qur’an sudah terkodifikasi ke dalam bentuk mushaf sehingga kekhawatiran
akan tercampur dengan hadits sudah tidak ada lagi. Setelah dihimpun, hadits-hadits
tersebut disebarluaskan ke seluruh penjuru negeri dan dijadikan sebagai referensi.
2. Pada masa Ibn Syihab az-Zuhri, banyak sekali ahli hadits yang rela untuk bepergian jauh
hanya untuk mendapatkan sebuah hadits untuk kemudian mereka himpun ke dalam
koleksi mereka masing-masing. Koleksi-koleksi tersebut kemudian dikenal oleh umat
Islam sebagai koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunah Abu Daud, Sunnah at-
Turmudzi dan berbagai koleksi lain. Setiap koleksi hadits terdiri atas 3 jilid bahkan lebih
hingga mencapai belasan jilid dan keberadaannya kemudian menjadi bahan rujukan bagi
umat Islam.

4
Afrizal, Perpustakaan Era Islam Klasik Dan Perkembangannya Di Lembaga Pendidikan Islam
Indonesia Saat Ini, Jurnal Imam Bonjol,2017, Vol. 1, No. 1,h.3-4

5
3. Munculnya gerakan penerjemahan yang dipelopori oleh Khalifa al Mansyur pada masa
dinasti Abbasiyah yang kemudian menambah jumlah koleksi pustaka pada masa tersebut.
Sang Khalifah mempekerjakan orang-orang Parsi (Persia) yang baru saja memeluk Islam
untuk melakukan penerjemahan.
Berkenanaan dengan sejarah awal berdirinya perpustaksaan terdapat tiga pendapat
yang berkembang di masyarakat, berikut ini beberapa pendapat mengenai awal mula
berdirinya perpustakaan di dunia islam diantaranya yaitu5:
1. Pendapat M.M.Azami
Menurut azami, sejarah berdirinya perpustakaan didunia islam terjadi pada
dekade ke-6 abad pertama hijriah, Abd al-Hakam bin abdullah bin Sufwan al-Jumahi
mendirikan perpustakaan umum yang berisi berbagai koleksi buku, serta dilengkapi
ruangan untuk bermain. Di dinding di pasang gantungan baju sehingga orang masuk
dapat menggantungkan bajunya atau jaket disitu, lalu membaca atau bermain.
Keterangan azami ini dapat dilihat pada kitab Al-Aghani karya abu al-faraj al-ashfani
jilid 4 halaman 250.
2. Pendapat Mackensen
Menurut Mackensen, sejarah awal berdirinya perpustakaan di dunia islam
dimulai pada masa daulah bani ummayah sebagai akibat dari tardisi penulisan ilmu
pengetahuan yang berlangsung pada saat itu. Perpustakaan yang pertama adalah
perpustakaan Al-zuhri. Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Syihab al-
Zuhri adalah orang pertama yang menulis hadis, al-zuhri memang termasuk seseorang
yang gemar menulis dan menghimpun hadis-hadis nabi. Selain terkenal sebagai penulis
dan pengumpul hadis, ia juga terkenal sebagai seorang yang alim dan ahli fikh.oleh
karena itu banyak orang yang ingin belajar darinya.ia memiliki murid yang juga
bertugas sebagai penyalin karya-karyanya, yaitu Hisyam bin Abdul Malik, dialah orang
yang berjasa mengumpulkan dan menyalin karya-karya al-zuhri.
Sebagaimana pendapat pertama, pendapat kedua yang dikemukakan oleh
mackensen tentang sejarah awal berdirinya perpustakaan juga lebih merupakan
kumpulan atau koleksi buku dan naskah-naskah lainya dari sang guru. Dengan kata lain
perpustakaan tersebut merupakan perpustakaan pribadi sebagaimana pendapat azami.

5
Agus Rifai,Perpustakaan Islam:Konsep,Sejarah,dan kontribusinya dalam membangun peradaban islam
masa klasik,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2013),h.59-64

6
3. Pendapat Ahli Sejarah
Pendapat ketiga tentang berdirinya perpustakaan pertama di dunia islam adalah
pendapat yang masyhur di kalangan para ahli sejarah. Disebutkan bahwa keterangan
yang lebih dikenal sebagai awal berdirinya perpustakaan yang didirikan oleh khalid ibn
Yazid Ibn Muawiyah telah mendirikan perpustakaan. Menurut Ali Audah perpustakaan
ini merupakan perpustakaan islam pertama yang memiliki koleksi besar dan teratur.
Latar belakang berdirinya perpustakaan tersebut disebutkan pedersen karena ia
kecewa tidak mendapatkan kekhalifahan. Oleh karena ituuntuk menghibur diri, ia
mendirikan perpustakaan. Keterangan yang sama dikemukakan oleh Mansoor A.Quraishi
bahwa sejarah perpustakaan telah ada semenjak masa Bani Umayyah yang didirikan oleh
Khalid Ibn Yazin. Khalid Ibn Yazid merupakan orang yang baik dan bijaksana, dan ia
sering disebut sebagai the wise man of the family marwan, lelaki yang bijaksana dari dari
keluarga marwan. Ia sangat gemar dan mencintai ilmu pengetahuan. Bahkan diceritakan
ia sengaja mengumpulkan sekelompok ahli filsafat yunani yang tinggal dimesir untuk
datang kepadanya kemudian, beliau menyuruh mereka mereka menerjemahkan karya-
karya inilah awal dimulainya kegiatan penerjemahan dan untuk menyimpan hasil-hasil
dari terjemahan tersebut ia mendirikan perpustakaan.
C. Perkembangan Perpustakaan di Dunia Islam Masa Klasik
Perkembangan seni produksi buku yang tak ada duanya dalam Islam disebabkan
karena ketertarikan para hartawannya yang penuh semangat terhadap buku. Dunia ilmu
telah menikmati kedudukan yang sedemikian tinggi, sehingga wajarlah jika orang-orang
yang mampu ikut mengambil bagian dan mengusahakan kemajuannya.Al-Qalqasyandi
mengatakan bahwa ada tiga perpustakaan besar dalam Islam yaitu perpustakaan Abbasiyah
di Baghdad, perpustakaan Fathimiyah di Kairo dan perpustakaan Umayyah di Cordoba.
1. Perpustakaan Islam Pada Masa Daulah Umayyah
a. Masa Daulah Umayyah I (Damaskus)
Pada masa Daulah Umayyah, kebijakan pemerintahan lebih banyak di
orientasikan pada pengembangan (expansi) wilayah kekuasaan dan pembangunan
kepemerintahan. Menurut Yusuf Al-Isy (2007) Bani Umayyah ini berambisi dalam
menjadikan kepemerintahannya sebagai negara adidaya, mereka tidak ingin
tersaingi dari bangsa lain. Oleh sebab itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk
menguasai seluruh negeri untuk membangun kekaisaran yang agung. Selain itu
pada masa Daulah Umayyah kondisi politik dan dan pemerintahan juga msih banya
diwarnai dengan berbagai konflik, terutama dari kalangan atau kelompok-

7
kelompok yang tidak setuju dengan pemerintahan seperti pengikut setia Ali yang
dikenal dengan kelompok Syiah, Khawarij, dan kelompok lainnya yang tidak
senang dengan pemerintahannya.
Berdasarkan keterangan sejarah pada masa Daulah Umayyah dalam kegiatan
intelektual kurang menjadi perhatian, hampir sebagian besar masa pemerintahan
Daulah Bani Umayyah dipergunakan untuk memperluas wilayah kekuasaan
sehingga seluruh potensi yang ada dikerahkan untuk tujuan tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan di masa Umayyah masih sangat terbatas, baik
ragam dan jumlahnya. Pada umumnya ilmu pengetahuan yang berkembang ialah
ilmu agama atau syariah dan terbatas pada tujuan praktis untuk keperluan
pengajaran agama masyarakat terutama pada kalangan yang baru memeluk agama
islam.
Hal yang berbeda saat masa kepemimpinan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz
yang memprioritaskan pembangunan dalam negeri, keberhasilannya antara lain
ialah menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah, memberi kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya, pungutan pajak
diperingan, dan kedudukan mawali (non Arab) disejajarkan dengan muslim Arab.
Dengan keberhasilan dan keteladanannya, maka Umar ibn Abdul Aziz sering
disebut-sebut sebagai khalifah kelima setelah Ali ibn Abi Thalib. Bahkan umar ibn
Abdul Aziz sangat memperhatikan dalam bidang keilmuan atau pendidikan,
cakupan keilmuannya tentang teologi dan keagamaan, misalnya legalisasi
penyusunan al-Qur’an pada masa Utsman yang telah disusun oleh Abu Bakar. Di
bidang kesastraan, muncul para penyair terkenal, seperti Umar ibn Abi Rabi’ah,
Tuwais, Ibnu Suraih, dan Al-Garidh.
Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz mengirimkan 10 orang fuqaha ke Afrika Utara
dalam mengajarkan ilmu agama. Pada umumnya mereka diutus oleh khalifah
mengajarkan ilmu-ilmu agama di masjid. Oleh karena itu pada masa ini
berkembang khalaqah-khalaqah di berbagai mesjid di wilayah kekuasaan islam.
Masjid pada masa ini merupakan pusat studi utama dalam mengajarkan ilmu-ilmu
agama. J. Pedersen menyebutkan bahwa Yazin Ibn Habib diutus oleh Khalifah
Umar Ibn Abdul Aziz untuk menjadi mufti di Mesir dan disebut sebagai pengajar
yang utama didaerah tersebut. Bersama seorang guru al-laits ia mengajar di
wilayah tersebut pada khalaqah di masjid.

8
Pada masa daulah umayyah inilah dimulainya gerakan penerjemahan sebagai
literatur dari yunani. Selain penerjemah hal penting yang tidak bisa dilupakan pada
masa daulah umayyah era khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah telah
dikodifikasinya hadist secara resmi oleh khalifah. Maka pada masa ini lengkaplah
apa yang dirumuskan oleh masa-masa sebelumnya yaitu masa nabi dan khulafah
ar-rasyidin untuk merekam secara tertulis sumber ajaran islam menjadi satu
rekaman yang utuh dan menyeluruh. Dari sinilah kemudian tradisi tulisan dan
keilmuan tersebut melahirkan perpustakaan islam. Pada perpustakaan inilah tafsir
alquran dan karya-karya terjemahan dari yunani tersimpan.
Masa daulah umayyah adalah masa perkembangan awal perpsutakaan islam
Latar belakang berdirinya perpustakaan tersebut disebutkan pedersen karena khalid
ibn Yazid Ibn Muawiyah kecewa tidak mendapatkan kekhalifahan. Oleh karena itu
untuk menghibur diri, ia mendirikan perpustakaan. Keterangan yang sama
dikemukakan oleh Mansoor A.Quraishi bahwa sejarah perpustakaan telah ada
semenjak masa Bani Umayyah yang didirikan oleh khalid ibn Yazid Ibn
Muawiyah. Khalid Ibn Yazid merupakan orang yang baik dan bijaksana, dan Ia
sangat gemar dan mencintai ilmu pengetahuan.6
Bahkan diceritakan ia sengaja mengumpulkan sekelompok ahli filsafat yunani
yang tinggal dimesir untuk datang kepadanya kemudian, beliau menyuruh mereka
mereka menerjemahkan karya-karya inilah awal dimulainya kegiatan
penerjemahan dan untuk menyimpan hasil-hasil dari terjemahan tersebut ia
mendirikan perpustakaan Kegiatan yang menandai perkembangan perpustakaan ini
adalah kegiatan penerjemahan. Setelah umat islam menemukan kertas maka
perpustakaan islam mulai didirikan oleh orang-orang kaya,kalangan bangsawan
dan istana-istana para penguasa. Karena al-quran mengharuskan individu-individu
untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menyediakan kekayaan yang dimilikinya
bagi orang lain yang kurang beruntung, maka para hartawan membiayai
pembangunan perpustakaan dan seringkali membukanya untuk para ilmuan dan
kadang-kadang untuk umum.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Marwan Perkembangan selanjutnya di
masa daulah umayyah adalah seperti gerakan penerjemahan berbagai literatur
yunani kemudian di terjemahkan kedalam bahasa suriah dan diterjemahkan lagi ke

6
Didin saepudin.2016,perpustakaan dalam sejarah islam:Riwayat tradisi pemeliharaan khazanah intelektual islam.
Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXII No.1

9
dalam bahasa arab, Khalifah Marwan juga pernah memerintahkan penerjemahan
sebuah buku kedokteran karya aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam
bahasa suriah, dan kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa arab.7
b. Masa Daulah Umayyah II (Andalusia)
Andalusia yang semula bernama Vandal pada abad ke-2 sampai ke-5 Masehi
merupakan wilayah kekuasaan Romawi, tapi kemudian ditaklukan oleh bangsa
Vandal pada awal abad ke-5 Masehi. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke
Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya
bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan
kemunduran kerajaan itu Kemudian setelah Witiza, raja Gothia meninggal
digantikan oleh Roderick. Kenaikan Roderick ini tidak disukai oleh putra Witiza,
dan untuk merebut kekuasaan mereka bekerja sama dengan Graf Julian yang
meminta bantuan pada Musa bin Nushair, gubernur Muawiyah di Afrika. Musa
kemudian minta ijin pada Khalifah walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di
Damaskus (khalifah ke-6 Bani Umayyah), dan segera dikirmlah pasukan sebanyak
500 orang dibawah pimpinan Thariq bin Malik untuk menyerbu Spanyol.
Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan gerak cepat di
bawah komando Thariq bin Ziyad, yang kemudian terkenal dengan selat Gibraltar
atau Jabal Thariq. Mendengar kemenangan Thariq, Musa akhirnya tertarik untuk
melakukan penyerangan terhadap Spanyol. Jika Thariq menaklukan kota bagian
barat maka Musa menaklukan bagian timur seperti Sevilla, Marida, dan Toledo.
Dan setelah keduanya bergabung mereka menaklukan Aragon, Castilia, Katalona,
Saragosa dan Barcelona hingga ke pegunungan Pyrenia. Setelah jatuhnya wilayah
Andalusia ke tangan pemerintahan Daulah Umayyah diperkirakan terdapat enam
orang gubernur yang bertugas mewakili pemerintahan Umayyah di Damaskus.
Pada periode ke 3 Daulah Umayyah Andalusia dipimpin oleh seorang khalifah
salah satunya Hakam II. Hakam merupakan anak dari Abd Al-Rahmah III.
Sepeninggal ayahnya, Hakam mengambil alih kursi kepemimpinan Andalusia.
Pada masa kepemimpinannya masih banyak terjadi pemberontakan dan
peperangan. Namun tidak mengurangi kemajuan yang di buat oleh Hakam II. Salah
satu kemajuannya adalah dengan memajukan bidang pendidikan, ekonomi dan
pembangunan.

7
Amin Abdullah, “Penerjemahan Karya Klasik” dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam,
Yogyakarta:Grahapustaka,1998),h.16

10
Dalam bidang pendidikan contohnya Seperti munculnya Perpustakaan-
perpustakaan besar di Cordova8, Granada dan Sevilla, Spanyol masa Daulah Bani
Umayyah II. Perpustakaan daulah ini didirikan oleh Khalifah al-Hakam II pada
dekade akhir abad ke-10 M. terletak di pusat Ibu Kota, Cordova, sehingga nama
perpustakaan pun dikenal dengan Perpustakaan Khalifah alHakam II. Pada masa
ini, perpustakaan Islam tidak hanya berada di dalam istana kerajaan (daulah), tetapi
juga menjamur di berbagai kota di Cordova, yang menunjukkan suatu
perkembangan yang pesat dan kemajuan dalam kepustakaan Islam. Para ilmuwan
Muslim seperti Ibn Hazm, menjadi pemilik perpustakaan pribadi yang mengoleksi
banyak buku. Demikian juga para pengembara dan para pebisnis (penjual) buku.
Mereka mengoleksi buku-buku kepustakaan yang baru bahkan paling langka dan
sulit diperoleh di kepustakaan khalayak (publik) dan membangun bangunan
perpustakaan dalam koleksi buku yang sangat banyak.
S.M. Imamuddin menyebutkan setidaknya terdapat 70 perpustakaan umum
(publik) di Cordova selama masa pemerintahan al-Hakam II yang diperuntukkan
bagi khalayak atau masyarakat awam. Jumlah ini belum mencakup perpustakaan
pribadi, perpustakaan masjid dan perpustakaan penguasa, baik khalifah menteri
maupun gubernur (kepala daerah setingkat provinsi). Jumlah koleksinya mencapai
400.000 (empat ratus ribu) koleksi buku. Menurut Mehdi Nekosten, jumlah
koleksinya lebih besar lagi, mencapai 600.000, diperuntukkan bagi publik. Selain
bukti jumlah nominal, kebesaran dan kelengkapan perpustakaan ini digambarkan
juga dengan sebuah lagenda bahwa “tidak ada buku yang tidak dapat ditemukan

8
Pada saat pemerintahan Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Spanyol. Cordoba saat itu juga dikenal sebagai
pusat ilmu pengetahuan. Volume kunjungan ke perpustakaan mencapai angka 400.000 kunjungan, sementara volume
pengunjung perpustakaan-perpustakaan besar di Eropa lainnya jarang mencapai angka seribu. Cordoba mengalami
kemajuan pesat dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual. Pada masa kekuasaan Abdurhaman III,
didirikan Universitas Cordoba yang terkenal dan menjadi kebanggaan umat Islam. Banyak mahasiswa dari berbagai
negara, termasuk mahasiswa Kristen dari Eropa, menuntut ilmu di universitas itu. Geliat pendidikan di Cordoba
makin bersinar pada era pemerintahan Al Hakam Al Muntasir. Sebanyak 27 sekolah swasta didirikan, bahkan
gedung perpustakaan mencapai 70 buah. Anak-anak miskin dan terlantar bisa bersekolah secara gratis di 80 sekolah
yang disediakan pemerintah. Pendek kata, Cordoba masa itu dikenal sebagai the greatest centre of learning di Eropa
ketika kota-kota lain di benua itu berada pada masa kegelapan. Cordoba bagai bunga yang menebar harum di Eropa
pada abad pertengahan sebagaimana digambarkan oleh seorang penulis Lane-Poole sebagai the wonders of the
world. Cordoba menjadi kota termegah pada masanya. Kejayaannya banyak menginspirasi penulis Barat dan banyak
digambarkan oleh para ahli sejarah ataupun politik sebagai cikal bakal pembawa kemajuan bagi Barat di masa
sekarang. Saat Cordoba berada dalam puncak kejayaannya pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi, kota ini dipenuhi lebih
dari 200.000 rumah, sekitar 600 masjid, dan tak kurang dari 50 rumah sakit serta sejumlah pasar besar yang menjadi
pusat perdagangan dan sentra perekonomian. Di antara ratusan masjid yang ada di sana, masjid termegah dan
terbesar adalah Le Mezquita atau Masjid Cordoba.

11
dalam perpustakaan al-Hakam ini.” Selain memiliki jaringan dengan kepustakaan
dunia Timur (Arab), khususnya Shiria dan Iraq, perpustakaan daulah ini juga
memiliki hubungan dan jaringan yang baik dengan kepustakaan Barat (Eropa) yang
lain. Terbukti bahwa Daulah Bani Umayyah II di bawah kepemimpinan Khalifah
Abdurrahman menerima hadiah dari Kaisar Byzantium berupa suatu karya Yunani
yang ditulis di mukanya dengan tinta emas dan dihias dengan sangat indah. Salah
satu perpustakaan bani umayyah II di Cordoba adalah:
 Perpustakaan Al-Umawiyah
Ibnu Hazm mengisahkan tentang betapa besarnya perpustakaan al-
umawiyah “talid al-fata pegawai perpustakaan al-umawiyah di cordoba
menceritakan bahwa jumlah katalog yang memuat nama-nama buku disana
berjumlah 44 katalog, setiap katalog terdiri dari 50 lembar. Didalamnya
hanya tertulis nama-nama buku saja. Jadi katalog buku-buku di perpustakaan
al-umawiyah terdiri dari 2200 halaman. Ini menunjukan betapa besarnya
perpustakaan milik kerajaan tersebut. Diperkirakan setidaknya ada 100.000
buku memenuhi koleksinya.9
 Perpustakaan bani ammar
Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru di zamannya.
Banni ammar memperkerjekan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang
untuk menjelajah negeri-negeri yang mengumpulkan buku-buku yang
berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing.
Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000 terdapat 180 penyalin yang
menyalin buku-buku disana.
 Perpustakaan al-Hakam
Perpustakaan al-Hakam memiliki koleksi 400.000 buah perpustakaan
ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai
44 bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap
dan penjilid-penjilid buku yang mahir.
 Perpustakaan pribadi Mahmud Al-Daulah ibn Fatik
Beliau adalah seorang yang ahli dalam menulis dan kolektor besar, ia
menghabiskan semua waktunya untuk membaca dan menulis. Hal inilah yang
membawanya ke jenjang popularitas. Oleh karena itu keluarganya merasa di

9
Muhammad Sya’ban Ayyub. Almaktabah al-umawiyah fi an andalus.

12
abaikan, sehingga ketika ia meninggal, keluarganya berupaya untuk
membuang buku-buku nya karena di bakar oleh kemarahan.
2. Perpustakaan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Dalam peradaban umat islam bani abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban umat islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang pada masa ini
banyak kesuksesan yang diperoleh bani abbasiyah baik itu bidang ekonomi, politik, dan
ilmu pengetahuan. Dinasti abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 oleh Abu Abbas
al-Shafah dans ekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan dinasti abbasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama lima abad dari tahun 132-
656 H 9750-1258 M).
Daulah abbasiyah merupakan daulah yang paling lama berkuasa diantara
daulah-daulah lain dalam islam. Sebagai sebuah daulah dan seperti daulah-daulah
dalam islam, abbasiyah mencapai kejayaan politik dan intelektual mereka segera
didirikan. Terutama pada masa-masa awal yakni terhitung dari masa pemerintahan
khalifah pertama yaitu Shafah hingga pemerintahan khalifah kesembilan yaitu al-wasiq.
Dan mencapai puncak keemasan pada masa khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun
putranya.
Hal ini memberikan dorongan besar tidak saja bagi gerakan penulisan,
penterjemahan, dan pengarangan, akan tetapi juga gerakan pengumpulan naskah.
Koleksi naskah ini ditempatkan dalam perpustakaan pribadi maupun umum. Di istana,
rumah ilmuan, sekolah, dan bahkan dilingkungan masyarakat umum. Perpustakaan
memperoleh tempat yang terhormat.
Melalui kebangkitan dan perkembangan ilmu-ilmu inilah Abbasiyah menjadi
begitu terkenal di luar arab dan islam di samping karena kemenangan tentara islam atas
orang Bizantium. masa keemasan islam periode Abbasiyah ini ditandai oleh berbagai
hal seperti: berdirinya rumah sakit, berkembangannya perpustakaan muslim seperti
perpustakaan al-haidariyah,perpustakaan Darul Hikmah,perpustakaan An-Nashir Li
Dinililah, dan berdirinya perpustakaan terbesar Bayt al-Hikmah, dan perkembangan
ilmu pengetahuan lain.salah satu perpustakaan pada masa bani Abbasiyah:10
 Perpustakaan Bait Al-Hikmah
Perpustakaan Bait al-Hikmah dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid
pada awal abad ke-3 H./awal abad ke-9 (789 – 809 M.), yang mana berbagai ilmu

10
Riana Intan,2008. peranan perpustakaan dalam membantu pengembangan ilmu pengetahuan masa islam klasik
(sebuah kajian teoritis tentang perpustakaan bani umayyah).Jakarta: Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

13
pengetahuan dalam Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan, seni & kesusasteraan,
filsafat, Astronomi, Kimia, Al-Jabar dan yang lainnya tengah mencapai
perkembangannya yang pesat. Ia adalah perpustakaan terbesar di Iraq dan di dunia
pada masanya, yang kemudian berhasil dikembangkan oleh Khalifah al-Ma’mun,
putra Khalifah Harun al-Rasyid, selain sebagai perpustakaan juga pusat kajian
keilmuan dan sebuah akademi. Sejak masa Khalifah Harun al-Rasyid, telah terjadi
pembidangan keilmuan. dalam Perpustakaan Bait al-Hikmah, beragam disiplin
keilmuan menjadi sumber dan referensi yang dikoleksi. Pengoleksian itu dilakukan
berdasarkan pembidangan ilmu dengan menyebutkan kluster dan disiplin
keilmuannya, termasuk keilmuan yang dihasilkan dari penerjemahan bahasa asing
(non Arab), seperti keilmuan Yunani, yang dominan dengan penerjemahan
filsafatnya. Ada empat pembagian bidang keilmuan yang dikelola dalam
Perpustakaan Bait al-Hikmah. Pertama, bidang ilmu-ilmu berbahasa Arab. Kedua,
ilmu-ilmu berbahasa Persia. Ketiga, ilmu-ilmu berbahasa Yunani. Dan keempat
ilmu-ilmu berbahasa Suryani (Shiria). Masing-masing dipegang oleh seorang
kepala/divisi keilmuan. Masing-masing kepala divisi itu berada di bawah
kepemimpinan seorang direktur perpustakaan.
Salah satu perkembangan perpustakaan Baith Al-Hikmah yaitu ditandai dengan
beberapa hal yang berkaitan dengan aktivitas keilmuan seperti penerjemahan.
Gerakan penerjemahan telah terjadi di masa Daulah Umayyah yang pertama kali
di pelopori oleh Khalid bin Yazid bin Muawiyah, kemudian gerakan secara besar-
besaran dilanjutkan pada masa Daulah Abbasiyyah yang di pelopori oleh Khalifah
al-Mansur. Karya-karya yang diterjemah adalah Khalilah wa Dimnah yang berasal
dari Persia,Sindind dan India. Dan sebagian karya Aristoteles mengenai mantiq
(logika) dan yang lainnya. Penerjemah terkenal pada masa ini adalah Ibn al-
Muqaffa’.George bin Gabrail, Yuhanna bin Masuwayh.11
 Perpustakaan madrasah Nizamiyah
Perpustakaan madrasah nizamiyah didirikan pada 1065 M oleh Nizam al
mulk. Ia adalah seorang perdana menteri dalam pemerintahan saljuk, koleksi di
perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan. Diantara nya
pustakawan yang terkenal di nizamiyah adalah abu zajkariah, ya’qub ibn sulaiman
al-askari.

11
Nur Ahmad Fadhil Lubis,2003, ”Dinasti Abbasiyah” dalam Ensiklopedia Tematis,
Bandung:Rosdakarya,.h,103

14
 Perpustakaan khalifah mustansir (perpustakaan al-mustanriyah)
Didirikan pada 1227 M, uniknya perpustakaan ini memiliki rumah sakit, oleh
karena itu perpustakaan ini berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit. Buku-
bukunya didapat dari sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan
buku-buku yang langka. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup besar, dari
milik kerajaan saja perpustakaan mustanriah mendapatkan 80.000 buku.12
3. Perpustakaan Islam Pada Masa Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah
islam. Pada awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari
kekuasaan daulah Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad sebelum
ditaklukkan oleh dinasti Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din al-
Ayyubi. Fatimiyah adalah dinasti Syi’ah yang dipimpin oleh 14 Khilafah atau Imam di
Afrika Utara (909 – 1171). Dinasti ini dibangun berdasarkan konsep Syi’ah keturunan
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (anak Nabi Muhammad saw). Kata fatimiyah
dinisbatkan kepada Fatimah, karena pengikutnya mengambil silsilah keturunan dari
Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Dinasti Fatimiyah juga disebut dengan Daulah
Ubaidiyah yang dinisbatkan kepada pendiri dinasti yaitu Abu Muhammad Ubaidillah al
Mahdi (297-322). Pada perkembangannya dinasti Fatimiyyah mampu membangun
sistem pemerintahan yang maju, ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan masih
banyak lagi.
Salah satu contoh terkemuka adalah Perpustakaan Dar al-‘Ilm. Letaknya dalam
kompleks Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir. Pelopornya adalah Dinasti Fatimiyyah.
Sejak awal, para sultan Fatimiyyah mendirikan perpustakaan itu dalam konteks
persaingan dengan Dinasti Abbasiyah.Kunci kemenangan fastabiqul khairat ini terletak
pada peningkatan mutu perpustakaan. Maka berdirilah mula-mula Masjid Al-Azhar
pada 971 sebagai pusat aktivitas keagamaan dan keilmuan. Awalnya, nama masjid
tersebut bukanlah al-Azhar, melainkan Jami’ al-Kahhirah. Institusi ini kemudian
dinamakan al-Azhar supaya nisbahnya sampai kepada putri Rasulullah SAW, Fatimah
az-Zahra. Kegiatan akademis di Masjid Al-Azhar berlangsung empat tahun sejak
pendiriannya. Kuliah perdana disampaikan Abu hasan Ali bin Muhammad bin an-
Nu'man selaku kadi tertinggi Dinasti Fatimiyah kala itu. Wangsa tersebut kemudian
terimbas geger politik, sehingga tergantikan oleh Dinasti Ayyubiyah.

12
Sismarni.2009. Perpustakaan islam periode klasik. Jakarta: Pusat kajian budaya islam.

15
Pada masa transisi, Universitas Al-Azhar sempat redup, tetapi kembali hidup
pada era pemerintahan Ayyubiyah. Perpustakaan memegang fungsi yang amat penting
dalam sistem pengajaran di al-Azhar, yang berupa lingkaran studi di dalam masjid
(halaqah), diskusi-diskusi (niqasy), dan dialog (hiwar). Nama perpustakaannya adalah
Dar al-‘Ilm. Penyelenggaraan Dar al-‘Ilm sesungguhnya telah berlangsung sejak era
Khalifah al-Hakim dari Dinasti Fatimiyyah. Dia pula yang merintis kegiatan donasi,
yang berupa ribuan buku dari rumah pribadinya untuk Dar al-‘Ilm.
Perpustakaan tersebut dibuka untuk umum. Katalog bertahun 435 hijriah (1045
M) menunjukkan, Dar al-’Ilm mengoleksi sebanyak 6.500 buku bertema astronomi,
arsitektur, dan filsafat. Pada zaman pemerintahan Al-Muntasir (1036–1094),
perkembangannya mokulai begitu pesat. Ketika Dinasti Fatimiyyah runtuh,
penggantinya hendak menjual semua warisan penguasa terdahulu itu, termasuk buku-
buku di Dar al-‘Ilm. Beruntung, al-Fadhil al-Basyani berhasil menyelamatkan banyak
koleksi dari perpustakaan itu. Kadi Dinasti Ayyubiyah itu sampai-sampai mesti
membeli kembali buku-buku yang sempat terjual di pasaran. Semua upaya itu
dilakukannya lantaran rasa cinta terhadap dunia literasi. Selain itu, al-Basyani juga
berjasa menyumbang sekitar 100 ribu buku ke pelbagai madrasah Al-Fadhiliyah yang
didirikannya. Pencinta buku lainnya di Kairo adalah Abdus Salam al-Qazwni. Koleksi
pribadinya mencapai 40 ribu buku, yang di antaranya merupakan hasil pembeliannya
dari istana Dinasti Fatimiyyah. Bahkan, sumber Abu Shama menyebut jumlah
koleksinya mencapai dua juta buku.13
D. Kemunduran dan Kehancuran Perpustakaan Pada Masa Klasik
Tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini, begitulah kata-kata bijak yang sering
terdengar. Kemajuan dan perkembangan yang luar bisa yang dicapai umat muslim lambat
laun juga mengalami kemunduran. Banyak faktor yang menjadi penyebab kemunduran
perpustakaan-perpustakaan. Selain persoalan-persoalan internal yang terjadi di kalangan
umat islam, faktor-faktor eksternal yang berasal dari luar umat islam juga telah menjadi
penyebab dari kemunduruan dan kehancuran perpustakaan-perpustakaan di dunia islam.
Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor yang menjadi penyebab dari kemunduran
perpustakaan tersebut:14

13
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2010). hal 138-141
14
Sariono,2011. KEMAJUAN DAN KEMUNDURAN ISLAM : periode klasik (650-1000 M), periode pertengahan
(1250-1500 M). Jakarta:graha pustaka.

16
1. Kemunduran pada masa Dinasti Abbasiyah
Masa-masa kemajuan dunia islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya,
yang pengaruhnya telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia non
muslim pada akhirnya juga mengalami masa-masa kemundurannya. Berbagai macam
krisis yang sangat komplek sekali telah menerpa dunia islam. Jatuhnya kota Bagdad
pada tahun 1258 M ke tangan bangsa mongol bukan saja mengakhiri khilafah
Abbasiyah, tetapi merupakan juga awal kemunduran peradaban islam, karena Bagdad
sebagai pusat kebudayaan dan peradaban islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan mongol yang di
pimpin Hulagu Khan.
Bagdad yang terkenal sebagai pusat kebudayaan dan pengetahuan islam, pada
tahun 1258 M mendapat serbuan tentara mongol. Tentara mongol menyembelih seluruh
penduduk dan menyapu Bagdad bersih dari permukaan bumi. Dihancurkan segala
pusaka dan peradaban yang telah dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-
kitab yang telah dikarang oleh ahli ilmu pengetahuan bertahun-tahun lalu dihanyutkan
ke dalam sungai dajlah, sehingga berubah warna airnya lantaran tinta yang larut.
Khalifah sendiri beserta keluarganya dimusnahkan sehingga terputuslah keturunan
abbasiyyah dan hancurlah kerajaannya yang telah lama bertahta selama 500 tahun.
 Serangan tentara salib
Perang salib merupakan peperangan yang terjadi antara orang-orang kristen
dan umat islam. Peperangan ini terjadi pada masa kekuasaan Daulah Abbasiyah,
kekuasaan Daulah Abbasiyah terbagi dalam tiga periode secaa umum ketiga
periode tersebut terdiri dari periode pertama yaitu berlangsung dari tahun 132-232
H, atau sering disebut masa kejayaan islam. Periode kedua berlangsung dari tahun
232-590 H atau masa kerajaan-kerajaan kecil dan periode ketiga berlangsung dari
tahun 590-656 H, atau masa kemunduruan dan kehancuran yang ditandai dengan
hancurnya kota Baghdad sebagai simbol kekuasaan Abbasiyah.
Setelah melewati masa kejayaan yang berpuncak pada masa kekuasaan
khalifah al-makmun, pemerintha daulah abbasiyah mulai mengalami keguncangan.
Para kalifah pengganti sesudah al-makmun mempertahankan roda pemerintahan
dengan baik sehingga banyak wilayah-wilayah yang menjadi kekuasaannnya mulai
menarik dukungan dan akhirnya memerdekakan diri. Pada periode kedua ini,
kendali pemerintah abbasiyah bukan oleh para kalifah akan tetapi di pegang oleh
para pembantunya/ wazir. Pada periode ini tercatat tiga golongan besar pada

17
pemerintahan abbasiyah, yaitu kaun turki, bani buaya, dan bani saljuk. Perang salip
ini bermula dari penyerbuan tentara romawi, gergia, dan prancis yang dipimpin
oleh raja armanus (raja romawi) ke wilayah muslim. Kekalahan tentara romawi ini
yang memicu terjadinya perang salib.
Perang salib telah membawa petaka besar yang membuat perpustakaan-
perpustakaan dunia islam seperti di kota tripoli, maarah, al-quts, ghazzah, asqalan
dan kota-kota liannya jadi hancur. Kehilanggan buku-buku akibat serangan dan
pembakaran yang dilakukan oleh tentara salib di tripoli di perkirakan mencapai
jumlah sekitar tiga juta buku. Perpustakaan muslim di tripoli telah di hancurkan
oleh tentara salip atas komando seorang Rohib yang tidak senang saat menemukan
banyak A-Quran disana.
Meskipun demikian tidak semua koleksi-koleksi perpustakaan di wilayah
muslim dihancurkan sebagian besar koleksi besar perpustakaan islam justru di
bawa ke eropa mereka diam-diam melakukan penerjemahan buku karya ilmuan
islam ke dalam bahasa latin.
 Invansi Pasukan Tar-tar Terhadap Negeri-negeri Islam
Tartar adalah komunitas suku yang tinggal di Asia tengah di antara danau
Baikal dan pengunungan Al-Tani yang merupakan anak gunung yang berpusat
antara Rusia dan Cina. Mongol merupakan bagian daari bangsa Tartar. Bangsa
mongol memasuki negeri-negeri muslim melalui bukhara.di bawah jenghis khan,
pasukan tartar berhasil manaklukan bukhara, yang kemudian dilanjutkan kekota
samarkad. Setelah ditaklukan, samarkand ini kemudian menjadi pusat penyerangan
kenegeri-negeri muslim lainnya.
Salah satunya penyerangan ke kota baghdad dimulai pada tahun 1258 M/656
H, yaitu pada masa khalifah Al-Mu’tashim. Akibat penyerangan ini berakibat pada
perkembangan perpustakaan dituturkan oleh para sejarawan. Pasukan tartar yang
dipimpin oleh hulaga khan menyerang kota baghdad selama 40 hari dengan
melakukan perampasan, pembakaran, penghancuran, dan pembunuhan masal
terhadap penduduk,rumah-rumah ibadah dan perpustakaan-perpustakaan.
Sebelum menghancurkan tempat lain pasukan tartar terlebih dahulu
menghancurkan perpustakaan-perpustakaan umum, mereka membuang semua
buku-buku perpustakaan ke sungai Dajlah, sehingga sungai tersebut penuh dengan
buku-buku,seorang penunggang kuda dapat berjalan diatasnya seperti berjalan di

18
jalan biasa. Setelah berbulan-bulan air sungai berubah warna menjadi hitam pekat
akibat airnya bercampur dengan tinta buku.
Selain di baghdad, penyerangan pasukan tartar juga telah menghancurkan
perpustakaan-perpustakaan di berbagai kota seperti kota samarkand, dan
bukhara,nasib yang tragis juga terjadi diwilayah barat seperti di spanyol dan sisilia.
Orang-orang kristen barat berhasil menduduki wilayah tersebut disertai dengan
penghancuran dan pembakaran terhadap sebagian isi perpustakaan, dan sebagian
lagi di bawa kenegara mereka.philip II mendirikan sebuah escorial yang berisi
buku-buku dan manuskrip islam.
 Persoalan Pribadi atau Keluarga
Persoalan pribadi atau keluarga juga menjadi faktor kemunduran perpustakaan
di dunia islam, terutama pada perpustakaan-perpustakaan khusus (Pribadi). Di
kalangan umat islam memang terdapat orang-orang yang sangat gemar membaca
buku. Mereka mencintai buku melebihi dari diri dan keluarganya sehingga banyak
istri-istri merasa diabaikan dan merasa cemburu istri al-Zuhri pernah cemburu pada
buku-buku karena suaminya sangat asyik membaca buku-buku di perpustakaannya.
Ia berkata kepada suaminya (al-Zuhri) : “Demi Allah, buku-buku itu lebih berat
atas diriku dari pada tiga orang madu”.
Kecemburuan dan kekecewaan atas sikap suaminya telah membawa petaka bagi
nasib perpustakaan-perpustakaan, terutama perpustakaan khusus. Amir Bin Fatik,
salah satu penguasa di Mesir abad ke-5 Hijriah memiliki sebuah perpustakaan
besar. Sebagian besar waktunya ia habiskan untuk membaca di perpustakaannya.
Karena merasa sering diabaikan oleh suaminya, setelah Amir bin Fatik wafat,
istrinya menangisi dan meratapi kematiannya sambil melemparkan buku-buku
yang ada di perpustakaan ke dalam kolam besar yang berada ditengah-tengah
rumahnya. Demikianlah nasib tragis yang dialami perpustakaan-perpustakaan di
dunia islam. Sampai sekarang perkembangan perpustakaan di dunia islam belum
menunjukkan hal yang menggembirakan.15
2. Kemunduran pada masa dinasti Umayyah di Andalusia (Cordoba)
Pada tanggal 19 juli 711 M atas permintaan putra witiza yang kalah saingan
dengan raja Roderick dalam memperebutkan kekuasaan di wilayah Andalusia
gubernur afrika utara, Musa bin Nusair mengutus Thariq bin Ziyad untuk berangkat

15
Agus Rifai, Perpustakaan Islam:Konsep,Sejarah,dan kontribusinya dalam membangun peradaban
islam masa klasik,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2013)H.83

19
ke Andalusia untuk membebaskan rakyat dari tekanan raja Roderick. Thariq
membawa 7.000 pasukan yang sebagian terdiri dari orang-orang barbar. Sedangkan
raja Roderick membawa 25.000 orang tetapi pasukan sebesar ini bisa dikalahkan oleh
kaum muslimin yang bekerjasama dengan rakyat Ghatic untuk menggulingkan
kekuasaan Roderick.
Setelah mengalahkan Roderick disusul dengan daerah daerah yang lainnya
tanpa ada perlawanan yang berarti. Sehingga wilayah Andalusia seluruhnya telah
dikuasai oleh orang-orang muslim. Dibawah pimpinan Thariq rakyat saling
berdampingan baik muslim atau non muslim, arab atau non arab, merdeka atau budak
sehingga dalam pemerintahannya mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Ketika Bagdad dihancurkan oleh tentara mongol yang dipimpin Hulagu Khan
(anak Jenghiz Khan), sebanarnya Umayah di Andalusia juga sedang mengalami
sebuah krisis pemerintahan dimana kekuasaan Islam sudah banyak yang terlepas
karena mengalami berbagai macam faktor diantaranya mendapatkan serangan dari
tentara-tentara kaum Kristen yang tidak rela tanahnya diduduki oleh pendatang. Satu
demi satu wilayah kekuasaan islam berhasil direbut kembali oleh kaum kristiani, kota
Toledo yang menjadi pusat peradaban islam terbesar di eropa berhasil direbut oleh
Alfonso VI dan Castilia pada tahun 1085, Alfonso VIII pada tahun 1212 berhasil
merebut navas de Tolosa dan Andalusia. Pada tahun 1236 M Cordova jatuh ke tangan
Ferdinan III dari Castilia, dan pada tahun 1492 M kota Granada yang menjadi satu-
satunya kota yang tersisa di tangan bani Umayah jatuh ke tangan raja Ferdinand dari
Aragon yang beraliansi dengan ratu Isabella dari Castilia. Satu tahun (1493) setelah
kemenangan tersebut dalam rangka untuk menghilangkan symbol-simbol atau jejak-
jejak Islam maka mereka menyapu bersih kaum muslimin dengan cara dipaksa,
Masjid-masjid disulap menjadi gereja-gereja dan kebudayaan-kebudayaan islam yang
tak ternilai harganya dihancurkan dengan rasa gembira.
3. Kemunduran pada masa Dinasti Ftimiyah
 Konflik Internal Di Kalangan Umat Islam
Selain karena faktor yang berasal dari luar sebagaimana dijelaskan diatas,
kehancuran perpustakaan di dunia islam juga diakibatkan oleh perusakan dan
penghancuran sebagai akibat berbagai ketegangan yang terjadi masyarakat islam
sendiri. Seperti diketahui bahwa setelah meninggalnya khalifah Al-makmun pada
tahun 218 H, para khalifah pengganti tidak memiliki jiwa yang kuat, ketegangan

20
internal umat islam ini dapat diakibatkan karena kepentingan politik, dan
golongan atau sentimen aliran.
Tentara Turki yang menyerang khalifah Fatimiyah di kairo telah
menghancurkan perpustakaan al-hakim dengan membuang buku-bukunya ke
sungai Nil, dan merobek-robek serta membakar isi buku. Sebagian dari mereka
mengambil sampul-sampul buku untuk di jadikan sandal yang mereka
pakai,kemudian manuskrip-manuskrip dikumpulkan dan ditumpuk hingga
menyerupai gundukan gunung yang di kenal sebagai “Hil of the books” yang
berada di deket kota abyar sebelum akhirnya di bakar. Selain itu perpustakaan-
perpustakaan para khalifah fatimiyah di kairo, mesir yang memiliki koleksi lebih
dari 2.000.000 buku dari berbagai bidang ilmu pengetahuan juga tidak lepas dari
pengahncuran umat islam itu sendiri. Disebutkan bahwa salahudin al-ayyubi
memiliki peran dan penghancuran perpustakaan-perpustakaan tersebut karena
alasan sentimen aliran. Koleksi-koleksi perpustakaan dinasti fatimiyah di
musnahkan karena banyak yang bertentangan denga mahzab ahli sunnah.
Pertentangan ini juga yang menyebabkan kehancuran perpustakaan. Di
Haleb (alepo) terdapat sebuah perpustakaan besar yang disebut “Khazanah
sufisme”. Ketika terjadi bentrokan karena fitnah antara sunnah dan syi’ah pada
hari hari Asyura, perpustakaan tersebut dirampas dan isinya tinggal sedikit (Al-
Siba’i,1992). Demikianlah konflik intern di kalangan umat islam,baik yang
bermuatan politis maupun agama telah menyebabkan beberapa kehancuran
perpustakaan di dunia islam.16

16
Agus Rifai, Perpustakaan Islam:Konsep,Sejarah,dan kontribusinya dalam membangun peradaban islam
masa klasik,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2013)H.76

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perpustakaan sebagai salah satu media pengembangan ilmu pengetahuan di dunia


Islam pada masa klasik telah berkembang dengan pesat. Perpustakaan telah mampu
dihadirkan dalam bentuk yang memadai, sehingga semua lapisan umat Islam dapat
memanfaatkannya. Pada masa klasik terkenal ada tiga perpustakaan besar dalam Islam yaitu
perpustakaan Abbasiyah di Baghdad, perpustakaan Fathimiyah di Kairo dan perpustakaan
Umayyah di Cordoba. Sementara itu, perpustakaan-perpustakaan pribadi seperti milik teman
Al-Mutawakkil, Al-Fath Ibn Khaqan (w. 861) dan Pangeran Dinasti Samaiyyah yaitu Nuh
misalnya merupakan contohnya perpustakaan yang telah memiliki koleksi buku yang
memadai dengan pelayanan yang cukup nyaman.

Perkembangan perpustakaan di dunia Islam dapat berkembang dengan adanya


kegiatan seperti penterjemahan, penemuan kertas dan adanya sejumlah khalifah Islam Islam
mencintai ilmu pengetahuan, lalu mendirikan perpustakaan sebagai sumber belajar. Meskipun
demikian, sebagian besar perpustakaan di masa klasik mengalami kehancuran seiring dengan
adanya konflik penguasa Islam dengan pihak lain seperti bangsa Tartar, umat Kristen, bangsa
Spanyol.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah, 1998,“Penerjemahan Karya Klasik” dalam Ensiklopedia Tematis Dunia


Islam, Yogyakarta
Abuddin Nata, 2010, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Afrizal,2017, Perpustakaan Era Islam Klasik Dan Perkembangannya Di Lembaga


Pendidikan Islam Indonesia Saat Ini, Jurnal Imam Bonjol, Vol. 1, No. 1
Agus Rifai,2013,Perpustakaan Islam:Konsep,Sejarah,dan kontribusinya dalam membangun
peradaban islam masa klasik,Jakarta:Raja Grafindo Persada
A Syalabi, 1973 , Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang

Didin saepudin.2016,perpustakaan dalam sejarah islam:Riwayat tradisi pemeliharaan


khazanah intelektual islam. Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan
Agama - Vol. XXII No.1

Muhammad Sya’ban Ayyub. Almaktabah al-umawiyah fi an andalus.

Nur Ahmad Fadhil Lubis,2003,”Dinasti Abbasiyah” dalam Ensiklopedia Tematis,


Bandung:Rosdakarya.

Riana Intan,2008. peranan perpustakaan dalam membantu pengembangan ilmu pengetahuan


masa islam klasik (sebuah kajian teoritis tentang perpustakaan bani
umayyah).Jakarta: Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Sismarni.2009. Perpustakaan islam periode klasik. Jakarta: Pusat kajian budaya islam.

Sariono,2011. KEMAJUAN DAN KEMUNDURAN ISLAM : periode klasik (650-1000 M),


periode pertengahan (1250-1500 M). Jakarta:graha pustaka.

Zuhairini dkk,2006, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Askara dan Departemen
Agama

23
24

Anda mungkin juga menyukai