Anda di halaman 1dari 18

Evolusi Bintang

Seperti manusia, bintang juga mengalami perubahan tahap kehidupan. Sebutannya adalah
evolusi. Mempelajari evolusi bintang sangat penting bagi manusia, terutama karena kehidupan
kita bergantung pada matahari. Matahari sebagai bintang terdekat harus kita kenali sifat-
sifatnya lebih jauh.

Dalam mempelajari evolusi bintang, kita tidak bisa mengikutinya sejak kelahiran sampai akhir
evolusinya. Usia manusia tidak akan cukup untuk mengamati bintang yang memiliki usia hingga
milyaran tahun. Jika demikian tentunya timbul pertanyaan, bagaimana kita bisa menyimpulkan
tahap-tahap evolusi sebuah bintang?

Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan kembali menganalogikan bintang dengan manusia.
Jumlah manusia di bumi dan bintang di angkasa sangat banyak dengan usia yang berbeda-beda.
Kita bisa mengamati kondisi manusia dan bintang yang berada pada usia/tahapan evolusi yang
berbeda-beda. Ditambah dengan pemodelan, akhirnya kita bisa menyusun teori evolusi bintang
tanpa harus mengamati sebuah bintang sejak kelahiran hingga akhir evolusinya.

Kelahiran bintang

Bintang lahir dari sekumpulan awan gas dan debu yang kita sebut nebula. Ukuran awan ini
sangat besar (diameternya mencapai puluhan SA) tetapi kerapatannya sangat rendah. Awal
dari pembentukan bintang dimulai ketika ada gangguan gravitasi (misalnya, ada bintang
meledak/supernova), maka partikel-partikel dalam nebula tersebut akan bergerak merapat dan
memulai interaksi gravitasi di antara mereka setelah sebelumnya tetap dalam keadaan
setimbang. Akibatnya, partikel saling bertumbukan dan temperatur naik.

Semakin banyak partikel yang merapat berarti semakin besar gaya gravitasinya dan semakin
banyak lagi partikel yang ditarik. Pengerutan awan ini terus berlangsung hingga bagian intinya
semakin panas. Panas tersebut dapat mendorong awan di sekitarnya. Hal ini memicu terjadinya
proses pembentukan bintang di sekitarnya. Demikian seterusnya hingga terbentuk banyak
bintang dalam sebuah awan besar. Maka tidaklah heran jika kita mengamati sekelompok
bintang yang lahir pada waktu yang berdekatan di lokasi yang sama. Kelompok bintang inilah
yang biasa kita sebut dengan gugus.

Akibat pengerutan oleh gravitasi, temperatur dan tekanan di dalam awan naik sehingga
pengerutan melambat. Di tahap ini, bola gas yang terbentuk disebut dengan proto bintang.
Apabila massanya kurang dari 0,1 massa Matahari, maka proses pengerutan akan terus terjadi
hingga tekanan dari pusat bisa mengimbanginya. Pada saat tercapai kesetimbangan, temperatur
di bagian pusat awan itu tidak cukup panas untuk dimulainya proses pembakaran hidrogen.
Maksud dari pembakaran di sini adalah reaksi fusi atom hidrogen menjadi helium. Awan ini pun
gagal menjadi bintang dan disebut dengan katai gelap.

Jika massanya lebih dari 0,1 massa Matahari, bagian pusat proto bintang memiliki temperatur
yang cukup untuk memulai reaksi fusi saat dirinya setimbang. Reaksi ini akan terus terjadi
hingga helium yang sudah terbentuk mencapai 10 – 20 % massa bintang. Setelah itu
pembakaran akan terhenti, tekanan dari pusat menurun, dan bagian pusat ini runtuh dengan
cepat. Akibatnya temperatur inti naik dan bagian luar bintang mengembang. Saat ini, bintang
menjadi raksasa dan tahap pembakaran helium menjadi karbon pun dimulai. Di lapisan
berikutnya, berlangsung pembakaran hidrogen menjadi helium. Setelah ini kembali akan kita
lihat bahwa evolusi bintang sangat bergantung pada massa.
Untuk bintang bermassa kecil (0,1 – 0,5 massa Matahari), proses pembakaran hidrogen dan
helium akan terus berlangsung sampai akhirnya bintang itu menjadi katai putih. Sedangkan
pada bintang bermassa 0,5 – 6 massa Matahari, pembakaran karbon dimulai setelah helium di
inti bintang habis. Proses ini tidaklah stabil, akibatnya bintang berdenyut. Bagian luar bintang
mengembang dan mengerut secara periodik sebelum akhirnya terlontar membentuk planetary
nebula. Bagian bintang yang tersisa akan mengerut dan membentuk bintang katai putih.

Berikutnya adalah bintang bermassa besar (lebih dari 6 massa Matahari). Di bintang ini
pembakaran karbon berlanjut hingga terbentuk neon. Lalu neon pun mengalami fusi membentuk
oksigen. Begitu seterusnya hingga secara berturut-turut terbentuk silikon, nikel, dan terakhir
besi. Kita bisa lihat di diagram penampang bintang di bawah ini, bahwa reaksi fusi sebelumnya
tetap terjadi di luar lapisan inti. Sehingga ada banyak lapisan reaksi fusi yang terbentuk
ketika di bagian pusat bintang sedang terbentuk besi.

Lapisan-lapisan reaksi fusi (Sumber: Wikipedia)

Evolusi Lanjut

Setelah reaksi yang membentuk besi terhenti, tidak ada proses pembakaran selanjutnya.
Akibatnya, tekanan menurun dan bagian inti bintang memampat. Karena begitu padatnya, jarak
antara neutroon dan elektron pun mengecil sehingga elektron bergabung dengan neutron dan
proton. Peristiwa ini menghasilkan tekanan yang sangat besar dan mengakibatkan bagian luar
bintang dilontarkan dengan cepat. Inilah yang disebut dengan supernova.

Apa yang terjadi setelah supernova bergantung pada massa bagian inti bintang yang tadi
terbentuk. Apabila di bawah 5 massa Matahari (batas massa Schwarzchild), supernova
menyisakan bintang neutron. Disebut demikian karena partikel dalam bintang ini hanya neutron.
Bintang neutron biasanya terdeteksi sebagai pulsar (pulsating radio source, sumber gelombang
radio yang berputar). Pulsar adalah bintang yang berputar dengan sangat cepat, periodenya
hanya dalam orde detik. Putarannya
itulah yang menyebabkan pulsasi pancaran gelombang radionya.

Diagram evolusi berbagai bintang (Sumber: Chandra Harvard)

Di atas 5 massa Matahari, gaya gravitasi di inti bintang begitu besarnya sehingga dirinya
runtuh dan kecepatan lepas partikelnya melebihi kecepatan cahaya. Objek seperti ini disebut
dengan lubang hitam. Tidak ada objek yang sanggup lepas dari pengaruh gravitasinya, termasuk
cahaya sekalipun. Makanya benda ini disebut lubang hitam, karena tidak memancarkan
gelombang elektromagnetik. Satu-satunya cara untuk mendeteksi keberadaan lubang hitam
adalah dari interaksi gravitasinya dengan benda-benda di sekitarnya. Pusat galaksi kita adalah
salah satu lokasi ditemukannya lubang hitam. Kesimpulan ini diambil karena bintang-bintang di
pusat galaksi bergerak dengan sangat cepat, dan kecepatannya itu hanya bisa ditimbulkan oleh
gaya gravitasi yang sangat kuat, yaitu oleh sebuah lubang hitam.

Hingga saat ini, pengamatan terhadap bintang-bintang masih terus dilakukan. Teori evolusi
bintang di atas bisa saja berubah kalau ada bukti-bukti baru. Tidak ada yang kekal dalam sains,
dan tidak ada kebenaran mutlak. Apa yang menjadi kebenaran saat ini bisa saja terbantahkan
di kemudian hari. Itulah uniknya sains: dinamis.

Teori Mengetahui Umur Alam Semesta

Pertanyaan yang sederhana namun mendalam. Ada berbagai cara untuk menentukan usia alam
semesta, namun sebelum kita melangkah ke persoalan itu, marilah kita lihat dulu gejala umum
yang diamati di alam semesta kita.
Melalui pengamatan galaksi-galaksi yang jauh, kita mengamati bahwa galaksi-galaksi di sekitar
kita bergerak menjauh dari kita. Semakin jauh dari kita, diamati kecepatannya semakin tinggi
(Gambar 1). Apakah galaksi kita adalah pusat semesta dan semua galaksi menjauhi kita seolah-
seolah galaksi kita punya bau badan antargalaksi yang begitu hebatnya?

Gambar 1: Hukum Hubble.

Ada sebuah prinsip dalam kosmologi yang dipegang teguh para ahli fisika yang menegaskan
bahwa kita bukan pusat alam semesta dan kita tidak menempati posisi spesial di alam semesta.
Artinya apa yang kita amati seharusnya juga diamati oleh pengamat di galaksi lain. Seandainya
kita bisa pindah ke galaksi lain atau bisa berkomunikasi secara instan dengan pengamat di
galaksi lain, maka seharusnya fenomena menjauhnya galaksi-galaksi dari kita juga akan diamati.
Kita bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatakan bahwa ruang di alam semesta ini yang
mengembang, seperti adonan kue kismis yang dimasukkan ke dalam panggangan. Sebelum masuk
adonan, kismis berjarak sangat dekat dengan sesamanya. Setelah keluar dari panggangan,
adonannya mengembang dan para kismis terletak saling berjauhan satu sama lain.
Ilustrasi favorit saya adalah dengan menggunakan kotak-kotak. Ini mudah dibayangkan dan ada
partisipasi pembaca. Di Gambar 2 ada tiga buah gambar petak dan beberapa titik yang ditaruh
acak. Bayangkan petak-petak itu adalah alam semesta (dalam dua dimensi ruang, tentunya)
yang mengembang seiring waktu dan titik-titik itu adalah galaksi. Ikuti satu titik dari gambar
yang satu ke gambar yang lainnya (ada tiga titik yang ditandai A, B, atau C, untuk memudahkan
mengikuti satu titik dari gambar satu ke gambar lainnya, tapi kita gk mesti ngikuti tiga titik itu
saja), dan perhatikan bahwa semua titik mengalami hal yang sama: Jarak titik-titik lain
semakin menjauh, padahal titik-titik itu tidak pergi ke mana-mana.
Gambar 2: Pemuaian alam semesta dalam dua dimensi ruang. Klik pada gambar untuk
memperbesar.

Nah dengan melakukan pengamatan seberapa cepat galaksi-galaksi lain menjauh dan seberapa
jauhnya mereka dari kita, kita dapat mengetahui seberapa cepat alam semesta mengembang.
Laju pengembangan alam semesta dinyatakan dalam satu bilangan yang dinamakan Konstanta
Hubble, disimbolkan dengan H. Pengamatan modern menunjukkan bahwa nilai konstanta Hubble
adalah H = 69 km/s/Mpc. Artinya setiap pertambahan jarak 1 Megaparsec (1 juta parsec, atau
sekitar 3.26 juta tahun cahaya), kita akan mengamati laju pemuaian alam semesta bertambah
cepat sebanyak 69 kilometer per detik. Satu Megaparsec adalah jarak yang sangat besar
sekali, oleh karena itu peristiwa berpisahnya benda-benda akibat pemuaian alam semesta baru
terasa pada objek-objek yang jaraknya jauh sekali.
Setelah kita mengetahui seberapa cepat alam semesta memuai, kita bisa mengetahui seberapa
lama waktu berlalu semenjak Dentuman Besar—saat semua yang ada di alam semesta ini “saling
bertumpang tindih”—hingga alam semesta mengembang sampai galaksi-galaksi mencapai jarak
yang kita amati sekarang. Dari situlah kita tiba pada kesimpulan bahwa alam semesta kita
usianya 13.7 Milyar tahun.

Gambar 3: Beberapa peristiwa penting dalam riwayat alam semesta. Klik pada gambar untuk
memperbesar. Sumber: NASA/WMAP Science Team.

Matahari Mengelilingi Bima Sakti


Matahari di galaksi Bimasakti. Kredit : NASA

Matahari dan semua planetnya berada di dalam sebuah galaksi yakni Galaksi Bima Sakti. Kalau
Bumi dan seluruh planet di Tata Surya bergerak mengelilingi Matahari, maka Matahari dan
seluruh sistem di dalamnya bergerak mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti yang selama ini jadi
rumahnya. Di dalam galaksi Bima Sakti, Matahari berada di salah satu lengan spiralnya pada
jarak 26000 tahun cahaya dari pusat Bima Sakti. Dan pusat galaksi BImasakti merupakan
sebuah lubang hitam supermasif.
Matahari bergerak mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dalam orbit yang hampir lingkaran
dengan kecepatan 782000 km/jam. Waktu yang dibutuhkan oleh Matahari untuk
menyelesaikan satu putaran mengelilingi pusat Bima Sakti adalah 226 juta tahun dan semenjak
pertama kali terbentuk 4,6 milyar tahun lalu Matahari baru 20,4 kali mengelilingi pusat Bima
Sakti.

Matahari akan terus berputar mengelilingi pusat Bima Sakti. Ia masih akan melakukan 31
putaran lagi sampai ia kehabisan bahan bakar hidrogn di inti dan masuk tahap evolusi
berikutnya sekitar 7 milyar tahun dari sekarang.

Guncangan Flare Kelas X5 pada Matahari

Matahari sedang aktif-aktifnya, meskipun bagi para ilmuwan keaktifannya itu masih tergolong
rendah. Bahkan ada dugaan kalau siklus Matahari yang ke-24 ini akan mengarah pada siklus
minimum, ketika di tahun 2007 Matahari tidak menampakan tanda-tanda bintik Matahari. Kini
Matahari bergiat kembali beraktifitas mengisi siklus 11 tahunnya dan diperkirakan akan
mencapai puncak pada tahun 2013.

Flare kelas X5 yang dilepaskan Matahari tanggal 7 Maret 2012. Kredit : Solar Dynamics
Observatory NASA

Flare kelas X

Tanggal 7 Maret 2012, area aktif 1429 di Matahari melepaskan flare matahari kelas X5.4
pada jam 07:28 wib. Flare yang dilepaskan tersebut tergolong besar tapi perlu diigat lagi kalau
ledakannya itu terjadi di Matahari dan bukan di Bumi. Jadi meskipun ada pegaruhnya tapi
bukan berarti kita di Bumi akan ditelan oleh ledakan itu.
BIntik Matahari di area AR 1429. Kredit : Solar Dynamics Observatory NASA

Erupsi yang terjadi Matahari tanggal 7 Maret 2012 yang melepaskan flare kelas X5.4
merupakan flare terbesar kedua yang terjadi dalam siklus Matahari yang ke-24. Flare
terbesar dalam siklus ini terjadi 9 Agustus 2011 pada kelas X6.9. Satu jam setelah erupsi
pertama, Matahari kembali melepaskan flare kelas X1.3 yang 5 kali lebih kecil dari flare
pertama (X5)
Kedua flare kelas X tersebut terjadi di area aktif AR 1429 yang pada tanggal 2 Maret 2012
lalu berotasi dan masuk dalam area pandang kita. Area AR 1429 sebelumnya sudah beberapa
kali melepaskan flare kelas M dan satu kai flare kelas X. Dan yang menarik, per tanggal 9
Maret 2012, area AR 1429 sudah makin membesar dengan ukuran 7 kali ukuran Bumi!
Pertanyaan paling sering yang diajukan dan yang pasti muncul setiap terjadi flare adalah, apa
imbasnya ke Bumi?
Untuk flare kelas X5.4 seperti ini diperkirakan akan dapat memicu pemadaman sementara pada
radio untuk sisi Bumi yang menerima cahaya Matahari sehingga akan terjadi gangguan ada
radio gelombang pendek dan pada navigasi radio.

Filamen Bintik Matahari 1123 Mengarah ke Bumi

Tanggal 11 november 2010, bintik Matahari aktif 1123 menghasilkan ledakan flare Matahari
kelas C4, dan melepaskan filamen materi yang mengarah ke Bumi.

Flare Matahari kelas C4 yang dipotret SOHO. kredit : SOHO


Citra yang dihasilkan Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) dan wahana ruang angkasan
kembar STEREO milik NASA menunjukkan lontaran massa korona yang lemah muncul dari
lokasi ledakan dan mengarah ke selatan menuju garis Bumi-Matahari. Awan lontaran materi ini
akan mencapai medan magnet Bumi sekitar tanggal 14 – 15 November 2010.
Apakah berbahaya? lagi-lagi mungkin itu pertanyaan yang muncul. Dalam flare Matahari,
ledakan kelas atau skala C ini tergolong kecil apalagi jika dibandingkan dengan flare skala X
atau M yang dikenal sebagai badai Matahari.
Saat lontaran massa korona mencapai Bumi, ia akan berinteraksi dengan medan magnet di Bumi
dan berpotensi untuk menimbulkan badai geomagnetik. Pada kejadian tersebut, aliran partikel
Matahari akan mengalir turun sesuai dengan garis-garis medan magnetik Bumi ke kutub-kutub
Bumi dan bertabrakan dengan atom nitrogen dan oksigen di atmosfer. Untuk kejadian flare
Matahari kelas C4 dari bintik Matahari 1123 ini, kemungkinan terjadinya badai geomagnetik
mencapai 50%.
Akibatnya?
Akan muncul aurora atau lapisan cahaya bak tirai yang sangat spektakuler. Inilah yang
diharapkan dapat dilihat oleh masyarakat Bumi di kutub dan area lintang tinggi. Tidak akan
ada efek signifikan bagi Bumi.
Jadi tidak usah kuatir apalagi panik, dan jika anda berada di lintang tinggi, selamat
menikmati aurora. Dan bagi yang berada di ekuator seperti di Indonesia, selamat berburu
meteor Leonid!

Matahari melontarkan 2 CME pada 5 februari 2013 kemarin

dua CME di malam 5 Februari 2013, dapat dilihat meledak di sisi kiri
atas gambar yang ditangkap oleh ESA/NASA mission the Solar Heliospheric Observatory
(SOHO) jam 11:12 p.m. EST.

Di malam 5 Februari 2013, matahari meletus dengan dua coronal mass ejections atau CME yang
mungkin mengarah ke Bumi.Model penelitian
eksperimentalNASA, berdasarkan pengamatan dari Observatorium Solar Terrestrial Relations
(STEREO) dan ESA / NASA Observatory Solar dan Heliospheric, menunjukkan
bahwa CME pertama dimulai pukul 7 pm EST dan meninggalkan matahari dengan
kecepatan sekitar 750 mil per detik.CME kedua dimulai pada 10:36 pm EST dan
meninggalkan matahari dengan kecepatan sekitar 350 mil per detik.
CME adalah fenomena matahari yang dapat mengirim partikel matahari ke ruang angkasadan
mencapai Bumi satu sampai tiga hari kemudian.

Jika CME mengarah ke Bumi, dapat menyebabkan fenomena cuaca antariksa yang
disebut badai geomagnetik, yang terjadi ketika mereka terhubung dengan selubung luarmagnet
Bumi dan magnetosfer.CME yang terjadi pada tanggal 5 februari memilikipengaruh yang
kecil.Mereka dapat menyebabkan aurora dekat kutub tapi tidakmengganggu sistem listrik di
Bumi atau mengganggu GPS atau satelit berbasis sistem komunikasi.

NOAA’s Space Weather Prediction Center (http://swpc.noaa.gov) adalah sumber resmi


dari Pemerintah Amerika Serikat untuk perakiraan cuaca luar angkasa dan memberikan
peringatan jika terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan.

Mengenal Si Galaksi Monster

Ini kelihatan seperti sinar laser dahsyat yang bisa menghancurkan planet dari Star Wars atau
sesuatu yang muncul dari sebuah film sains-fiksi. Dan itu mungkin saja! Yang kita lihat ini
adalah pusat salah satu galaksi paling aktif di Alam Semesta. Pusat-pusat Galaksi seperti ini
menembakkan energi yang berjumlah luar biasa banyak—pusat-pusat ini lebih terang daripada
gabungan 100 galaksi normal!

Quasar. Kredit: NAOJ

Meskipun ini adalah rekaan seniman dan bukan foto asli, gambar ini dibuat berdasarkan
pengamatan-pengamatan 3-Dimensi pertama yang sebenarnya dari sebuah quasar—itulah
istilah yang digunakan para astronom untuk menyebut pusat-pusat galaksi aktif ini! Melihat
suatu objek astronomi dalam 3-Dimensi bukan pekerjaan yang mudah. Jika tidak berotasi,
objeknya hanya akan tampak dari satu sudut, dan sulit sekali diamati dari sudut lain. Namun,
sesosok pahlawan yang tak diduga datang menyelamatkan kita dalam kasus ini: sebuah gugus
galaksi besar yang berada di antara Bumi dan quasar.
Kedengarannya aneh, tetapi, bukannya menghalangi pandangan kita terhadap quasar, gaya
gravitasi gugus galaksi ini sangat kuat sehingga membelokkan berkas-berkas sinar yang datang
dari quasar ketika melewatinya. Karena ini, cahaya melintas mengelilingi gugus dan kita bisa
mengamati quasar itu dari Bumi. Lebih baik lagi, gugus itu membelokkan cahaya sehingga kita
bisa melihat cahaya itu dari berbagai sisi quasar sekaligus! Ini membuat para astronom bisa
melihat pemandangan 3-D salah satu galaksi monster itu untuk pertama kalinya!

Fakta Menarik: Alam semesta terdiri dari beragam struktur yang diikat di posisi masing-
masing oleh gravitasi. Bintang-bintang berkumpul bersama menjadi galaksi-galaksi, dan galaksi-
galaksi berkumpul bersama menjadi gugus-gugus galaksi. Galaksi kita, Bima Sakti, adalah
anggota Gugus Virgo bersama 2000 galaksi lainnya!

Sumber: Universe Awareness Space Scoop

Lahirlah Planet BARU !!!

Ketika seorang wanita mengandung, ia mungkin akan meminta dokter untuk melakukan USG.
Dokter akan melihat si calon jabang bayi di dalam perut sang ibu. Para astronom melakukan hal
yang sama seperti si dokter pada bintang. Dan itu tidak disengaja! Sewaktu mengamati
piringan gas di sekeliling bingang, mereka terkejut saat melihat ada bayi planet tumbuh di
dalamnya. Untuk pertama kalinya sebuah planet berhasil diamati pada usia yang sangat dini.
Gambar ini mengilustrasikan bagaimana kira-kira wujud si planet.

Ilustrasi planet yang sedang bertumbuh di sistem bintang HD 100546. Kredit: ESO

Astronom menyebut planet-planet di luar Tata Surya kita dengan istilah exoplanet. Pencarian
exoplanet merupakan salah satu topik menarik di dunia astronomi saat ini. Hingga saat ini
sekitar 850 exoplanet telah ditemukan, namun bisa memotretnya secara langsung sangatlah
jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena planet terlampau redup daripada bintang dan
tenggelam dalam terangnya cahaya bintang. Hal ini bisa dibayangkan seperti misalnya jika
kalian berusaha melihat pesawat melintas di depan Matahari yang bersinar terang-benderang.
Bintang muda ini telah diketahui mempunyai sebuah planet yang mengelilinginya pada jarak
sejauh 6 kali lipat jarak Bumi ke Matahari. Nah, planet yang baru ini berada pada jarak 10 kali
lipat jauhnya. Si planet ini masih sangat muda tapi tidak kecil sama sekali. Para astronom
memperkirakan ukurannya hampir sama dengan Jupiter, yang sanggup memuat 1.000 Bumi.
Para astronom menduga kalau planet-planet raksasa tumbuh berkembang dengan cara
menangkap gas dan debu yang tersisa setelah pembentukan bintang. Hasil pengamatan yang
baru mendukung dugaan ini: si planet berada jauh di dalam piringan materi yang mengelilingi
bintang, dan ada banyak lokasi tempat planet dan bintang masih berinteraksi langsung.

Fakta menarik: Exoplanet terbesar yang pernah ditemukan diberi nama CD-35 2722. Planet
raksasa ini lebih besar 10.000 kali lipat daripada Bumi.

Sumber: Universe Awareness Space Scoop ;

inilah wahana kepler menjadi kandidat planet baru


Sejak bulan Mei 2009 sampai Maret 2011, hasil penemuan planet-planet baru di bintang lain
menunjukkan peningkatan yang stabil dalam jumlah kandidat planet-planet kecil maupun jumlah
bintang yang memiliki planet lebih dari satu.

Wahana Kepler milik NASA merupakan salah satu mata di angkasa yang terus mencari planet-
planet baru di bintang-bintang lain. Dalam pertemuan American Astronomical Society di Long
Beach, NASA merilis penemuan 461 kandidat planet baru oleh Kepler dengan 4 planet di
antaranya merupakan kandidat potensial yang memiliki ukuran kurang dari 2 kali ukuran Bumi
dan mengorbit di zona laik huni bintangnya.

Ukuran kandidat planet yang ditemukan Kepler. Kredit : NASA

Semenjak pertama kali bertugas pada bulan Mei 2009, Kepler benar-benar melakukan sebuah
lompatan besar dalam penemuan planet-planet di bintang lain. Tercatat 2740 kandidat planet
extrasolar yang mengitari 2036 bintang berhasil ia identifikasi dan jumlah itu terus
bertambah. Di antaranya ada 350 obyek yang menjadi kandidat planet seukuran Bumi dan 1100
lainnya memiliki ukuran tidak melebihi 2 kali radius Bumi. Sistem yang ditemukan juga tidak
hanya memiliki satu planet. 43% kandidat berada dalam sistem multi planet ( salah satunya
merupakan sistem dengan 6 buah planet). Keberadaan sistem multi planet yang cukup banyak
menunjukkan kalau sistem keplanetan seperti Tata Surya yang kita kenal merupakan sistem
yang umum ditemukan di galaksi.

Kepler Akan Terus Bertugas

Misi Wahana Kepler sudah disetujui perpanjangan kerjanya sampai dengan 2016 dan ia akan
terus bertugas untuk mencari planet-planet baru di bintang lain. Tak hanya itu, perhatian lebih
juga ditujukan untuk mencari planet-planet seukuran Bumi atau planet yang berada di zona laik
huni yang berpotensial untuk mempertahankan kehidupan.

Dalam tugasnya, Kepler melakukan pengukuran terhadap perubahan yang terjadi pada
kecerlangan lebih dari 150000 bintang. Perubahan kecerlangan tersebut terjadi ketika sebuah
planet melintas di depan bintang atau melakukan transit. Ketika ia lewat di depan bintang
induknya, maka kecerlangannya akan berubah atau mengalami peredupan sesaat. Setidaknya
ada 13000 sinyal mirip transit yang harus dipelajari oleh para peneliti untuk mengetahui
transit yang memang berasal dari planet.

Kandidat yang sudah ditemukan pun masih harus dipelajari dan dikonfirmasi lagi
keberadaannya. Awal tahun 2012, 33 kandidat planet dalam data Kepler berhasil di konfirmasi
sebagai planet dan terus meningkat mencapai 105 sampai dengan saat ini.

Perjalanan Kepler masih terus berlanjut, dan pencarian tak akan berhenti. Siapa tahu tak lama
lagi planet serupa Bumi sudah bisa ditemukan.

Sumber : NASA

MENJELAJAHI JAGAD RAYA


Posted on Friday, September 03, 2010 by Sang Petualang
II. Tata Surya

Pada alur generasi berikut, perlahan dengan majunya iptek, era Copernicus dengan
heliosentris-nya dapat dijadikan tonggak sejarah. Penelitian Tata Surya selanjutnya digagas
Brahe, Galileo, Kepler, Huygens, Cassini, Halley, Piazzi, Newton, Herschel, dsb. Yang patut
dicermati adalah terjadinya dampak positif pada jendela iptek sekaligus perkembangan nalar
budi manusia setelah dapat menera sesuatu di sudut jagad raya yang sebelumnya sama sekali
tidak kasat mata. Bagaimana memandang dirinya di jagad semesta yang seolah tiada bertepi.

III. Bintang dan Gugus Bintang

Bintang gemintang diteliti sampai lahirlah kesimpulan bahwa Matahari adalah bintang. Riccioli
meneliti bintang Mizar dan diketahui Mizar ialah bintang ganda. Selain sistem bintang seperti
ini, banyak dijumpai gugus bintang. Adapun ruang antar bintang bukan ruang kosong, sering
didapati materi gas–debu (materi antar bintang). Di sini kerap dijumpai cikal bakal bintang,
juga janin sistem keplanetan. Bintang muncul dari materi ini. Dengan penyatuan materi yang
diikuti proses nuklir, lahir bintang sejati. Namun bila bahan bakar nuklir kurang, gagal menjadi
bintang. Kadang lahir Bintang Katai Coklat, kadang Katai Merah.
Di akhir hidupnya, bintang kadang membubuskan Angin Bintang. Kadang disembur begitu
banyak, memunculkan bintang Wolf Rayet. Ada pula letupan bintang yang melahirkan Kabut
Planet. Sementara itu, inti bintang seperti ini biasanya tertinggal sebagai Katai Putih. Suatu
ketika meletup keras dalam ujud Novae. Selain itu juga dikenal Supernovae. Kecerlangannya
berlipat 10–100 milyard kali akibat ledakannya dan kini ada Hypernova (1999). Selain hamburan
materi ke segala penjuru akibat ledakan itu, maka sebagian obyek ini inti bintangnya tersisa
membentuk Bintang Neutron. Bila bintang ini berotasi cepat, melontarkan pancaran radio,
lahirlah Pulsar. Bintang Neutron dan pulsar ditemukan tahun 1967 (Hewish–Bell, dan mereka
berdua menerima Nobel Bidang Fisika karena penemuannya ini). Selain pulsar radio, dikenal
Pulsar Sinar X dalam sistem bintang ganda yang ditemukan tahun 1974 oleh Taylor–Hulse yang
sekaligus memperkokoh keabsahan teori Einstein. Selain itu atas dasar teori bahwa ledakan
supernova pun dapat memunculkan Lubang Hitam. Dan bila obyek langit di atas sudah benar-
benar kehabisan bahan bakar, reduplah dia, mendingin, akhirnya menjadi katai hitam atau katai
gelap.

IV. Galaksi Bima Sakti

Bintang di langit malam yang dapat dinikmati dengan mata bugil hanya sebagian kecil, ±5000
dari satu keluarga perbintangan yang disebut galaksi Bima Sakti yang mengandung ±400
milyard bintang dengan bentuk spiral batang (barred spiral). Sementara tahun 1912, penelitian
Leavitt dengan bintang variabel Cepheid menggiringnya pada kesimpulan, Awan Magellan Besar
dan Awan Magellan Kecil adalah obyek di luar Bima Sakti, dan keduanya dianggap satelit galaksi
kita. Makin berkembang saat benda langit yang disebut M31, nebula di rasi Andromeda adalah
galaksi besar di luar galaksi kita (Hubble, 1923 – 1926. Penelitiannya melahirkan Teori
Dentuman Besar sebagai awal alam semesta).

V. Jagad Raya

Galaksi kita dan Andromeda termasuk Gugus Lokal yang mengandung ±30 galaksi dan berada
dalam orde jarak 1 Mpc (1 parsec = 3,26 tahun cahaya). Antara satu gugus dengan gugus lain
membentuk grup lebih besar, super cluster. Yang lebih luas super-supercluster, dst. Secara
garis besar, bentuk galaksi ada 4: elliptik, lenticular, spiral, dan tidak beraturan. Penelitian
terhadap galaksi–luar diawali Slipher (1912) yang mengamati 4 nebula. Dari efek Doppler: 3
menjauh, 1 (Andromeda) mendekat. Ditambah sampai 12 nebula, hasil sama. Semua menjauh,
kecuali Andromeda. Dilanjutkan Hubble (1925) dengan 45 galaksi. Hasil sama, kecuali ada
tambahan 1 galaksi mendekat. Tahun 1929, Hubble–Humason menyimpulkan bahwa dalam skala
jagad raya, semua galaksi menjauhi kita. Artinya alam semesta sedang dalam proses
mengembang.
Dari sinilah akhirnya para astronom berusaha menelaah jagad raya secara makro dalam
pengertian mulai menelaah struktur alam semesta dan awal mula terbentuknya jagad raya yang
menggiringnya pada lahirnya bidang keilmuan kosmologi. Dalam hal ini dapat dipandang bahwa
galaksi yang sedemikian banyaknya, bahkan ditaksir yang terdata mencapai 100-an milyard
galaksi, hanyalah sebagai elemen terkecil dari alam semesta.
”Ukuran alam semesta yang amat besar ini memang terasa terlalu besar untuk kehidupan kita
di Bumi. Bisa jadi hidup manusia akan tetap nyaman seperti sekarang seandainya ukurannya
hanya sebesar galaksi Bima Sakti (Milky Way). Namun, waktu yang dibutuhkan alam semesta
untuk mengembang hingga seukuran Milky Way hanyalah sekitar satu bulan. Dalam umur alam
semesta yang hanya satu bulan ini sama sekali belum sempat terjadi pembentukan bintang,
apalagi untuk memulai reaksi termonuklir di dalam bintang. Bintang memerlukan 10 milyard
tahun untuk menjalankan proses ini, artinya alam semesta minimal berumur 10 milyard tahun,
dan selama itu alam semesta terus mengembang dan suhunya menurun. Walhasil, tidak
mengherankan bahwa alam semesta tampak besar, tua, dan dingin. Alam semesta memerlukan
belasan milyard tahun semenjak saat lahirnya untuk mempersiapkan dirinya menerima
kehidupan, kita semua ini, di dalamnya. Di titik ini kita berhenti sebentar untuk membayangkan
sekaligus refleksi: betapa istimewanya kehidupan; begitu luar biasa persiapan alam semesta
sebelum dapat membentuk kehidupan dan menyediakan akomodasi yang layak bagi kehidupan.”
Masalah jagad raya mengembang, ada kecenderungan bahwa makin jauh letak galaksi, makin
cepat dia menjauhi kita. Hal ini diperoleh dengan mengamati pergeseran merah pada
spektrumnya. Misal Galaksi Ursa Major berjarak 650 juta tc, menjauh dengan kecepatan
15.088 km/s, Galaksi Corona Borealis berjarak 940 juta tc menjauh dengan kecepatan 21.250
km/s, lebih jauh Galaksi Bootes berjarak 1,7 milyard tc dengan kecepatan 40.000 km/s. Hasil
Hubble tentang pengembangan alam semesta menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara
jarak galaksi dengan kecepatan menjauhnya (Hubble’s Law, 1929) yang dapat dirumuskan sbb.:
v = H.d dimana v : kecepatan galaksi
H : konstanta (konstanta Hubble)
d : jarak galaksi
Saat ini harga konstanta Hubble semakin konvergen ke nilai sekitar 70 km/detik/Mpc. Adapun
obyek langit yang dipergunakan sebagai lilin penentu jarak untuk galaksi jauh bukan lagi
memakai bintang variabel Cepheid, melainkan supernova khususnya tipe I (SNI) karena sifat
terang dan praktis seragam dimanapun ditemukan.

VI. Kosmologi

Era kosmologi modern dapat dikatakan berlangsung sejak telaah secara makro ini bermula dari
observasi terhadap obyek langit serta segala fenomenanya yang dijabarkan melalui perumusan
matematis fisika. Khususnya setelah era lahirnya formulasi gravitasi Albert Einstein dan
observasi yang dipelopori Edwin Hubble terhadap lautan galaksi. Dalam kosmologi dipelajari
bentuk, struktur, komposisi, dan evolusi jagad raya yang menyangkut telaah awal mula lahirnya
alam semesta, usia, dan perkiraan akhir riwayat alam semesta
Dalam kosmologi dikenal adanya asumsi yang disebut Prinsip Kosmologi. Berawal dari Prinsip
Copernicus bahwa kita bukanlah pengamat yang istimewa, disusul perkembangannya dengan
Prinsip Relativitas Khusus dan Prinsip Relativitas Umum yang juga menyangkut kecepatan
rambat cahaya yang tetap yaitu c, lahirlah apa yang disebut Prinsip Kosmologi, yaitu:
1. Alam semesta dalam skala makro tampak seragam pada segala arah,
2. Bumi tempat tinggal kita tidaklah menempati posisi istimewa,
atau dengan jabaran lain bahwa alam semesta memenuhi 3 ciri utama, yaitu:
1. Ciri homogenitas ruang (spatial homogenity),
2. Ciri isotropi ruang (spatial isotropy),
3. Ciri keseragaman waktu (uniformity of time),
dimana ini berkaitan dengan hukum kekekalan momentum linier, hukum kekekalan momentum
sudut, dan hukum kekekalan energi.
Beranjak dari sini, konsep mengembangnya alam semesta dapat dikatakan bahwa jagad raya
tampak mengembang oleh siapapun sang pengamat dimanapun dia berada. Sementara dari Teori
Relativitas Umum Einstein (Gravitasi) bahwa alam semesta tidaklah statis, akan bisa
mengembang atau mengerut dengan segala dinamikanya dan semua bergantung pada proporsi
massa-energi yang ada didalamnya. Pada saat sekarang dari gabungan keduanya secara
pengamatan bahwa alam semesta mengembang dipercepat, pengembangannya berlaku pada
semua titik ke segala arah dimana tidaklah ada apa yang disebut titik pusat pengembangannya.
Ibarat permukaan balon yang diberi gambar beberapa titik, saat digelembungkan maka setiap
titik yang ada akan menjauh satu sama lain.
Dari telaah termodinamika, bila saat ini mengembang maka seharusnya dulu – awal mula sekali –
bahwa alam semesta tentu berukuran sangat kecil yang bersifat sangat padat dan sangat
panas. Dari sinilah terlahir teori awal mula jagad raya yang disebut teori Dentuman Besar atau
Big Bang.

VII. Big Bang

Bila kita kilas balik ke awal usia jagad raya, atau kita hitung mundur ke arah usia sangat dini
alam semesta, maka tidak terbayangkan semua materi berawal dari katakanlah sebuah titik
saja dengan kerapatan luar biasa besar. Untuk menjelaskan keterjadian alam semesta, tentu
hanya melalui proses ledakan super hebat yang pada akhirnya dapat menimbulkan gejala
mengembangnya alam semesta seperti yang saat ini kita amati.
Betapa energi yang tersimpan didalamnya, dengan temperatur teramat sangat panas. Batas
penelitian saat ini barulah mencoba menguak kondisi alam semesta saat berusia 10–43 detik
(Waktu Planck); atau 10–43 detik setelah Big Bang. Pada era waktu Planck, segala macam
interaksi juga gravitasi menyatu dalam adonan semesta. Semua proses fisis berlangsung cepat,
dan sedetik kemudian barulah terbentuk materi seperti proton, neutron, elektron. Dalam
hitungan menit disusul lahir inti atom paling sederhana yaitu inti atom hidrogen. Sementara itu
elektron masih bergerak bebas (layaknya kondisi ionisasi saat temperatur sangat tinggi).
Bahkan interaksi elektron dan foton menyebabkan foton yang membawa informasi masih belum
sanggup lepas darinya (mirip Lubang Hitam dengan titik singularitasnya).
Saat temperatur alam semesta mencapai 10.000 K. Mulailah terbentuk atom hidrogen netral,
elektron bebas berkurang. Pada saat usia alam semesta sekitar 300.000 tahun dan temperatur
mencapai 3000 K, barulah foton mulai bisa bergerak bebas ke segala arah. Foton generasi awal
inilah yang saat sekarang dianggap sebagai sumber dari Radiasi Gelombang Mikro Latar
Belakang (Cosmic Microwave Background Radiation) yang dideteksi bertemperatur sekitar
2,74 K. Istilah “latar belakang” pengertiannya adalah yang menunjukkan usianya lebih tua dari
bintang, galaksi, ataupun benda langit yang selama ini dikenal. Juga karena sifat seragamnya di
segenap pelosok jagad raya.
Teori tentang radiasi ini telah dilakukan oleh Walter S. Adams tahun 1941, dan diteruskan
McKellar dengan temperatur teorinya sekitar 2,3 K. Sementara George Gamow bersama Ralph
A. Alpher dan Robert Herman menunjukkan hasil teorinya tahun 1946, dengan temperatur
radiasi sebesar 5 K. Pembuktian adanya radiasi latar belakang ini akhirnya didapat oleh Arno
Penzias dan Robert Wilson tahun 1965 dengan memakai gelombang 7-cm (microwave) di Bell
Telephone Laboratory – New Jersey. Keduanya mendapat hadiah Nobel Fisika tahun 1978.
Dalam masalah teori kosmologi di atas tentu dibutuhkan syarat awal (initial condition) yang
sedemikian akan memunculkan kondisi alam semesta yang kini kita huni. Salah satunya
parameter kerapatan yang bila ditinjau ke kondisi dini alam semesta harganya mendekati harga
1. Dari teori kosmologi standard di atas harga ini mendekati harga tersebut, dengan ketelitian
1 dalam 1060. Artinya mendekati kondisi awal terbentuknya alam semesta. Namun, harus
diingat bahwa teori ini tidak dapat atau belum sanggup menembus batas pemahaman hingga
sampai ke pertanyaan asal usul alam semesta. Belum lagi pemahaman tentang paduan interaksi
kuantum (teori kuantum) dengan gravitasi yang sampai sekarang belum dapat dijelaskan dimana
justru hal ini sangat mendasar.
Penemuan benda langit yang disebut Quasar (quasi stellar object, quasi pengertiannya kondisi
menyerupai) yang dianggap merupakan benda langit yang berada di tepian jagad raya tentu
menambah data pengamatan guna telaah makro jagad raya. Anggapan ini karena quasar
memiliki ciri pergeseran merah sangat besar sekaligus berarti mempunyai kecepatan menjauh
yang besar. Ordenya mencapai lebih dari setengah kali kecepatan cahaya. Pemetaan dan
penelitian galaksi telah banyak dilakukan dalam skala jagad raya. Semisal COBE (Cosmic
Background Explorer), Sloan Digital Sky Survey, dan 2-degree Field Survey, termasuk dalam
jajaran pemetaan modern yang dibutuhkan dalam penelusuran awal mula alam semesta.
Hal ini tentunya juga salah satunya dalam penentuan usia jagad raya yang dapat ditentukan
dari rumusan Hubble.

Bila diketahui v = Hd, maka diketahui pula bahwa d = vt. Sementara 1 Mpc sekitar 3 x 1019 km
dan konstanta H = 70 km/s/Mpc. Dari sini dapat diperkirakan bahwa usia jagad raya (t = 1/H)
adalah sekitar 4,3 x 1017 detik atau setara dengan 13,6 milyard tahun.
Sementara itu kita ketahui bahwa alam semesta berisi aneka benda atau tersusun antara lain
dari energi, materi, juga foton. Saat ini secara teoritis diketahui bahwa kontribusi materi
hanya sekitar 30% saja, dan ternyata yang dapat dideteksi hanya 10%. Selebihnya
memunculkan apa yang dikenal sebagai energi gelap (dark energy). Keberadaannya mulai
terkuak sejak adanya penelitian dengan nama Supernovae Cosmology Project, dan pengamatan
radiasi latar belakang dengan Wilkinson Microwave Anisotrop Probe. Energy gelap inilah yang
dianggap penyebab mengembangnya jagad semesta (Apa dapat dikatakan gravitasi-negatif,
berlawanan dengan gravitasi yang umum dikenal dengan sifatnya yang tarik menarik?)
Teori Big Bang saat ini menjadi pegangan dalam kosmologi standard. Kendati demikian, walau
hanya dari penelusuran sejarah sebenarnya sempat terlontar 2 teori tentang alam semesta
yang di kemudian hari salah satunya sulit diyakini keabsahannya karena tidak didukung data
pengamatan. Kedua teori tersebut adalah sbb.:
1. Teori Keadaan Tetap (Steady State)
Dipelopori oleh Bondi, Hoyle, dan Gold. Alam semesta selalu tetap dan serba sama dalam ruang
dan waktu. Senantiasa ada penciptaan materi baru (paling sederhana adalah hidrogen) untuk
mengisi kekosongan ruang akibat pemuaian. Sifat alam semesta abadi, jadi tidak berawal dan
tidak akan berakhir. Sekarang teori ini sudah ditinggalkan.
2. Teori Osilasi
Dipelopori oleh Alan Guth dan Andrei Linde. Intinya bahwa bila alam semesta ini mengembang,
maka suatu saat nanti justru karena keterbatasan materi dan energinya sendiri suatu saat
akan berhenti mengembang. Setelah ini terjadi, maka berlangsunglah proses balik. Alam
semesta akan menuju bentuk awalnya kembali yang disebut Big Crunch (lawan dari Big Bang).
Teori ini masih menjadi pertimbangan, bahkan cenderung akan dipertahankan. Namun, apakah
setelah Big Crunch akan terulang lagi peristiwa Big Bang dan begitu seterusnya. Berdasarkan
penelitian matematis fisika ataupun kosmologi, saat sekarang belum ada yang memastikannya.

VIII.Sebuah Pertimbangan akan Hadirnya Sahabat nun Jauh di Luar Sana

Dari hasil di atas tampak bahwa alam semesta begitu dinamis. Penemuan demi penemuan terus
bergulir. Inipun tentu alam semesta yang sekedar dapat diamati manusia. Kumpulan data yang
telah diperoleh pun baru sedikit yang diolah. Masih banyak data menanti untuk diteliti.
Berharap dengan makin majunya iptek, juga jaringan kerjasama yang terkait dengan astronomi
dan ragam keilmuan lain, tentu rasa optimis untuk menambah wawasan tentang jagad raya
dengan segala isi dan fenomenanya serta ragam aspek yang menyertainya seharusnya perlu
dikedepankan pada generasi mendatang. Namun, satu hal yang tidak bisa dikesampingkan
bahwa seluas-luasnya jagad raya tentunya tidak mungkin lebih luas dari luasnya kekuasaan yang
menciptakannya.
Kembali pada alur persahabatan, bila Bumi diibaratkan sebagai wahana antariksa, berbentuk
bola berwarna biru pucat, maka “sang awak” wahana tidaklah tinggal di dalamnya – namun
justru tinggal di permukaan. Bila kapal laut kelebihan beban muatan, maka dapatlah dia kandas
tenggelam. Bila Bumi kelebihan beban muatan?? Apa yang harus dilakukan? Seleksi alam dapat
jadi merupakan salah satu solusinya. “Kita”, anggaplah sebagai “sesuatu yang hidup” (Di sini kita
tidak membahas hidup dari mana!). Sebut manusia hidup: di tubuhnya ada unsur apa saja dan ini
merupakan ranah ujud – siapapun sah saja masuk ke dalam ranah tersebut. Mekanisme kerja
organ tubuh, dokter pun sudah terbiasa dengan pelajaran ini. Yang diketahui misalnya jantung
berhenti bekerja ataupun diambil – ya manusia tamat, titik. Jadi, terlalu cepat dan sembrono
bila kita mencampur baurkan bahasan ini dengan “esensi hidup” karena ini merupakan
“wewenang” dalam dataran “Jagad Rana Adi Ganesha”. Ada satu hal yang lumrah untuk belajar
tentang “kehidupan” di dataran indrawi, mencari contoh sebanyak mungkin tentang segala
sesuatu yang “hidup” dengan cara “memperbandingkan” segala yang terkait dengan “kehidupan
kita”. Jadi berbekal ranah inilah (astrobiology salah satunya), pada dasarnya kita mencoba
menelusuri unsur pendukung sebagai “syarat butuh” untuk berlangsungnya kehidupan – untuk
mencoba memahami dinamika kehidupan kita sendiri yang akhirnya secara spirit memperoleh
sesuatu dalam gejolak pemahaman seputar Jagad Rana Adi Ganesha, yang justru dalam
menapak tangga ini menjadi pecah berantakan kalau kita berpikir secara lahiriah.
Kenyataan yang ada sampai saat ini bahwa manusia menyadari – walau jagad raya begitu luas
namun tetaplah Bumi adalah satu-satunya tempat yang ber-“kehidupan”. Di satu sisi, manusia
tetap berusaha dengan segala kerendahan hati untuk mencari sahabat bahkan hingga nun jauh
di luar sana. “Eksplorasi dan pengembaraan di langit” terus dilakukan. Dalam dataran lain yang
berdampingan di ranah lahir, dan justru menjadi salah satu sokoguru – bahwa apapun ragam
penelitiannya, nyatanya masih tetap menunjukkan hasil bahwa lingkungan yang paling nyaman
untuk kita tempati hanyalah planet Bumi. Hal ini sama saja artinya bahwa satu-satunya cara
agar manusia tetap nyaman hidupnya adalah dengan cara mengelola, merawat, dan melestarikan
Bumi dengan segala isi dan fenomenanya, karena inilah yang diamanatkan kepadanya. Dalam
“pengembaraannya”, Bumi dan Jagad Raya adalah sahabat sejatinya.
Atau dari sisi lain, semua itu adalah dalam usaha kita untuk “mendorong terungkapnya dimensi
ataupun fenomena yang masih sangat banyak tersembunyi, untuk menalar realita sebatas
domain kerjanya sebagai makhluk yang secara mutlak punya keterbatasan. Selebihnya,
terserah pada kita, bagaimana kita manfaatkan sains sebagai basis baik berlandas ranah ujud
ataupun dataran spirit dan kita aktifkan fungsi transendental kita untuk menggapai Yang Maha
Mulia yang ilmuNya (catatan: dikiaskan dalam ranah nalar pada tulisan di atas dengan Adi
Ganesha) tidak tertampung bahkan dalam alam semesta yang maha luas ini.” Pada tahap ini,
semoga kita dapat makin arif menyikapi berbagai isu sains khususnya astronomi dan justru
mungkin saja segala ujaran jadi tidak bermakna, bahkan bibir pun terkunci terkatup rapat.
Karena justru ujungnya pada suatu ranah tertentu adalah ”feel amazement”– rasa syukur
dengan segala kerendahan hati karena mendapat kesempatan untuk merasakan penjabarannya
dan indahnya ”Science” melalui ”Astronomy” sebagai tahapan pencarian sebanyak mungkin
bekal di Jagad Buwana (widiyuta ing waudadi, wintang ing widik) untuk menuju Jagatkamuksan,
yang ”keindahan tamannya” tak tertandingi oleh taman manapun di ranah ujud jagad semesta.
Wartya Wiyata Wicitra Withing Wintang Widik Widik. Salam Astronomi. Pada akhir coretan
ini, ada sedikit cuplikan yang barangkali kita pun dapat turut mengikuti ritme pemikiran salah
satu maestro dalam astronomi dan fisika:

Anda mungkin juga menyukai