Anda di halaman 1dari 26

Hipertensi

Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri

Mata Kuliah:

Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun Oleh:

Rahma Tina Jusar

1811110413

Dosen Pengampu: Ns. Bayhakki, M.Kep., Sp.KMB, PhD

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. i

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 1

A. Definisi Hipertensi .......................................................................................................... 1


B. Klasifikasi Hipertensi...................................................................................................... 1
C. Etiologi Hipertensi .......................................................................................................... 4
D. Patofisiologi Hipertensi .................................................................................................. 5
E. Pemeriksaan Hipertensi .................................................................................................. 8
F. Pengobatan Hipertensi .................................................................................................... 9
G. Asuhan Keperawatan Hipertensi................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

UJI PLAGIAT ......................................................................................................................... 24

i
PEMBAHASAN

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling
tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi
sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure yang ke-7 telah mempublikasikan revisi panduan nilai
tekanan darah sistolik dan diastolik yang optimal dan hipertensif. Pada
umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg untuk
tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekanan yang
hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg
untuk diastolik. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan darah antara 120 dan 139
mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg untuk diastolik. Untuk individu
terutama yang memiliki faktor risiko kardiovaskular bermakna, termasuk riwayat
yang kuat dalam keluarga untuk infark miokard atau stroke, atau riwayat diabetes
pada individu, bahkan pada nilai prahipertensif dianggap terlalu tinggi. (Corwin,
2009)

B. Klasifikasi Hipertensi

Menurut World Health Organization (WHO), klasifikasi hipertensi dibagi


menjadi hipertensi berat, hipertensi sedang, hipertensi ringan, hipertensi
perbatasan, hipertensi sistolik perbatasan, hipertensi sistolik terisolasi,
normotensi, dan optimal.

1
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sedang 160 – 179 100 – 109
Hipertensi ringan 140 – 159 90 – 99
Hipertensi perbatasan 120 – 149 90 – 94
Hipertensi sistolik perbatasan 120 – 149 < 90
Hipertensi sistolik terisolasi ˃ 140 < 90
Normotensi < 140 < 90
Optimal < 120 < 80

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan hipertensi derajat II. (Tabel 2)

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

2
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Berdasarkan bentuk Hipertensi


a. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
peningkatan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia
lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan
pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung).
Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai
tekanan atas yang nilainya lebih besar.
b. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga
memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya
dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Terkanan diastolik
berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi diantara dua denyutan.
c. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan
sistolik dan diastolik
2. Berdasarkan penyebab Hipertensi
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.
Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan

3
Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.

C. Etiologi Hipertensi
1. Hipertensi essensial

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa


kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress
emosi, obesitas, dan lain-lain (Nafrialdi, 2009)

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang


berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebihan dan penelitian pada berbagai populasi
menunjukkan bahwa kenaikan berat bedan yang berlebihan (obesitas)
memberikan risiko 60-70% untuk terkena hipertensi primer (Guyton,
2008).

4
2. Hipertensi sekunder

Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder


dari penyakit komorbid atau obat-obatan tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obatan tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil,
2003).

Hipertensi yang penyebabnya diketahui, sering berhubungan


dengan beberapa penyakit ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan
sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).

D. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. (Brunner, 2002).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Corwin, 2005).

5
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Konteks adrenal mengsekresi
kortisol dan sternoid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner, 2002).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer


bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubaha tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta
dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Corwin, 2005).

6
Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskular pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah retina

Vasokontriksi Spasme arteriole


pembuluh
Resisten Suplai O2 otak sistemik koroner
darah ginjal
pembuluh darah menurun diplopia
otak ↑
Blood Flow vasokontriksi Iskemi
menurun miocard Risiko injury

Gangguan Nyeri sinkop Respon RAA Afterload Nyeri dada


pola tidur kepala meningkat

Rangsang
Gangguan Aldosteron
Penurunan Fatique
perfusi curah jantung
jaringan Retensi Na
Intoleransi
Kelebihan volume
aktivitas
Edema cairan

Pathway Hipertensi (Sumber: Tjokronegoro & Utama, 2001; Smeltzer & Bare,
2002; John, 2003; Sodoyo, 2006; Ruhyanuddin, 2007.

7
E. Pemeriksaan Hipertensi
1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, terdiri dari atas pengukuran tekanan


darah, pemeriksaan umum, permeriksaan khusus organ, dan funduskopi.
Pada penderita hipertensi selain dijumpai tekanan darah yang tinggi,
dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan,
eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat
ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Penderita juga
akan merasa sakit kepala, vertigo, pendarahan hidung (epitaksis),
distensi Vena Jugularis, sesak nafas dan nyeri pada bagian dada, asites,
sianosis dan capileri reffil lambat.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan hipertensi adalah
sebagai berikut:
a. Hematokrit

Pada penderita hipertensi kadar hematokrit dalam darah


meningkatseiring dengan meningkatnya kadar natrium dalam
darah. Pemeriksaan hematokrit diperlukan juga untuk mengikuti
perkembangan pengobatan hipertensi.

b. Kalium serum
Peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
c. Kreatinin serum
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah
kadar kreatinin dalam darah meningkat sehingga berdampak
pada pada fungsi ginjal.

8
d. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
atau adanya diabetes.
e. Elektrokardiograf
Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali
dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Dapat juga
menggambarkan apakah hipertensi telah lama berlangsung (Tom
Smith, 1991).

F. Pengobatan Hipertensi
1. Non-farmakologis
a. Perubahan gaya hidup

Gaya hidup yang baik dan sehat merupakan upaya untuk


menghindari terjadinya hipertensi ataupun timbulnya komplikasi.
Pada hipertensi ringan dan sedang, seperti menghentikan
merokok, olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak
memerlukan tenaga terlalu banyak), misalnya berenang, jogging,
jalan kaki cepat, naik sepeda. Hipertensi berat seperti berhenti
merokok, minum alkohol, menurunkan asupan garam perhari
(Purwati, 1998).

b. Diet
1) Hipertensi ringan (diet rendah garam I)

Mengkonsumsi garam ½ sendok makan perhari,


konsumsi kecap, MSG ½ sendok makan perhari.

2) Hipertensi sedang (diet rendah garam II)

Mengkonsumsi garam ¼ sendok makan perhari,


konsumsi kecap, MSG ¼ sendok makan perhari.

9
3) Hipertensi berat (diet rendah garam III)
Tidak boleh mengkonsumsi garam, kecap, dan MSD
(Isselbacher, 1999).
c. Menghilangkan atau menghindari stress

Upaya menghilangkan stress dapat dilakukan seperti:


meditasi, yoga, hipnotis yang dapat mengontrol sistem saraf
otonom dan menurunkan hipertensi. (Soeparman, 1999).

d. Menurunkan berat badan

Berat badan yang berlebihan atau obesitas merupakan


risiko terjadinya hipertensi, sehingga upaya penurunan berat badan
pada obesitas sangat penting (Purwati, 1998). Disamping itu upaya
menurunkan berat badan juga dapat meningkatkan efektivitas
pengobatan farmakologis (Soeparman, 1999).

2. Farmakologis
a. Diuretik, seperti: tiazid, furosemia, spironokiktan, triamteren,
anillorid
1) Hipertensi ringan, dimulai dari dosis amat rendah (contoh
12,5 mg per hari)
2) Hipertensi sedang, dosis maksimum 25 mg per hari
3) Hipertensi berat, dosis 25-50 mg tiap tengah hari
b. Obat antiadrinergik, seperti: klonidin, guonabenz, guanfasin,
trimetafan, reserpin, guantidin, fentolamin propanol, timololol dan
lain-lain.
1) Hipertensi ringan, diberikan pada permulaan 0,1 mg
malam hari
2) Hipertensi sedang, diberikan dengan dosis 125 mg per hari

10
3) Hipertensi berat, dosis 250 mg dua kali sehari
c. Vasodilator, seperti: hidralazin, minaksidil, dianoksid, nitropusid
Pada penderita hipertensi penggunaan dosis dibatasi sampai 300
mg per hari
d. Inhibitor enzim mengubah angiotensin, seperti: kaptoril,
benezebril, ramipril, enalapril, dan lain-lain.
1) Hipertensi ringan, diberikan dengan dosis 2,5 – 10 mg tiap
tengah hari atau 2 kali sehari
2) Hipertensi sedang, diberikan dengan dosis 0,5 mg tiap
tengah hari atau 2 kali sehari
3) Hipertensi berat, diberikan dosis 6,2 mg tiab tengah hari
atau 2 kali sehari
e. Antagonis saluran kalsium, seperti: nifedemin, diltiazom,
veratamil, dan lain-lain.
1) Hipertensi ringan, diberikan dengan hasil 40-80 mg tiga
kali sehari
2) Hipertensi sedang, diberikan dengan dosis 30-120 mg tiap
tengah hari
3) Hipertensi berat, diberikan dengan dosis 120-200 mg tiap
tengah hari. (Tom Smith, 1991)

G. Asuhan Keperawatan Hipertensi


1. Pengkajian (menurut Friedman)
a. Data Identitas
1) Usia

Angka kejadian hipertensi meningkat seiring dengan


peningkatan usia. Pada umumnya kasus hipertensi terjadi pada
usia 40 tahun keatas (Soeparman, 1999). Penelitian lain juga
mengatakan bahwa prevalensi hipertensi lebih banyak diderita

11
oleh wanita pasca menopause, dibandingkan dengan pra
menopause. (Issebacher, 1999)

2) Jenis Kelamin

Pria pada umumnya lebih mudah terserang hipertensi bila


dibandingkan dengan wanita, hal ini dikarenakan pria lebih
banyak mempunyai faktor pendorong terjadinya hipertensi,
seperti: stress, kelelahan (beban kerja yang terlalu berat), makan
yang tidak terkontrol, merokok. (Purwati, 1998).

3) Ras

Pada penelitian Framingham pada orang kulit putih hanya


seperlima dari populasinya yang mengalami hipertensi, sedangkan
pada kulit hitam hampir setengan dari populasinya yang
menderita hipertensi (Isselbacher, 1999)

4) Tipe Keluarga

Tipe keluarga besar (extended family) lebih cenderung


menderita hipertensi daripada keluarga yang ukuran keluarganya
lebih kecil. (Isselbacher, 1999). Hal ini diakibatkan oleh jumlah
anggota keluarga yang banyak, kebutuhan keluarga yang tinggi
dan masalah kompleks sehingga dapat menimbulkan stress, yang
merupakan salah satu faktok risiko terjadinya hipertensi.

5) Status Sosial

Status kelas sosial ini didasarkan pada tingkat pendidikan,


pekerjaan, ekonomi, dan lingkungan tempat tingga. Penduduk
dengan status ekonomi rendah, buta huruf, dan pekerjaan berat
mempunyai kecenderungan terserang hipertensi dibandingkan

12
dengan penduduk sebaliknya. (Purwati, 1998). Orang yang dalam
bekerja membutuhkan pemikiran dan kerja fisik yang berat dapat
menimbulkan stress, sehingga dapat memicu terjadinya hipertensi.
(Soeparman, 1999). Tempat tinggal di daerah pesisir pantai
dengan kadar garam yang tinggi dapat mengakibatkan konsumsi
garam yang berlebihan.

6) Kebiasaan Makan

Hipertensi dapat mudah terjadi pada seseorang yang


mempunyai gaya hidup dengan konsumsi makanan tinggi lemak
dan kolesterol, gula, garam, minuman beralkohol serta merokok.
(Noegroho, 1996)

7) Kebiasaan Tidur

Hipertensi diketahui juga dengan adanya keluhan sukar


tidur, nyeri kepala saat terjaga, nocturia. (Soeparman, 1999)

8) Kebiasaan Eliminasi

Pada orang dengan hipertensi dapat menimbulkan


gangguan pada tingkat filtrasi glomerulus yang menurun dan
gagal ginjal. (Isselbacher, 1999)

9) Kebiasaan Latihan

Orang yang kurang aktif dalam melakukan olahraga pada


umumnya cenderung mengalami kegemukan yang dapat
menaikkan tekanan darah. (Purwati, 1998). Olahraga juga dapat
menurunkan berat badan yang akan meningkatkan efektivitas
pengobatan farmakologis. (Soeparman, 1999)

13
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Hipertensi sering ditemukan pada keluarga yang anggota


keluarganya berusia lanjut atau pada pria maupun wanita yang
berusia lebih dari 65 tahun. (Purwati, 1999)

2) Riwayat keluarga

Adanya salah satu anggota keluarga atau orang tua yang


mempunyai penyakit kipertensi atau penyakit lain, seperti:
artherosklerosis, diabetes mellitus, dan sebagainya dapat
mengindikasikan adanya risiko lebih besar untuk terkena
hipertensi pada anggota keluarga yang lain, mengingat salah satu
faktor penyebab penyakit hipertensi adalah keturunan. (Purwati,
1998)

c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah

Penataan perabotan rumah tangga dan pencahayaan yang


kurang baik dapat mengakibatkan adanya risiko terjadinya injury,
sehubungan dengan adanya gangguan penglihatan dan perasaan
ingin jatuh pada penderita hipertensi. Hal tersebit sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Doengoes (1999) bahwa pada penderita
hipertensi mengalami gangguan sistem neurosensori, seperti:
pusing, gangguan penglihatan (pandangan kabur).

2) Tipe lingkungan

Keadaan lingkungan perkotaan, perindustrian mempunyai


angka prevalensi yang lebih besar yaitu 14,2% dari penduduknya

14
dibandingkan pada masyarakat terisolir yang hanya 0,6%.
(Soeparman, 1999)

3) Fasilitas kesehatan lingkungan

Adanya fasilitas kesehatan lingkungan sangat menentukan


pemullihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan.
(Effendy, 1998).

4) Fasilitas transportasi

Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap


kemampuan keluarga untuk menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada. (Effendy, 1998)

d. Struktur keluarga
1) Struktur komunikasi

Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota


keluarga merupakan tugas keluarga dan dapat menurunkan tingkat
stress yang dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi. (Effendy,
1998).

2) Struktur kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pengambil
keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan masalah dan
kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan (hipertensi) dalam
keluarga. (Effendy, 1998).
3) Struktur peran
Peran antar anggota keluarga menggambarkan perilaku
interpersonal yang berhubungan masalah kesehatan dalam posisi
dan situasi tertentu. (Effendy, 1998).

15
4) Nilai Kepercayaan
Beban kasus keluarga (hipertensi) sangat tergantung pada
nilai kepercayaan akan kebutuhan terhadap asuhan keperawatan
keluarga. (Effendy, 1998).
e. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Memberi kasih sayang, perhatian dan juga rasa aman pada
penderita hipertensi merupakan salah satu fungsi afektif keluarga,
yang dapat menurunkan tingkat stress atau beban masalah.
(Efeendy, 1998).
2) Fungsi sosialisasi
Adanya interaksi antar anggota keluarga dan nilai adaptif
terhadap masyarakat sekitar dapat menurunkan stress pada
penderita hipertensi. (Effendy, 1998).
3) Fungsi perawatan kesehatan
1) Pengetahuan keluarga
Pendidikan maupun pengetahuan keluarga yang
rendah, rasa takut akibat masalah yang diketahui, sikap
dan falsafah kehidupan mengenai penyakit hipertensi.
(Effendy, 1998).
2) Mengambil keputusan
Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya
masalah, keluarga tidak sanggup memecahkan masalah
karena kurang pengetahuan, kurangnya sumber daya
keluarga, tidak sanggup memilih tindakan diantara
beberapa pilihan, kurang percaya terhadap petugas dan
lembaga kesehatan terkait dengan penyakit hipertensi.
(Effendy, 1998).

16
3) Merawat anggota keluarga yang sakit
Tidak mengetahui keadaan penyakit misalnyam
sifat, penyebab, penyebaran, perjalanan penyakit, gejala,
dan perawatannya, tidak mengetahui tentang
perkembangan perwatan yang dibutuhkan, kutang atau
tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, serta
sikap dan pandangan hidup terhadap penyakit hipertensi.
(Effendy, 1998).
4) Memodifikasi lingkungan
Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya
keuangan, tanggung jawab/wewenang, kurang dapat
melihat keuntungan dan memanfaatkan pemeliharaan
lingkungan rumah, ketidaktahuan pentingnya sanitasi
lingkungan, ketidaktahuan tentang usaha pencegahan
penyakit hipertensi. (Effendy, 1998)
5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada, tidak
memahami keuntungan yang diperoleh, kurang percaya
terhadap petugas dan lembaga kesehatan terkait,
pengalaman yang kurang baik dari pertugas kesehatan,
sikap, dan falsafah hidup mengenai penyakit hipertensi.
(Effendy, 1998).
f. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Nyeri kepala, vertigo
Mata : Papil edema, diplopia
Hidung : Pendarahan hidung (epitaksis)
Leher : Distensi vena Jugularis
Dada : Sesak nafas, nyeri serta asites pada abdomen
Ekstremitas : Diaforesis, edema, sianosis, capileri reffil lambat.

17
g. Koping keluarga
1) Stressor yang muncul dalam keluarga

Keadaan stress yang dialami oleh keluarga yang


ditimbulkan oleh berbagai streesor dapat terjadi faktor pemicu
akibatnya hipertensi, hal ini dapat terjadi karena meningkatnya
aktivitas simpatik saraf pusat yang akan mempertahankan tekanan
darah dalam keadaan tinggi. (Soeparman, 1999).

2) Koping dalam menghadapi stressor

Menghindari atau menghadapi stressor dengan relaksasi


dan juga pendalaman agama merupakan salah satu upaya untuk
menghindari terjadinya hipertensi. Jika koping individu baik
(positif), dimungkinkan kondisi hipertensi akan membaik.
(Purwati, 1998).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac output
b. Gangguan perfusi jaringan
c. Gangguan rasa nyaman
d. Kelebihan volume cairan
e. Resiko injury
3. Intervensi
a. Penurunan cardiac output
1) Aspek Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
penyakit hipertensi, meliputi: pengertia, faktor penyebab
serta tanda dan gejala penyakit hipertensi.
b) Berikan pendidikan kesehatan kepda keluarga tentang
faktor risiko terjadinya hipertensi, seperti: usia lanjut,

18
obesitas, keturunan, konsumsi garam berlebihan, dan lain-
lain.
2) Aspek Psikomotor
a) Berikan pengetahuan kepada keluarga agar mengenali
secara dini tanda dan gejala penurunan cardiac output,
seperti: pucat, kulit terasa dingin, bengkak pada area tubuh
tertentu.
b) Anjurkan kepada keluarga melakukan pemantauan tekanan
darah secara teratur
c) Lakukan dan anjurkan kepada klien dan kelurga untuk
melakukan tindakan kenyamanan, misalnya: pijat
punggung dan leher, teknik relaksasi.
3) Aspek Afektif
a) Motivasi klien untuk minumobat yang diresepkan secara
teratur dan sesuai dengan aturan penggunaan.
b) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencegah komplikasi
hipertensi, misalnya: membatasi asupan garam, lemak dan
kolesterol, dan lain-lain.
c) Rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
perawatan yang lebih lanjut.
b. Gangguan perfusi jaringan
1) Aspek Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga
tentang pengertian, tandan dan gejala gangguan perfusi
jaringan pada hipertensi, seperti: pucat, kulit kebiruan,
kulit dingin, pusing, dan lain-lain.
b) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
faktor risiko terjadinya hipertensi, seperti: lanjut usia,
obesitas.

19
2) Aspek Psikomotor
a) Deteksi secara dini adanya gangguan perfusi jaringan
b) Lakukan pemantauan tekanan darah secara teratur kepada
kelurga yang sakit
c) Motivasi klien untuk minumobat secara teratur
d) Monitor pada diet untuk mengurangi asupan garam yang
berlebihan
3) Aspek Afektif
a) Rujuk klien ke pelayanan kesehatan
b) Motivasi klien untuk berpartisipasi dalam pengobatan
c) Bantu klien dan keluarga untuk mencegah komplikasi,
seperti: dengan membatasi asupan garam, lemak dan
kolesterol
c. Gangguan rasa nyaman
1) Aspek Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga
tentang keluhan nyeri kepala sebagai salah satu gejala
serta cara mengatasinya.
b) Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang teknik relaksasi
dalam manajemen stress
c) Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas berat
2) Aspek Psikomotor
a) Anjurkan klien untuk mempertahankan tirah baring selama
sakit kepala
b) Berikan tindakan non-farmakologi untuk menghilangkan
ataupun menurunkan sakit kepala klien, misalnya pijat
punggung, kompres dingin pada dahi, pijat leher, teknik
relaksasi

20
3) Aspek Afektif
a) Berikan analgesik sesuai indikasi
b) Kolaborasi atau rujuk ke pelayanan kesehatan untuk
pengobatan lanjutan
c) Pertahankan hal-hal yang bisa mengurangi nyeri, seperti:
relaksasi
d. Kelebihan volume cairan
1) Aspek Kognitif
a) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga
tentang manifestasi klinik kelebihan volume cairan (edema)
sebagai akibat memberatnya hipertensi
b) Berikan pendidikan kepada klien dan keluarga tentang cara
mencegah kelebihan volume cairan memberat, dengan cara
membatasi diet natriumdan intake cairan
2) Aspek Psikomotor
a) Anjurkan klien dan keluarga untuk mengubah posisi sesering
mungkin
b) Motivasi klien dan keluarga agar kooperatif dalam
pelaksanaan program pengobatan
3) Aspek Afektif
a) Rujuk ke pelayanan kesehatan dan kolaborasi pemberian obat
deuretik, seperti: furosemid
b) Pertahankan cairan dan pembatasan natrium sesuai indikasi
yang dikonsultasikan dengan ahli gizi
4. Risiko injury
1) Aspek Kognitif
a) Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien mengenai
adanya risiko injury
b) Jangan letakkan alat-alat yang membahayakan di dekat klien

21
c) Anjurkan keluarga agar menjaga lantai tidak licin, terutama
lantai kamar mandi
2) Aspek Psikomotor
a) Observasi terjadinya pandangan kabur dan pusing dari klien
b) Orientasikan klien terhadap lingkungan
c) Ingatkan klien untuk menggunakan kacamata
d) Pertahankan dan motivasi keluarga untuk menciptakan
lingkungan rumah yang nyaman
3) Aspek Afektif
a) Rujuk atau segera bawa ke pelayanan kesehatan jika terjadi
injury
b) Pertahankan agar lingkungan tetap aman

4. Implementasi

Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi

Asuhan keperawatan yang kita berikan dikatakan berhasil jika:

a. Tidak terjadi penurunan curah jantung


b. Suplai aliran darah ke otak lancar
c. Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera
d. Nyeri berkurang dan hilang
e. Klien dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit dan volume
cairan yang adekuat

22
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawtan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: EGC

Guyton, AC, Hall, JE. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC

Isselbacher, J Kurt. (1999). Harrison Prinsip-Prinsip Penyakit Dalam Edisi 13.


Jakarta: EGC

Nafrialdi. (2009). Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan


Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
Edisi 4. Jakarta: EGC

Purwati, Susi & Rahayu. (1998). Perencanaan Menu untuk Penderita Tekanan
Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya

Smith, Tom. (1991). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Arcan

Sunardi, Tuti. (2000). Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama

23
UJI PLAGIAT

24

Anda mungkin juga menyukai