Anda di halaman 1dari 10

Panduan Praktik Klinis

SMF : NEUROLOGI
RSUD Dr Soetomo, Surabaya
2012 – 2014
NYERI KEPALA
ARTERITIS TEMPORALIS
1. Pengertian (Definisi) Arteristis temporalis hampir selalu terjadi pada penderita
umur lebih dari 50 tahun, hal ini yang membedakan dari
migren. Arteritis temporalis lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria. Nyeri kepala bersifat unilateral serta dapat
pula melibatkan arteri kranialis dan arteri sistemik. Arteri
yang paling sering terkena adalah arteri temporalis
superfisialis, arteri vertebralis, arteri oftalmika (post-siliaris)
dan segmen kavernosus petrosus dari arteri karotis interna,
dapat pula melibatkan arteri karotis eksterna seperti cabang
oksipital.
2. Anamnesis  Nyeri kepala dapat unilateral atau bitemporal, bersifat
intensif, throbbing (berdenyut), menetap dengan kualitas
nyeri yang dalam, ada rasa terbakar yang tidak dijumpai
pada hampir semua nyeri kepala yang lain.
 Adanya gejala penyerta dari giant cell arteritis
(polimialgia rheumatika, nyeri waktu mengunyah/ jaw
claudication) yang menetap pada pasien lebih dari 60
tahun hendaknya dicurigai GCA dan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan yang sesuai.

3. Pemeriksaan Fisik  Selama serangan akut, arteri temporalis superfisialis


teraba keras dan seperti tali (string sign), dan dapat
terbentuk trombus.
 Gangguan ketajaman penglihatan (parsial atau lengkap)
mengancam lebih dari separuh kasus dan setengah
darinya mengenai kedua mata. Yang paling sering terjadi
adalah pada arteri siliaris posterior dan terjadi infark pada
kedua saraf optikus (neuropati optik iskhemik anterior),
yang jarang terjadi adalah oklusi arteri sentralis retinae
 Serangan amaurosis fugax yang berulang disertai nyeri
kepala patut diduga sebagai giant cell arteritis (GCA)
dan perlu segera dilakukan pemeriksaan.
 Gangguan berat dari arteri vertebralis berhubungan
dengan insiden kebutaan oksipital dan iskemia batang
otak
 Gejala dan tanda sistemik, febris, malaise, anoreksia,
mialgia, kelemahan, kecemasan, depresi, dan gangguan
saraf pusat dapat merupakan bagian sindroma ini.
 Juga terdapat risiko terjadi iskemik serebral dan
demensia.
4. Kriteria Diagnosis A. Nyeri kepala baru yang menetap yang memenuhi kriteria
C dan D.
B. Setidak-tidaknya satu dari yang berikut:
 Arteri kulit kepala membengkak dan nyeri tekan
disertai peningkatan laju endap darah (LED)
dan/atau C-Reactive Protein (CRP)
 Biopsi arteri temporal menunjukan giant cell
arteritis.
C. Nyeri kepala yang berkembang bersama/hampir
bersamaan dengan tanda-tanda atau bukti lain dari giant
cell arteritis
D. Nyeri kepala menyembuh atau banyak membaik dalam 3
hari pengobatan dengan steroid dosis tinggi.
5. Diagnosis Arteritis Temporalis
6. Diagnosis Banding 1. Migren
2. Nyeri kepala klaster
3. Neuralgia trigeminal
4. Polimialgia reumatika
5. Glaukoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laju endap darah hampir selalu meningkat dan mungkin
dijumpai lekositosis ringan dan anemia hipokrom. Ada
peningkatan alfa-2 globulin, penurunan albumin, dan
kadang-kadang peningkatan gama globulin pada
elektroforesis protein serum. Kadar besi serum adalah
khas rendah.
2. Biopsi dari segmen arteri yang terkena akan menegakkan
diagnosis: didapatkan periarteritis dan arteritis
granulomatosa.
3. Arteriografi dapat menunjukkan adanya stenosis dari
pembuluh darah yang terkena.
4. Color duplex ultrasonography (Duplex scanning) dari
arteri temporal bisa memvisualisasikan penebalan
dinding arteri (sebagai suatu halo pada potongan aksial)
dan bisa membantu untuk menseleksi tempat untuk
biopsi
8. Terapi Pemberian steroid :
- Kortison dosis awal 100-300 mg/hari, atau
- Prednison diberikan 20-50 mg/hari. Pengurangan dosis
dilakukan secara bertahap. Dosis tinggi prednison yang
dianjurkan: 40-80 mg/hari. Dosis tinggi tersebut
dipertahankan selama 3-4 minggu untuk kemudian
diturunkan bertahap dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan (hati-hati pada penderita dengan diabetes
mellitus)
- Selama pengobatan dianjurkan untuk selalu dimonitor :
gejala nyeri kepala, jaw claudication, serta laju endap
darah.
- Untuk mencegah terjadinya osteoporosis akibat
pemakaian prednison jangka lama, ada yang
menganjurkan pemberian senyawa kalsium dan fosfat
atau etidronat.
- Metilprednisolon 1-2 gr/hari, immunosuppresant,
azathioprine, dan dapsone.
9. Edukasi 1. Menghindari faktor pencetus
2. Memperbaiki gaya hidup
3. Tatalaksana arteritis temporalis
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. H. Moh. Hasan Machfoed, dr., Sp.S(K), MS
2. Isti Suharjanti, dr., Sp.S(K)
3. Devi Ariani Sudibyo, dr.,Sp.S

14. Indikator Medis 1. Buku harian nyeri kepala (gold standard) untuk evaluasi
frekuensi, lama dan beratnya serangan, disabilitas dan
respon obat
2. Perbaikan nyeri baik secara klinis, maupun dengan skala
nyeri kepala
15. Kepustakaan 1. Headache Classification Committee of the International
Headache Society, Classification and Diagnostic Criteria
for headache disorders. Other Primary headache. Revised
2005
2. Konsensus Nasional Diagnostik dan Penatalaksanaan
Nyeri Kepala IV, Kelompok studi Nyeri Kepala
PERDOSSI, 2013

Surabaya, April 2013

Ketua Komite Medik Ketua SMF. Neurologi,

Prof. Dr. Doddy M. Soebadi, dr., SpB, SpU(K). Wijoto, dr., Sp.S(K).
NIP. 19490906 197703 1 001 NIP. 19510623 197206 1 001

Direktur RSUD Dr Soetomo Surabaya,

Dodo Anondo, dr., MPH.


NIP. 19550613 198303 1 013
Panduan Praktik Klinis
SMF : NEUROLOGI
RSUD Dr Soetomo, Surabaya
2012 – 2014
NYERI NEUROPATIK
1. Pengertian (Definisi) - Nyeri (Pain)
Suatu rasa tak menyenangkan dan pengalaman emosional
disertai kerusakan jaringan yang nyata atau yang
potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan demikian.
- Nyeri Neuropatik (Neuropathic Pain)
Nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau
gangguan primer pada susunan saraf.
- Neuropati (Neuropathy)
Suatu ganggan fungsi atau perubahan patologis pada
suatu saraf. Jenis neuropati :
- Mononeuropati : neuropati pada satu saraf
- Mononeuropati Multipleks : neuropati pada
beberapa saraf
- Polineuropati : kelainan neuropati difus
dan bilateral
- Neuritis adalah suatu bentuk khusus dari
neuropati yang disebabkan oleh proses
peradangan pada saraf.
- Neuropathy tidak mencakup kasus-kasus seperti
neuropraksia, neurotmesis, putusnya saraf atau
kelainan yang bersifat sepintas seperti pada
benturan, peregangan, atau cetusan epeptik.
Penyebab Nyeri Neuropatik
1. Saraf tepi
Trauma, pasca operatif, diabetes melitus, invasi
tumor, iradiasi, iskemi, penyakit kolagen, alkohol,
nutrisi, obat.
2. Radiks dan ganglion dorsalis
HNP, arakhnoiditis, avulsi, neuralgia pasca herpes,
kompresi tumor.
3. Medula spinalis
Mielitis, trauma,vaskular, pasca operatif,
siringomieli, sklerosis multipel, AVM, disrafisme,
defisiensi vitamin B12.
4. Batang otak
Sindroma Wallenberg, tumor, siringobulbi, sklerosis
multipel
5. Talamus
Stroke, tumor.
6. Korteks
Stroke, AVM, trauma, tumor.
2. Anamnesis 1. Skrining nyeri
Anamnesis diawali dengan meminta pasien mengisi
ID Pain Screening Questionnaire, untuk membedakan
apakah nyeri yang diderita pasien adalah nyeri
nosiseptif atau neuropatik.
2. Anamnesis nyeri
a) Riwayat Klinik
- Awitan nyeri
- Perjalanan penyakit
- Mencari penyakit dasar (DM, trauma,
neuralgia trigeminal, neuroma dan herpes
zoster)
- Riwayat pengobatan
b) Sifat keluhan
- Rasa terbakar, ditusuk, disayat, hentakan,
kesetrum
- Parestesia/kesemutan, hilang rasa, kurang
rasa
- Disestesia (parestesia nyeri)
- Hiperalgesia
- Alodinia
- Hiperpatia
- Nyeri fantom
- Keluhan vasomotor/ sudomotor/ atrofi
jaringan subkutan
- Sindroma kausalgia: terbakar, gejala
otonom (dingin-dingin, bengkak/edema
setempat, hiperhidrosis)
c) Kualitas nyeri
d) Lokasi keluhan
e) Distribusi dan penjalaran nyeri
f) Faktor yang meringankan/memperberat nyeri
g) Anamnesis psikologik/”pain triad” (kecemasan,
depresi, gangguan tidur)
3. Intensitas nyeri
Diukur dengan skala berikut :
a. Visual Analog Scale – (VAS)
b. Numeric Pain Scale
c. Pediatric pain scale
Wong-Baker Face Grimace Scale

No Pain Slight Mild Pain


Moderate PainSevere Pain Pain As Bad As
Pain It Could Be

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan Neurologik
a. Kesadaran
b. Saraf-saraf kranial
c. Motorik
d. Sensorik
e. Otonom
f. Fungsi luhur
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Nyeri Neuropatik
6. Diagnosis Banding 1. Nyeri Neuropatik di Daerah Kepala dan Muka
- Neuralgia Trigeminal
- Neuralgia Glossoifaringeal (NG)
- Neuralgia Oksipital
- Sindrom Tolosa Hunt (STH)
- Sindrom Ramsay Hunt (SRH)
2. Nyeri Neuropatik di Daerah Leher, Bahu, dan Lengan
- Brakialgia
- Nyeri bahu
- Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel
Syndrome- CTS)
- Sindrom Terowongan Kubital (Cubital Tunnel
Syndrome)
- Sindrom Terowongan Radial (Radial Tunnel
Syndrome)
3. Nyeri Neuropatik di Daerah Punggung Bawah (Low
Back Pain)
4. Nyeri pada Lesi Saraf Tepi
- Nyeri Neuropati Diabetika
- Neuralgia Pascaherpes
- Complex Regional Pain Syndrome (CRPS)
- Nyeri Fantom
- Nyeri Kanker
5. Nyeri Sentral
- Nyeri Sentral
- Nyeri pada Lesi Medulla Spinalis
- Fibromialgia
- Nyeri pada HIV
2. Pemeriksaan a. Pemeriksaan elektrofisiologik
Penunjang 1. Motorik : latensi Nerve Conduction Velocity
(NVC), F-wave, Electromyography (EMG),
Magnetik Evoked Potensial (MEP).
2. Sensorik : Sensory Nerve Action Potensial
(SNAP), Sensory Conduction Velocity (SCV), H-
reflex, Somato Sensory Evoked Potensial (SSEP),
Laser-evoked potentials (LEPs), Positron
Emission Tomography (PET), Small Fibers
Nerve Conduction Velocity (pemeriksaan small
fiber)
3. Quantitative Sensory Testing (QST)
Merupakan pengukuran psikofisiologis dari
persepsi pada rangsangan ekstrernal yang
intensitasnya terkontrol/diatur.
Dipakai serabut serabut von Frey atau Semmes-
Weinstein monofilaments.
Dapat dipakai untuk menilai rasa raba dari
serabut-serabut saraf Aβ yang cukup bermanfaat
sebagai sarana diagnosa dini dari neuropati
diabetik.
b. Neuroimejing : Foto polos, Ultra Sonography (USG),
CT scan, MRI, fMRI, Myelography
c. Laboratorium (dilakukan atas indikasi)
1. Darah : rutin, kimia darah, toksin, imunologi,
genetik, polymerase chain reaction (PCR)
2. Urin : rutin
3. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
2. Terapi 1. Terapi Farmakologis
A. Terapi Analgetik
1. Non opioid
Digunakan sebagai terapi kombinasi dengan
analgetik adjuvant pada kasus nyeri campuran
nosiseptik dan neuropatik. Analgetik non opioid
yang dapat dipilih adalah:
 Acetaminofen
 Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
o Non selektif COX inhibitor: ASA,
ibuprofen, natrium/ kalium
diklofenak, asam mefenamat,
piroksikam, naproksen,ketoprofen,
ketorolak, indometasin,tenoksikam,
meloksikam, etodolak,
deksketoprofen
o Selektif COX inhibitor: celecoxib,
etoricoxib
2. Opioid
Pemilihan opioid:
a. Nyeri sedang: dapat diberikan kodein sulfat 65
mg + asetaminofen 500 mg atau aspirin 650
mg. Apabila gagal dapat diberikan tramadol
50-100 mg setiap 4-6 jam, jangan melebihi 400
mg/hari. Tramadol dapat juga diberikan secara
iv, im, sc atau per rectal. Anak-anak diatas usia
1 tahun boleh diberikan tramadol 1-2
mg/kgBB
b. Nyeri berat: untuk nyeri berat dapat diberikan
opioid kuat, terutama sering ditemukan pada
nyeri neuropatik terkait kanker.

Jenis obat analgetik opioid yang sering dipakai


diantaranya:
a. Tramadol (termasuk kombinasi tramadol dan
parasetamol)
b. Morfin
c. Metadon
d. Hidromorfon
e. Oksikodon
f. Buprenorphine

Kriteria pemberian morfin atau obat sejenis


adalah:
a. Sebelumnya telah diberikan analgetik non
opioid dengan dosis optimal tetapi hasilnya
tidak memuaskan
b. Jika nyeri yang dialami adalah nyeri hebat
c. Kriteria tambahan: sebaiknya diberikan
secara per-oral tetapi untuk nyeri yang
sangat berat dapat diberikan injeksi morfin
sulfat secara langsung.
Berikut adalah daftar obat-obatan golongan opioid
yang sering dipakai:
Nama Obat Dosis Oral
Morfin 10-100 mg
Kodein 30-65 mg
Metadon 5-20 mg
Hidromorfon 4-8 mg
Hidrokodon 30 mg
Buprenorfin 0.3-0.4 mg
Fentanil patch 12.5-50 mcg
Tramadol 37.5 + 1-2 tablet
Asetaminofen 375 mg
Tramadol 50-100 mg
Catatan: Dosis obat perlu mempertimbangkan
toleransi individual
Efek samping obat golongan opioid dapat berupa
nausea, dizziness, konstipasi atau disforia

Berikut ini adalah panduan penggunaan morfin sulfat


untuk indikasi nyeri akut dan berat :
a. Berikan injeksi i.m atau s.c. 10-20 mg untuk orang
dewasa sebagai dosis awal bila perlu diulang tiap
4-6 jam dengan prinsip descending the ladder.
b. Bila perlu pemberian morfin jangka panjang untuk
selanjutnya lebih baik diberikan per-oral dan
dipilih yang memiliki efek long acting.

Pedoman penggunaan opioid untuk nyeri berat :


a. Obat pilihan adalah morfin sulfat peroral
b. Obat opioid parenteral dapat diberikan bila ada
gangguan pemberian oral
c. Dosis peroral memeiliki rentang dari 10-100 mg
dan tergantung beratnya nyeri. Semakin tinggi
dosis yang diberikan maka semakin tinggi pula
efek analgesiknya.
d. Pemberian obat around the clock lebih
menguntungkan daripada pemberian secara as
needed.

B. Terapi Analgetik Adjuvan


1. Dosis dan frekuensi pemberian anti konvulsan
adalah sebagai berikut:
Nama Obat Dosis Oral
Pregabalin 150-600 mg/hari
Gabapentin 300-1500 mg/hari
Okskarbasepin 900-1800 mg/hari
Carbamazepin 100-1000 mg/hari
Lamotrigin 150-500 mg/hari
Fenitoin 100-300 mg/hari
Topiramat 25-200 mg/hari
Asam valproat 150-1000 mg/hari
Catatan: Dosis obat perlu mempertimbangkan
toleransi individual
2. Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin,
doksepin, nortriptilin
3. Antidepresan baru:
 SNRI : duloxetin, venlafaxin
 SSRI : maprotilin, paroksetin,
fluoksetin, sertalin, trazodon
4. Anastesi lokal: lidokain

C. Terapi Farmakologis Invasif


1. Blok saraf
2. Neurolitik

2. Terapi Non Farmakologis


Rehabilitasi
1. Rehabilitasi nyeri akut:
a. Immobilisasi
b. Modalitas termal
c. Massase
d. Traksi
e. Transcuteneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS)
f. Biofeedback
g. Latihan: peregangan, gerak sendi, ketahanan dan
penguatan otot
h. Orthosis (alat bantu)
2. Rehabilitasi nyeri kronis:
a. Terapi psikologi
b. Modulasi nyeri
c. Latihan conditioning otot
d. Rehabilitasi vokasional
3. Terapi Bedah
Jenis tindakan terapi bedah:
1. Memutuskan jaras nyeri
a. Thalamotomy, cingulotomy
b. Rhizotomy
c. Cordotomy
d. Cordectomy
e. Dorsal root entry zone (DREZ)
f. Sympathectomy
g. Microvascular decompression
2. Memodulasi input sensorik
Edukasi 1. Memberikan informasi yang mudah dipahami pasien
tentang penyakit, pengobatan dan hal-hal yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan
2. Memberikan edukasi mengenai aktivitas fisik sehari-hari,
kepatuhan mengkonsumsi obat dan sebagainya
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. H. Moh. Hasan Machfoed, dr., Sp.S(K), MS
2. Leksmono P, dr.,Sp.S(K),MHPEd,PGD.Pall.Med.(ECU)
3. Isti Suharjanti, dr., Sp.S(K)
4. J. Ekowahono, dr., SpS, M.Kes
5. Djohan Ardiansyah, dr., Sp.S
6. Devi Ariani Sudibyo, dr.,Sp.S
Indikator Medis  Visual Analog Scale – (VAS)
 Numeric Pain Scale
 Verbal Descriptor Scale
 African Palliative Outcome Scale (APCA African POS)
 Pain Assessment in Advanced Dementia (PAINAD) Scale
 Pediatric pain scale
o The FLACC Behavioral Pain Scale
o Touch Visual Pain (TVP) Scale
o Wong-Baker Face Grimace Scale
o Pain Thermometer
 Neuropathic Pain Scale (NPS)
 Neuropathic Pain Symptom Inventory (NPSI)
Kepustakaan 1. Cruccua G, Sommer C, Anand P et al., 2010. EFNS
guidelines on neuropathic pain assessment: revised 2009.
European journal of neurology 17: 1010-1018.
2. Haanpää M, Attal N, Backonja M et al., 2011. NeuPSIG
guidelines on neuropathic pain assessment. Pain 152: 14-
27.
3. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2011. Konsensus
Nasional 1 : Diagnostik dan penatalaksanaan nyeri
neuropatik. Surabaya: Airlangga University Press.
4. Powell RA, Downing J, Ddungu H et al., 2010. Pain
history and pain assesment. In: Kopf A, Patel NB (Eds).
Guide to pain management in Low-Resource Setting.
Seattle: IASP, pp. 67-78.
5. Üçeyler N,1 Sommer C, 2011. Neuropathic pain
assessment–an overview of existing guidelines and
discussion points for the future. European neurological
review 6(2): 128-31.

Surabaya, April 2013

Ketua Komite Medik Ketua SMF. Neurologi,

Prof. Dr. Doddy M. Soebadi, dr., SpB, SpU(K). Wijoto, dr., Sp.S(K).
NIP. 19490906 197703 1 001 NIP. 19510623 197206 1 001

Direktur RSUD Dr Soetomo Surabaya,

Dodo Anondo, dr., MPH.


NIP. 19550613 198303 1 013

Anda mungkin juga menyukai